You are on page 1of 3

Lebih Baik Pewarna Alami

KETIKA memilih makanan dan minuman, semua orang tidak mungkin dapat langsung
menentukan pilihan berdasarkan rasanya. Terkecuali mereka yang memang sudah
terbiasa mengonsumsi dan mengetahui betul rasa makanan tersebut. Umumnya yang
pertama kali diperhatikan saat memilih makanan atau minuman adalah kenampakan
visualnya, terutama warna. Tidak sedikit orang yang membeli suatu jenis makanan hanya
karena melihat warnanya yang menarik.

Rasa memang penting untuk menarik daya terima konsumen, tetapi seringkali
ditempatkan sebagai prioritas kedua, terlebih untuk produk-produk makanan dan
minuman yang tergolong baru memasuki pasaran.

Di kalangan anak-anak, warna jelas menjadi daya tarik paling utama di samping bentuk
dan kemasan. Mereka bahkan terkadang tidak memedulikan bagaimana rasa makanan
atau minuman yang ingin mereka beli. Selama warna, bentuk, dan kemasannya menarik,
mereka pasti merengek pada orang tuanya untuk membelikan makanan atau minuman
tersebut.

Yang menjadi permasalahan dan patut dipertanyakan adalah: apakah warna makanan atau
minuman yang menarik itu sudah pasti aman? Apakah zat pewarna yang digunakan alami
atau buatan (sintetis)?

Bila yang digunakan adalah pewarna alami tidaklah bermasalah, namun bila sintetis
apakah jenis pewarna itu termasuk jenis yang diizinkan untuk produk makanan atau
minuman. Dan apakah dosisnya tidak melebihi batas yang diperkenankan?

Karena undang-undang penggunaan zat pewarna di Indonesia belum diterapkan secara


tegas, maka terdapat kecenderungan terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna
untuk produk makanan dan minuman. Misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit
dipakai untuk mewarnai makanan atau minuman.

Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat
pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan ini sebagian besar disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk bahan makanan atau
minuman, atau tidak adanya penjelasan rinci dalam label yang melarang penggunaan zat
pewarna tertentu untuk bahan pangan. Faktor lain adalah harga zat pewarna untuk tekstil
yang jauh lebih murah dibanding harga zat pewarna makanan. Harga zat pewarna
makanan memang relatif lebih tinggi karena bea masuknya jauh lebih tinggi dari pada
bea masuk zat pewarna nonpangan.

Umumnya makanan atau minuman dapat memiliki warna karena lima hal:

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, sebagai contoh klorofil
yang memberi warna hijau, karoten yang memberi warna jingga sampai merah, dan
mioglobin yang memberi warna merah pada daging.
2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan
warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada roti
bakar.

3. Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula
pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang disimpan
lama.

4. Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam,
misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong dan
dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya kontak
dengan oksigen.

5. Penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Zat warna sintetik termasuk ke
dalam zat adiktif atau bahan tambahan makanan (BTM) yang penggunaannya tidak bisa
sembarangan.

Zat pewarna makanan untuk makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu certified color
dan uncertified color.

Uncertified color merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral. Penggunaan zat warna jenis ini bebas
dari sertifikasi. Contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan pada bahan makanan
adalah:

- Karoten yang menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk
mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin.

- Biksin yang memberikan warna kuning mentega sampai kuning buah persik. Biksin
diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis. Biksin sering
digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing.

- Karamel, berwarna cokelat gelap hasil dari pemanasan terkontrol molase, hidrolisis
(pemecahan) zat pati, dekstrosa, gula pasir, laktosa, sirup malt, dan gula invert. Karamel
tediri dari tiga jenis; karamel tahan asam yang digunakan untuk minuman berkarbonat
(misalnya soda); karamel cair untuk roti, biskuit, dan cake; serta karamel kering.

- Titanium oksida, berwarna putih dan bisa memberikan kesan warna opaque.

- Chocineal, diperoleh dari hewan Coccus cacti betina yang dikeringkan (hewan ini hidup
pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan Amerika Selatan), bisa memberikan warna
merah.

- Karmin, diperoleh dengan cara mengekstraksi asam karminat dan dilapisi alumunium.
Biasa digunakan untuk melapisi bahan berprotein, berwarna merah jambu.
Uncertified color atau pewarna sintetis tidak dapat digunakan sembarangan. Di negara
maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum
digunakan pada bahan makanan. Di Indonesia peraturan peggunaan zat pewarna sintetik
baru dibuat pada tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73,
sedangkan di Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetis sudah dikeluarkan sejak
tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food and Drug Act (FDA) yang mengizinkan
penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetis, yaitu orange no. 1, erythrosin, ponceau
3R, amaranth, indigotine, napthol-yellow, dan light green.

Sejak itu banyak pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan
setelah mengalamai berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1938 FDA disempurnakan
menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). Sejak itu zat pewarna sintetis dibagi
menjadi tiga kelompok: FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik; D &
C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk makanan; dan Ext D &
C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang
dibatasi.

Sistem penomoran zat pewarna sintetis pun mulai diterapkan, misalnya amaranth menjadi
FD & C Red no. 2.

Contoh pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan: FD & C Red No. 2,
FD & C Yellow No. 5 (Tartrazine), FD & C Yellow No 6 (Sunset Yellow), FD & C Red
No 4 (Panceau SX), FD & C Blue No. 1 (Brilliant Blue), FD & C Green No. 3 (Fast
Green), dll. (Handri/berbagai sumber)***

You might also like