You are on page 1of 15

Ba g i a n 1

PENDAHULUAN

Mengapa Pertunjukan Teater Rakyat


Seni pertunjukan Indonesia merupakan salah satu
kekayaan budaya yang membentang dari Sabang
sampai Merauke. Jenis seni pertunjukan Indonesia
secara umum dapat kita kenal dengan tiga bentuk
pertunjukan, yakni tari, karawitan dan teater. Ketiga
jenis itu dalam khasanah seni pertunjukan biasanya
muncul bersama-sama dalam bentuk teater yang
memiliki berbagai dimensi meliputi gerak, laku, dan
musik, atau dalam bahasa lain teater mencakup tari,
drama, dan musik, bahkan dalam teater muncul juga
dimensi rupa dan sastra. Inilah sebuah gambaran
tentang pertunjukan teater di Indonesia yang banyak
disebut masyarakat sebagai bentuk teater tradisional,
yang berada di setiap wilayah provinsi atau
kabupaten di Indonesia, termasuk juga di provinsi
Jawa Barat dan beberapa wilayah kabupaten atau
kota.
Teater tradisional di daerah Jawa Barat tersebar di
berbagai wilayah sebagai teater rakyat setempat.
Disebut teater tradisional karena bentuk seni
pertunjukan ini memuat nilai-nilai budaya lokal dan
telah menjadi kebiasaan masyarakat untuk

1
Komunikasi Seni Pertunjukan

mewariskannya secara turun-temurun. Sementara


disebut teater rakyat karena untuk membedakan
bahwa pertunjukan kesenian tersebut berkenaan
dengan keberadaannya di lingkungan rakyat yang
lebih egaliterian, bukannya berada di lingkungan
istana (istana-centris), sekalipun sedikit banyaknya ada
pengaruh dari patron tersebut, baik dari sisi teks
maupun konteksnya. Hampir di setiap daerah di Jawa
Barat terdapat bentuk-bentuk teater rakyat, misalnya
teater rakyat uyeg di Sukabumi, ubrug di Banten,
longser dan sandiwara Sunda di Bandung, topeng banjet
di Karawang, topeng Tambun di Bekasi, topeng Cirebon,
reog (di beberapa wilayah Jawa Barat), manoreh di
Ciamis, tarling dan sandiwara Cirebon (Indramayu dan
Cirebon) dan teater rakyat lainnya sebagai salah satu
bentuk kekayaan seni budaya Jawa Barat.
Sekian jumlah bentuk teater rakyat yang tersebar
di Jawa Barat tersebut memiliki unsur-unsur dasar
yang sama, yang berfungsi sebagai bangunan
pertunjukan. Unsur-unsur itu antara lain meliputi
cerita atau lakon yang berkaitan dengan plot (alur
cerita), tokoh yang berkaitan dengan karakteristik
pelaku atau aktor, dan setting panggung yang
berkaitan dengan penggambaran tempat kejadian
secara artistika. Lakon atau cerita merupakan suatu
unsur pertunjukan yang menjadi ciri dan kekhasan
teater rakyat di berbagai daerah di Jawa Barat. Di
samping itu lakon juga merupakan unsur yang sangat
menunjang sebagai bangunan realitas pertunjukan
dan memegang peranan penting dalam proses
komunikasi dan transformasi simbol-simbol budaya
kepada masyarakat lingkungannya. Lakon dalam
teater rakyat bisa berupa babad, roman, pewayangan,
legenda, dan desik (cerita seribu satu malam).

2
Komunikasi Seni Pertunjukan

Selain lakon, unsur lain yang paling penting juga


adalah faktor manusia, para aktor sebagai homo
kreator, yang bisa berperan sebagai pemain, sutradara
(pimpinan rombongan), nayaga, sinden, dan tentunya
segenap penonton sebagai pendukung seni
pertunjukan tersebut. Unsur selanjutnya adalah
setting berupa panggung dan beberapa elemen visual
yang secara artistik dan estetik dapat menggambarkan
tempat kejadian atas lakon yang dipertunjukkan, atau
menggambarkan ruang, waktu, dan tempat kejadian.
U nsur -un sur dal am te at er rak yat y an g
digambarkan tersebut sedikit banyak dapat dijadikan
wacana bagi penulis untuk mengemukakan alasan
bahwa penelitian yang dilakukan bukan pada semua
bentuk pertunjukan teater rakyat yang ada di Jawa
Barat. Sekalipun demikian, genre teater rakyat
khususnya yang di Jawa Barat memiliki kesamaan-
kesamaan konteks dan unsur-unsurnya yang menjadi
syarat dalam seni pertunjukan rakyat. Penulis dalam
hal ini hanya melakukan penelitian dengan
mengambil salah satu dari bentuk teater rakyat di
daerah Cirebon, yakni sandiwara Cirebon. Hal ini
penting untuk memfokuskan penelitian agar telaah
tentang sesuatu yang dimaksud dalam penulisannya
tepat mengenai sasaran dan tujuan.
Cirebon yang berada di pesisir utara Jawa
memiliki serat-serat budaya yang sedikit berbeda
dengan daerah-daerah lain yang ada di Jawa Barat.
Letaknya yang strategis di perbatasan dua provinsi,
Jawa Barat dan Jawa Tengah, menumbuhkan tafsir
yang obyektif tentang potensi daerah itu dan
masyarakatnya pada dunia seni budaya, ditambah
lagi dengan adanya sebuah patron besar - kerajaan
Cirebon - yang cukup memiliki pengaruh terhadap

3
Komunikasi Seni Pertunjukan

kehidupan budaya masyarakat lingkungannya.


Kondisi ini menjadikan daerah Cirebon memiliki
identitas sendiri, yakni sebagai daerah dua budaya
(bicultural) dan dua bahasa (bilingual).
Masyarakat Cirebon yang awalnya dibangun pada
tepian daerah pesisir pantai, yang dulu dikenal
dengan pelabuhan Muara Jati sudah pantas kiranya
menerima secara terbuka datangnya budaya luar. Hal
ini membawa konsekuensi logis bagi masyarakat
Cirebon sebagai masyarakat yang bukan tergolong
homogen, tetapi sangat plural/heterogen akibat
banyak menerima masuknya berbagai ragam budaya.
Oleh karena sebagai kota pelabuhan, Cirebon dahulu
merupakan tempat persinggahan masyarakat dari
berbagai etnis selain masyarakat pribumi, misalnya
Portugis, Arab, Cina, Gujarat (India), Jawa, Sunda dan
lain-lain (Sulendraningrat, 1985: 7 - 13). Dengan
demikian tak pelak lagi, kegiatan budaya yang
dimiliki masyarakat Cirebon sangat beragam seperti
upacara ngunjung, nadran, ngarot, ganti welit, trusmian,
dan lain-lain yang sebagian besar dipresentasikan
dengan bentuk-bentuk pertunjukan rakyat setempat
yang beragam pula.
Pada tataran kekayaan seni pertunjukan,
masyarakat Cirebon memiliki potensi besar yang
hingga kini masih terlihat dari kegiatan kelompok-
kelompok seni pertunjukan daerah itu di tengah-
tengah masyarakat. Kehidupan seni pertunjukan
rakyat daerah Cirebon, terutama teater rakyat
sandiwara Cirebon, misalnya, hingga kini masih
didukung oleh masyarakatnya yang merupakan
'pewaris aktif', yang ditandai dengan beragamnya
pewarisan budaya (cultural transmission) lewat
enkulturasi dan sosialisasi (Berry,1999: 31-33).

4
Komunikasi Seni Pertunjukan

Masyarakat pendukung kegiatan budaya didudukkan


pada posisi sebagai masyarakat yang memiliki sense of
belonging terhadap pertunjukan rakyat itu sendiri.
Rasa kepemilikan mereka diaplikasikan pada wujud
yang betul-betul nyata yakni dengan mendatangi
pertunjukan rakyat yang dipergelarkan, menonton
dan sekaligus mengapresiasi dengan cara mereka
sendiri. Bahkan tidak heran kerapkali masyarakat
membayar rombongan kesenian untuk ditonton atau
untuk mengiringi rites de passage (upacara peralihan)
seperti upacara saat kelahiran, khitanan, perkawinan,
khaul atau slametan (lihat AG, 2001: 210-216) dan
beberapa upacara adat lainnya sebagai kebutuhan
budaya mereka.
Pertunjukan rakyat yang dimiliki masyarakat
Cirebon sebagai wilayah yang kaya akan budaya telah
tumbuh dan berkembang dalam konsep perlakuan
dan pewarisan yang dinamis. Di sini konsep
enkulturasi yang pertama kali didefinisikan oleh
Herskovits (1948) dalam catatan Berry berlaku, yang
artinya dalam perlakuan dan pewarisan itu terdapat
semacam (encompassing or sorrounding) pelingkupan
dan pengelilingan budaya terhadap individu (Berry,
1999: 34). Hal demikian berarti proses transformasi
seni pertunjukan dari generasi ke generasi terus
berjalan dan itu berarti pula bahwa proses komunikasi
pun terus berlanjut antara seni pertunjukan dengan
masyarakat lingkungannya.
Beberapa pertunjukan rakyat Cirebon, khususnya
yang tergolong dalam genre teater dan yang masih
eksis mementaskan pertunjukannya hingga saat ini,
baik dalam perhelatan budaya masyarakat secara
individual maupun komunal, di antaranya wayang
kulit, wayang cepak, topeng, tarling, dan sandiwara.

5
Komunikasi Seni Pertunjukan

Beberapa pertunjukan teater rakyat daerah Cirebon


tersebut salah satunya diangkat dalam penelitian ini
oleh penulis, yakni seni pertunjukan teater rakyat
sandiwara Cirebon.
Cikal bakal sandiwara Cirebon awalnya
diperkenalkan oleh beberapa seniman reog yang pada
saat itu (1940-an) di daerah Cirebon dikenal kelompok
kesenian reog Sepat. Kesenian ini memiliki struktur
pertunjukan yang menampilkan musik pembukaan
(tatalu), bodoran (komedian) dan lakonan (cerita) roman
mengenai hal-hal yang ada pada masyarakat
lingkungannya. Pada saat yang sama juga dikenal
pertunjukan toneel di daerah Klangenan yang bernama
Cahya Widodo dengan pola pertunjukan yang sama
dengan reog. Selanjutnya muncul kesenian jeblos di
daerah Jamblang Cirebon yang masih sama model
pertunjukannya, langendriyo di Plumbon, dan masres
di daerah Kapetakan.
Dari beberapa seni pertunjukan yang ditengarai
menjadi cikal bakal sandiwara Cirebon tersebut
memiliki nilai dan fungsi di masyarakat pada
zamannya. Meminjam catatan Umar Kayam, bahwa
sejak awal kemunculan seni pertunjukan teater rakyat
hingga dewasa ini selalu memegang peranan dan
fungsi di tengah-tengah masyarakat lingkungannya.
Ketika masyarakat Indonesia dalam fase pertanian
yang tradisional dan feodal, fungsi teater rakyat yang
utama adalah sebagai pengikat solidaritas masyarakat
serta sebagai penjabar nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat itu sendiri. Dewasa ini masyarakat
pendukung kesenian rakyat masih terlihat beramai-
ramai mengunjungi tempat pertunjukan, baik yang
d iu n d an g m a u pu n y a n g t i da k , k e m u d ia n
menempatkan diri mereka bukan hanya sebagai

6
Komunikasi Seni Pertunjukan

pemirsa, spektator, akan tetapi juga merupakan


bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan rakyat
dan mereka datang untuk menyatakan kesetiaan
mereka pada sistem nilai serta kepada jagatnya
(Kayam, 1999: 289). Lebih lanjut dikatakan pula oleh I
Made Bandem dan Sal Murgiyanto, bahwa seni
pertunjukan rakyat, khususnya taeter rakyat
sedikitnya memiliki empat peran dalam masyarakat.
Pertama, teater rakyat sebagai sarana upacara; kedua,
teater rakyat sebagai hiburan; ketiga, teater rakyat
sebagai pengucapan sejarah; dan keempat teater
rakyat sebagai media komunikasi (Bandem &
Murgiyanto, 1996: 27-33). Fungsi dan peran jagat
teater rakyat menjadi penting untuk dimunculkan
ketika masalah-masalah dalam pertunjukannya
berhubungan dengan komunikasi sebagai suatu
proses transformasi nilai budaya yang ada dalam
masyarakat lingkungan tersebut. Jagat teater
merupakan jagat kecil yang terpresentasikan dari
kehidupan masyarakat sebenarnya dalam jagat besar.
Teater rakyat sebagai jagat kecil merupakan suatu
kristalisasi kehidupan budaya masyarakatnya dari
jagat besarnya, dimana nilai-nilai sosial budaya terus
menerus diungkapkan melalui suatu pertunjukan.
Sandiwara Cirebon sebagai teater rakyat
daerahnya, memiliki nilai-nilai yang berdasarkan
pada fungsi dan perannya di tengah-tengah
masyarakat. Ia tampil sebagai media komunikasi
tradisional atau media komunikasi kerakyatan
dengan nilai-nilai dan makna di balik simbol-simbol
budaya yang diusungnya. Keempat peran teater
rakyat yang telah disebutkan oleh Bandem dimiliki
oleh sandiwara Cirebon sebagai suatu kemasan seni
budaya dengan pengungkapan yang khas kerakyatan

7
Komunikasi Seni Pertunjukan

dan tidak melepaskan jatidirinya sebagai media


komunikasi. Simbol-simbol budaya yang
diungkapkan oleh sandiwara Cirebon memiliki
muatan makna dan nilai-nilai budaya yang ada pada
masyarakat lingkungannya. Sandiwara Cirebon yang
mengusung terjalinnya solidaritas masyarakat dan
menjabarkan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat itu tetap diyakini oleh masyarakat sebagai
kesenian yang memberikan nilai-nilai baru, baik
penerangan, pendidikan, etika, moral maupun
hiburan.
Simbol-simbol budaya masyarakat
dipresentasikan sandiwara Cirebon dengan
berwujudkan materi-materi yang bisa berupa unsur
auditif dan visual. Presentasi simbol pada unsur
auditif dapat berupa musik, tembang, wangsalan
(pantun), dialog, cerita/lakon, dan bunyi-bunyi lain
dalam sebuah pertunjukan. Sementara secara visual,
simbol budaya dipresentasikan melalui tubuh
seseorang (lihat Synnott, 2003: 12) atau gestur pelaku
sandiwara (karakter tokoh), akting, tarian, trik
panggung, dekorasi layar, setting, property, dan
bebrapa elemen visual panggung lainnya.
Simbol-simbol budaya tersebut dalam
pertunjukan sandiwara membentuk realitas
pertunjukan yang diamati dan dianalisis “bagaimana”
makna dan “mengapa” demikian sebagaimana
pertanyaan-pertanyaan Patrice Pavis atas sebuah
pertunjukan (lihat Murgiyanto dalam MPSS, 1998: 15-
16). Pertanyaan bagaimana dan mengapa atas suatu
makna inilah yang mengindikasikan adanya
komunikasi. Konteks komunikasi dalam pertunjukan
sandiwara Cirebon memiliki sifat komunikasi verbal
dan nonverbal. Kedua sifat komunikasi tersebut

8
Komunikasi Seni Pertunjukan

memiliki makna tersendiri dalam kehidupan budaya


masyarakat Cirebon. Makna dan nilai-nilai dari
simbol budaya yang dipresentasikan itu ditafsir oleh
m asy a ra k at pe n du k un gn y a s e s uai de n g an
kemampuan pola pikir budaya mereka, lingkungan
budaya mereka, dan kapasitas intelektual mereka.
Kekuatan sandiwara sebagai media komunikasi
tak terbantahkan ketika P.K.G. Mangkunegara
menciptakan nama sandiwara sebagai pengganti toneel.
Pada masa itu sandiwara dikenal oleh para kaum
terpelajar dan oleh Ki Hajar Dewantara diartikan
dalam dua suku kata, yakni sandi dan wara (sandi =
rahasia, kode rahasia; dan wara = bewara, berita,
pengajaran), yang artinya pengajaran yang dilakukan
dengan perlambang, dengan simbol-simbol
(Harymawan, 1993 : 2-3). Sandiwara pada saat itu
dijadikan media komunikasi dalam perjuangan
merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah
zaman kemerdekaan, sandiwara di daerah Cirebon
tidak lepas juga dari kegiatan politik, dimana
sandiwara dijadikan media untuk
mengkampanyekan program-progam partai politik,
misalnya PNI, PKI, PSI pada masa orde lama dan
Golkar pada orde baru serta PDI-P pada masa
reformasi. Namun sebagai media komunikasi, inti
dari pertunjukan teater rakyat tersebut adalah
mengungkap simbol-simbol budaya yang mana
maknanya bisa digunakan pada kepentingan daerah,
kepentingan politik, kepentingan masyarakat, atau
kepentingan individu dan bahkan kepentingan
spiritual. Pengungkapan simbol-simbol itu dilakukan
oleh manusia, para pelaku dan pendukung sandiwara,
dengan kreativitas dan kemampuannya sebagai
individu yang berada pada komunitas kerakyatan.

9
Komunikasi Seni Pertunjukan

Penulis tertarik melakukan riset tentang


komunikasi seni dalam pertunjukan teater rakyat,
khususnya pada sandiwara Cirebon, berkaitan
dengan idiom teater rakyat dengan simbol-simbolnya
menjadi sesuatu yang khas untuk membangun teater
modern Indonesia. Alasan ini cukup berdasar, oleh
karena pada jagat teater, khususnya teater modern
Indonesia masih dalam proses pencarian jatidiri, dan
s e m e n t ar a t e a t e r r a k y at I n d o n e s i a s u d a h
menancapkan akarnya sebagai produk budaya rakyat
Indonesia dengan kekuatan-kekuatan simbolisnya
sejak dulu kala. Di samping itu, makna simbolik
budaya dalam teater rakyat adalah suatu esensi karya
estetik yang dapat dipahami oleh masyarakat dan
melibatkan masyarakat banyak (Sachari, 2002: 14).
Teater rakyat yang juga merupakan teater tradisi
masyarakat lingkungannya mengambil idiom-idiom
tradisi sebagai sesuatu yang disimbolkan.
Tradisi adalah akar modern, yang bila dalam
percaturan teater Indonesia maka teater tradisional
Indonesia menjadi pijakan (akar) teater modern
Indonesia, seperti dicerminkan oleh beberapa
teaterawan Indonesia, misalnya Arifin C. Noor
mengusung tradisi masyarakat Cirebon dalam teater
modern dan film, Putu Wijaya mengusung tradisi Bali
pada teaternya, atau bahkan yang lebih mendunia
seperti Peter Brook membawa tradisi besar India
Mahabrata dalam teater dan filmnya.
Permasalahannya sekarang bila seni pertunjukan
itu adalah dunia simbol-simbol, bagaimana
mengungkap makna simbol budaya dalam media seni
pertunjukan tersebut. Makna adalah sesuatu yang
berarti bagi seni, dan atas pengungkapan maknalah,
baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, seni dapat

10
Komunikasi Seni Pertunjukan

berkomunikasi dengan masyarakatnya. Melalui


hermeneutika, penulis mencoba untuk mengkaji
pertunjukan teater rakyat melalui makna-makna yang
dikandungnya sebagai bentuk komunikasi seni
pertunjukan. Secara spesifik penelitian ini akan
diarahkan pada salah satu peristiwa pertunjukan yang
konteksnya sebagai pengiring dalam upacara adat
atau inisiasi yang berlaku di masyarakat Cirebon
(kaul, selametan, khitanan, pernikahan, dan upacara
adat lainnya).

Fokus Kajian Komunikasi Seni Pertunjukan


Eksistensi sandiwara Cirebon yang hingga kini
masih 'menancapkan akarnya' di tengah-tengah
masyarakat Cirebon dan sekitarnya (Indramayu,
Kuningan, Majalengka dan bahkan di Kabupaten
Brebes) tak lepas dari masyarakat pendukungnya
yang memiliki kepercayaan atas makna dan nilai-nilai
yang dikandung seni pertunjukan tersebut.
Pertunjukan teater rakyat tidak saja menawarkan
suatu hiburan, namun lebih dari itu sudah menjadi
bagian dari suatu kepentingan masyarakat ketika
mereka mengadakan upacara adat atau inisiasi, yang
diwujudkan dengan selametan (kaul) atau nadzar
(memenuhi janji) dengan mempergelarkan seni
pertunjukan rakyat sandiwara Cirebon.
Ketika pertunjukan teater rakyat sudah
sedemikian lekat dengan kehidupan masyarakatnya,
hal ini berarti mengindikasikan bahwa ada makna
komunikasi bagi masyarakat atas pertunjukan teater
rakyat yang diselenggarakan. Berkaitan dengan hal
itu maka ada beberapa pertanyaan yang menjadi
rujukan dalam fokus kajian seni pertunjukan sebagai
berikut :

11
Komunikasi Seni Pertunjukan

1.Apa makna yang ada pada pertunjukan teater rakyat


sandiwara Cirebon dalam pertunjukannya di
tengah-tengah masyarakat.
2.Bagaimana para pelaku pertunjukan sandiwara
Cirebon mempelajari simbol-simbol budayanya
3.Bagaimana simbol-simbol budaya diwujudkan
dalam sebuah pertunjukan teater rakyat sandiwara
Cirebon.
4.Bagaimana pelaku dan penikmat seni pertunjukan
berkomunikasi melalui pertunjukan teater rakyat
sandiwara Cirebon.
5.Mengapa masyarakat membutuhkan pertunjukan
teater rakyat sandiwara Cirebon pada beberapa
kepentingannya dalam kehidupan berbudaya.
Beberapa pertanyaan tersebut merupakan
kuriositas yang perlu penulis telaah lebih lanjut.
Untuk menelaah lebih lanjut, kiranya perlu juga
penulis memberikan semacam rambu-rambu sebagai
bangunan dari apa yang akan dilakukan dalam
membaca komunikasi seni pertunjukan.
Seni pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon
merupakan produk budaya masyarakat
lingkungannya, yang juga merupakan hasil
kreativitas manusia sebagai individu-individu dalam
komunitas sosial. Bagaimana individu-individu
berekspresi dengan mempresentasikan suatu simbol-
simbol budaya dalam sebuah kesenian merupakan
daya dan kemampuan individu-individu tersebut
untuk melakukannya. Sandiwara Cirebon sebagai
seni pertunjukan teater rakyat seperti juga seni
pertunjukan rakyat lainnya yang tak bisa dikenali
siapa penciptanya. Bentuk-bentuk kesenian rakyat
muncul didasarkan atas respon dari individu-
individu yang ada di dalamnya terhadap segala aspek

12
Komunikasi Seni Pertunjukan

kehidupan budaya masyarakat lingkungannya.


Mereka tidak pernah dipaksa untuk membentuk
suatu kelompok kesenian. Para pelaku seni
pertunjukan rakyat tidak pernah terpaksa untuk
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan
pertunjukan yang mereka lakukan. Mereka
melakukan semua itu dengan kemampuannya,
dengan kedayaannya, dan dengan kapasitas
pengetahuan yang mereka miliki. Dengan demikian,
apa yang dipresentasikan, apa yang dipertunjukkan
oleh mereka dalam keseniannya merupakan tafsir
individu-individu itu terhadap suatu fenomena dalam
lingkungan budayanya. Demikian pula dengan
pertunjukan sandiwara Cirebon yang lakonnya
bersumber dari sejarah Cirebon dan babad Cirebon
atau cerita rakyat daerahnya dirujuk dari fenomena
yang terjadi pada masyarakat lingkungannya. Lakon-
lakon yang bingkainya digali dari cerita rakyat atau
babad dan sejarah Cirebon tersebut, ia hadirkan
dengan simbol-simbol budaya yang melingkupinya
melalui tafsir dan pemaknaan yang cukup berarti bagi
masyarakat lingkungannya. Berkaitan dengan
pengungkapan makna maka pendekatan yang
dipakai oleh penulis adalah hermeneutika. Melalui
hermeneutika diupayakan cara-cara menginterpretasi
dan membedah makna komunikasi seni pertunjukan
teater rakyat sandiwara Cirebon merujuk pada
berbagai simbol budaya yang ada pada
lingkungannya, sekalipun masih banyak pisau bedah
lain untuk mengungkap tentang makna tersebut.
Hal itu merupakan salah satu alat yang digunakan
agar tujuan dalam sebuah kajian komunikasi seni
pertunjukan dapat memberikan suatu pemahaman
betapa pentingnya makna yang terdapat dalam suatu

13
Komunikasi Seni Pertunjukan

pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon sebagai


media komunikasi. Di samping itu kita akan
mengetahui bagaimana proses pembelajaran pelaku
seni dalam mengetahui simbol-simbol budaya
masyarakat lingk ung anny a s ebagai wujud
komunikasi intrabudaya mereka. Komunikasi simbol
budaya yang diwujudkan ke dalam seni pertunjukan
teater rakyat dapat memberikan pemahaman pada
proses dialogis budaya yang dilakukan antara pelaku
dan penikmat pertunjukan sandiwara Cirebon ketika
menginterpretasikan makna yang ada dalam
pertunjukan. Dengan demikian akan kita ketahui
bahwa komunikasi seni pertunjukan merupakan
bagian dari kebutuhan masyarakat penyangga seni
pertunjukan teater rakyat itu sendiri dalam
kepentingan kehidupan berbudaya.

Kegunaan Kajian Komunikasi


Dari rangkaian tujuan yang telah diuraikan
sebelumnya diharapkan memiliki nilai guna, baik
teoretis maupun praktis. Kegunaan teoretis, kajian ini
adalah untuk mendalami keilmuan pada bidang seni,
terutama unsur-unsur seni yang ada pada seni
pertunjukan rakyat umumnya dan sandiwara Cirebon
khususnya. Di samping itu, dengan tulisan ini
kegunaan secara praksis dapat dimungkinkan bagi
pendalaman ilmu komunikasi khususnya aspek
komunikasi seni pertunjukan yang hingga kini belum
begitu banyak wacana dan teorinya. Oleh karena
keberadaan penulis yang hingga kini sebagai pengajar
di perguruan tinggi seni, khususnya jurusan teater,
maka ilmu komunikasi di bidang seni pertunjukan
menjadi perlu untuk dikembangkan. Penelitian ini
merupakan pijakan untuk melangkah lebih lanjut

14
Komunikasi Seni Pertunjukan

pada penelitian-penelitian yang fokusnya langsung


pada komunikasi seni, khususnya seni pertunjukan.
Kontribusi lain bagi masyarakat dari hasil tulisan ini
diharapkan tumbuh dan berkembangnya rasa
memiliki produk budaya lokal, khususnya seni
per tunjukan ra kyat y ang de ngan se genap
kemampuannya masih membawa nilai-nilai syarat
makna bagi kehidupan masyarakat lingkungannya.
Kearifan nilai-nilai lokal merupakan penyeimbang
dari derasnya serbuan nilai-nilai budaya asing yang
hingga kini dapat kita rasakan. Untuk hal itu sudah
saatnya kita menggali kelokalan untuk suatu tujuan
global.
Bagi generasi muda sekarang atau pun yang akan
datang, tulisan ini akan memiliki nilai guna dalam
memandang seni pertunjukan rakyat sebagai kesenian
yang memiliki nilai dan makna, bukan kesenian
tradisional yang 'kuno', tidak modern dan tidak patut
diapresiasi. Kenyataan yang agak mengkhawatirkan
itu muncul akibat sepinya wacana tentang seni
pertunjukan rakyat dan kurangnya penelitian-
penelitian yang mengungkap tentang makna dan
nilai-nilai dibalik bentuk seni pertunjukan rakyat
sebagai produk budaya lokal.

15

You might also like