You are on page 1of 4

Selama sejarah perkembangan Geografi, dikenal dua objek kajian utama, yaitu: Geografi Fisik, yang

mendasarkan pada objek bentang alami (natural landscape) dengan penekanan pada bentuklahan
(landform), dan Geografi Sosial, yang mendasarkan kepada objek bentang budaya (cultural landscape).
Dalam Geografi, dikaji fenomena geosfer melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu: (a) pendekatan keruangan,
(b) ekologi, dan (c) kompleks wilayah. Fenomena geosfer merupakan hasil dari interaksi faktor alam dan
faktor manusia. Kenampakan fenomena geosfer pada hakekatnya ada 3 (tiga) paham utama, yaitu: (a)
deterministik (faktor alam mempengaruhi kondisi manusia), (b) posibilistik (faktor manusia
mempengaruhi alam), dan (c) probabilistik (faktor alam dan manusia sama-sama memberikan
kemungkinan terbentuknya fenomena geosfer).

konsep dasar geomorfologi


Konsep dasar yang diuraikan dalam sub bab ini bersumber dari tulisan Thornbury (1954) yang akan
disertai beberapa contoh kejadian atau fenomena yang terdapat di Indonesia. Konsep dasar ini dapat
memberikan petunjuk pada kita tentang faktor-faktor pendukung dalam menginterpretasi
bentanglahan. Konsep dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Proses-proses fisikal yang sama dan hukum-hukumnya yang bekerja sama sekarang, telah bekerja
sepanjang masa geologi, meskipun dengan intensitas yang tidak sama dengan saat sekarang.
Contoh : pembentukan topografi karst di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dicirikan oleh
sungai bawah tanah, dan proses pembentukan stalakmit dan stalaktit, yang masih aktif aktif hingga
sekarang.
2. Struktur geologi merupakan faktor kontrol dominan terhadap bentuk evolusi bentuklahan dan
tercermin pada bentuklahannya.
Contoh : gawir sesar di pegunungan Batur Agung DIY dan Jawa Tengah yang tersusun oleh breksi
vulkanik dan batu gamping menunjukan bentuklahan yang tegas. Jenis batuan tersebut mungkin akan
resisten terhadap suatu proses yang lain, akan tetapi di bawah pengaruh kondisi iklim yang berbeda-
beda akan memberikan perbedaan tingkat resistensinya. Batu gamping pada daerah iklim tropis basah
akan membentuk topografi karst, sedangkan pada daerah kering batu gamping resisten seperti batu
pasir.
3. Pada batas-batas tertentu permukaan bumi memiliki relief (timbulan), karena kerja proses geomorfik
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda.
Contoh : daerah yang mempunyai struktur dan litologi yang sama, daerah tersebut akan menunjukan
perbedaan relief yang nyata.
4. Proses-proses geomorfik itu akan meninggalkan bekas yang nyata pada bentuklahan dan setiap proses
geomorfik berkembang sesuai dengan karakteristik bentuklahan itu sendiri.
Contoh : di daerah Adipala, Cilacap, Jawa Tengah, terdapat danau tapal kuda (oxbow lake) dari Sungai
Serayu Lama, yang kemudian di sekitarnya diketemukan bentuklahan asosiasinya.
5. Oleh karena tenaga erosional yang bekerja dipermukaan bumi itu berbeda-beda maka akan terjadi
suatu tingkatan perkembangan dari bentuklahan.
Contoh : konsep ini dapat menunjukan tingkat erosi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk
klasifikasi bentuklahan suatu daerah.
6. Evolusi geomorfik yang kompleks itu lebih umum terjadi dibandingkan yang terjadi secara sederhana.
Contoh : banyak kenampakan bentuklahan individual yang terbentuk oleh beberapa proses
geomorfologi, dan sangat jarang ditemukan bentuklahan yang dicirikan oleh suatu proses geomorfik
saja, meskipun kita dapat menunjukan suatu proses yang dominan.
7. Topografi muka bumi kebanyakan tidak lebih tua daripada kala pleistosen dan sedikit saja yang lebih
tua dari pada zaman tertier.
Contoh : Pegunungan Himalaya kemungkinan terlipat pertama kali pada kala kreataseous, kemudian
pada kala erosen dan miosen. Kenampakan topografi dari Pegunungan Himalaya yang sekarang
terbentuk pada kala pliosen dan topografinya yang lebih detil terbentuk pada kala pleistosen atau lebih
muda.
8. Interpretasi yang tepat terhadap bentanglahan masa kini tidak dimungkinkan tanpa penilaian yang
mendalam tentang pengaruh perubahan geologi dan klimatologis yang berulang kali terjadi pada masa
pleistosen.
9. Pengetahuan tentang iklim dunia perlu untuk memahami arti penting keanekaragaman proses
geomorfik.
10. Geomorfologi meskipun lebih menekankan pada bentanglahan saat sekarang, akan memperoleh
manfaat yang maksimum apabila disertai dengan pendekatan historis.

pengertian bentanglahan
Istilah bentanglahan berasal dari kata landscape (Inggris), atau landscap (Belanda) dan landschaft
(Jerman), yang secara umum berarti pemandangan. Arti pemandangan mengandung 2 (dua) aspek,
yaitu: (a) aspek visual dan (b) aspek estetika pada suatu lingkungan tertentu (Zonneveld, 1979 /
Widiyanto dkk, 2006). Ada beberapa penulis yang memberikan pengertian mengenai bentanglahan,
antara lain:
1. Bentanglahan merupakan gabungan dari bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan
kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan tersebut
membentuk suatu bentanglahan, seperti daerah perbukitan yang baik bentuk maupun ukurannya
bervariasi / berbeda-beda, dengan aliran air sungai di sela-selanya (Tuttle, 1975).
2. Bentanglahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-sistem, yang dibentuk
oleh interaksi dan interpen-densi antara bentuklahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air,
udara, tetumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi dan manusia dengan segala aktivitasnya, yang
secara keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982).
3. Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya, yang
mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut lain, yang dipengaruhi oleh aktivitas
manusia (Vink, 1983).
Berdasarkan pengertian bentanglahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat 8 (delapan)
unsur penyusun bentanglahan, yaitu: udara, batuan, tanah, air, bentuklahan, flora, fauna, dan manusia,
dengan segala aktivitasnya. Kedelapan unsur bentanglahan tersebut merupakan faktor-faktor penentu
terbentuknya bentanglahan, yang terdiri atas: faktor geomorfik (G), litologik (L), edafik (E), klimatik (K),
hidrologik (H), oseanik (O), biotik (B), dan faktor antropogenik (A). Dengan demikian, berdasarkan
faktor-faktor pembentuknya, bentanglahan (Ls) dapat dirumuskan :

Ls = f (G, L, E, K, H, O, B, A)
Keterangan :
Ls : bentanglahan
G : geomorfik
L : litologik
E : edafik
K : klimatik
H : hidrologik
O : oseanik
B : biotik
A : antropogenik
Dikaitkan dengan konsep pada Bab 1, maka bentanglahan mencakup 2 (dua) aspek kajian penting, yaitu:
(a) bentang alami dengan inti kajian bentuklahan, dan (b) bentang budaya dengan inti kajian manusia
dengan segala perilakunya terhadap lahan.

Bentanglahan sebagai inti kajian bentang alami


Menurut Tuttle (1975), bentanglahan atau landscape merupakan kombinasi atau gabungan dari
bentuklahan. Mengacu pada definisi bentanglahan tersebut, maka dapat dimengerti bahwa unit analisis
yang yang sesuai adalah unit bentuklahan. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mengklasifikasikan
bentanglahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuklahan (landform).
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh
kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang dan waktu
kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat
dirumuskan:

Lf: f (T, P, S, M, K)

Dengan keterangan:
T : topografi
P : proses alam
S : struktur geologi
M : material batuan
K : ruang dan waktu kronologis
Oleh karena untuk menganalisis bentanglahan lebih sesuai dengan didasarkan pada bentuklahan, maka
klasifikasi bentanglahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-unit bentuklahan penyusunnya.
Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh)
macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1. Bentuklahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah,
dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan
kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-
contoh satuan bentuklahan ini.
4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst
menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh
bentuklahan ini.
5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain:
bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik,
bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini
adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena
kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi
akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-
contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan
morine.
9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove
dan terumbu karang.
10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan
hasil proses antropogenik.

Kunci pemahaman bentanglahan.


Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang lahan alami maupun bentang budaya, dapat
diterangkan berdasar 3 komponen, yaitu: (a) komponen lingkungan alam, (b) lingkungan sosial, dan (c)
ideologi. 2 (dua) komponen utama dapat diamati oleh panca indera, sehingga dapat memunculkan suatu
kenampakan, sedangkan komponen ideologi lebih berkaitan dengan akal dan hati yang tidak terlihat
secara kasat mata.
Masing-masing komponen memiliki sub komponen. Sebagai contoh pada komponen lingkungan alami
terdapat sub komponen: relief, batuan, air, dan iklim yang saling berinteraksi. Interaksi ini disebut
dengan interaksi horisontal, yang akan menciptakan kenampakan bentang tersendiri. Selain itu juga
terdapat interaksi vertikal, yaitu interaksi yang terjadi antara komponen yang saling mempengaruhi,
misalnya antara lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tiga komponen tersebut berhubungan satu
dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan.

You might also like