You are on page 1of 5

PERTANIAN TERPADU

BUDIDAYA TANAMAN PRODUKSI BENIH


BASIS BIO CYCLO FARMING

I. Latar Belakang
Secara teknis sebuah system pertanian terpadu adalah sebuah
system pertanian yang menjadikan areal lahan dan berbagai bentuk
budidaya yang ada di atasnya sebagai sebuah kesatuan. Dengan
konsep Bio Cyclo Farming (BCF), konsep pertanian terpadu lebih
disempurnakan, karena setiap produk yang dihasilkan dari lahan
dalam bentuk hasil pertanian, peternakan maupun perikanan,
merupakan sebuah kesatuan yang terintegrasi, bahkan bagian
limbah atau seresah dari satu sektor produksi,, dapat dibentuk
menjadi faktor produksi bagi sektor lainnya. Dalam bentuk
pengembangan tingkat lanjut, limbah bisa dibentuk/dibuat menjadi
produk diversifikasi dengan nilai ekonomi yang tidak kalah dengan
produk utama..

II. Pembagian Areal Lahan


Untuk merealisasikan rencana pembangunan system pertanian
terpadu, berdasarkan pola dan teknis budidaya, dilakukan
pembagian lahan menjadi dua bagian : pertama, lahan untuk proses
budidaya/produksi; kedua, lahan untuk proses produksi benih..

2. 1. Lahan Budidaya / Produksi


Lahan budidaya merupakan bagian terbesar dari lahan yang
tersedia, pada areal ini akan dibudidayakan tanaman dengan
mengadopsi/mengaplikasikan terobosan-terobosan teknologi tepat
guna di bidang pertanian. Teknis penanaman yang diadopsi adalah
pola budidaya super intensif, yaitu sebuah teknis penanaman yang
menggabungkan pengelolaan berbagai faktor produksi secara
intensif.
Dalam skala produksi, sebagai bagian dari keseluruhan farming,
lahan budidaya akan dikelola berdasarkan atau mengacu pada pola
tanam yang sangat memperhatikan kepentingan nilai ekonomis.
Secara teknis, disamping akan sangat tergantung iklim (karena jika
masalah irigasi/ketersediaan air, misalnya, sudah dapat terpenuhi),
faktor iklim tetap menjadi faktor pembatas utama produksi atau
budidaya tanaman. Dalam konteks nilai ekonomi, pengaturan pola
tanam akan menentukan besar kecilnya margin keuntungan, karena
didalamnya akan melibatkan faktor permintaan pasar.
Sebuah farming yang maju dengan pola pertanian terpadu (BCF),
produksi akan terbagi menjadi 4 bagian, yaitu : produksi harian,
produksi bulanan, produksi musiman dan tahunan.
Produksi harian akan diperoleh dari hasil budidaya unggas dan
sayuran, produksi bulanan akan diperoleh dari hasil budidaya ikan,
musiman dari hasil tanaman budidaya dan tahunan dari hasil
budidaya ternak.
Pola tanam pada awalnya akan ditentukan oleh manajemen
farming, tetapi setelah satu putaran masa tanam, setiap petani
diharapkan akan sudah mengerti manfaat rotasi tanaman bagi
kepentingan dirinya. Secara teknis rotasi tanaman akan
berpengaruh langsung terhadap tingkat kesuburan tanah, yang
berarti tingkat produktifitas lahan mereka, sedangkan secara
ekonomis diharapkan mereka akan mengerti kaitan ketersediaan
produk dengan harga dipasaran.
Dibutuhkan penelitian terhadap curah hujan dan kelas iklim
wilayah, untuk kemudian dapat menentukan pola tanam farming
yang akan dibuat Dengan dasar data-data iklim yang kita miliki,
disesuaikan dengan karakter fisiologis dan masa tumbuh tanaman,
kita akan dapat menentukan pilihan bulan tanam terbaik bagi setiap
varietas tanaman pangan yang akan kita budidayakan..

Analisis tanah awal dari lokasi farming kita butuhkan untuk


menentukan tingkat kesuburan tanah, ini berarti dosis pemupukan
dasar/awal. Setelah satu putaran pola tanam atau satu tahun
tanam, kita akan sudah bisa menentukan standar dosis pemupukan,
atau dalam konteks yang lebih spesipik kita akan sudah bisa
menentukan dosis pemupukan yang lebih berorientasi pada
tingginya produktivitas tanaman budidaya.
Keuntungan dari system BCF adalah ketersedian pupuk kandang
sebagai salah satu factor utama system produksi tanaman, dalam
system lain, penyediaan pupuk kandang merupakan masalah
dengan tingkat kesulitan tersendiri, karena volume atau
kuantitasnya, kelangkaan/ketersediaannya serta harga
Diversifikasi usaha lainnya bagi petani yang hidup dilingkungan
farming berbasis BCF adalah pengembangan usaha dengan
berbagai basis sarana yang dimiliki, antara lain :
1. Mereka yang lebih tertarik pada budidaya tanaman, akan dapat
membudidayakan tanaman sayuran, sehingga inkam harian
dapat ditambah.
2. Mereka yang lebih tertarik pada home industri bisa
mengembangkan produk lanjutan dari hasil unggas dan ikan.
3. Mereka yang lebih tertarik pada suplai sarana dan prasarana
produksi pertanian, dapat mengembangkan produk lanjutan dari
limbah ternak, menjadi kompos diperkaya atau pupuk organik.
4. Mereka yang lebih tertarik pada rekayasa, akan dapat
mengembangkan bibit ikan atau ternak (unggas atau sapi)
5. Mereka yang tertarik pada bidang teknik bisa menjadi tenaga
mekanik untuk peralatan mekanisasi pertanian yang ada
dilingkungan farming.
Pada dasarnya sangat tergantung pada kesiapan mental petani
yang ada di lingkungan farming, dan kesiapan manajemen farming
dalam membina mereka.
Dengan keragaman aktivitas budidaya, setiap unit hunian yang
terdiri atas 4 keluarga atau setara dengan 4 hektar lahan, harus
diperlengkapi dengan system mekanisasi, setidaknya untuk
keperluan pengolahan lahan dibutuhkan satu buah hand traktor,
sedangkan untuk keperluan pengolahan lahan dalam skala yang
lebih luas, farming harus memiliki traktor.

II.2. Lahan Riset dan Pengembangan.


Lahan riset dan pengembangan akan difokuskan untuk keperluan
budidaya tanaman yang bermuatan produk riset, atau merupakan
pengembangan produk riset, atau untuk menghasilkan sebuah
produk baru (varietas baru) tanaman budidaya. Dalam skala
ekonomis, lahan ini diorientasikan untuk menghasilkan benih atau
bibit tanaman.
Terdapat perbedaan yang nyata dalam manajemen operasional
atau manajemen pengelolaan lahan ini dibandingkan dengan lahan
budidaya. Lahan ini akan mendapat perlakuan pengelolaan lahan
lebih intensif, tidak harus berorientasi organik, tetapi dapat
menerapkan kombinasi antara perlakuan organik dan kimiawi.
Lahan ini juga harus difasilitasi laboratorium, rumah kaca (skala
penelitian maupun produksi), gudang pupuk dan obat-obatan
pertanian, gudang hasil/produksi pertanian, ruang kerja seleksi
benih dan gudang benih yang diproduksi, perbengkelan, serta
fasilitas belajar mengajar (ruang kuliah), sarana peribadatan dan
lembaga konsultansi.
Lahan ini akan menjadi otak atau pusat kegiatan farming, dari
sinilah akan lahir varietas yang akan ditanam, system penanaman
dan tingkat pemupukan yang akan diterapkan, teknis budidaya dan
spesies/varietas ikan yang dibudidayakan serta bibit unggul ternak
yang akan dipelihara. Mereka yang mengisi areal ini haruslah
mereka yang bukan hanya kompeten pada bidangnya, tetapi
memiliki idealisme dan militansi yang kuat terhadap perkembangan
dunia pertanian dan peternakan. Sehingga budi dan daya mereka
akan tercurah, bukan hanya untuk kepentingan kemajuan farming
tetapi bagi kemajuan dunia pertanian dan peternakan di Negara ini.
Pada perkembangannya terdapat berbagai cara untuk
menumbuh kembangkan farming menjadi sebuah lembaga usaha
sekaligus lembaga pendidikan. Dibutuhkan waktu tahunan atau
puluhan tahun untuk menghasilkan sebuah varietas benih, dengan
dana riset sangat besar.
Dengan publikasi yang baik dan terbatas pada sasaran yang
tepat, kita bisa mengundang benih itu datang pada kita, dengan
cara mengundang breeder pada perusahaan benih atau mereka
yang berkedudukan dilembaga/instansi pemerintahan atau
kependidikan tinggi, untuk melakukan riset di lahan kita. Sebagai
resikonya, kelengkapan fasilitas dan kualitas pengolahan lahan di
areal riset menjadi modal utama, karena terdapat berbagai syarat
teknis yang tidak bisa dihindarkan dan bersifat mutlak. Cara
berikutnya adalah menjadikan lahan kita sebagai “lembaga
antara/penghubung”, sumber ilmu yang terdapat di lembaga
pendidikan tinggi (Universitas/institute) dengan masyarakat petani
yang membutuhkannya. Melalaui cara ini kita jadikan lembaga
konsultansi yang kita bentuk di farming, sebagai sentral informasi
dari berbagai temuan dan teknologi tepat guna yang ada di
berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dengan menghargai hak
intelektual penemu/creator, setiap bentuk temuan/inovasi yang
memiliki nilai ekonomis tinggi/potensial, kita serap dan pabrikasi.
Berbicara tentang benih kita berbicara tentang asal-usul dan
kemurnian benih, sehingga terdapat berbagai syarat teknis yang
ketat dalam menjaga kualitas kedua faktor tersebut. Dibutuhkan
validitas dan sertifikasi dari lembaga terkait, melalui beberapa masa
penanaman uji/pengujian, hingga akhirnya benih dapat dirilis ke
pasaran. Hanya dengan cara melengkapi lahan kita secara lengkap,
serta pengelolaan dan pengolahan yang baik dan terjaga, dan
dengan dukungan tenaga pelaksana yang tangguh, kita bisa
menawarkan areal kita sebagai lahan yang layak untuk
dipertimbangkan. Jika langkah ini berhasil kita lakukan, setidaknya
setengah atau dua pertiga jalan proses pembentukan benih bisa
kita baypass

III Rencana Kerja


3.1. Pemetaan Lahan (termasuk kedalam rencana induk)
3.2. Analisis Tanah (termasuk kedalam rencana induk)
3.3. Pembuatan Site Plan Lahan (termasuk kedalam rencana induk)
3.4. Desain Greeh House/Rumah Kaca untuk keperluan
Riset/Penelitian (Dalam Proses)
3.5. Desain Greeh House/Rumah Kaca untuk keperluan Produksi
Benih (Dalam Proses)
3.6. Desain gedung dan system/mesin pengering benih/produk
(dalam proses)
3.9. Desain Gudang pupuk, obat-obatan pertanian dan kantor
lapangan farming (Dalam Proses)
3.10. Desain Gudang dan pemilihan jenis mesin penyulih benih
(Dalam Proses)
3.11. Desain Laboratorium dan pemilihan peralatan laboratorium
(dalam proses)
3.12. Desain Kantor Farming dan Ruang Kerja Penyulih Benih
(dalam proses)
3.13. Desain Gedung Kuliah dan peribadatan (dalam proses)
3.14. Desain Toko Pertanian dan Gedung Konsultansi (dalam
proses)

Bandung, 19 Januari 2008


Penulis
Edi S. Saepudin., SP.

You might also like