Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Setiap orang pasti pernah berhubungan dengan hukum. Hal itu dimulai saat
seseorang yang baru saja lahir, dimana dirinya sudah harus berhadapan dengan
hukum. Sebagai contohnya adalah adanya kewajiban pembuatan akte kelahiran
menunjukkan adanya keterikatan setiap orang terhadap hukum yang berlaku di suatu
negara sejak ia dilahirkan. Setiap individu dapat berhubungan dengan hukum baik
secara sadar maupun tidak. Pada dasarnya, di Indonesia terdapat berbagai macam
hukum, dan diantaranya adalah hukum perdata berisikan peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, dengan
menitikberatkan kepentingan perseorangan.
Melalui penulisan makalah ini, penulis akan mengangkat salah satu contoh kasus
perdata yang terjadi di masyarakat, yaitu kasus penerapan kenaikan tarif parkir secara
sepihak yang terjadi di sebuah pusat perbelanjaan atau yang biasanya kerap disebut
sebagai mall. Keberadaan tempat parkir itu sendiri sangat membantu pihak
masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki kendaraan dan hal ini juga yang
membuat lahan parkir dapat dijadikan sarana bisnis yang menjanjikan. Dengan
meningkatnya jumlah kendaraan di kota-kota besar, bisnis parkir ini menjadi lahan
bisnis yang dipersaingkan baik secara sehat maupun tidak sehat (monopoli) diantara
pengelola parkir.
Kasus yang diangkat penulis dalam makalah ini adalah adanya perseturuan yang
terjadi antara David M. L. Tobing, S.H., M.Kn., dengan pihak PT. Securindo Packatama
Indonesia (Secure Parking) selaku pengelola parkir. Kejadian tersebut berawal saat
David M Tobing yang merasa dirugikan oleh pihak secure parking yang menerapkan
tarif parkir tidak seperti biasanya. Tarif parkir yang dikenakan saat itu dianggap
mengalami kenaikan secara sepihak, yang awalnya Rp. 1.000/ jam menjadi Rp.
1.500/jam. Saat itu, David dikenakan tarif parkir sebesar Rp. 3.000, selama 1 jam dan
31 menit. Kejadian tersebut terjadi di Plaza Senayan yang beralamat di Jl. Asia Afrika,
Jakarta Selatan, pada hari Senin tanggal 16 Juni 2003 pada pukul 20:12 WIB dengan
kejadian pada mobil kijang berwarna hitam dengan nomor polisi B 7331 NW. Dalam hal
1
ini, David merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak secure parking karena dia harus
membayar tarif parkir yang telah ditentukan oleh secure parking mall tersebut dimana
harga parkir ini tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI No.1698 tahun
1999 tentang Biaya Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar
Badan Jalan Di Wilayah DKI Jakarta tanggal 1 Juni 1999 bahwa “Hotel dan pusat
perbelanjaan tarif parkir ditetapkan Rp. 1.000 untuk jam pertama dan tambahan Rp.
1.000 untuk tiap jam berikutnya. Oleh karena itu, David merasa dirugikan atas
penerapan tarif parkir yang dianggap tidak sesuai tersebut.
Berdasarkan kasus mengenai kenaikan tarif parkir yang dianggap secara sepihak
yang dilakukan oeh PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku
pengelola parkir, maka penulis merasa tertarik untuk membahas dan menganalisis
mengenai kasus tersebut. Penulis merasa ingin tahu mengenai letak keadilan yang
sesungguhnya mengenai penerapan tarif parkir secara sepihak ini jika ditinjau dari
perbuatan melawan hukum.
2
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan oleh PT. Securindo
Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku pengelola parkir merupakan
perbuatan melawan hukum.
2. Untuk mengetahui dasar hukum yang ada berlaku dalam kasus mengenai
kenaikan tarif parkir secara sepihak ini?
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah mengenai alasan di
pilihnya judul KENAIKAN TARIF PARKIR SECARA SEPIHAK
DITINJAU DARI SUDUT PANDANG PERBUATAN MELAWAN
HUKUM (Studi Kasus: Perseteruan antara David M.L.Tobing,S.H.,
M.Kn. Dengan Pihak PT Securindo Packatama Indonesia),
3
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
4
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum
Benda dan Hukum Waris.
5
4. Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa (Van
Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
(Tomasouw, 2005:15).
Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak yang
menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada
salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut. (Kartini, 2006:1)
1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum
melekatakan “hak” pada 1 (satu) pihak dan melekatkan “kewajiban” pada
pihak lainnya. Apabila 1 (satu) pihak tidak mengindahkan ataupun
6
melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan
tersebut dipenuhi atau pun dipulihkan kembali.
2. Kekayaan
Dahulu, suatu hubungan hukum dikatakan sebagai perikatan apabila
hubungan hukum tersebut dapat dinilai dengan uang. Kriteria itu semakin
lama sukar untuk dipertahankan, karena di dalam masyarakat terdapat juga
hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang, namun jika
terhadapnya tidak diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak akan
terpenuhi. Hal ini bertentangan dengan salah satu tujuan dari pada hukum
itu sendiri yaitu mencapai keadilan.
Oleh karena itu, sekarang kriteria tesebut tidak lagi dipertahankan. Maka
ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai
dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki
agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum pun akan
melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan.
3. Pihak-pihak
Hubungan hukum harus terjadi antara 2 (dua) orang atau lebih. Pihak
yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang
berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif
adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang disebut subjek
perikatan. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus 1 (satu) orang
7
kreditur dan sekurang-kurangnya 1 (satu) debitur. Hal ini tidak menutup
kemungkinan dalam suatu perikatan terdapat beberapa orang debitur.
8
Pembayaran dalam hukum perikatan tidak ditafsirkan sebagai
pembayaran sejumlah uang, sebagaimana yang dikenal dalam
percakapan sehari-hari. Pembayaran diartikan sebagai setiap tindakan
yang melaksanakan prestasi dalam suatu perikatan.
3. Pembaharuan hutang
Hutang yang lama digantikan dengan hutang yang baru.
5. Percampuran utang
Apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan debitur ada pada
satu tangan seperti pada warisan, perkawinan dengan harta gabungan.
6. Pembebasan utang
Apabila kreditur membebaskan segala hutang-hutang dan kewajiban
kreditur.
10.Kadaluwarsa.
Jual beli adalah suatu persetujuan antara 2 pihak, dimana pihak satu
berjanji akan menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain
membayar harga yang telah disetujuinya.
Hampir sama dengan perjanjian jual beli hanya saja pada tukar
menukar, kedua belah pihak berkewajiban untuk menyerahkan
barang.
d. Pinjam Pakai
10
Pihak pertama (yang meminjamkan) memberikan sesuatu benda
untuk dipakai, sedangkan pihak lain(peminjam) berkewajiban
mengembalikan barang tersebut tepat pada waktunya dan dalam
keadaan semula.
f. Perjanjian penitipan
g. Perjanjian kerja
h. Perserikatan
11
i. Pemberian beban
j. Pemberian hadiah
k. Pertanggungan
l. Penarikan perkara
12
c. Ada obyek tertentu, jumlah, jenis, dan bentuk yang diperjanjikan
sudah tertentu.
13
2.2 Perbuatan Melawan Hukum
2.2.1 Pengertian
Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar,
yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” pada dasarnya
tidak memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan
melawan hukum sehingga pengertian tesebut diserahkan kepada doktrin dan
yurisprudensi.
14
Melanggar hak subyektif orang lain berarti melanggar wewenang
khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Hak-hak
subyektif yang diakui oleh yurisprudensi adalah hak-hak pribadi
atau perorangan (persoonlijkheidsrecthen) dan hak-hak kekayaan
(vermogensrechten). Hak pribadi contohnya adalah kebebasan,
kehormatan, nama baik, dan lain-lain. Sementara hak kekayaan
contohnya adalah hak kebendaan dan hak mutlak lainnnya
c. Kaedah kesusilaan
Kaedah kesusilaan ini mencakup norma-norma kesusilaan
sepanjang norma-norma tersebut oleh pergaulan hidup diterima
sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis.
3. Ada kerugian
Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dapat
berupa kerugian kekayaan atau kerugian bersifat idiil. Kerugian selalu
memperkirakan kerugian atas kekayaan yang berupa kerugian uang.
Sementara kerugian idiil atau moril meliputi ketakutan, terkejut, sakit,
dan kehilangan kesenangan hidup.
16
BAB III
17
Berdasarkan pengetahuan David, areal parkir di Plaza Senayan yang dimana
dikelola oleh PT Secure Parking seharusnya memungut tarif Rp. 1.000/ jam pertama
dan pada jam berikutnya dikenai tarif Rp. 1.000 sehingga David merasa bahwa dirinya
cukup membayar Rp. 2.000.
Kemudian kasus ini pun bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Dari ketiga proses pengadilan tersebut,
pihak David memenangkan perkara tersebut.
3.2 Analisis
Berkaitan dengan kasus ini, maka dasar hukum yang berlaku adalah sebagai
berikut :
Hubungan hukum yang terjadi antara konsumen dengan pengelola parkir dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu (Sibarani,2007:18-30) :
1. Hubungan penitipan barang
Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu
18
waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut
belakangan itu disanggupi pembayarannya.
Sewa menyewa yang apabila terjadi kehilangan atau kerugian atas kendaraan
dilahan yang disewa, maka penyewa masih mempunyai hak untuk menuntut
ganti rugi kepada pihak yang menyewakan lahan karena walaupun lahan parkir
telah disewakan kepada konsumen, namun penguasaan lahan parkir tetap pada
pihak yang menyewakan (pengelola parkir).
Hal lain yang menyebabkan sewa menyewa tidak murni dalam perparkiran
adalah si penyewa(pemilik mobil), tidak bisa bebas mempergunakan lahan yang
disewanya seperti harus masuk dan keluar dari pintu tertentu, tidak boleh parkir
serong, dan peraturan lainnya.
2. Gedung parkir pendukung, yaitu suatu bagian dari bangunan atau kumpulan
bangunan yang digunakan sebagai tempat parkir yang bersifat penunjang dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan pokok bangunan
atau kumpulan bangunan tersebut.
19
3. Pelataran parkir adalah suatu areal tanah tertentu di luar badan jalan yang
digunakan sebagai tempat parkir.
Untuk menentukan tarif parkir yang diterapkan oleh pengelola parkir, hal tersebut
sudah ada ketentuan dari Pemerintah Daerah. Oleh karena itu bagi pengelola parkir,
dalam hal ini PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) pun harus menaati
peraturan pemerintah daerah tersebut.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI No. 1698 tahun 1999 tentang Biaya
Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar badan Jalan di
Wilayah DKI Jakarta tanggal 1 Juni 1999 (selanjutnya disebut SK Gubernur tahun
1999) yang menjelaskan bahwa :
“Untuk hotel dan pusat perbelanjaan tarif parkir ditetapkan Rp. 1.000,- untuk jam
pertama dan tambahan Rp. 1.000,- untuk tiap jam berikutnya.”
Selain itu untuk mempertegas mengenai pengaturan tarif parkir yang dilakukan
oleh Pemerintah daerah, maka berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1999
tentang Perparkiran (selanjutnya disebut Perda Parkir) terdapat larangan untuk
merubah tarif biaya parkir yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Adapun hal
itu diatur dalam Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi :
“Dilarang dengan cara dan bentuk apapun membangun gedung parkir atau pelataran
parkir, melakukan usaha penyelenggaraan perparkiran, melakukan perubahan
terhadap rambu, marka parkir, mesin parkir, tanda masuk parkir, tanda biaya parkir,
tanda retribusi parkir, tarif biaya parkir dan tarif retribusi parkir tanpa memperoleh ijin
dari Gubernur Kepala Daerah.”
20
Oleh karena itu kasus kenaikan tarif parkir yang dilakukan PT Secure Parking
merupakan perbuatan melawan hukum karena memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya pelanggaran atas ketentuan yang telah ditetapkan suatu aturan hukum
pada umumnya.
Setelah mengetahui dasar hukum yang berlaku dalam kasus perparkiran tersebut,
maka tindakan penarikan tarif parkir secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Securindo
Packatama Indonesia (Secure Parking) merupakan perbuatan melawan hukum karena
telah menerapkan tarif parkir, yang berlawanan dengan ketentuan peraturan daerah
DKI Jakarta. Perbuatan melawan hukum ini juga ditunjukkan dengan perbuatan yang
dilakukan PT Secure Parking tidak sesuai dengan UU yang berlaku (melanggar), yaitu
UU no.5 tahun 1999 tentang perparkiran.
Pengajuan gugatan David atas dasar tuduhan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Secure Parking sudah tepat, sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata
menamakan kerugian sebagai akibat perbuatan melawan hukum sebagai “scade”
(rugi).
21
hanyalah bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan
tersebut dapat dipersalahkan padanya, dalam hal ini adalah PT secure Parking.
Oleh karena itu, PT Secure Parking digugat untuk membayar ganti rugi atas
kelebihan tarif parkir yang telah diterapkan pada David, yaitu mengembalikan sebesar
Rp. 1.000. Ganti rugi tersebut merupakan perwujudan Ganti rugi kompensasi, yang
merupakan ganti rugi yang dilakukan sebagai pembayaran kepada korban atas dan
sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu
perbuatan melawan hukum.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
22
Pihak PT Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) telah dinyatakan
bersalah dalam persidangan di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan
Tinggi Jakarta, dan Mahkamah Agung. PT Secure parking telah melawan hukum
karena menaikkan tarif parkir tanpa seijin Gubernur Kepala Daerah (SK Gubernur DKI
Jakarta no. 1698 Tahun 1999 dan telah melanggar Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 5
Tahun 1999 tentang perparkiran).
4.2 Saran
Setelah melihat adanya kasus menaikkan tarif parkir secara sepihak ini, penyedia
jasa perparkiran sudah sepatutnya menyediakan jasa parkir sesuai dengan tarif yang
telah ditentukan, tentunya tarif parkir yang berlaku haruslah sesuai dengan Perda
setempat. Dengan begitu, masyarakat sebagai pengguna jasa perparkiran tidak merasa
dirugikan sehingga dapat diperlakukan secara adil sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Darus, Mariam, dkk . Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
2001.
Djamali, R.Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2006.
23
Citra Aditya Bakti. 2002.
Moegini Djojodirdjo, M.A. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita. 1979.
Tomasouw, M.A. Study Guide Indonesian Legal System. Jakarta: STIKOM London
School of Public Relations Jakarta. 2005.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup. 2008.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16732/lagi-ma-menangkan-konsumen-
parkir
24
LAMPIRAN
25