You are on page 1of 2

Penggembala Yang Jujur

Pada zaman dahulu di Jerman ada seorang anak gembala bernama Han. Ayah dan ibunya sudah
lama meninggal dunia. Ia hidup sebatang kara. Meskipun hidupnya amat miskin, Han tidak mau
jadi pengemis. Sekian lama Han berusaha mencari pekerjaan, sampai akhirnya dia diterima
sebagai pengembala domba oleh seorang hartawan. Dari hartawan itulah ia mendapat upah
yang lumayan untuk mencukupi keperluan hidupnya sehari-hari.

Tidak sedikit jumlah domba yang digembalakannya. Han harus selalu pergi ke luar desa untuk
menggembalakan domba itu. Biasanya ia pergi ke sebuah padang rumput di dekat hutan.

Pada suatu hari, ketika Han sedang asyik mengembala, muncullah seorang laki-laki dari dalam
hutan. Melihat gayanya, nampaknya ia habis dari berburu. Sambil tersenyum, laki-laki itu
mendekati Han.
“Hai, anak yang baik! Berapa kilometer jarak dari sini ke kota?” tanyanya.
“Kalau tidak salah sepuluh kilometer, Tuan!” jawab Han sambil menunjuk ke sebuah jalan kecil.
“Ke sanalah Tuan harus berjalan, jika hendak ke kota. Tapi, apakah Tuan tidak akan tersesat, jika
berjalan sendirian?”
“Sebenarnya saya sudah tersesat,” jawab laki-laki itu. “Beberapa orang teman saya tidak
kelihatan lagi. Agaknya mereka sudah jauh. Padahal saya amat lapar dan haus. Maukah kamu
mengantar aku sampai ke jalan besar?”
“Dengan amat menyesal saya tidak bisa,Tuan!”
“Saya sedang menggembalakan domba ini!”
“Tetapi, apa salahnya ditinggal sebentar. Nanti akan saya beri kamu hadiah sebanyak gajimu
sebulan!”
“Tak bisa, Tuan!” jawab Han bersungguh-sungguh.
“Memang, saya memerlukan uang.
Akan tetapi, saya tidak boleh berbuat curang! Bagaimana jika ada domba yang hilang,
sepeninggal saya?”
“Biarlah saya menjaga domba ini sebentar. Pergilah kau ke kota dan belikan aku sedikit
makanan!” Han menggeleng-geleng.
“Barangkali kamu tidak percaya kepadaku? Apa kau sangka aku pencuri?” tanya laki-laki itu pula.
Han diam sebentar. Kemudian dengan tenang ia menjawab,”Saya adalah anak gembala,Tuan!
Saya bertanggung jawab menjaga domba-domba ini. Itulah kewajiban saya! Jika Tuan menyuruh
saya meninggalkan kewajiban saya, bisakah saya mempercayai Tuan lagi?”
Laki-laki itu terdiam sejenak kemudian tertawa. Sambil menepuk-nepuk pundak Han ia berkata,
“Maafkan aku, kau adalah anak yang jujur! Biarlah aku sendiri yang pergi ke kota. Mudah-
mudahan aku tidak tersesat di jalan.”
“Tapi, bukankah Tuan amat lapar dan haus?” tanya Han.
“Aku ada membawa sedikit roti dan air. Santaplah sekadarnya!” ujar Han.
Laki-laki itu gembira bukan main. Pemberian Han itu segera diterimanya.
“Terima kasih atas pertolonganmu,” ujarnya. Kemudian sambil menyerahkan selembar uang
kertas ia berkata, “Terimalah ini sebagai hadiah. Aku tidak akan melupakan jasamu!”
“Maaf, Tuan!” kata Han. “Roti dan air tidak saya jual.”
“Aku memberi bukan karena mengharapkan hadiah. Simpanlah kembali uang Tuan itu!” kata Han
bersungguh-sungguh.

Maka semakin kagumlah laki-laki itu terhadap Han.


Tiba-tiba dari dalam hutan muncul pula beberapa orang laki-laki. Dilihat dari pakaiannya mereka
adalah pegawai istana. Tahulah Han, bahwa orang yang ditolongnya itu adalah anak Raja.
Anak Raja dan pengawal-pengawalnya tersenyum. Kemudian mereka berlalu dari hadapan Han.
Beberapa hari kemudian, datanglah utusan istana menemui Han. Anak gembala itu dinaikan ke
atas kereta kencana. Ia dibawa ke istana dengan penuh kehormatan.
Setelah Han tiba di istana, ia mendapat sejumlah hadiah yang amat mahal. Tetapi, anak gembala
itu masih tetap menolaknya.
“Terima kasih atas penghargaan dan kehormatan yang Tuan berikan! Tetapi maafkan saya, saya
tak dapat menerima hadiah Tuan!”
“Saya memberi bukan karena mengharapkan sesuatu!” ucap Han kemudian.
Maka berlinanglah air mata Pangeran itu, karena terharu. Dan seluruh isi istana merasa kagum
akan kesucian hati anak itu.

Dari Pustaka Bobo Diceritakan kembali oleh Ashadi

You might also like