You are on page 1of 9

Tinjauan Sosial dan

Budaya antara
Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Naskah Ilmiah Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ditulis Oleh :
Indra Furwita Soaleh

09050096
Teknik Penerbangan ‘A’

TEKNIK PENERBANGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI
ADISUTJIPTO
YOGYAKARTA
2010
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan

A. LATAR BELAKANG

Borobudur adalah bangunan suci agama Budha. Di India


bangunan yang berhubungan dengan agama Budha disebut stupa
yaitu bangunan yang berbentuk kubah berdiri di atas sebuah lapik
dan diberi payung di atasnya, adapun arti daripada stupa itu adalah
- Sebagai tempat menyimpan relief (peninggalan yang
dianggap suci, benda–benda, pakaian, tulang-tulang
Sang Budha, Arha dan Bikhsu terkemuka, dinamakan juga
Dhatugarbha (pagoda)

- Sebagai tanda peringatan dan penghormatan Sang Budha


dan Sanggha.

- Sebagai lambang suci agama Budha pada umumnya. Lama


kelamaan stupa itulah yang dipuja dan sebagai demikian disebut
juga ; caitya.Bangunan Borobudur pada hekekatnya adalah
stupa juga, yang karena mengalami perkembangan yang lama
mempunyai bentuk arsiktektur yang lain daripada yang terdapat
di negara – negara beragama budha lainnya.

Candi Borobudur merupakan salah satu dari tujuh keajaiban


dunia. Dengan adanya Candi Borobudur ini maka dapat dijadikan
sebagai tempat pengembangan kehidupan sosial budaya
khususnya bagi masyarakat sekitarnya, umumnya bagi para
pendatang.
Candi Borobudur adalah wujud dari kebudayaan agama yang
bersifat konkrit hasil peninggalan kebudayaan agama Budha yang
merupakan akulturasi dari kebudayaan asli Indonesia dan
kebudayaan yang datang dari luar yaitu India. Candi Borobudur
merupakan hasil kebudayaan Indonesia yang sangat berharga dan
menunjukan adanya nilai –nilai kebudayaan yang sangat
tinggi, hal ini dapat dilihat dari seni bangunan, seni rupa yang
terdiri dari seni lukis, termasuk relief, seni patung dan seni
kerajinan.
Dilihat dari segi sosial Candi Borobudur ini dapat dijadikan
sebagai sarana sosialisasi bagi masyarakat sekitarnya.
Masyarakat sekitar memiliki nilai kebudayaan yang sangat
tinggi. Dengan adanya indikas bahwa keduanyasaling
memilikihubungan atau korelasi yang salng mendukung baik
dalam penciptaan Candi Borobudur itu sendiri dan timbale
baliknya dengan manusia.
Oleh sebab itu menarik bila hal ini diangkat ke permukaan
public untu dijadikan bahan renungan dasar kepada
masyarakat. Dengan demkian kita dapat mengetahui integritas
manusia dalam mengkargai budaya dan kearifan local.

2
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Berdasarkan latar belakang itu maka menarik bila Catatan
Ilmiah ini diberi judul “ Hubungan antara Manusia dan
Borobudur sebagai Hasil Karya Kebudayaan”.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kebudayaan

a. HAKIKAT KEBUDAYAAN

Kebudayaan sering kali dipahami dengan pengertian yang tidak


tepat. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan
berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan
pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan
kebudayaan tersebut.

Akan tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang


memuaskan. Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha
memberikan kerangka bagi pemahaman tentang pengertian
kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran
behaviorisme/materialisme. Dari berbagai definisi yang telah dibuat
tersebut, Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian
kebudayaan dalam tiga wujudnya, yaitu kebudayaan sebagai wujud
cultural system, social system, dan artifact.

Kebudayaan sendiri disusun atas beberapa komponen yaitu


komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam
memandang kebudayaan, orang sering kali terjebak dalam sifat
chauvinisme yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan
menganggap rendah kebudayaan lain. Seharusnya dalam
memahami kebudayaan kita berpegangan pada sifat-sifat
kebudayaan yang variatif, relatif, universal, dan counterculture.

Unsur-unsur Kebudayaan

Unsur-unsur yang dipertahankan dalam Kebudayaan ialah sebagai


berikut

•Unsur yang mempunyai fungsi vital dan sudah diterima luas oleh
masyarakat.

Misalnya, sistem kekerabatan pada masyarakat suku bangsa


Batak Karo dan Batak Toba. sistem kekerabatan dan solidaritas
kekerabatannya mempunyai fungsi yang amat penting bagi kedua
suku bangsa tersebut.

3
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Oleh sebab itu, kedua suku bangsa ini cenderung
mempertahankan sistem kekerabatan mereka. Suku bangsa lain di
Indonesia pun mengalami hal yang sama. Kekerabatan memiliki
fungsi sosial sebagai perekat anggota marga. Karena itu,
masyarakat akan menolak jika sistem kekerabatan mereka diganti.
Mereka juga akan berusaha mempertahankan sistem kekerabatan
dari ancaman pengrusakan pihak lain.

• Unsur yang diperoleh melalui proses sosialisasi sejak kecil dan


telah menyatu dalam diri.

Misalnya, makanan pokok masyarakat. Sebagian besar anggota


masyarakat Indonesia sejak kecil terbiasa makan nasi sebagai
makanan pokok mereka. Maka, meskipun beberapa golongan
masyarakat mengenal makanan lezat dari Cina, negara-negara
Barat, dan negara-negara luar lainnya, masyarakat Indonesia tetap
mempertahankan nasi sebagai makanan pokok.

Mereka tidak menggantikan nasi dengan roti atau jenis makanan


lainnya sebagai makanan pokok sehari-hari. Hal yang sama juga
terjadi dengan beberapa suku dan masyarakat di luar Jawa. Karena
sejak kecil orang Papua diperkenalkan dan terbiasa makan Sagu,
mereka akan terus mempertahankan jenis makanan ini. Kita akan
melakukan kesalahan jika memaksa masyarakat Papua mengganti
makanan pokoknya dari sagu menjadi nasi.

• Unsur kebudayaan yang menyangkut sistem keagamaan atau


religi.

Seperti kita ketahui, sebagian besar penduduk Indonesia


beragama Islam. Tetapi jauh sebelum datangnya agama Islam ke
Indonesia, agama Hindu dan agama asli Indonesia telah
berkembang. Oleh karena itu, meskipun sebagian besar penduduk
Indonesia sudah memeluk agama Islam, namun upacara-upacara
yang kental dengan tradisi Hindu dan agama asli tetap dijalankan.

Misalnya, kalau salah seorang anggota keluarga muslim


meninggal dunia, pihak keluarga masih mengadakan selamatan
untuk almarhum pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100,
dan hari ke-1000 setelah ia meninggal. Kebiasaan membakar
kemenyan ketika ada yang meninggal dunia juga masih dijumpai.
Kebiasaan-kebiasaan ini tidak ada dalam ajaran agama Islam,
tetapi sebagian umat Islam di Indonesia tetap melaksanakannya.

• Unsur-unsur yang menyangkut ideologi dan falsafah hidup.

4
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Tiap masyarakat memiliki ideologi dan falsafah hidup yang
dipegang teguh. Misalnya, bangsa Indonesia, tetap dengan teguh
mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup
bangsa. Beberapa kali ada kelompok, baik yang datang dari dalam
maupun dari luar negeri, berusaha mengganti ideologi Pancasila
dengan ideologi lain. Namun usaha-usaha tersebut tidak berhasil.
Ini membuktikan bahwa Pancasila diterima dan dipegang teguh
sebagai ideologi bangsa.

2. Manusia

a. Hakikat Manusia

Berbicara tentang manusia maka satu pertanyaan klasik yang


sampai saat ini belum memperoleh jawaban yang memuaskan
adalah pertanyaan tentang siapakah manusia itu. Banyak teori
telah dikemukakan, di antaranya adalah pemikiran dari aliran
materialisme, idealisme, realisme klasik, dan teologis.

Aliran materialisme mempunyai pemikiran bahwa materi atau


zat merupakan satu-satunya kenyataan dan semua peristiwa
terjadi karena proses material ini, sementara manusia juga
dianggap juga ditentukan oleh proses-proses material ini.

Sedangkan aliran idealisme beranggapan bahwa jiwa adalah


kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih dipandang sebagai
makhluk kejiwaan/kerohanian. Aliran realisme klasik beranggapan
bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia lebih
dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian, dan aliran
teologis membedakan manusia dari makhluk lain karena
hubungannya dengan Tuhan.

Di samping itu, beberapa ahli telah berusaha merekonstruksikan


kedudukan manusia di antara makhluk lainnya. Juga berusaha
membandingkan manusia dengan makhluk lainnya. Dari hasil
perbandingan tersebut ditemukan bahwa semua makhluk
mempunyai dorongan yang bersifat naluriah yang termuat dalam
gen mereka.

Sementara yang membedakan manusia dari makhluk lainnya


adalah kemampuan manusia dalam hal pengetahuan dan
perasaan. Pengetahuan manusia jauh lebih berkembang daripada
pengetahuan makhluk lainnya, sementara melalui perasaan
manusia mengembangkan eksistensi kemanusiaannya.

Manusia sebagai Makhluk Budaya

5
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi karena selain
mampunyai sebagaimanaa makhluk hidup di atas, manusia juga
mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya yang
kompleks melalui proses belajar yang terus-menerus. Selain itu
manusia diktakan pula sebagai makhluk budaya. Budaya diartikan
sebagai pikiran atau akal budi (Pusat Bahasa Diknas, 2001: 169).

b. Hakekat Keberadaan Manusia

Isi dari kepribadian manusia terdiri dari 1) pengetahuan; 2)


perasaan, dan; 3) dorongan naluri. Pengetahuan merupakan unsur-
unsur atau segala sesuatu yang mengisi akal dan alam jiwa
seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung di dalam
otak manusia melalui penerimaan panca inderanya serta alat
penerima atau reseptor organismanya yang lain. (Koentjaraningrat,
1986: 101-111)

Kalau unsur perasaan muncul karena dipengaruhi oleh


pengetahuan manusia, maka kesadaran manusia yang tidak
ditimbulkan oleh pengaruh pengetahuan manusia melainkan
karena sudah terkandung dalam organismanya disebut sebagai
naluri. Sehubungan dengan naluri tersebut, kemauan yang sudah
merupakan naluri pada tiap manusia disebut sebagai “dorongan”
(drive), maka disebut juga sebagai dorongan naluri. Macam-macm
dorongan naluri manusia , antara lain adalah:

1. Dorongan untuk mempertahankan hidup;


2. Dorongan sex;
3. Dorongan untuk usaha mancari makan;
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengn sesama
manusia;
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya;
6. Dorongan untuk berbakti;
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk,
warna, suara, atau gerak. (Koentjaraningrat, 1986: 109-111)

C. PEMBAHASAN SIMPULAN

1. Manusia dan Kebudayaan

Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat


erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa
manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan.

Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan.


Hanya tindakan yang prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang

6
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar.
Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses
internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.

Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga


dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap
kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap
kebudayaan yaitu sebagai 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa
kebudayaan, 3) manipulator kebudayaan, dan 4) pencipta
kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia
dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan
penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu
memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia
melakukan berbagai cara.

Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan.


Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan
masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang
digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

Kecenderungan Masyarakat Mempertahankan


Kebudayaan

Perubahan sosial dan budaya selain disebabkan oleh berbagai


kebutuhan hidup yang dihadapi, juga disebabkan oleh pengaruh
atau masuknya unsur kebudayaan baru atau asing. Ada
masyarakat yang cenderung mempertahankan keadaan sosial
budaya yang sudah ada. Mereka melakukan demikian karena unsur
yang mereka pertahankan sangat berguna bagi masyarakatnya
atau berguna sebagai pedoman hidup bersama.

Maka, jika terjadi perubahan justru akan menggoyahkan


keseimbangan sistem sosial. Misalnya, beberapa siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) membentuk sebuah kelompok teman
sebaya (peer group). Kelompok ini biasanya melakukan banyak hal
secara bersama-sama, misalnya mengerjakan tugas yang diberikan
guru, melakukan penelitian sederhana, dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, kebiasaan beberapa siswa yang


merokok menyebabkan siswa-siswa lain pun ikut merokok. Mereka
bahkan mulai lupa akan misi awal pembentukan kelompok mereka
dan mulai malas-malasan ke sekolah. Mereka juga sering terlibat
tawuran dengan siswa dari sekolah lain. Tentu masyarakat
setempat kecewa dengan cara hidup mahasiswa semacam ini.
Mereka tidak mungkin akan bisa mengubah cara dan pandangan
hidup masyarakat desa.

7
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Masyarakat desa bahkan mengecam cara hidup mahasiswa ini
yang bertentangan dengan nilai moral dan agama. Ini adalah
contoh sederhana bagaimana masyarakat memilih
mempertahankan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya daripada
mengikuti perubahan cara hidup sebagaimana ditunjukkan para
mahasiswa. Di sini tampak sekali kecenderungan kuat dalam
masyarakat untuk mempertahankan beberapa unsur
kebudayaannya dan menolak unsur-unsur kebudayaan yang
berasal dari kebudayaan lain.

2. Nilai Spiritual Borobudur

Nilai spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap


mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Itu termasuk dalan
nilai kerohanian, yang terletak dalam hati, hati batiniyah mengatur
psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniyah, inspirasi, kreativitas
dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam
realitas-realitas batiniyah yang tersembunyi di balik dunia material
yang komplek. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual
adalah cahaya yang dipancarkan Tuhan ke dalam hati, bagaikan
lampu yang membantu kita untuk melihat.

Bila dilihat tinggi rendahnya nilai-nilai yang ada, nilai spiritual


merupakan nilai tertinggi dan bersifat mutlak karena bersumber
pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan sosial budaya
keterkaitan seseorang dihubungkan dengan pandangan hidup
suatu masyarakat atau kehidupan beragama.

Setiap orang akan selalu memilki pandangan atau persepsi akan


sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan yang melebihi
manusia, dalam pandangan orang beragama disebut sebagai Yang
Maha Kuasa, Allah, Sang Hyang Widi, Tuhan, God, Yang Maha
Pencipta, dan sebagainya. Manusia sangat tergantung dan hormat
pada kekuatan yang ada di luar dirinya, bahkan memujanya untuk
melindungi dirinya bila perlu rela mengorbankan apasaja harta,
jiwa sebagai bukti kepatuhan dan ketundukan terhadap yang
mempunyai kekuatan tersebut.

Kuatnya keyakinan terhadap kekuatan spiritual terhadap Agama


Budha sehingga ia dianggap sebagai kendali dalam memilih
kehidupan baik dan buruk. Bahkan menjadi penuntun bagi
seseorang melaksanakan perilaku dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan berpegang pada keyakinan dan nilaispiritual maka


keberadaan Candi Borobudur tercipta sebagai wujud penghormatan
kepada Tuhan Yang Maha Essa. Dalam hal ini masyarakat agama

8
Tinjauan Sosial dan Budaya antara Manusia dengan
Borobudur
Sebagai Hasil Karya Kebudayaan
Budha sebagai yang berperan penting dalam karya spiritual
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

MoerTjipto, Drs. Borobudur, Pawon Dan Mendut; Kanisus


Yogyakarta 1993
Soediman, Drs. Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia
;Gramedia Yogyakarta, 1980
Dr. Soekmono, Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia,
Jakarta: Pustaka Jaya, 1978

You might also like