You are on page 1of 4

Pemanis Sintetik, Amankah?

SIAPA yang tidak suka rasa manis? Rasa manis terbukti menjadi kegemaran manusia
sejak dulu. Bagian yang mempunyai rasa manis sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk memperkaya citarasa. Dulu, untuk menghasilkan rasa manis, orang biasa
menambahkan gula. Tapi, kini pemanis ada banyak macam. Salah satunya adalah
pemanis nonkalori atau pemanis sintetik. Orang lebih mengenalnya dengan nama
pemanis buatan.

Pemanis sintetik merupakan zat yang dapat


menimbulkan rasa manis atau dapat meningkatkan rasa manis, sedangkan kalori yang
dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis sintetik mempunyai senyawa
kimia yang mempunyai rasa manis. Tetapi, pada tingkat kemanisan yang sama dengan
gula, pemanis sintetik hanya mengandung 2 persen kandungan kalori gula. Artinya,
kandungan kalorinya jauh lebih rendah daripada gula. Tingkat kemanisan pemanis
sintetik berkisar 50 – 3.000 kali lebih tinggi dari gula.

Bagi penderita diabetes

Dalam industri pangan, pemakaian pemanis sintetik sangat menguntungkan karena


konsumsi dalam jumlah kecil menghasilkan rasa manis yang tinggi. Untuk konsumsi
sehari-hari terdapat juga dalam kemasan siap pakai untuk satu cangkir minuman dikenal
dengan sebutan table-top sweetener.

Selain keuntungan ekonomis, pemanis sintetik tidak menimbulkan kerusakan gigi. Gula
biasanya diubah menjadi asam oleh mikroba mulut. Pada beberapa macam pemanis
sintetik terdapat rasa pahit setelah ditelan seperti pada sakarin, steviosida, dan
neohesperidin DC. Rasa pahit ini disebabkan karena struktur kimia dari pemanis sintetik,
di mana rasa pahit akan selalu menyertai rasa manis. Untuk mengurangi hal tersebut,
biasanya pemanis dijual dalam bentuk kombinasi dengan pemanis lain. Misalnya sakarin
dijual dalam campuran siklamat atau steviosida dengan gula sukrosa.

Penggunaan pemanis sintetik ini biasanya dipakai bagi penderita diabetes atau penyakit
lainnya. Tujuannya agar konsumsi karbohidrat dan kalori dapat dikontrol dengan baik.
Penderita diabetes biasanya harus menghindari konsumsi glukosa dan sukrosa karena
keduanya dapat menaikkan gula dalam darah. Dengan mengganti gula dengan pemanis
nonkalori, penderita diabetes dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi yang lain dengan
aman. Selain untuk penderita diabetes, ternyata dalam perkembangannya pemanis sintetik
digunakan untuk menurunkan berat badan (diet), kegemukan, dan menghindari kerusakan
gigi.

Permasalahan lain yang muncul dengan menjamurnya restoran fast food adalah obesitas
atau kegemukan, yang sering dihubungkan dengan tekanan darah tinggi, penyakit jantung
koroner, dan kenaikan kolesterol dalam darah. Ternyata dengan pemanis sintetik,
makanan tetap dapat enak disantap dengan kalori yang rendah. Dalam penelitian
dibuktikan, penggantian 100 gram gula pasir per hari dengan pemanis sintetik dapat
mengurangi komsumsi 400 kalori per hari. Di negara-negara maju pemanis sintetik
sangat disukai terutama untuk mencegah kerusakan gigi.

Beberapa jenis

Sebagian besar sumber rasa manis diperoleh dari pemanis berkalori yang tergolong dalam
karbohidrat. Jenis-jenisnya antara lain gula (sukrosa), yang merupakan penyumbang rasa
manis yang terbesar di dunia. Selain pemanis berkalori, sejak seabad lalu mulai
diperkenalkan pemanis sintetik yang dikenal dengan sakarin.

Sekarang ini ada beberapa jenis pemanis sintetik seperti siklamat, aspartam, asesulfam K,
taumatin, neophesperidin DC, monelin, glisirizin, neotam, dan lain-lain. Dari jenis-jenis
tersebut hanya beberapa yang boleh diproduksi, sedangkan yang lainnya masih dalam
penelitian. Yang sekarang banyak di pasaran adalah siklamat, sakarin, aspartam, neotam,
dan steviosa.

Siklamat adalah garam natrium dan kalsium siklamat yang mempunyai kemanisan 30 kali
lebih tinggi dari gula. Siklamat sangat disukai karena rasanya yang murni tanpa cita rasa
tambahan. Kelebihan lainnya, siklamat mampu memberi tingkat kemanisan lebih tinggi
jika dicampur dengan sakarin, sekaligus menutupi rasa pahit sakarin. Sedangkan sakarin
merupakan pemanis sintetik yang paling banyak dipakai dalam bahan makanan.
Perpaduan garam natrium dan kalsium sakarin ini pada konsentrasi 10 persen dalam
larutan mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih tinggi daripada gula. Namun,
sakarin mempunyai rasa tambahan sedikit pahit. Oleh karena itu, dalam pemakaiannya
sering dicampur siklamat.

Aspartam secara perlahan akan menggantikan sakarin. Pertama kali ditemukan oleh
James Schslatte pada tahun 1965 sebagai hasil percobaan yang gagal. Aspartam yang
kemanisannya 200 kali dari gula tidak mempunyai rasa tambahan. Secara kimia,
aspartam merupakan campuran dua asam amino alami yaitu asam aspartat dan
fenilalanin. Namun, aspartam dapat dibuat secara sintetis di laboratorium.

Dari segi gizi, aspartam dapat diurai oleh tubuh menjadi kedua asam amino tersebut dan
termasuk pemanis nutritif. Hanya, aspartam tidak tahan suhu tinggi, karena pada suhu
tinggi aspartam terurai menjadi senyawa yang disebut diketopiperazin yang meskipun
tidak berbahaya bagi tubuh, tetapi tidak lagi manis. Karena itu, aspartam tidak dipakai
dalam produk bakery dan dipakai hanya untuk minuman, es krim, dan yoghurt. Jika
dicerna secara normal oleh tubuh, aspartam akan menghasilkan asam aspartat dan
fenilalanin. Dengan demikian, aman untuk dikonsumsi.

Namum, untuk penderita penyakit keturunan phenyketonurea (PKU), akumulasi


fenilalanin bisa menyebabkan kerusakan pada otak karena tidak dapat mencerna
aspartam. Aspartam dapat menumpuk dalam darah dan meracuni penderita PKU.
Biasanya, dalam label dicantumkan peringatan untuk penderita PKU. PKU adalah
penyakit yang disebabkan ketiadaan enzim yang diperlukan untuk mengurai fenilalanin
(yang merupakan asam amino).

Sebagian besar pemanis sintetik merupakan senyawa sintetis yang dibuat secara kimiawi
atau dari bahan alami tetapi mengalami pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan rasa
manis yang diinginkan. Namun, ada juga pemanis sintetik yang diekstrak dari bahan
alami, antara lain steviosida dan taumatin. Steviosida diolah dari daun stevia, sedangkan
taumatin dari buah katemfe yang tumbuh di Afrika Barat.

Pedoman tingkat mutu

Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat mutu pemanis
sintetik antara lain dari bentuknya. Pemanis sintetik tidak berwarna, tidak berbau, dan
memiliki rasa manis yang sama dengan gula, namun rasa manisnya tidak tahan lama.

Dari segi kimia, pemanis sintetik harus dapat larut dalam air dan mudah dipadukan
dengan berbagai senyawa kimia. Jika diolah dalam teknologi tinggi, pemanis sintetik
tahan terhadap suhu tinggi (pemanasan, penggorengan, perebusan, pemanggangan), dan
suhu rendah (pendinginan dan pembekuan). Selain itu, juga tahan terhadap asam dan
cahaya.

Yang tak kalah penting adalah keamanan pemanis sintetik. Pemanis sintetik harus tidak
beracun, dapat dicerna secara baik oleh tubuh dan dapat dikeluarkan dari tubuh secara
utuh hingga tidak menimbulkan efek samping. Yang perlu diingat, pemanis sintetik
bersifat aman jika dikonsumsi sesuai dengan petunjuk label. Efek samping akan muncul
jika pemanis sintetik dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan.

Biasanya, pada tiap bahan pemanis sintetik terdapat nilai konsumsi per hari yang
diizinkan atau lebih dikenal dengan ADI (allowed daily intake). Misalnya konsumsi
sakarin, untuk orang dewasa 0 – 5 mg/kg berat badan, sedangkan siklamat 0 – 50 mg/kg
berat badan. Jadi, seseorang dengan berat badan 55 kg dapat mengkonsumsi sakarin
maksimal 275 mg. Sedangkan untuk konsumsi anak-anak biasanya lebih rendah dari
orang dewasa yaitu nilai konsumsi yang diizinkan dewasa dibagi 2,5.

Dari uraian di atas, dapat disimpulan bahwa pemanis sintetik yang sudah diizinkan dan
beredar di pasaran jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup rendah tidak akan
mempunyai efek samping yang tinggi.***

Dr. Yusep Ikrawan,


Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/14/cakrawala/utama01.htm

You might also like