You are on page 1of 2

Psikologi, Sosiologi, Dan Ilmu Pendidikan

April 16th, 2008


Di kalangan masyarakat , baik awam maupun terpelajar, banyak terjadi kerancuan pandangan
tentang ide-ide yang dihasilkan melalui pola pikir aqliyah dan teori –teori ilmiah yang dihasilkan
oleh pola pikir sains.
Berdasarkan asumsi dan anggapan yang rancu ini mereka menganggap psikologi, sosiologi, dan ilmu
pendidikan sebagai suatu ilmu, dan ide-ide yang dihasilkannya mereka anggap sebagai pemikiran
ilmiah. Sebab, menurut mereka ilmu-ilmu itu dibangun berlandaskan pengamatan yang dilakukan
secara berulang-ulang terhadap anak dalam kondisi dan umur yang berbeda atau dilakukan terhadap
berbagai kelompok masyarakat dalam situasi dan kondisi yang saling berbeda . Pengamatan yang
dilakukan secara berulang kali itu dinamakan sebagai “eksperimen ilmiah “.
Sesungguhnya psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan , bukan merupakan pemikiran ilmiah,
melainkan pemikiran yangg dihasilkan melalui pola pikir rasional, sebab eksperimen ilmiah adalah cara
memperlakukan suatu benda atau materi pada suatu situasi tertentu, bukan dalam keadaan yang alami .
Dari hasil perlakukan tersebut kemudian dilakukan pengamatan untuk melihat hasilnya. Dengan kata
lain , eksperimen ilmiah dilakukan terhadap materi (benda) seperti eksperimen-eksperimen dalam
bidang ilmu pengetahuan alam atau kimia.
Adapun pengamatan terhadap “sesuatu” (dalam hal ini manusia) pada waktu dapat dikatakan sebagai
eksperimen ilmiah.
Oleh karena itu, pengamatan terhadap anak –anak atau balita pada kondisi dan tingkatan umur yang
berbeda , atau pengamatan terhadap sekelompok masyarakat di beberapa negara dalam kondisi yang
berbeda, serta pengamatan terhadap perbuatan /aktifitas beberapa orang pada kondisi yang berbeda,
tidak dapat dimasukkan dalam kategori eksperimen ilmiah , sehingga tidak dapat digolongkan dalam
pola pikir sains.Bentuk ini sebenarnya hanya pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang lalu
menghasilkan suatu kesimpulan.Berarti , tergolong dalam pola pikir rasional dan bukan pola pikir
sains. Berdasarkan penjelasan diatas, maka ide-ide yang menyangkut kategori ilmu psikologi,
sosiologi, dan ilmu pendidikan adalah ide-ide yang berlandaskan pola pikir rasional dan tergolong
dalam pembahasan ilmu sains.
Disamping itu, yan dihasilkan dari ilmu psiklogi, sosiologi, dan ilmu pendidikan adalah ide-ide yang
bersifat dugaan/persangkaan, sehingga mengandung unsur kesalahan dan bukan ide-ide yang bersifat
pasti.
Oleh karena itu, tidak dibenarkan untuk dijadikan sebagai dasar atau asaa menentukan hakikat sesuatu
atau dijadikan sebagai pegangan untuk menentukan benar-tidaknya sesuatu. Hal ini disebabkan karena
ilmu-ilmu semacam ini, tidak tergolong dalam realita ilmiah /postulat ilmiah, sehingga dapat dikatakan
benar sampai terbukti kesalahanya. Namun demikian, ia tetap sebagai pengetahuan yang bersifat
dugaan yang dihasilkan melalui cara dan metode yang tidak menghantarkan pada suatu kepastian .
Meskipun diakui bahwa ilmu-ilmu tersebut dihasilkan melalui pola pikir rasional, tetapi ilmu-ilmu
tersebut tidak berupa penentuan erhadap “keberadaan” sesuatu. Cara penentuan seperti itu masih
bersifat dugaan yang mengandung unsur kesalahan. Jadi ketiga macam ilmu pengetahuan tersebut
sebenarnya dibangun di atas dasar kesalahan, maka wajarlah bila pemikiran-pemikiran yang dihasilkan
mengandung ide-ide yang keliru.
Menurut kenyataan, ilmu psikologi secara umum dibangun berlandaskan pandangannya terhadap naluri
dan otak manusia.Pakar ilmu psikologi memndang bahwa dalam diri manusia terdapat banyak naluri.
Sebagian telah diketahui dan sebagian lagi belum terungkap. Berdasarkan pandangan yang salah
terhadap naluri ini, para psikolog membangun dan mengembangkan banyak teori yang salah . Inilah
penyebab kerancuan sebagian besar pemikiran yang terdapat dalam ilmu psikolog.
Adapn pandangannya tentang otak, maka ilmu psikologi menganggap otak manusia terbagi dalam
beberapa bagian. Setiap bagian mempunyai bakat yang spesifik. Begitu juga otak sebagian manusia
mempunyai bakat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mereka mengatakan bahwa ada sebagian
manusia yang mempunyai bakat untuk memahami bahasa, sedangkan yang lain berbakat di bidang
matematika dan seterusnya. Berdasarkan pandangan yang keliru ini telah dibangun banyak teori yang
salah. Hal ini menyebabkan kesalahan dalam banyak ide yang terdapat dalam ilmu psokologi.
Setelah mengamati reaksi manusia dapat dilihat bahwa dalam diri manusia terdapat potensi yang
dinamis yang memiliki dua gejala. Gejala pertama mengharuskan terpenuhinya kebutuhan secara pasti,
yang bila tidak dipenuhi dia akan mati. Sedangkan gejala yang kedua memerlukan pemenuhan, yang
bila tidak terpenuhi ia tetap hidup hanya saja ia akan menderita “sakit” dan gelisah.
Dalam gejala pertama dapat dimasukkan kebutuhan jasmani ; misalnya rasa lapar, haus, atau buang
hajat. Sedangkan pada gejala yang kedua dapat dimasukan naluri, yaitu naluri beragama, naluri
mengembangkan dan melestarikan keturunan, serta naluri untuk mempertahankan diri. Semuua naluri
ini muncul dalam bentuk perasaan-perasaan serba kurang dan tidak mampu, perasaan untuk
mempertahankan jenis keturunannya dan persaan untuk mempertahankan diri.Selain yang tiga itu tidak
ditemukan penampakan naluri-naluri lain. Selain dari tiga naluri diatas maka tidak lain hanyalah
manifestasi untuk masing-masing naluri tersebut, seperti rasa takut dan cinta kekuasaan yang
merupakan manifestasi untuk naluri mempertahankan diri; atau seperti pengagungan terhadap
pahlawan dan ingin menyembah sesuatu adalah manifestasi dari naluri beragama; demikian pula
dorongan seksual terhadap lawan jenis, rasa kebapakan, keibuan dan rasa persaudaraan tidak lain
merupakan manifestasi dari naluri mengembangkan dan melestarikan jenis. Begitu pula terhadap setiap
manifestasi lain yang dapat dikembalikan pada tiga macam naluri tadi.

You might also like