You are on page 1of 19

LAPORAN HASIL STUDI LAPANG PDAM KOTA BANDUNG

UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)


BOJONGSOANG, KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Media Akuakultur

Disusun Oleh :
Sefti Heza Dwinanti
C 151090211

MAYOR ILMU AKUAKULTUR


SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pertumbuhan budidaya perikanan telah menyebabkan peningkatan dalam
penggunaan pakan dalam peningkatkan produksi. Seiring dengan peningkatan
jumlah pakan maka limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya itu sendiri juga
meningkat. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan akuakultur antara lain nutrien
dan sampah organik dari sisa pakan maupun feses serta bahan-bahan kimia
(antibiotik, desinfektan dll. yang digunakan pada usaha akuakultur).
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme ) akuatik
dilingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan. Secara umum
akuakultur mencakup beberapa aspek antara lain manajemen produksi (benih dan
daging), manajemen pakan, manajemen kesehatan ikan dan manajemen
pengolahan air.
Kualitas air dalam kegiatan budidaya sangat berperan. Selain menjadi faktor
penentu terjadinya penyakit, kualitas air juga berperan dalam pertumbuhan ikan.
Parameter kualitas air yang umum diukur adalah pada saat pemeliharaan ikan.
Oksigen, pH, salinitas, alkalinitas, kandungan logam berat dan lainnya merupakan
faktor fisik-kimia perairan. Sebagai mana isu yang telah disebutkan, kegiatan
budidaya juga menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilakan tersebut harus
dikelola sehingga aman untuk masuk ke dalam perairan umum.
Pada tingkat pencemaran yang rendah pada danau atau aliran sungai,
permasalahan akan dapat diatasi secara alami melalui proses yang dikenal sebagai
pulih diri (self purification). Pada proses pulih diri, cemaran organik akan
mengalami biodegradasi oleh flora mikroorganisma pada perairan tersebut dan
setelah waktu tertentu kondisi perairan pulih seperti semula. Jika kuantitas
pencemar dalam badan air cukup tinggi, proses pulih diri tidak dapat berlangsung
sempurna, perairan mungkin akan menjadi kekurangan oksigen (anoksik) dan
mati akibat tidak ada hewan atau tumbuhan air yang mampu hidup di dalamnya.
Pada kasus dimana kuantitas cemaran materi organik tinggi maka dapat dilakukan
proses bioaugmentasi dan/atau biostimulasi.
Pencemaran perairan dapat menyebabkan gangguan yang serius pada hewan
akuatik, antara lain peningkatan frekuensi wabah penyakit, penghambatan
aktivitas beragam enzim, gangguan reproduksi dan sejumlah kelainan fisiologis
lainnya.
Dalam akuakultur penanganan masalah kualitas air dapat diselesaikan dengan
pendekatan teknologi bioremidiasi. Bioremediasi didefinisikan sebagai
penggunaan organisma hidup, terutama mikroorganisma, untuk mendegradasi
pencemar lingkungan yang merugikan ketingkat atau bentuk yang lebih aman.
Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi yaitu penambahan
atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisma baik yang alami maupun
yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered strains),
dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi
tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisma atau menstimulasi kondisi
lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma
tumbuh dan beraktivitas lebih baik.
Salah satu contoh aplikasi dari teknologi bioremediasi adalah sistem
pengolahan air kotor, IPAL Bojongsoang yang berada di Kabupaten Bandung. Di
tempat ini, air buangan domestik dari rumah tangga yang disalurkan melalui
perpipaan diolah dengan proses fisika dan kimia sebelum dibuang ke Sungai
Citarum. Dengan pengolahan ini, diharapkan tingkat pencemaran terhadap Sungai
Citarum tersebut dapat dikurangi.
.
I.2 Tujuan
Studi lapang ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) bertujuan untuk
melihat metode pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan oleh Perusahaan
Daerah Air Minum Kota Bandung.
II. HASIL STUDI LAPANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
(IPAL) BOJONGSOANG, KOTA BANDUNG

2.1 Deskripsi IPAL Bojongsoang


Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terletak di bojongsoang
merupakan instalasi yang mengolah air buangan rumah tangga yang disalurkan
melalui perpipaan. Instalasi ini untuk mengolah buangan domestik rumah tangga
yang berasal dari area wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan
dengan kapasitas pelayanan 400.000 jiwa. IPAL ini dibangun untuk mengurangi
tingkat pencemaran air sungai Citarum. Dengan adanya proses pengolahan limbah
domestik rumah tangga, kualitas air buangan yang dibuang ke sungai Citarum
tidak terlalu buruk.
Instalasi ini berlokasi di Kabupaten Bandung, yaitu di desa Bojongsari,
Kecamatan Bojongsoang. Luas area keseluruhan seluas 85 ha dengan system
pengolahan biologi yaitu kolam stabilisasi. IPAL ini merupakan instalasi
pengolahan air buangan domestik terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di Asia
Tenggara.
Topografi dari IPAL Bojongsoang adalah sebagai berikut :
Lokasi : 12 Km dari Kota Bandung
Koordinat : 7-7,28 LS 107 0,14’ – 1070,16’ BT
Curah Hujan : 167 mm (thn 2004)
Rata-rata curah hujan : 15.18 hari/ bulan
Ketinggian : 675 m . dpl
Adapun sarana yang tersedia di lokasi ini meliputi :
1. Unit Instalasi Pengolahan Fisik
2. Kolam Stabilisasi
3. Sludge drying bed (bak pengering lumpur)
4. Laboratorium (temporary lab)
5. Gedung perkantoran
6. Mess operator
7. Gudang perlengkapan
8. Bengkel Instalasi
9. Rumah jaga
10. Rumah dinas pengawas instalasi
11. Green House (ruang pengkondisian tanaman)
Fasilitas tersebut berada di lahan seluas 85 ha dengan pemanfaatan meliputi :
- Area kolam pengolahan yang terdiri dari 14 kolam seluas 62,5 ha
- Area perkantoran dan fasilitas lainnya seluas 22,5 ha

Gambar 1. Denah Lokasi Areal Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang

Kapasitas maksimum dari IPAL adalah sebesar 243.000m3/hari dengan


pengolahan yang meliputi pengolahan fisiska dan biologi. Proses físika dilakukan
secara mekanik yang masing-masing mempunyai 3 buah alat untuk dipergunakan
secara bergantian secara periodik. Sedangkan proses biologi meliputi 3 tahap yang
mempunyai 2 set. Tahapan pengolahan air limbah pada IPAL Bojongsoang pada
masing-masing prosesnya adalah sebagai berikut.
a. Unit Pengolahan Fisika
1. Saringan Kasar (Bar Screen) : untuk sampah berukuran besar (>50 mm).

Gambar 2. Saringan Kasar (Bar Screen)


2. Pompa ulir (Screw Pump) : untuk memompa air dari bak penampung ke Grit
Chamber

Pompa ulir
(Screw Pump)

Gambar 3. Pompa ulir (Screw Pump)


3. Saringan Halus (Mechanical Bar Screen) : untuk menyaring sampah yang
dihasilkan oleh saringan halus.

Saringan
Halus

Gambar 4. Saringan Halus (Mechanical Bar Screen)


4. Screening Press : untuk memadatkan sampah yang dihasilkan oleh saringan
halus.

Screening
Press

Gambar 5. Screening Press


5. Grit Chamber : Untuk memisahkan pasir dari air buangan yang pengoperasian
secara mekanik.

Grit Chamber

Gambar 6. Grit Chamber


6. Grit rake : untuk melakukan pengerukan pasir yang terkumpul pada Grit
Dischare Pocket.

Grit rake

Gambar 7. Grit rake


b. Unit Pengolahan Biologi
Unit pengolahan biologi berupa kolam-kolam pengolahan biologi yang terdiri
dari 2 set yaitu set A dan set B. Masing-masing memiliki 7 buah kolam untuk
setiap setnya. Setiap rangkaian kolam (set A dan set B) terdiri dari proses
anaerobik, proses fakultatif dan proses maturasi yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
1. Proses anaerobik
Proses anaerobik merupakan upaya penurunan bahan organik secara anaerobik
dengan bantuan mikroba anaerob. Karakteristik kolam anaerobik adalah sebagai
berikut.
 Debit : 80.835 m3/hari
 Beban volumetrik : 275 g BOD/m3/hari
 BOD Influen : 360 mg/l
 Total Beban Org : 20.100 kg BOD/hari
 Waktu Detensi : 2 hari
 Kedalaman kolam : 4 m
 Luas Area : 4,04 ha
 Temperatur : 22,5 oC
 BOD Efluen : 144 mg/l
2. Proses Fakultatif
Proses fakultatif adalah upaya penurunan bahan organik secara anaerob dan
aerob untuk stabilisai air buangan. Karakteristik kolam fakultatif adalah sebagai
berikut.
 Debit : 80.835 m3/hari
 Beban volumetrik : 300 gr BOD/m3/hari
 BOD Influen : 144 mg/l
 Total Beban Org : 11.640 kg BOD/hari
 Waktu Detensi : 5,6 - 7 hari
 Kedalaman kolam : 2 m
 Luas Area : 29,8 ha
 Temperatur : 22,5 oC
 BOD Efluen : 50 mg/l
3. Proses maturasi (pematangan)
Proses maturasi merupakan proses pematangan air buangan sebagai
penyempurnaan dari kualitas efluen akhir sesuai dengan standar baku mutu yang
berlaku sebelum dibuang. Setelah pergi laginya ke badan air penerima (sungai).
Karakteristik kolam maturasi adalah sebagai berikut.
 Debit : 80.835 m3/hari
 Fecal coli : 5000 MPN/100 ml
 BOD Influen : 50 mg/l
 Waktu Detensi : 3 hari
 Kedalaman kolam : 1,5 m
 Luas Area : 32,2 ha
 Temperatur : 22,5 oC
 BOD Efluen : 30 mg/l

2.2 Kendala Dan Permasalahan Yang Ada di IPAL Bojongsoang

Gambar 8. Kendala Yang Dihadapi IPAL Bojongsoang Pada Perubahan Musim

Sementara itu permasalahan yang sering dihadapi di IPAL Bojongsoang antara


lain pencemaran limbah industri dan industri rumah tangga pada saluran air kotor,
akumulasi logam berat pada lumpur, campur tangan masyarakat pada IPAL
(penanaman ikan pada kolam, pengambilan air kolam dan kerusakan fasilitas
instalasi).
III. PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan lapang yang telah dilakukan di IPAL Bojongsoang,


diperoleh beberapa informasi tentang pengolahan air limbah rumah tangga dari
area pelayanan Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan. Limbah adalah
buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air
buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Wikipedia, 2010)
IPAL Bojongsoang memiliki tujuan untuk mengolah limbah rumah tangga dan
menurunkan tingkat pencemaran sungai-sungai di Kota Bandung. Adapaun jenis
buangan yang diolah oleh IPAL Bojongsoang antara lain buangan kamar mandi,
buangan dari dapur dan limbah pencucian. Limbah-limbah tersebut berasal dari
hotel, restoran, rumah sakit (non-medis), pertokoan dan lain-lain.
Sistem pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang terhitung konvensional.
Proses-prosesnya mengutamakan proses alami, tanpa bantuan teknologi yang
rumit dan tanpa bantuan bahan kimia aditif. IPAL seluas 85 hektar ini mengolah
air limbah melalui dua proses utama, yaitu proses fisik dan biologi. Proses fisik
memisahkan air limbah dari sampah-sampah, pasir, dan padatan lainnya sehingga
proses pengolahan biologi tidak terganggu. Proses biologi mengolah air limbah
sehingga parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), kandungan bakteri Coli, kandungan
logam berat, dan lainnya yang memenuhi daya dukung lingkungan badan air di
mana air limbah yang sudah diolah ini akan dibuang. Berikut adalah skema dari
proses pengolahan limbah yang dilakukan oleh IPAL Bojongsoang.
Gambar 9. Skema Proses Pengolahan Limbah oleh IPAL Bojongsoang.

Ditinjau dari kebutuhan oksigen dimana proses penguraian berlangsung secara


biologi , maka proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu proses aerob,
yang berlangsung dengan hadirnya oksigen dan proses anaerob, yang berlangsung
tanpa adanya oksigen. Berikut adalah diagram alir dari proses biologi pengolahan
limbah yang dilakukan oleh IPAL Bojongsoang

INLET

AN 1 AN 2 AN 3 Anaerobic

F1 F2 Facultatif

M1 Maturation
M2
Sungai Citarum
Gambar 10. Diagram Alir Proses Biologi di IPAL Bojongsoang
Kolam pengolahan biologi terdiri dari 14 kolam yang terdiri dari dua
kompartemen utama, kompartemen A dan kompartemen B. Jadi, masing-masing
kompartemen terdiri dari tujuh kolam yaitu, tiga kolam anaerob, dua kolam
fakultatif, dan dua kolam maturasi.
Menurut Sudarno dan D. Ekawati (2006) kolam anaerob beroperasi tanpa
adanya oksigen terlarut (DO) karena beban organik masih sangat tinggi, sehingga
bakteri membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikan limbah organik. Kolam
ini dibuat dengan kedalaman yang tinggi dengan harapan kondisi anaerob benar-
benar terjadi karena dengan kedalaman kolam yang tinggi dan timbulnya scum
(busa) dipermukaan kolam memungkinkan tumbuhan alga tidak dapat hidup di
kolam ini agar tidak ada oksigen terlarut (DO = 0).
Pada kolam anaerobik terjadi proses sebagai berikut.
bakteri
Bahan organik gas metan + CO2 + H2O + gas H2S + bakteri baru

Menurut Mahajoeno, E, B. W. Lay, S. H. Sutjahjo, dan Siswanto (2008),


fermentasi anaerobik adalah proses perombakan bahan organik yang dilakukan
oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam suatu
reaktor tertutup pada suhu 35-55oC. Perombakan bahan organik dikelompokkan
dalam empat tahapan proses, pertama bakteri fermentatif menghidrolisis senyawa
polimer menjadi senyawa sederhana yang bersifat terlarut. Kedua, monomer dan
oligomer dirombak menjadi asam asetat, H2, CO2, asam lemak rantai pendek dan
alkohol; tahap ini disebut pula tahap asidogenesis. Ketiga, disebut fase non-
metanogenik yang menghasilkan asam asetat, CO2 dan H2. Keempat, pengubahan
senyawa-senyawa tersebut menjadi gas metana oleh bakteri metanogenik. Proses
biokonversi metanogenik merupakan proses biologi yang sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, terutama suhu, pH, dan senyawa toksik. Secara keseluruhan
faktor yang mempengaruhi proses perombakan anaerob bahan organik pada
pembentukan biogas, mencakup faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa
mikrobia dan jasad aktif, sedang faktor abiotik meliputi pengadukan, suhu, pH,
kadar substrat, kadar air, rasio C/N dan P dalam substrat, dan kehadiran bahan
toksik. Dengan kedalaman 6 m diharapkan O2 dan sinar matahari tidak sampai ke
dasar kolam, sehingga bakteri an-aerob dapat berkembang dan dapat melakukan
penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air limbah. Air limbah di kolam
pemeraman selama 30 – 40 hari.
Kolam fakultatif diberi aerasi berupa kincir. Pada kolam fakultatif tidak
terbentuk scum di lapisan atas kolam. Kondisi lumpur di kolam fakultatif sama
dengan kondisi di kolam anaerobik. Hal ini disebabkan karena pengenceran yang
dilakukan sehingga kondisi kolam cenderung bersifat aerob apalagi ditambah
dengan adanya aerasi. Di dasar kolam akumulasi lumpur yang tidak rata di
bagian-bagian tertentu dan di bagian lainnya terlihat encer. Hal ini memungkinkan
masih memungkinkan terdapatnya zona-zona anaerob. Sehingga pada kolam
fakultatif masih bisa ditemukan keduanya baik aerobik maupun anaerobik.
Tahap terakhir dari kolam stabilisasi adalah kolam maturasi atau disebut juga
kolam pematangan. Berhubung semakin rendahnya kandungan BOD5, maka
kondisi aerobik akan terwujud di seluruh bagian kedalam bak. Prinsip pengolahan
ini adalah bahan organik dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan
menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga yang tumbuh disekitar
permukaan air. Pada kolam anaerobik terjadi proses sebagai berikut.

Bakteri fotosintetik dapat meng-gunakan karbon dioksida dan hidro-gen


sulfida untuk hidup dengan memecahkan dan menggunakan senyawa-senyawa
bersulfur tanpa menim-bulkan bau dan dapat menghasilkan zat gula bagi bakteri
heterotrofik (Hanifah , T. A, J. Christine dan T. T. Nugroho. 2001).
IPAL Bojongsoang memiliki kapasitas pengolahan 80.000 meter kubik air
limbah perhari. Namun, pemanfaatannya masih jauh di bawah itu. Air limbah
eksisting yang diolah hanya 40.000 meter kubik. Penyambungan sistem perpipaan
air limbah Bandung Barat dan Bandung Utara ke sistem perpipaan menuju IPAL
Bojongsoang diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan IPAL Bojongsoang
sekaligus menurunkan beban pencemaran Sungai Citepus yang hingga sekarang
terus-menerus menerima air limbah yang tidak diolah dahulu dari pemukiman di
kawasan Bandung Barat dan Bandung Utara.
Pemahaman tentang karakteristik limbah sangat penting didalam
perancangan sebuah sistem pengelolaan limbah. Langkah pertama dalam
pengelolaan limbah adalah penghilangan bahan padat yang lebih besar (dapat
mengendap). Hal ini biasanya dilakukan dengan sistem penyaringan dan
menggunakan wadah atau kolam pengendapan. Langkah kedua adalah
menghilangkan bahan padatan yang lebih kecil (tersuspensi), dimana partikel ini
berukuran kurang dari 60 mikron, dan bahan nutrien terlarut. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan kolam penggosok, konstruksi lahan basah atau
hidrofonik.
III. SUDUT PANDANG AKUAKULTUR TERHADAP IPAL
BOJONGSONAG, KOTA BANDUNG

Pertumbuhan budidaya perikanan telah menyebabkan kepada sebuah


peningkatan dalam penggunaan pakan untuk meningkatkan produksi. Limbah
yang dihasilkan dari penggunaan pakan pada budidaya perikanan akan menjadi
perhatian utama karena merupakan hasil produk buangan budidaya yang paling
tinggi.
Limbah hasil metabolisme dapat terbentuk menjadi dua yaitu terlarut dan
tersuspensi. Ketika menentukan jumlah limbah yang akan dihasilkan oleh sebuah
sistem budidaya, Jumlah pakan yang digunakan pada sistem budidaya merupakan
sebuah sebuah faktor yang sangat penting. Pada sebuah tambak yang dikelola
dengan baik, Kira-kira sebanyak 30% dari jumlah pakan yang digunakan akan
menjadi limbah padat. Pemberian pakan cenderung akan meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu. Jadi, jumlah limbah sering lebih besar pada musim
panas ketika rata-rata pemberian pakan lebih tinggi. Disamping memilih pakan
yang berenergi tinggi untuk proses asimilasi yang lebih besar, usaha pengelolaan
limbah akan lebih efektif jika difokuskan pada penghilangan limbah zat padat.
Perlakuan yang utama, atau penghilangan zat padat, harus dilakukan secepat
mungkin untuk mengurangi penguraian limbah tersebut. Penguraian akan
menyebabkan larutnya nutrien kedalam air. Akumulasi limbah yang berlebihan
diketahui sebagai penyebab penyakit pada operasional budidaya ikan.
Pola arus air pada sebuah unit produksi sangat penting untuk pengelolaan
limbah karena arus yang lebih baik akan meminimalisasi proses penguraian.
penguraian feces ikan dan membuat pengendapan lebih cepat dan memekatkan
padatan yang dapat mengendap. Keadaan ini akan menjadi kritis karena jumlah
yang tinggi dari feces ikan yang tidak terurai dapat dengan cepat ditangkap
sehingga akan dengan cepat mengurangi jumlah limbah organik terlarut
(Mathhieu dan Timmons, 1993). Sebuah pengurangan pada jumlah polusi ke arah
muara merupakan pencapaian terbaik dari pemindahan zat padat pada bentuk yang
dapat mengendap sebelum diuraikan untuk konsumsi air umum. Dengan
penyelesaian ke arah luar muara, limbah padatan melindungi hewan-hewan
benthos dan mengurangi jumlah oksigen dimana akan mengurangi biodiservitas
dari sungai.
Limbah terlarut merupakan bagian lain dari limbah hasil metabolisme.
Limbah ini termasuk ke dalam bentuk dari Kebutuhan Oksigen secara Biologi
(KOB) dan Kebutuhan Oksigen secara Kimiawi (KOK). KOB dipertimbangkan
sebagai pengukuran jangka panjang dari tingkat konsumsi oksigen. Karena KOB
ini tidak dapat diketahui hingga jauh hari setelah air meninggalkan tambak. Di
lain sisi, KOK merupakan pengukuran jangka pendek karena kehilangan jumlah
oksigen, untuk sebagian besar terjadi didalam tambak. Limbah terlarut terdapat
dalam beberapa bentuk : ammonia, nitrit, nitrat (termasuk:Nitrogen), posfor dan
bahan organik lainnya. Ammonia, yang dikeluarkan melalui insang, merupakan
bentuk yang paling beracun dari nitrogen, terutama ketika berada dalam bentuk
tidak-terionisasi. Secara umum terdapatnya bakteri akan merubah ammonia
manjadi bentuk kurang-beracun dimana digunakan oleh tumbuhan dan algae
untuk pertumbuhan. Penyediaan wilayah permukaan yang lebih besar untuk
tumbuh kembangnya bakteri autotrof merupakan cara terbaik untuk merubah
ammonia menjadi bentuk sedikitberacun. Peningkatan pada bahan padatan
tersuspensi akan menghasilkan peningkatan pada BOD (Alabaster, 1982). Inilah
mengapa bagian terbesar dari bahan padatan mudah mengendap, dengan cepat
dihilangkan, dapat mengurangi bagian-bagian terlarut (BOD dan COD) dari
limbah dari tambak. Secara umum, semakin kecil partikel adalah semakin cepat
proses pelarutan berlangsung. Sebagian besar dari zat padat yang dihasilkan dalam
operasional budidaya adalah partikel yang memiliki ukuran 30 mikron atau
kurang (Boardman et al., 1998; Chen et al., 1993). Partikel dengan ukuran kecil
juga membutuhkan waktu lama untuk terjadinya pengendapan. Posfor yang
ditemukan pada pakan ikan dan terpecah menjadi bentuk yang dapat lebih
digunakan (Posfat) melalui proses dekomposisi. Pada air dengan kandungan
nutrisi terbatas, Posfor dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah benthos dan
plankton pada aliran air. Pada air tawar, posfor selalu berada dalam jumlah
terbatas untuk produktivitas. Dalam beberapa kasus, posfor dan nitrogen
memberikan kontribusi kepada terjadinya Eutrofikasi pada lapisan air dengan
mendukung pertumbuhan algae dan tumbuhan. Pengelola sumber air harus fokus
kepada pengurangan jumlah Posfor dan Nitrogen pada lapisan air ketika mencoba
untuk meningkatkan kualitas air.Proses pemijahan ikan terjadi secara rutin pada
sebuah tambak. Selama masa pemanenan telur dan pembersihan bak atau kolam
akan meningkatkan jumlah limbah yang dilepaskan. Pada bagian tertentu,
sebanyak 25% air yang mengalir dari kolam secara umum mengandung sebagian
besar berupa limbah metabolisme dan patogen. Pembersihan secara teratur akan
mengurangi limbah terlarut pada saluran keluar dari tambak.
Unit pengolahan air sering menggunakan beberapa bentuk bahan
desinfektan untuk mengurangi jumlah parasit, bakteri dan partikel virus yang
mengalir dari keluar dari Unit tersebut. Tambak ikan dapat berkontribusi terhadap
peningkatan jumlah mikroorganisme patogen. Ada tiga cara yang sering
digunakan untuk mengurangi mikroorganisme patogen dari air, yakni Klorinasi,
radiasi ultraviolet, dan Ozonisasi. Radiasi UV terdapat didalam sebuah bilik dan
tidak berbahaya untuk hidup di muara unit pengolahan. Namun baik Ozon
maupun klorinasi keduanya merupakan pengoksidasi kuat dan menjadi
bertanggung jawab terhadap kematian ikan dikarnakan jumlah yang berlebihan
didalam air.
Terkait dengan penjelasan diatas, IPAL Bojongsoang memberikan alternatif
terhadap bentuk pengolahan limbah yang dapat dilakukan pada sistem budidaya
perikanan. Dilihat dari efektifitas dan nilai ekonomi yang ditawarkan oleh IPAL
Bojongsoang terhadap bentuk pengolahan limbah secara konvensional dimana
memerlukan lahan yang luas dan sangat bergantung pada alam, metode
pengolahan limbah tersebut sangat sulit diterpakan pada sistem budidaya intensif.
Sementara itu limbah akuakultur dapat juga dimanfaatkan pada banyak cara yang
sama dimana limbah pertanian digunakan untuk mengembangkan tanah untuk
meningkatkan produksi panen. Hukum negara tidak mengijinkan penggunaan dari
limbah budidaya perikanan hingga limbah budidaya perikanan tersebut dengan
tegas diklasifikasikan sebagai limbah pertanian dan bukan limbah industri. Pilihan
lain untuk pemanfaatan limbah termasuk dari produksi tanaman hidrofonik atau
pembuatan pupuk kompos untuk keperluan berkebun.
DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J.S. (1982) A survey of fish farm effluents in some EIFAC Countries.
Silkeborg, Denmark, 26-28 May 1981. European Island Fisheries Advisory
Commission, Technical paper No.41:5-20.

Boardman, G. D., Maillard, V., Nyland, J., Flick, G., dan Libey, G. S. (1998)
Final Report: The Characterization,Treatment and Improvement of
Aquacultural Effluents. Departments of Civil and Environmental
Engineering, Food Science and Technology, and Fisheries and Wildlife
Sciences. VPI and SU Blacksburg, VA 24061

Chen, S., Timmons, M. B., Aneshansley, D. J., dan Bisogni, Jr., J. J., 1993.
Suspended solids characteristics from recirculating aquacultural systems and
design implications. Aquaculture, 112, 143-155. Environmental Protection
Agency – Office of Research and Development –Manual: Constructed
Wetlands Treatment of Municipal Wastewaters, EPA/625/R-99/010;
September 2000

Marsono. D. B., 1999, “Teknik Pengolahan Air Limbah secara Biologis”, Media
Informasi Alumni Teknik Lingkungan ITS: Surabaya

Hanifah , T. A, J. Christine dan T. T. Nugroho. 2001. PENGOLAHAN LIMBAH


CAIR TAPIOKA DENGAN TEKNOLOGI EM (EFFECTIVE
MIKROORGANISMS). Jurnal Natur Indonesia III (2): 95 - 103 (2001)

Mathieu, F. dan Timmons, M. B. (1995) Techniques for Modern Aquaculture. J.


K. Wang (ed.), American Society of Agricultural Engineers, St. Joseph, MI
National Small Flows Clearinghouse Constructed Wetlands and Aquatic
Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment. Design Module
Number 38

Sudarno dan D. Ekawati. 2006. ANALISIS KINERJA SISTEM INSTALASI


PENGOLAHAN LUMPUR TINJA KOTA MAGELANG. Jurnal
PRESIPITASI. Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-187X

Staf PDAM IPAL Bojongsoang. 2009. Diktat kunjungan lapang IPAL


Bojongsoang PDAM Kota Bandung. BPAK Kota Bandung

You might also like