Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
Daftar Isi i
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv
PUSTAKA
Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia maupun hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Planet bumi ini hampir 70% luas permukaannya diisi oleh air,
dengan sumber utamanya adalah air laut. Laut dan sumber-sumber air lain di alam ini
merupakan suatu mata rantai yang membentuk siklus yang dikenal sebagai daur
hidrologi (hydrology cycle). Pergerakan air secara alamiah dalam siklus hidrologi ini
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
EVAPORASI
LAUT
Jumlah air yang menguap setiap saat untuk mempertahankan daur hidrologi ini
adalah sekitar 13.000 kilometer kubik dan disebarkan secara merata ke seluruh atmosfer
bumi. Bagian terbesar dari air yang menguap ke udara tersebut berasal dari air laut dan
sisanya berasal dari air di danau, sungai, tanah lembab dan dari permukaan daun
berbagai tumbuhan. Pada kondisi lingkungan yang tepat, uap-uap air ini dapat
terkondensasi sehingga membentuk hujan, salju, embun dan kabut. Sebagian uap air
yang terkondensasi tersebut sewaktu jatuh mengalami penguapan dan kembali ke
atmosfer, sedangkan sisanya jatuh ke tanah, sungai, danau dan laut. Air yang jatuh ke
tanah sebagian mengalir ke sungai dan dikembalikan ke laut, sedangkan sisanya
meresap ke dalam tanah. Air yang menguap dan meninggalkan permukaan bumi dalam
siklus hidrologi, akan dikembalikan ke bumi dalam jumlah yang sama. Air yang
bergerak dalam suatu siklus hidrologi akan bersentuhan dengan bahan atau senyawa
lain, sehingga bahan-bahan tersebut terlarut ke dalam air. Jadi pada hakekatnya tidak
ada air yang betul-betul murni.
Komposisi bahan-bahan yang terkandung dalam jenis-jenis air yang telah disebutkan di
atas dapat dilihat pada Tabel 1.1
gangguan dalam penggunaan air tersebut. Oksigen, sebagai contoh, dapat diikat dengan
menggunakan sodium sulfit atau hydrazine. Sifat lumpur yang dapat melekat pada
logam peralatan proses dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan organik yang
termasuk dalam golongan tanin, lignin atau alginat.
2.1 Pengantar
Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur. Sebuah molekul terbentuk dari
gabungan satu atau berbagai jenis atom. Sebagai contoh dua atom hidrogen digabung
untuk membentuk molekul gas hidrogen.
H + H Æ H2 (2.1)
Penambahan satu atom oksigen pada satu molekul gas hidrogen tersebut
menghasilkan molekul air.
H2 + OÆ H2O (2.2)
Massa relatif suatu unsur didasarkan pada masa karbon -12. Jumlah massa atom
dalam suatu molekul disebut massa molekul (molecular mass). Massa atom hidrogen
adalah 1 dan massa atom oksigen adalah 16, sehingga massa molekul H2O adalah 18.
Jumlah mol menyatakan perbandingan antara massa suatu zat terhadap massa
atom/ massa molekul zat tersebut. Satu mol zat terlarut dalam air, yang cukup untuk
membuat satu liter larutan disebut larutan satu molar.
Air adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya air paling tidak terlarut
sejumlah kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang
benar-benar murni dan ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat lain
seperti disajikan pada Tabel 2.1.
Sifat/karakteristik air sangat dipengaruhi oleh zat-zat terlarut tersebut. Dari
Tabel 2.1 terlihat bahwa analisis air selalu dinyatakan dalam bentuk ion-ion. Ion
bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Sebagai
contoh, jika kristal garam dapur/natrium klorida, NaCl, dilarutkan dalam air, struktur
kristal tersebut akan terurai menjadi ion-ion seperti dinyatakan oleh reaksi berikut :
NaCl Na+ + Cl- (2.3)
Molekul NaCl adalah molekul yang stabil dan secara elektrolit molekul tersebut
bersifat netral. Jika molekul NaCl terlarut dalam air atom Na akan ‘menyerahkan’
sebuah elektronya ke atom klorida, sekaligus keduanya menjadi ion karena bermuatan.
Muatan tersebut yang membedakan ion-ion dari atomnya.
endapan. Kejadian ini ditunjukkan oleh tanda pada reaksi (2.3) di atas, tanda
tersebut menyatakan bahwa reaksi dapat berlangsung dalam dua arah dan terjadi
kesetimbangan.
(1) dan (2) adalah satuan yang menunjukkan berat masing-masing zat per satuan volume
adalah miligram per liter (mg/1). Part per million (ppm) tetap dipakai terutama
untuk menyatakan konsentrasi gas oksigen dan H2S terlarut. Dari Tabel 2.2 terlihat
bahwa mg/1 mempunyai harga yang sama dengan ppm apabila densitas larutan
mempunyai harga 1,0.
(3) milieqivalent per liter (meq/1)
Dari kolom 3 Tabel 2.1 terlihat bahwa masing-masing kation atau anion mempunyai
berat atom atau berat radikal tertentu. Kolom 4 menyatakan berat ekivalen yang
didapat dari berat atom atau berat radikal dibagi dengan berat valensi. Sebagai
contoh, natrium/sodium mempunyai valensi satu. Jika valensi ion adalah dua atau
lebih, maka berat ekivalen adalah 1/2, 1/3 dan seterusnya dari berat atom/radikal
tersebut.
Dari Tabel 2.2 terlihat bahwa meq/1 pada masing-masing ion didapat dari mg/l dibagi
dengan berat ekivalen (dari Tabel 2.1).
(4) dan (5) ekivalen per million dan grain per gallon jarang dipakai pada laporan analisis
air modern tapi dituliskan sebagai referensi jika ditemui.
(6) Ekivalen CaCO3 masih tetap dipakai pada perhitungan proses pelunakan air (water
softening) dan sebagai satuan standard untuk alkalinitas dan kesadahan (hardness).
Konsentrasi zat A dapat dinyatakan sebagai konsentrasi ekivalen dari zat B
menggunakan persamaan berikut :
(gr / l)A
x (gr / eq)B = (gr / l)A dinyatakan sebagai B (2.4)
(gr / eq)A
Persamaan (2.4) sangat berguna dalam kimia air, karena jumlah padatan terlarut
biasanya dinyatakan sebagai ekivalen CaCO3.
Penyelesaian :
(a) 1. Satu ekivalen kalsium karbonat :
[ 40 + 12 + 3(16) ] / 2 = 50 gr/eq = 50 mg/meq
2. Satu ekivalen NaCl :
(23 + 35,5)/1 = 58,5 gr/eq = 58,5 mg/meq
3. Dengan pers (2.4)
117 mg / l
x 50 mg/meq = 100 mg/1 NaCl sebagai CaCO3
58,5 mg / l
(b) l. satu mol zat dibagi dengan valensinya sama dengan satu ekivalen (2.10-3
mol/1) / 1 mol /eq = 2.10-3 eq/1
2. sehingga :
2.10-3 eq/1 x 50 gr/eq = 0,1 gr/l
= 100 mg/l NaCl sebagai CaCO3.
(7) Persen berat dipakai untuk menunjukkan konsentrasi yang tinggi seperti macam-
macam garam yang ditambahkan ke air untuk menaikkan densitas.
Lebih dari 45 jenis garam dapat dibentuk dari unsur/senyawa yang tercantum
pada Tabel 2.1. Masing-masing garam tersebut mempunyai sifat fisik dan kimia yang
berbeda-beda. Walaupun demikian, telaahan umum berikut ini akan sangat berguna :
l. Semua garam yang berasal dari Na dan K sangat larut dalam air. Garam-garam
klorida dan sulfat yang dibentuk olehnya bersifat netral, sedangkan garam bikarbonat,
karbonat, dan hidroksida bersifat alkali.
2. Garam klorida dari Ca, Mg, Ba dan Sr larut dalam air tapi ke larutan garam sulfatnya
mengikuti aturan sebagai berikut :
BaSO4 < SrSO4 < CaSO4 < MgSO4
Garam karbonat dan hidroksida dari Ca, Mg, Ba dan Sr semuanya mempunyai
kelarutan dalam air yang rendah dengan Mg(OH)2 mempunyai kelarutan yang paling
kecil pada air netral.
3. Garam klorida dan sulfat dari besi, mangan dan aluminium larut dalam air dan
larutannya bersifat asam. Garam-garam anorganik yang lain yang dibentuk dari
unsur-unsur tersebut (karbon dioksida, hidroksida, sulfida dan lain-lain) mempunyai
kelarutan yang rendah di air tapi larut dalam asam.
2.5 Kesetimbangan
Beberapa zat padat, terutama yang berbentuk kristal terionisasi dengan cepat
dalam air, seperti ditunjukkan pada reaksi di bawah ini :
CaO + H2O Æ Ca2+ + 2 OH- (2.6)
NaCl + H2O Na+ + Cl- + H2O (2.7)
Dari dua persamaan di atas, air dapat berfungsi sebagai reaktan / zat pereaksi atau
bukan. Jika air tidak berfungsi sebagai reaktan, air dapat diabaikan dalam persamaan.
Pada reaksi :
AxBy xA + yB (2.8)
padatan ionik
Persamaan kesetimbangan untuk reaksi tersebut dinyatakan sebagai berikut :
K = [A]x [B]y / [AxBy] (2.9)
dengan :
K = konstanta kesetimbangan zat-zat tersebut dalam air murni pada suhu tertentu
[A], [B] = konsentrasi A dan B pada saat kesetimbangan
Pada saat kesetimbangan fasa padat tidak berubah, karena laju pelarutan (dissolution)
dan pengendapan (precipitation) sama, sehingga :
dalam air. Harga salinitas tinggi pada air garam atau batuan garam (brine). Salinitas
NaCl adalah hal yang serupa, kecuali kandungan klorida ditentukan dengan analisis
yang dinyatakan sebagai NaCl.
5. Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solids / TDS)
TDS menunjukkan jumlah ion terlarut yang disajikan pada analisis air. TDS
ditentukan dengan cara pemanasan secara perlahan-lahan penguapan sejumlah kecil
air sampel (50-100 ml), kemudian sisa garam kering ditimbang. Hasilnya dinyatakan
sebagai mg/1 atau ppm. Jumlah TDS hasil evaporasi ini biasanya lebih kecil
daripada penjumlahan ion-ion yang ditentukan pada analisis, hal ini terjadi karena
adanya zat yang hilang pada saat terjadi evaporasi.
6. Densitas (density)
Densitas adalah berat per satuan volume yang dinyatakan sebagai g/l, pound/gallon,
kg/m, dan lain-lain.
7. Specific Gravity (Sp.Gr.)
Specific Gravity adalah nisbah antara densitas air yang dianalisis terhadap air murni
(tidak ada garam-garam terlarut) pada temperatur tertentu. Karena merupakan
perbandingan maka specific gravity tidak bersatuan. Specific gravity biasanya diukur
dengan hidrometer. Hidrometer dikalibrasi pada suhu 4°C dimana densitas air murni
tepat 1,000 g/l. Jika temperatur air yang dianalisis lebih besar dari 4°C, temperatur
yang terukur dicatat dan specific gravity dilaporkan sebagai :
20 o C 25 o C
Sp. Gr. pada = o , dll
4o C 4 C
Garam-garam terlarut menyebabkan kenaikan densitas, demikian juga specific
gravity. Walaupun besarnya kenaikan tersebut merupakan fungsi dari garam terlarut,
harga densitas dan specific gravity tidak dapat dipakai langsung untuk mengukur
TDS, walaupun demikian persamaan di bawah ini, dengan kesalahan rata-rata sekitar
6%, dapat dipakai untuk memperkirakan TDS pada air mempunyai salinitas antara
10-150 g/l.
TDS (g/1) = (Sp.Gr. -1)x 1380
Atau :
Sp.Gr. = 1 + [TDS (g/1) / 1380]
Sampel 1 (satu), air diperoleh dari sumur yang dangkal (kurang dari 35 m) dan
berlumpur. Air tersebut akan dipakai pada sistem pendingin dan sebagai air umpan
boiler pada kilang gas. Kandungan oksigen dan pH air diukur pada saat pengumpulan
sampel. Sampel 1 ditandai dengan air segar, tapi dari inspeksi terhadap hasil analisis air,
air sumur tersebut lebih tepat disebut air payau. Air tidak mengandung ion hidroksida
dan karbonat, alkalinitas hanya disebabkan oleh adanya 165 mg/1 bikarbonat dan jika
dinyatakan sebagai CaCO3.
Alkalinitas total sebagai CaCO3 = 165 x (50/61) = 135 mg/l. Untuk perhitungan
ini, konsentrasi bikarbonat diambil dari analisis air dan berat ekivalen bikarbonat
didapat dari Tabel 2.1.
Kesadahan dihitung untuk menentukan kapasitas pelunakan air yang dibutuhkan
jika air dipakai sebagai air umpan boiler. Kesadahan total sebagai CaCO3 :
= Ca2+ + Mg2+
= (101 x 50/20) + (28 x 50/12,2)
= 368 mg/1 sebagai CaCO3
1. Turbidity Tidak ada - Air menjadi keruh - Koagulasi, pengendapan dan filtrasi
- Membentuk deposit pada pipa-pipa , alat-
lat, ketel dan lain-lain
2. Warna Tidak ada - Timbul buih dalam ketel - Koagulasi, filtrasi, klorinasi, adsorpsi
- Menghambat proses pengendapan pada dengan karbon aktif
Pengolahan dan Penyediaan Air
4. Alkalinity (alkalinity) - Bikarbonat (H2CO3) - Timbul buih dan carry over, (lolosnya) - Pelunakan dengan kapur dan kapur
- Karbonat (CO3) padatan ke dalam uap panas soda
- Hidroksida (OH) mengakibatkan karatan pada pipa ketel - Demineralisasi
- dinyatakan sebagai CaCO3 - Bikarbonat dan karbonat menghasilkan - Penambahan asam
CO2 dalam uap panas, sehingga bersifat - Dealkilasi dengan penukar ion
korosif - Distilasi
5. Asam mineral bebas H2SO4, HCl, dan - Korosif - Netralisasi dengan alkali
sebagainya, dinyatakan
3-2
Tabel 3.1 Lanjutan
KOMPONEN/
RUMUS KIMIA EFEK CARA PENGOLAHAN
SENYAWA
7. pH Konsentrasi ion hidrogen - Perubahan pH dipengaruhi oleh keasaman - pH dapat dinaikkan dengan penambahan
pH = - log (H+) atau kebasaan dalam air. Air alam alkali dan sebaliknya dengan asam
biasanya pH 6-8
8. Sulfate SO42- - Menaikkan kandungan padatan dalam air - Demineralisasi
- Bereaksi dengan Ca membentuk CaSO4 - Distilasi
Pengolahan dan Penyediaan Air
11. Silika SiO2 - Terbentuk kerak pada ketel dan sudu-sudu - Penghilangan secara proses panas dengan
turbin garam Mg
- Demineralisasi
- Distilasi
12. Besi Fe2+ - Terbentuk deposit pada pipa-pipa dan - Aerasi
Fe3+ boiler - Koagulasi dan filtrasi
- Pelunakan kapur
- Penukar kation
3-3
- - Pelunakan kapur
Tabel 3.1 Lanjutan
KOMPONEN/SENYAWA RUMUS KIMIA EFEK CARA PENGOLAHAN
14. Minyak Dinyatakan sebagai oil atau - Terbentuk kerak, lumpur dan buih dalam - Baffle separator
chloroform extracticible ketel - Stainers
matter - Koagulasi dan filtrasi dengan diatomaceous
earth
15. Oksigen O2 - Korosi - Deaerasi
- Sodium sulfite
- Hydrazine
Pengolahan dan Penyediaan Air
3-4
ditambah padatan terlarut
Pengolahan dan Penyediaan Air
3.2.1 Kesadahan
Kesukaran pembentukan busa oleh sabun dalam air merupakan indikasi
kesadahan air. Kesadahan air terutama diakibatkan oleh adanya ion-ion kalsium dan
magnesium. Sabun dalam air bereaksi lebih dulu dengan ion-ion ini sebelum dapat
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air. Senyawa kalsium, magnesium
dan senyawa lain yang bereaksi dengan sabun, mempunyai ukuran yang disebut
kesadahan total (total hardness).
Kesadahan total dari sudut kationnya merupakan jumlah kesadahan kalsium dan
kesadahan magnesium, atau :
TH CaH + MgH (3.1)
kesadahan total dari sudut anionnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kesadahan
karbonat atau kesadahan sementara dan kesadahan non-karbonat atau kesadahan tetap,
sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :
TH KH + NH (3.2)
dengan :
TH : Kesadahan Total
CaH : Kesadahan Kalsium = Kadar Ca2+
MgH : Kesadahan Magnesium = Kadar Mg2+
KH : Kesadahan Karbonat = Ca(HCO3)2, Mg(HCO3)2
NH : Kesadahan non-Karbonat = CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2, dsb.
Satuan yang dipakai untuk menyatakan kesadahan, adalah sebagai berikut :
- milival (mval) = miligram equivalent perliter
- mg/l = ppm sebagai CaCO3
- od = Derajat kesadahan Jerman
= 5,6 mg CaO/liter
Hubungan antara satuan-satuan tersebut adalah sebagai berikut :
1 mval = 50 mg/l sebagai CaCO3 = 2,8 °d
Kerugian yang dapat timbul akibat adanya kesadahan dalam air industri
diantaranya adalah pembentukan kerak dalam ketel dan sistem pendingin, selain itu
pemakaian sabun akan meningkat bila kesadahan terdapat dalam air pencuci.
didefinisikan sebagai ukuran dari kapasitas air untuk menetralkan asam. Alkalinitas
dalam air ada tiga jenis yaitu: alkalinitas hidroksida (OH-alkalinity), alkalinitas
karbonat (CO3-alkalinity) dan alkalinitas bikarbonat (HCO3-alkalinity). Penentuan
alkalinitas dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan HCI. Penetralan yang
dilakukan dengan indikator phenolphthalein, menghasilkan alkalinitas-P, sedangkan bila
digunakan indikator metil jingga akan dihasilkan alkalinitas-M. Reaksi yang terjadi
pada alkalinitas P dan M adalah sebagai berikut :
Alkalinitas-P, pH = 8,3
OH- + H+ <==> H2O (3.3)
CO3 + H+ <==> HCO3 (3.4)
Alkalinitas-M, pH = 4, 5
HCO3- + H+ <==> H2CO3 (3.5)
Ketiga jenis senyawa yang menyebabkan alkalinitas tersebut tidak dapat hadir
bersama-sama dalam air. sehingga hanya ada lima kemungkinan terdapatnya senyawa
penyebab alkalinitas, yaitu :
1. Hanya senyawa hidroksida (OH)
2. Hanya senyawa karbonat (CO32-)
3. Hanya senyawa bikarbonat (HCO3- )
4. CO32- dan HCO3-
5. OH- dan CO32-
Kemungkinan-kemungkinan di atas dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel tersebut
juga memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara alkalinitas dengan kesadahan.
Menaikkan alkalinitas berarti menaikkan kesadahan karbonat dan mengurangi
kesadahan non-karbonat. Air baku pada umumnya hanya mengandung alkalinitas-M
saja (hanya mengandung HCO3 saja) dengan pH sekitar 7. Alkalinitas yang cukup tinggi
diperlukan pada air umpan ketel untuk mencegah korosi, akan tetapi kadar OH yang
terlalu tinggi dapat menimbulkan "kerapuhan kaustik" (Caustic Embrittlement).
Tabel 3.2 Alkalinitas dan hubungannya dengan kesadahan
M-alk & P-alk OH-alk CO3- alk HCO3-alk Total-alk
P = nil nil nil M M
2P < M nil 2P M-2P M
2P = M nil 2P nil M
2P > M 2P-M 2 (M-P) nil M
P=M M nil nil M
Aeration
Group
A
Sedimentasi Clarification Lime Softening Lime Softening
Process
(cold) (hot)
Cooling
Fire
Protection Paper
Filtration
Group
B
Mangeneee Adsorption Process
Zeolite
Ultra Filtration
4.1.1.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan memisahkan/mengendapkan
zat-zat padat atau suspensi non-koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan
dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan
padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap, maka air
yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara
lain yang lebih cepat adalah dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan
tertentu sehingga padatannya terpisah dari aliran air dan jatuh ke dalam bak pengendap
tersebut. Kecepatan pengendapan partikel-partikel yang terdapat di dalam air
bergantung kepada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan
aliran dalam bak pengendap. Hubungan ukuran partikel dengan waktu pengendapan
ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Waktu pengendapan untuk berbagai ukuran/diameter partikel
Diameter partikel Waktu pengendapan
Nama Partikel
(mm) pada ketinggian 1 ft
10 kerikil 0,3 detik
1 pasir kasar 3 detik
0,1 pasir halus 38 detik
0,01 lumpur 33 menit
0,001 bakteri 35 jam
0,0001 partikel tanah liat 230 hari
0,00001 partikel koloid 63 tahun
Alat sedimentasi terdiri atas dua jenis, yaitu jenis bak pengendap segi empat
(rectangular) seperti terlihat pada Gambar 4.2, dan jenis lingkaran (circular) seperti
terlihat pada Gambar 4.3. Jenis segi empat biasanya digunakan untuk laju alir air yang
besar, karena pengendaliannya dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan keuntungan
alat sedimentasi jenis lingkaran yaitu memiliki mekanisme pemisahan lumpur yang
sederhana. Proses sedimentasi biasanya dilakukan sebelum proses klarifikasi.
Inlet
flume
effluent
flume clarified
tube modules
effluent
sludge collector
to sludge
disposal
Gambar 4.2 Bak pengendapan jenis segi empat (rectangular)
peripheral
effluent flume
clarified
tube modules effluent
sludge colle
ct or
basin
inlet
4.1.1.2 Klarifikasi
Proses klarifikasi bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, baik yang
kasar, halus atau bersifat koloid. Proses ini mencakup koagulasi, flokulasi dan
sedimentasi yang masing-masing merupakan langkah-langkah tersendiri dengan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk memperoleh hasil yang dikehendaki.
Apabila ada kondisi yang merugikan salah satu dari ketiga langkah tersebut, maka hasil
yang diperoleh akan kurang memuaskan. Langkah-langkah proses klarifikasi tersebut
adalah sebagai berikut :
(i) Koagulasi
Koagulasi adalah proses penetralan partikel-partikel yang ada dalam air
sehingga sesamanya tidak saling tolak menolak dan dapat diendapkan bersama-
sama. Bahan kimia pengendap dimasukkan ke dalam air dan diaduk dengan cepat.
Hasil reaksi kimia yang terjadi disebut flok (floc) yaitu partikel bukan koloid yang
sangat halus.
(ii) Flokulasi
Flokulasi merupakan kelanjutan proses koagulasi, partikel-partikel halus hasil
koagulasi membentuk suatu gumpalan yang besar sehingga lebih mudah
Gambar 4.4 Klarifikasi air dengan flash mixing, flokulasi, dan pengendapan
Gambar 4.5 Alat klarifikasi dengan pengadukan dan koagulasi dalam alat yang sama
4.1.1.3 Aerasi
Aerasi adalah proses mekanis pencampuran air dengan udara. Tujuan aerasi
adalah sebagai berikut :
1. Membantu dalam pemisahan logam-logam yang tak diinginkan seperti besi (Fe) dan
mangan (Mn). Besi lebih sering ditemukan daripada mangan. Besi yang terdapat
dalam air biasanya berbentuk ferobikarbonat atau ferosulfat. Oksigen yang
dikontakkan dengan air akan merubah senyawa-senyawa tersebut menjadi ferioksida
yang tidak larut dalam air sehingga dapat dipisahkan dengan menggunakan filter.
2. Menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air terutama yang bersifat korosif.
Contoh gas seperti ini adalah CO2 yang dapat menurunkan pH air sehingga
membantu proses korosi pada logam. Proses penghilangan gas akan makin baik
dengan :
- kenaikan temperatur
- lamanya waktu kontak
- makin luasnya permukaan kontak antara air dengan udara
- banyaknya volume gas yang kontak dengan air
3. Menghilangkan bau, rasa dan warna yang disebabkan oleh mikroorganisma.
Penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh bahan organik yang mengalami
dekomposisi, sisa-sisa atau bahan-bahan hasil metabolisme mikroba.
Aerasi dilakukan dalam alat yang disebut aerator. Aerator jenis forced draft fan
diperlihatkan pada Gambar 4.6. Gambar 4.7 dan 4.8 memperlihatkan aerator jenis coke-
tray aerator dan pressure aerator yang berfungsi untuk mengoksidasi besi terlarut
menjadi besi yang tak larut dengan diikuti pemisahan melalui filter.
4.1.2 Filtrasi
Proses filtrasi bertujuan untuk menahan zat-zat tersuspensi (suspended matter)
dalam suatu fluida dengan cara melewatkan fluida tersebut melalui suatu lapisan yang
berpori-pori, misalnya : pasir, anthracite, karbon dan sebagainya. Fluida dapat berupa
cairan (zat-zat tersuspensi dalam cairan/slurry) atau gas. Zat-zat tersuspensi dapat
berukuran sangat halus atau kasar, kaku atau kenyal, berbentuk bulat atau sangat tidak
beraturan. Produk yang diinginkan dapat berupa filtrat atau padatan (cake).
Pada kondisi tertentu, filtrasi dapat digunakan untuk proses penjernihan air
dengan cara penyaringan langsung terhadap air baku.
Media penyaring (filter) dapat dioperasikan dengan baik untuk jangka waktu
tertentu, jika pressure drop meningkat sampai batas yang diizinkan, maka harus
dilakukan pembersihan filter dengan cara cuci balik (backwashing). Cuci-balik
dilakukan dengan cara mengalirkan air secara berlawanan arah dengan arah aliran pada
saat operasi selama 5 - 10 menit, setelah itu dilakukan pembilasan.
Filter dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan siklus operasinya
batch atau kontinu, produk yang diinginkan filtrat atau cake atau gaya pendorongnya
(driving force). Jenis filter yang dikenal berdasarkan gaya pendorong yang digunakan
antara lain jenis gravity filter (Gambar 4.9) dan pressure filter (Gambar 4.10)
Pressure filter cukup banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan,
antara lain :
a. sedikit memerlukan tempat
b. pemasangannya mudah, murah dan cepat
Uniformity d
Uniformity coefficient (u) = = 60
Effective size d10
dengan :
Uniformity = d60 = ukuran ayakan yang meloloskan 60% wt sampel yang dianalisa.
Effective size = d10 = ukuran ayakan yang meloloskan 10% wt sampel yang dianalisa.
Ca Mg D D
D
D
Mg
D
Mg
Ca
Ca H
H H H
H
H H H
Na
Na H H H
H
Na Na
Na
Na Na
Na
Na
Na H
Na H
Na H
H H
H
H
Na H
H
Ca Na
Ca
Na Na OH
Na OH OH
Na
OH
OH
OH OH
Ca
Mg
Mg Ca OH
Mg
Ca OH
Na
Na
H OH
Na
Na H OH
Na
H OH
Na
Na H
Na OH
Na
H
Na
OH
seperti sulfonat, phosphonat, atau phenolat, dan gugus fungsi pada resin penukar asam
lemah adalah karboksilat.
Gugus fungsi pada resin penukar anion adalah senyawa amina (primer/R-NH2,
sekunder/R-N2H, tersier/R-R'2N) dan gugus ammonium kuartener (R-NR'3/tipe I,
R-R'3N+OH/tipe II), dengan R' menyatakan radikal organik seperti CH3. Resin anion
yang mempunyai gugus fungsi ammonium kuartener disebut resin penukar anion basa
kuat dan resin penukar anion basa lemah mempunyai gugus fungsi selain ammonium
kuartener.
Konsentrasi asam keseluruhan yang dihasilkan oleh reaksi (4.17) disebut Free Mineral
Acid (FMA). Jika nilai FMA turun, berarti kemampuan resin mendekati titik-habis dan
regenerasi harus dilakukan. Reaksi pada tahap regenerasi adalah sebagai berikut :
Ca CaCl2
Mg MgCl2
2R + 2HCl(aq) ↔ 2HR(s) + (4.18)
2Na 2NaCl
Fe (s) 2FeCl2 (aq)
Ca Ca
Mg Mg
2HCO3 + 2 HR(s)↔ 2R + 2H2CO3(aq) (4.19)
2Na 2Na
Fe (aq) Fe (s)
Larutan regenerasi dan reaksi yang terjadi pada tahap regenerasi identik dengan resin
penukar kation asam kuat.
H2CO3 HCO3
+ ROH(s) ↔ R + H2 O (4.21)
H2SiO3 (aq) HSiO3 (s)
Regenerasi :
SO4 Na2SO4
2R 2Cl + 2NaOH(aq) ↔ 2ROH(s) + 2NaCl (4.22)
2NO3 (aq) 2NaNO3 (s)
HCO3 NaHCO3
R + NaOH(aq) ↔ ROH(s) + (4.23)
HSiO3 (s) NaHSiO3 (aq)
2HCl 2Cl
2NO3 (aq) 2NO3 (s)
Resin penukar anion basa lemah dapat diregenerasi dengan NaOH, NH4OH atau N2CO3
seperti ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini :
SO4 H2SO4
3RNH2 2Cl + NaOH ↔ 2RNH2 2HCl (4.25)
2NO3 2 HNO3
acid
caustic
ke kemampuan pertukaran awal, maka ekivalen ion yang digantikan harus sama dengan
ion yang dihilangkan selama tahap layanan. Jadi secara teoritik, jumlah larutan
regenerasi (dalam ekivalen) harus sama dengan jumlah ion (dalam ekivalen) yang
dihilangkan (kebutuhan larutan regenerasi teoritik). Operasi regenerasi agar resin
mempunyai kapasitas seperti semula sangat mahal, oleh sebab itu maka regenerasi
hanya dilakukan untuk menghasilkan sebagian dari kemampuan pertukaran awal. Upaya
tersebut berarti bahwa regenerasi ditentukan oleh tingkat regenerasi (regeneration
level) yang diinginkan. Tingkat regenerasi dinyatakan sebagai jumlah larutan regenerasi
yang digunakan per volume resin. Perbandingan kapasitas operasi yang dihasilkan pada
tingkat regenerasi tertentu dengan kapasitas pertukaran yang secara teoritik yang dapat
dihasilkan pada tingkat regenerasi itu disebut efisiensi regenerasi. Efisiensi regenerasi
resin penukar kation asam kuat yang diregenerasi dengan H2 anion basa kuat yang
diregenerasi dengan NaOH antara 20-50%, oleh sebab itu pemakaian larutan regenerasi
2-5 kali lebih besar dari kebutuhan teoritik. Pada resin penukar kation asam lemah dan
resin penukar anion basa lemah efisiensi dapat mendekati harga 100%, atau dengan kata
lain kebutuhan larutan regenerasi untuk resin penukar golongan lemah lebih sedikit. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan dua alasan. Pertama, kekariban resin golongan lemah
dengan ion H dan ion OH lebih besar dibandingkan dengan resin golongan kuat. Kedua,
nilai koefisien selektivitas untuk regenerasi adalah kebalikan dari koefisien selektivitas
untuk pertukaran awal.
Besaran untuk menyatakan tingkat efisiensi penggunaan larutan regenerasi
adalah nisbah regenerasi (regeneration ratio) yang didefinisikan sebagai berat larutan
regenerasi dinyatakan dalam ekivalen atau gram CaCO3 dibagi dengan beban pertukaran
ion yang dinyatakan dalam satuan yang sama. Semakin rendah nisbah regenerasi,
semakin efisien penggunaan larutan regenerasi. Harga nisbah regenerasi merupakan
kebalikan harga efisiensi regenerasi. Operasi regenerasi dilakukan dengan mengalirkan
larutan regenerasi dari atas.
Gambar 4.15 Penghilangan gas dengan menggunakan blower (Forced Draft Aerator)
Reaksi di atas pada suatu saat akan mencapai keadaan kesetimbangan dan korosi tidak
akan berlanjut; akan tetapi adanya oksigen terlarut dan pH air yang rendah akan
mengakibatkan terganggunya kesetimbangan dan reaksi bergeser ke sebelah kanan.
Reaksi yang terjadi akibat adanya oksigen dan pH yang rendah adalah sebagai berikut :
4 Fe(OH)2 + O2 + 2 H2O ↔ Fe(OH)3 (5.2)
2 H 2 + O 2 ↔ 2 H 2O (5.3)
Pembentukan busa
Pembentukan busa (foaming) adalah peristiwa pembentukan gelembung-
gelembung di atas permukaan air dalam drum boiler. Penyebab timbulnya busa adalah
adanya kontaminasi oleh zat-zat organik atau zat-zat kimia yang ada dalam air ketel
tidak terkontrol dengan baik. Busa dapat mempersempit ruang pelepasan uap-panas
(steam-release space) dan dapat menyebabkan terbawanya air serta kotoran-kotoran
bersama-sama uap air. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh hal ini adalah terjadinya
endapan dan korosi pada logam-logam dalam sistem ketel. Untuk mengatasi
permasalahan di atas perlu diterapkan persyaratan terhadap air umpan ketel. Persyaratan
tersebut bergantung kepada tekanan kerja ketel seperti terlihat di Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Persyaratan air ketel pada berbagai tekanan kerja
Tekanan ketel Padatan total Alkalinitas Padatan Silika*
(psig) (ppm) (ppm) tersuspensi (ppm)
0-300 3500 700 300 125
301-450 3000 600 250 90
451-600 2500 500 150 50
601-750 2000 400 100 35
751-900 1500 300 60 20
901-1000 1250 250 40 8
1001-1500 1000 200 20 2.5
1501-2000 750 150 10 1.0
di atas 2000 500 100 5 0.5
sangat tinggi sehingga banyak lumpur yang terbentuk. Hal ini dapat menaikkan jumlah
blow down. Pengolahan air umpan ketel dengan penambahan bahan-bahan kimia yang
dilakukan tanpa pengolahan pendahuluan (pengolahan eksternal) juga memperbesar
kemungkinan pembentukan kerak pada sistem sebelum ketel dan pada saluran-saluran
air umpan.
bahan organik yang masuk golongan tannin, lignin atau alginat. Bahan-bahan
organik ini perlu dipilih dan diproses sedemikian rupa sehingga efektif dan stabil
pada tekanan operasi ketel. Pengeluaran lumpur dari ketel dilakukan dengan cara
blow down.
(3) Menyediakan perlindungan anti busa untuk memungkinkan pemekatan padatan
terlarut dan tersuspensi dalam air ketel sampai taraf tertentu tanpa terjadi carry over.
Pembentukan carry-over dapat terjadi akibat disain ketel yang kurang baik, alat
pemisah steam dan air yang tidak efektif atau akibat level air yang tinggi. Busa
dapat terbentuk akibat adanya padatan yang terlarut atau tersuspensi dalam air,
alkalinitas atau akibat masuknya material yang dapat merangsang pembentukan
busa seperti kondensat steam yang terkontaminasi oleh minyak. Penggunaan
senyawa-senyawa pencegah pembentukan busa (anti foam agents), dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah ini, akan tetapi cara yang lebih ekonomis adalah dengan
melakukan pengolahan air yang baik, peningkatan blow down dari ketel dan
menghilangkan senyawa yang dapat membantu pembentukan busa dari kondensat
steam yang didaur ulang (recycle).
(4) Menghilangkan oksigen dari air dan menyediakan alkalinitas yang cukup untuk
mencegah korosi ketel. Sejumlah oksigen dapat terbawa dalam air umpan ketel
meskipun sudah melewati tahap deaerasi. Kandungan oksigen ini harus dihilangkan
untuk mencegah terjadinya korosi. Bahan kimia untuk menghilangkan oksigen
(chemical oxygen scavenger) yang biasa digunakan adalah natrium sulfit dan
hydrazine. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut :
2 Na2SO3 + O2 Æ 2 Na2SO4 (5.10)
N2 H4 + O 2 Æ H2O + N2 (5.11)
Natrium sulfit digunakan pada proses ini karena alasan-alasan seperti : mempunyai
kecepatan reaksi yang cepat pada temperatur rendah, mudah untuk diumpankan dan
sisa yang tidak bereaksi dapat dianalisis dengan mudah. Hydrazine dapat digunakan
untuk menghilangkan oksigen tanpa menambah jumlah kandungan padatan terlarut
atau padatan tersuspensi. Hydrazine hanya dapat bereaksi dengan oksigen bebas
pada suhu tinggi, dan boiler dengan tekanan di bawah 400 psig tidak dapat
menggunakan senyawa ini. Hydrazine yang tidak bereaksi akan menambah
kandungan ammonia dan nitrogen bebas di air boiler. Hydrazine baik digunakan
jika pemakaian natrium sulfit menghasilkan impurities pada kukus yang dapat
merusak katalis dan pada tekanan tinggi natrium sulfit akan menambah padatan
terlarut di air boiler. Oleh sebab itu hydrazine lebih banyak dipakai pada plant yang
menggunakan boiler tekanan tinggi. Jumlah hydrazine yang ditambahkan sama
dengan jumlah oksigen terlarut dan berlebih 100 % untuk menjaga agar kandungan
minimum di air umpan tetap sebesar 0,05 - 0,1 ppm. Hydrazine adalah larutan
beracun dan harus ditangani secara hati-hati.
Selain tujuan-tujuan di atas, pengolahan internal juga harus mencegah korosi
dan pembentukan kerak pada sistem air umpan serta memberikan perlindungan korosi
dalam sistem kondensat-uap.
Penambahan soda kaustik, soda abu atau campuran senyawa-senyawa fosfat
dapat dilakukan untuk mengatasi alkalinitas air yang terlalu rendah.
Air pendingin (cooling water) adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar
panas dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya. Sistem yang dilalui
oleh aliran air pendingin disebut sebagai sistem air pendingin (cooling water system).
Sistem air pendingin dibagi dalam dua jenis, yaitu jenis resirkulasi dan jenis sekali-
lewat (once-through). Pada jenis resirkulasi, air pendingin yang telah digunakan,
digunakan kembali untuk keperluan yang sama, sedangkan pada sistem sekali-lewat air
yang telah digunakan langsung dibuang. Jenis resirkulasi dibagi lagi dalam dua jenis,
yaitu resirkulasi terbuka dan resirkulasi tertutup. Pada sistem resirkulasi terbuka
sebagian air yang telah digunakan diuapkan untuk mendinginkan bagian air sisanya.
Pada sistem resirkulasi tertutup, pendinginan kembali tidak dengan cara memanfaatkan
panas laten penguapan, melainkan dengan menggunakan suatu jenis alat penukar panas.
Pada sub-bab berikut, akan dijelaskan mengenai persyaratan air pendingin serta
metoda pengendalian terhadap masalah yang sering timbul pada sistem air pendingin.
Metoda pengendalian tersebut meliputi sistem air pendingin resirkulasi terbuka, sistem
air pendingin resirkulasi tertutup, dan sistem air pendingin sekali-lewat.
melebihi batas kritis akan menambah biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun di bawah
batas kritis, bukan saja menjadi tidak efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting.
6.3 Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Tertutup dan Sistem Air Pendingin
Sekali-Lewat
Sistem air pendingin dengan resirkulasi tertutup membutuhkan sejumlah kecil
air make-up untuk mengurangi gangguan. Air demin atau kondensat uap, biasanya
digunakan sebagai sebagai air make-up.
Pada sistem air pendingin sekali-lewat, tidak ada proses pemekatan. Jika proses
pemekatan tidak terjadi, maka kadar padatan terlarut relatif sama dengan air umpan.
Kekurangan pada sistem ini adalah terjadi kenaikan temperatur, sehingga perlu usaha
untuk menurunkan temperatur tersebut.
Pengolahan seringkali dimaksudkan untuk mencegah atau meminimumkan
kerak atau korosi dan juga berfungsi untuk mengurangi fouling yang disebabkan oleh
padatan tersuspensi dan organisme laut. Chemicals yang digunakan untuk maksud
tersebut identik dengan yang dipakai untuk resirkulasi terbuka, kecuali pada
pengendalian korosi. Pemakaian inhibitor korosi pada sistem ini sama sekali tidak
praktis, sehingga masalah korosi ditangani dengan cara melapisi permukaan peralatan
dengan serat yang diperkuat dengan plastik, semen, atau menggunakan peralatan yang
tahan terhadap korosi.
1. Benefield, Weand dan Judkins, Process Chemical for Water and waste treatment,
Prentise Hall Inc., New Jersey, 1982.
2. Dow Chemical Company, Dowex SBR-P Anion Exchange Resin, Applications,
Recommendations, Michigan, 1984.
3. Drew Chenllcal Corp., Drew Principle of Industrial Water Treatment, edisi ke 3,
New Jersey, 1979.
4. Eckenferlder, W. W., Patoczka, J. dan Watkin, A. T., Wastewater Treatment,
Chem. Eng., Sept. 2, 60-74, 1985.
5. Jones, Loyd W., Corrosion and Water Technology for Petroleum Producers, OGCI
Publications, Oklahoma, 1988
6. Kunin, Robert dan Robert J. Myers, Ion Exchange Resins, John Willey and Sons
Inc., NY, 1952.
7. Kunin, Robert, Elements of ion Exchange, John Willey and Sons Inc., NY, 1952.
8. Lorch, Walter (ed), Handbook of Water Purification, Mc Graw Hill, London, 1981.
9. Mahajan, S. P. Pollution control in Process Industries, Tata-McGraw Hill
Pub.Co.Ltd., New Delhi, 1985.
10. Montgomery, James M., Water Treatment, Principles and Design, John Willey and
Sons, NY, 1985.
11. Nalco Chemical Company, The Nalco Water Handbook, Frank N Kemmer (ed),
Mc Graw Hill, NY, 1979.
12. Nemerow, N. L. Industrial Water Poluttion-Origins, Characteristics and
Treatments, Addison-Wesley Pub.Co., Reading, Massachusetts, 1978.
13. Peavy, H. S., Rowe, D. R. dan Tehobanoglous, G. Environmental Engineering ,
McGraw Hill Book Co., New York, 1986.
14. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe dan George Tehobanoglus, Environmental
Engineering, McGraw-Hill Book Company, NY, 1986.
15. Rohm and Hass, Amberlite Summary Chart, Ion Exchange Resins, Properties and
Applications, Philadelphia, 1978.
16. Sundstrom, D.W. dan Klei, H.E., Wastewater Treatment, Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, N.J, 1979.
17. Walters, J.K dan Wint, A., Industrial Effluent Treatment-Volume 2 : Air and Noise,
Applied Science Pub. Ltd, London, 1981.