Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Penulisan laporan praktikum ini terdiri atas lima bab dengan uraian
masing-masing bab sebagai berikut:
BAB I : Membahas tentang latar belakang, tujuan praktikum, pembatasan
masalah, metode praktikum dan sistematika pembahasan.
BAB II : Membahas tentang agregat halus, yang meliputi pemeriksaan berat
volume, analisis saringan, pemeriksaan bahan lolos saringan nomor
200, pemeriksaan kadar air dan pemeriksaan spesifik gravity.
BAB III : Membahas tentang agregat kasar, yang meliputi pemeriksaan berat
volum, analisis saringan, pemeriksaan kadar air dan pemeriksaan
spesifik gravity.
BAB II
AGREGAT HALUS
1. Tujuan Percobaan
Menentukan berat isi agregat halus sebagai perbandingan antara berat
material kering dengan volumenya.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % berat contoh
b. Talam dengan kapasitas yang besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 13 mm, panjang 60 cm, yang ujungnya bulat,
terbuat dari baja tahan karat.
d. Mistar perata
e. Skop
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegan.
3. Bahan-Bahan
Agregat Halus (Pasir)
4. Prosedur Praktikum
Masukkan agregat kedalam talam sekurang-kurangnya sebanyak
kapasistas wadah. Keringkan di oven dengan suhu (110 ± 5) oC sampai berat
menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
5. Perhitungan
W 1 kg
Berat Isi Agregat 3
V m
Dimana:
V = isi wadah (dm3)
6. Data Percobaan
OBSERVASI I
No Perhitungan Padat Gembur
A Volume wadah 2,832 ltr 2,832 ltr
B Berat wadah 4,543 kg 4,543 kg
C Berat wadah dan benda uji 7,890 kg 7,580 kg
D Berat wadah benda uji (C – B) 3,347 kg 3,037 kg
E Berat volume (D/A) 1,182 kg/ltr 1,072 kg/ltr
OBSERVASI II
No Perhitungan Padat Gembur
A Volume wadah 2,832 ltr 2,832 ltr
B Berat wadah 4,543 kg 4,543 kg
C Berat wadah dan benda uji 7,890 kg 7,890 kg
D Berat wadah benda uji (C – B) 3,347 kg 3,347 kg
E Berat volume (D/A) 1,18 kg/ltr 1,18 kg/ltr
( D / A) I ( D / A) II 1,072 1,18
Kondisi Gembur 1,261kg
2 2 ltr
7. Kesimpulan
Pada saat penuangan agregat kedalam wadah dapat terjadi pemisahan
butiran, butir yang kasar akan jatuh terlebih dahulu sedangkan butir yang
halus akan jatuh keluar wadah. Hali ini akan menyebabkan volume agregat
halus akan berkurang. Jadi untuk menghindarinya penuangan dilakukan
sedekat mungkin dengan wadah.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan pembagian butiran (gradasi) agregat. Data distribusi butiran pada
agregat diperlukan dalam perencanaan adukan beton. Pelaksanaan penentuan
gradasi ini dilakukan pada agregat kasar. Alat yang digunakan adalah
seprengkat saringan dengan ukuran jari-jari tertentu.
2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0.2 % dari berat benda uji
b. Seperangkat saringan dengan ukuran
No Saringan Ukuran Lubang (mm) Ukurang Lubang (mm)
- 9.5 3/8
No. 4 4.75
No. 8 2.36
No.16 1.18
No.30 0.6
No.50 0.3
No.100 0.15
No.200 0.075
c. Oven yang dilengkapio pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)oC
d. Alat pemisah contoh (sample spliter)
e. Mesin penggetar saringan
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kuning, sendok, dan lain-lain
3. Bahan
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempatan.
Berat dari contoh yang disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat
kasar yang digunakan, seperti diuraikan dari table perangkat saringan.
4. Prosedur Praktikum
a. Benda uji dikeringkan didalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai berat.
b. Contoh dicurahkan pada perangkat saringan. Susunan saringan dimulai dari
saringan paling besar ditetapkan paling atas. Perangkat saringan diguncang
dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit.
5. Data Percobaan
Berat Contoh : 1000 gram
Ukuran Berat Jumlah Persentase Persentase Spec
Saringan Tertahan Berat Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) Tertahan Kumulatif Kumulatif C33 - 93
9.50 0 0 0 0 100
4.75 0 0 0 0 95 – 100
2.36 0,641 0,641 0,064 99,936 80 – 100
1.18 14,57 15,211 1,529 98,471 50 – 85
0.60 87,7 102,911 10,343 89,657 25 – 60
0.30 550,01 652,921 65,621 34,379 10 – 30
0.15 325,28 978,201 98,314 1,168 2 – 10
PAN 16,78 994,981 100 - -
Jml Persen Tertahan 175,871
Modulus Kehalusan 100
1,758
100
6. Kesimpulan
Dari gambar kurva menunjukkan agregat halus, persentase, lolos
kumulatif yang diperoleh terletak diantara batas yang ditentukan. Berarti
agregat halus dapat digunakan.
1. Kesimpulan
Menentukan adanya kandungan bahan organik dalam agregat halus.
Kandungan bahan organik yang berlebihan pada unsur bahan beton dapat
mempengaruhi kualitas beton.
2. Peralatan
a. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau bahan
penutup lainnya yang tidak bereaksi terhadap NaOH. Volume gelas = 350
ml.
b. Standar warna (organic plate)
c. Larutan NaOH (3 %)
3. Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol)
4. Prosedur Praktikum
a. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam botol
b. Tambahkan senyawa NaOH 3 % setelah dikocok, total volume menjadi
kira-kira ¾ botol
c. Botol ditutup erat-erat dengan penutup, botol dikocok kembali. Diamkan
botol selama 24 jam.
5. Hasil Percobaan
Hasil Percobaan, warna cairan No.3
6. Kesimpulan
Setelah didiamkan selama 24 jam, ternyata warna cairan yang terlihat
adalah No.3 . Hal ini menunjukkan bahwa zat organic di dalam agregat halus
rendah (tidak berlebih), sehingga agregat dapat dipakai.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan presentase kadar Lumpur dalam agregat halus.
Kandungan Lumpur < 5 % merupakan ketentuan dalam peraturan bagi
penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton.
2. Peralatan
a. Gelas ukur
b. Alat pengaduk
3. Bahan
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan dengan bahan pelarut air
biasa.
4. Prosedur Praktikum
a. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur
b. Tmabahkan air pada gelas ukur guna melarutkan Lumpur
5. Perhitungan
V2
Kadar Lumpur 100 %
V1 V2
Observasi I
Tinggi Pasir (V1) = 84 ml
Tinggi Lumpur (V2) = 1 ml
1
Kadar Lumpur 100 % 1,18 %
84 1
Observasi II
Tinggi Pasir (V1) = 85 ml
Tinggi Lumpur (V2) = 1 ml
1
Kadar Lumpur 100 % 1,16 %
85 1
KL1 KL2 1,18 1.16
Kadar Lumpur rata rata 1,17 %
2 2
6. Kesimpulan
Kadar Lumpur yang terkandung dalam agregat halus adalah 1,17 %,
kadar Lumpur ini lebih kecil dari kadar Lumpur yang disyaratkan yaitu 5 %.
Berarti agregat halus yang digunakan masih memenuhi syarat untuk
digunakan dalam pembuatan beton.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar agregat
adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam agregat degan
berat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi
tekanan air untuk beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat lapangan.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % dari berat contoh
b. Oven yang suhunya dapat diatur sampai (110 ± 5)oC
c. Talam loagam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat
pengeringan contoh benda uji.
3. Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum,
dengan batasan sebagai berikut :
Ukuran Maksimum :
6.30 mm (1/4”) = 0.50 Kg
9.50 mm (3/8”) = 1.50 Kg
12.70 mm (0.5”) = 2.00 Kg
19.10 mm (3/4”) = 3.00 Kg
25.40 mm (1.0”) = 4.00 Kg
38.10 mm (1.5”) = 6.00 Kg
50.80 mm (2.0”) = 8.00 Kg
68.50 mm (2.5”) = 10.00 Kg
76.20 mm (3.0”) = 13.00 Kg
88.90 mm (3.5”) = 16.00 Kg
101.60 mm (4.0”) = 25.00 Kg
152.40 mm (6.0”) = 50.00 Kg
4. Prosedur Praktikum
a. Timbang dan catat berat talam (W1)
b. Masukkan benda uji ke dalam talam, dan kemudian berat talam + benda
uji ditimbang, kemudian catat beratnya (W2)
Dimana :
W3 = Berat contoh semula (gram)
W4 = Berat contoh kering (gram)
OBSERVASI I
A. Berat Wadah = 284,11 gram
B. Berat wadah + Benda uji (sebelum di oven) = 1284,11 gram
C. Berat wadah + Benda uji (sesudah di oven) = 1220,16 gram
D. Berat Benda Uji (B – A) = 1000 gram
E. Berat Benda Uji kering (setelah di oven) = 936,05 gram
OBSERVASI II
A. Berat Wadah = 290,60 gram
B. Berat wadah + Benda uji (sebelum di oven) = 1290,60 gram
6. Kesimpulan
Penyerapan air kondisi SSD agregat halus lebih kecil dari kadar air asli
agregat halus, maka penambahan air adukan dari kondisi agregat halus ini
mengandung arti adanya penggunaan jumlah air yang kurang dibandingkan
dengan kondisi kering muka dan penambahan berat agregat kasar.
2.6. PEMERIKSAAN SPECIFIC GRAVTY & PENYERAPAN AGREGAT
HALUS
1. Tujuan Percobaan
Menentukan berat jenis (bulk), berat jenis semu (apparent) dan
penyerapan (absorbtion) dari agregat halus menurut prosedur ASTM C128.
Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besarnya komposisi volume agregat
dalam adukan beton.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.5 gram yang mempunyai kapasitas
minimum 1 kg
b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
c. Cetakan kerucut pasir
3. Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1000 gram. Contoh diperoleh
dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan.
4. Prosedur Praktikum
a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering
dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.
b. Sebagian dari contoh dimasukkan pada “ metal sand coid mold “, benda
uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan adalah
25 kali. Kondisi SSD contoh diperoleh, jika cetakan diangkat, butiran-
butiran pasir longsor / runtuh.
c. Contoh agregat halus seberat 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer.
Isilah piknometer dengan air sampai 90 % penuh. Bebaskan gelembung-
gelembung udara dengan cara menggoyang-goyangkan piknometer.
Rendamlah piknometer dengan suhu air (73.4 ± 3)oF selama 24 jam.
Timbang berat piknometer yang berisi contoh dan air.
d. Pisahkan contoh benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu (213
± 230)oF. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.
e. Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas
kalibrasi pada temeperatur (73.4 ± 3)oF dengan ketelitian 0.1 gram.
E
Apparent Spec. Gravity = 2,54 2,50
B D C
E
Bulk Spee. Kondisi SSD = 2,67 2,62
E D C
E
Bulk Spee. Kondisi SSD = 2,59 2,54
B D C
BE
Persentase absorsi air = 100 % 1,83% 1,83%
E
RATA-RATA
Apparent Specific Gravity 2,52
Bulk Spec. Kondisi Kering 2,64
Bulk Spec. Kondisi SSD 2,56
Persentase Absorbsi Air 1,83 %
6. Kesimpulan
Pada percobaan ini, berat contoh didalam air tidak dapat diukur langsung
karena agregat halus mudah larut dalam air, sehingga berat yang terukur akan
lebih kecil dari yang sebenarnya. Pengukuran tidak langsung dilakukan
dengan cara memasukkan pasir kondisi SSD ke dalam piknometer yang berisi
air. Berat Piknometer dan air diketehui sehingga berat agregat dalam air dapat
dicari. Nilai specific gravity harus digunakan untuk mencari berat agregat
halus kondisi SSI dalam suatu adukan beton.
BAB III
AGREGAT KASAR
1. Tujuan Percobaan
Menentukan berat isi agregat kasar sebagai perbandingan antara berat
material kering dengan volumenya.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % berat contoh
b. Talam dengan kapasitas yang besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 13 mm, panjang 60 cm, yang ujungnya bulat,
terbuat dari baja tahan karat.
d. Mistar perata
e. Skop
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegan.
3. Bahan-Bahan
Agregat Kasar (koral)
4. Prosedur Praktikum
Masukkan agregat kedalam talam sekurang-kurangnya sebanyak
kapasistas wadah. Keringkan di oven dengan suhu (110 ± 5) oC sampai berat
menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
5. Perhitungan
W 1 kg
Berat Isi Agregat 3
V m
Dimana:
V = isi wadah (dm3)
6. Data Percobaan
OBSERVASI I
No Perhitungan Padat Gembur
A Volume wadah 9,435 ltr 9,435 ltr
B Berat wadah 8,411 kg 8,411 kg
C Berat wadah dan benda uji 22,540 kg 20,690 kg
D Berat wadah benda uji (C – D) 14,129 kg 12,279 kg
E Berat volume (D/A) 1,497 kg/ltr 1,30 kg/ltr
OBSERVASI II
No Perhitungan Padat Gembur
A Volume wadah 9,435 ltr 9,435 ltr
B Berat wadah 8,411 kg 8,411 kg
C Berat wadah dan benda uji 22,550 kg 22,180 kg
D Berat wadah benda uji (C – D) 14,139 kg 13,769 kg
E Berat volume (D/A) 1,498 kg/ltr 1,459 kg/ltr
( D / A) I ( D / A) II 1,3 1,459
Kondisi Gembur 1,3795 kg
2 2 ltr
7. Kesimpulan
Pada saat penuangan agregat kedalam wadah dapat terjadi pemisahan
butiran, butir yang kasar akan jatuh terlebih dahulu sedangkan butir yang
halus akan jatuh keluar wadah. Hali ini akan menyebabkan volume agregat
kasar akan berkurang. Jadi untuk menghindarinya penuangan dilakukan
sedekat mungkin dengan wadah.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan pembagian butiran (gradasi) agregat. Data distribusi butiran
pada agregat diperlukan dalam perencanaan adukan beton. Pelaksanaan
penentuan gradasi ini dilakukan pada agregat kasar. Alat yang digunakan
adalah seprengkat saringan dengan ukuran jari-jari tertentu.
2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0.2 % dari berat benda uji
b. Seperangkat saringan dengan ukuran
No.50 0.3
No.100 0.15
No.200 0.075
3. Bahan
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempatan.
Berat dari contoh yang disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter
agregat kasar yang digunakan, seperti diuraikan dari table perangkat saringan.
4. Prosedur Praktikum
c. Benda uji dikeringkan didalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai
berat.
d. Contoh dicurahkan pada perangkat saringan. Susunan saringan dimulai
dari saringan paling besar ditetapkan paling atas. Perangkat saringan
diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit.
5. Data Percobaan
Berat Contoh : 2500 gram
Ukuran Berat Jumlah Persentase Persentase Spec
Saringan Tertahan Berat Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) Tertahan Kumulatif Kumulatif C33 - 93
38.00 0 0 0 100 100
6. Kesimpulan
Dari gambar kurva menunjukkan agregat kasar, persentase, lolos
kumulatif yang diperoleh terletak diantara batas yang ditentukan. Berarti
agregat kasar dapat digunakan.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar agregat
adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam agregat degan
berat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi
tekanan air untuk beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat lapangan.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % dari berat contoh
b. Oven yang suhunya dapat diatur sampai (110 ± 5)oC
3. Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum, dengan
batasan sebagai berikut :
Ukuran Maksimum :
4. Prosedur Praktikum
a. Timbang dan catat berat talam (W1)
b. Masukkan benda uji ke dalam talam, dan kemudian berat talam + benda
uji ditimbang, kemudian catat beratnya (W2)
c. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1)
d. Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110 ±
5)oC sampai mencapai berat tetap.
e. Setalah kering, contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam
(W4)
f. Hitung berat benda uji kering (W5= W4– W1)
W3 W5
Kadar Air Agregat 100 %
W3
Dimana :
W3 = Berat contoh semula (gram)
W5 = Berat contoh kering (gram)
OBSERVASI I
A. Berat Wadah = 222 gram
B. Berat wadah + Benda uji (sebelum di oven) = 2722 gram
C. Berat wadah + Benda uji (sesudah di oven) = 2705 gram
D. Berat Benda Uji (B – A) = 2500 gram
E. Berat Benda Uji kering (setelah di oven) = 2483 gram
OBSERVASI II
A. Berat Wadah = 216,76 gram
B. Berat wadah + Benda uji (sebelum di oven) = 2716,76 gram
C. Berat wadah + Benda uji (sesudah di oven) = 2697 gram
D. Berat Benda Uji (B – A) = 2500 gram
E. Berat Benda Uji kering (setelah di oven) = 2480,24 gram
6. Kesimpulan
Penyerapan air kondisi SSD agregat kasar lebih kecil dari kadar air asli
agregat kasar, maka penambahan air adukan dari kondisi agregat kasar ini
mengandung arti adanya penggunaan jumlah air yang kurang dibandingkan
dengan kondisi kering muka.
1. Tujuan Percobaan
Menentukan berat jenis (bulk), berat jenis semu (apparent) dan
penyerapan (absorbtion) dari agregat halus menurut prosedur ASTM C128.
Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besarnya komposisi volume agregat
dalam adukan beton.
2. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0.5 gram yang mempunyai kapasitas
minimum 5 kg
b. Keranjang besi berdiameter 203.2 mm (8”) dan tinggi 63.5 mm (2.5”)
c. Alat penggantung keranjang
d. Oven
e. Handuk
3. Bahan
Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan kering muka
(SSD = Surface Saturate Dry). Contoh diperoleh dari bahan yang diproses
melalui alat pemisah atau cara perempatan. Butiran agregat lolos saringan
No.4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.
4. Prosedur Praktikum
a. Benda uji direndam selama 24 jam.
b. Bendan uji dikering mukakan (kondisi SSD) dengan menggulung handuk
pada butiran agregat
c. Timbang contoh. Hitung berat conton kondisi SSD (A)
d. Contoh benda uji dimasukkan ke keranjang dan direndam kembali di
dalam air. Temperatur air di jaga (73.4 ± 3) oF, dan kemudian ditimbang,
setelah dikeranjang digoyang-goyangkan dalam air untuk melepaskan
udara yang terperangkap. Hitung berat contoh kondisi jenuh (B)
e. Contoh dikeringkan pada temperatur (212 ± 130)oF, setalah didinginkan,
kemudian ditimbang. Hitung berat contoh kondisi kering ©>
RATA-RATA
Apparent Specific Gravity 2,42
Bulk Spec. Kondisi Kering 2,71
Bulk Spec. Kondisi SSD 2,52
6. Kesimpulan
Pada percobaan ini, berat contoh didalam air tidak dapat diukur langsung
karena agregat halus mudah larut dalam air, sehingga berat yang terukur akan
lebih kecil dari yang sebenarnya. Pengukuran tidak langsung dilakukan
dengan cara memasukkan pasir kondisi SSD ke dalam piknometer yang berisi
air. Berat Piknometer dan air diketehui sehingga berat agregat dalam air dapat
dicari. Nilai specific gravity harus digunakan untuk mencari berat agregat
halus kondisi SSI dalam suatu adukan beton.
BAB IV
BETON
1. Tujuan Percobaan
Untuk menentukan komposit/unsur beton basah dengan ketentuan kekuatan
tekan karakteristik dari slump rencana.
2. Peralatan
a. Timbangan
b. Peralatan pembuatan adukan
Wadah
Sendok semen
Peralatan pengukur slump
Peralatan pengukuran berat volume
3. Bahan
Unsur beton :
Air
Semen
Agregat halus
Agregat kasar
Yang telah memenuhi syarat/ketentuan
4. Prosedur Praktikum
Adapun langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton normal yaitu:
1. Ambil kuat tekan beton yang disyaratkan pada umur tertentu
2. Hitung deviasi standart
3. Hitung nilai tambah
j. Buatlah benda uji silinder atau kubus sesuai dengan petunjuk. Jumlah benda
uji di tetapkan berdasarkan volume adukan
k. Lakuakn pencatatan hal-hal yang menyimpang dari perencanaan, terutama
pemakaian jumlah air dan nilai slump
2. Peralatan
a. Cetakan berupa kerucut terpancung dengan diameter bagian bawah 20
cm, bagian atas 10 cm dan tinggi 30 cm. Bagian atas dan bawah cetakan
terbuka.
b. Tongkat pemadat dengan diameter 16 cm, panjang 60 cm. Ujung di
bulatkan dan sebaiknya bahan tongkat dibuat dari baja tahan karat
c. Pelat liogam dengan permukaan rata dan kedap air
d. Sendok cekung
3. Bahan
Contoh beton segar sesuai dengan isi cetakan
4. Prosedur Praktikum
a. Cetakan dan pelat dibasahi dengan kain basah
b. Letakkan cetakan diatas pelat
c. Isilah cetakan sampai penuh dengan beton segar dalam 3 lapis. Tiap
lapis kira-kira 1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat
pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Tongkat pemadat
harus masuk tepat sampai lapisan bawah tiap-tiap lapisan. Pada lapisan
pertama, penusukan bagian tepi dilakukan dengan tongkat dimiringkan
sesuai kemiringan didnding cetakan.
d. Setalah selesai pemadatan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat,
tunggu selama setengah menit, dan dalam jangka waktu itu semua
kelebihan beton segar sekitar cetakan harus dibersihkan
e. Cetakan diangkat berlahan-lahan tegak lurus keatas
f. Balikkan cetakan dan letakkan disamping benda uji
g. Ukurlah slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi
cetakan dengan tinggi rata-rata benda uji
5. Perhitungan
Jadi dari kedua observasi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai SLUMP
yang diperoleh 14 cm, diluar batas toleransi yang diizinkan antara 7,5 – 10
cm
7. Kesimpulan
1. Tujuan Percobaan
Menentukan berat isi beton. Berat isi beton per sataun isi
2. Peralatan
a. Timbang dengan ketelitian 0.3 % dari berat contoh
b. Tongkat pemadat, dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm, ujung
dibulatkan dan sebaiknay terbuat dari baja tahan karat
c. Alat perata
d. Takaran dengan kapasitas 0,0053 m3
3. Bahan-Bahan
Contoh Beton segar
4. Prosedur Praktikum
a. Timbang dan catat berat takaran (W1)
5. Perhitungan
Berat isi beton = W2 – W1 / V
Dimana
W1 = Berat takaran
W2 = Berat takaran + beton
V = Volume takaran (m3)
BAB 5
KESIMPULAN UMUM
1. Periksa Agregat
Kualitas agregat merupakan hal yang sangat penting karena kurang lebih
60% - 80% bagian dari volume beton yang terdiri dari padanya. Agregat tidak
hanya dapat membatasi kekuatan beton tetapi sifat-sifat agregat juga
mempengaruhi ketahanan dan perilaku beton.
Agregat pertama-tama ditambalkan pada adukan beton untuk
memperbesar volumenya. Tetapi ternyata sifatnya juga dapat menambah atau
memperbaiki stabilitas dan ketahanan semen dalam adukan. Dari segi
ekonomisnya akan lebih menguntungkan untuk memakai adukan dengan
kandungan agregat sebanyak mungkin dan sedikit mungkin semen didalamnya.
Tetapi tetap harus dipertimbangkan sifat dari beton yang diinginkan dalam
keadaan basah dan keringnya.
Agregat alam akan dihasilkan melalui proses penuaan dan pengikisan,
atau dengan memecah batu agregat yang lebih besar. Jadi sifatnya akan
bergantung pada sifat induk batunya, misalnya komposisi kimia dan
mineralnya, gravitasi spesifik, kekerasan, kekuatan, kestabilan kimia dan
fisiknya, struktur pori-porinya, warna dan lain sebagainya. Tetapi ada juga sifat-
sifat pada agregat yang tidak terdapat pada batu induknya, yaitu bentuk partikal
dan ukurannya, tekstur permukaan dan sifat masih segaratau sudah keras.
Walaupun semua sifat tersebut sudah diketahui, masih sangat sukar
untuk mendefinisikan agregat yang baik untuk membuat adukan beton. Agregat
yang sifat-sifatnya baik akan menghasilkan beton yang sangat bagus tetapi
agregat yang tidak baguspun bisa juga. Contohnya sebuah sampel baru dapat
retak bila dibekukan tetapi bila batu tersebut tercampur dalam adukan tidak
akan mengalami retak. Pada umumnya agregat yang sifatnya tidak balok, tidak
dapat menghasilkan beton yang memuaskan, sehingga diperlukan adanya
2. Perencanaan Beton
Beton merupakan adukan antara semen, agregat halus, kasar dan air.
Dalam perencanaan campuran beton, proporsi semen, air, agregat halus dan
kasar diperoleh dari percobaan, perhitungan dan pengetesan dilaboratorium
untuk menghasilkan mutu beton yang diinginkan.
Sifat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan beton adalah sifat-sifat yang ada
pada:
1. Beton segar yang mencakup:
- Kemudahan pengerjaan
- Homogenitas
2. Beton yang keras mencakup:
- Kekuatan
- Keawetan
3. Kemudahan Pengerjaan
Kekentalan adukan beton mempengaruhi kadar proses pengangkutan,
pengecoran, pencetaka. Beton yang baik berarti mudah dikerjakan tanpa
mengalami pemisahan antara butiran agregat dan air. Sifat kemudahan ini
tergantung pada kondisi peralatan termasuk ukuran dan bentuk benda uji yang
massif, tidak untuk bentuk yang sempit dan penuh tulangan. Faktor yang
mempengaruhi kemudahan pengerjaan adukan beton:
- Jumlah relatif dari pasta dan agregatnya
- Platisitas pasta
- Gradasi agregat
- Bentuk dan sifat permukaan
Jika pasta semen dikurangi hingga tidak cukup untuk mengisi tempat kosong
diantara butir agregatnya dengan akibat aliran akan sukar terjadi, maka beton
yang terjadi akan kasar dan sukar dikerjakan.
Plastisitas adukan relative tergantung atas jumlah semen dan air, apabila jumlah
air banyak sedangkan semen sedikiy, maka pasta akan sukar terjadi ikatan
dengan agregatnya dan menyebabkan terjadinya pemisahan. Terlalu banyak
semen dan kurangnya air menyebabkan adukan kering dan sukar dicetak. Oleh
karena itu, dalam merancang adukan beton harus ditetapkan persyaratan kadar
semen minimum dan faktor air semen maksimum untuk mencapai slump
tertentu.
4. Homogenitas
Apabila butiran kasar terpisah dari campuran beton segar selama
pengangkutan, pengecoran, pemadatan yang disertai keluarnya air pada
permukaan beton maka dihasilkan beton yang kurang baik mutunya. Peristiwa
ini disebut segresi biasa dan bleeding. Terjadinya kantong-kantong batu yang
mengeras karena adukan beton yang homogen sehingga beton menjadi lemah,
permeabel dan kurang awet.
Pemisahan dari butir yang terdapat pada campuran yang heterogen
disebabkan karena pembagian butiran yang kurang seragam dan tidak kontinu.
Adanya pemisahan gradasi yang baik cara pengecoran yang baik pula. Pada
campuran yang basah pemisahaan terjadi pada waktu penempatan adukan beton
melalui corong yang terpasang miring dan beton mengalir dengan cepat.
Bleeding adalah yang ditimbulkan akibat adanya pemisahan air dari
campuran beton karena timbulnya air adukan pada permukaan beton yang
disebabkan oleh kurangnya ikatan dengan bahan dalam adukan pada waktu
pengecoran akibatnya pada adukan bagian atas akan lebih basah dari bagian
bawah menjadi porus dan menyebabkan beton lebih mudah mengalami
kerusakan.
5. Kekuatan Beton
Mutu beton ditentukan oleh kekuatan mutu beton dan dipengaruhi oleh
beberapa hal sebagai berikut:
a. Perbandingan Air Semen
Kekuatan beton pada umur dan pemeliharaan serta suhu tertentu akan
tergantung pada faktor air semen. Dalam praktek perbandingan air semen
merupakan faktor penting sedangkan jumlah air yang diperlukan sangat
tergantung pada:
- Perbandingan semen dan campuran
- Perbandingan semen dan agregat
- Gradasi, permukaan, bentuk, kekuatan, dan kekerasan dari agregat
- Besar ukuran agregat
Kadar air total adalah jumlah air yang diserap sampai keadaan tersebut
ditambah air bebas diluar pori-pori agregat.
b. Pengaruh umur beton pada kekuatan tekan
Campuran beton dengan perbandingan air semen rendah membutuhkan
waktu mengeras yang lebih cepat dibandingkan dengan campuran yang
menggunakan perbandingan air sungai tinggi. Sebagai standar umumnya
diambil kekuatan tekan relative kecil, sehingga dapat diabaikan. Kekuatan
tekan pada umur-umur yang lain dapat dikorelasikan dengna kekuatan tekan
umur 28 hari.
c. Pemeliharaan Beton
Sebelum acuan dibongkar, beton harus telah memiliki kekuatan yang cukup
guna menunjang dan menahan terhadap kerusakan mekanik selama
pembongkaran acuan. Curing sendiri sebenarnya merupakan proses
pencegahan terhadap kehilangan kadar air yang terlalu cepat dari beton.
Beton yang curingnya kurang cenderung memiliki permukaan yang porus
dan bila terkena air akan menimbulkan perbedaan warna yang besar dan
lebih cenderung terjadi adanya bubuk putih pada permukaan. Selain itu juga
mempengaruhi ketahanan dari permukaan beton.
6. Keawetan Beton
Keawetan Beton merupakan panjang waktu bagi material untuk dapat
melanjutkan pemakaiannya seperti yang telah direncanakan, walaupun terjadi
serangan-serangan dari luar baik fisik, mekanis, maupun kimia. Beton akan
memiliki keawetan yang kurang baik bila terjadi korosi pada tulang beton,
terjadi pengerutan,adanya serangan kimia, pukulan atau benturan dan tidak
stabilnya agregat sehingga menghasilkan retakan. Oleh karena itu perlu adanya
pengontrol mutu bahan dan proporsi capuran untuk mendapatkan beton yang
awet.
7. Pemeriksaan Beton
Selama masa pelaksanaan, mutu beton dan mutu pelaksanaan harus
diperiksa secara kontiyu dari hasil-hasil pemeriksaan kbkenda uji, sehingga
diperoleh cukup data untuk menunjukkan apakah suatau campuran beton
menghasilkan mutu beton seperti yang direncanakan atau tidak.
Dalam pemeriksaan beton ini, percobaan-percobaan yang dilakukan antara lain:
a. Perencanaan Beton
Mencapur bahan-bahan yang terdiri atas agregat halus, kasar semen dan air
dengan perbandingan tertentu sesuai dengan perhitungan sehingga diperoleh
adukan yang baik
b. Slump Beton
Untuk menentukan kekentalan adukan beton
c. Berat Isi Beton Segar
Untuk mengetahui perbandingan antara berat beton segar degan volumenya
d. Pembuatan Silinder Beton dan curing
Untuk mendapatkan beton yang keras dalam bentuk silinder yang akan
digunakan sebagai benda uji dalam pemeriksaan kekuatan tekan beton
e. Kekuatan beton dan berat isi beton padat
Untuk mengetahui kekuatan tekan beton dari benda uji umur 28 hari dan
untuk mengetahui perbandngan antra berat beton padat terhadap volumenya.
Pemeriksaan kekuatan tekan beton dapat dilakukan untuk dapat mengetahui
gambaran tentang mutu beton dalam waktu singkat. Kekuatan tekan beton
meningkat dengan bertambahnya umur, hingga umur 28 kenaikan kekuatan
tekan beton relatif kecil