Professional Documents
Culture Documents
BAG 1
Karya : Ahmad Osman
Kata Pengantar
Pada pertengahan abad 20, sekitar setengah abad yang lalu, terdapat dua
penemuan arkeologi yang menggemparkan bagi dunia Kristen. Pertama, penemuan
teks Injil Thomas di Nag Hamadi-Mesir pada tahun 1945. Dua tahun setelahnya,
1957, terjadi penemuan kedua berupa gulungan manuskrip di Qumran dekat Laut
Mati, yang kemudian dikenal dengan Gulungan Laut Mati (the Dead Sea Scrolls).1
Bagi sebagian orang, dua peristiwa besar ini -juga penemuan-penemuan arkeologis
lain yang berkaitan-, terkadang disikapi sebagai peristiwa biasa yang menghiasi
majalah dan koran-koran di Barat -di Indonesia informasi tentang hal ini amatlah
jarang ditemukan-. Namun jika kita mengikuti perintah Allah dalam al-Qur'an agar
kita selalu melihat dan merenungkan kejadian di dunia ini, maka dua penemuan itu
menjadi hal yang sangat luar biasa, apalagi bagi para pengkaji agama, khususnya
bagi mereka yang getol menyuarakan paham pluralisme agama. Sebab dua
penemuan tersebut tidaklah berhenti sebatas penemuan arkeologi, namun
berlanjut pada kajian-kajian yang berpengaruh terhadap mainstream kehidupan
beragama bagi pemeluk agama tertentu (Kristiani) yang pada gilirannya
mempengaruhi hubungan antar agama, khususnya pada kedekatan pemahaman
teologis.
Al Masih putera Maryam hanyalah seorang Rasul yang se.sungguhnya telah berlalu
sebelumnya beherapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-
keduanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan
kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanrla kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah
bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (QS .Al-
Maidah 75).
Bagi umat Kristiani yang mungkin tidak meyakini kebenaran al-Qur'an, terdapat
dalam Injil Thomas satu pernyataan Yesus sebagai berikut:
Jesus said, "Know what is in front of your face, and what is hidden from you will be
disclosed to you. For there is nothing hidden that will not be revealed. Jesus
mengatakan, "Ketahuilah, apa yang ada dihadapanmu, dan apa yang tersembunyi
darimu akan dibuka untukmu. Sebab tidak ada sesuatu yang tersemhunyi kecuali
akan dijelaskan. Thome 5:23
Makna dari pernyataan Yesus/Isa As, di atas juga sejalan dengan yang ada pada Injil
Lukas 12:2, Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yanq tidak akan dibuka dan tidak
ada sesuatu pun yanq tersembunyi yanq tidak akan diketahui. Juga pada Markus
4:22.
Tanpa berani memastikan bahwa penemuan tersebut merupakan bukti dari janji
Allah, namun sebagai seorang Muslim yang diajari al-Qur'an untuk mengkaji segala
yang terjadi, kita patut meneliti dan mencari hikmah apa dibalik penemuan dari
benda-benda yang sudah terkubur selama ± 2000 tahun.
Jika kita melihat perkembang sain dan tekhnologi masa kini, di mana rasionalitas
ditempatkan di urutan pertama oleh dunia barat yang telah lelah dengan keimanan
kepada dogma Gereja. Maka penelitian arkeologis dapat sepenuhnya dilakukan
tanpa direcoki oleh Gereja, seperti yang pernah dilakukan terhadap Galeleo pada
masa dulu. Apalagi bahwa penelitian arkeologi pada masa kini dilengkapi dengan
ilmu¬ilmu lain yang berbasis teknologi tinggi, seperti analisa DNA, carbon dating
(untuk mengetahui masa per menit dari sampel yang dikaji), Satelit (untuk melihat
outline dari daerah lokasi penemuan), serta tes kimia.4
Adalah hikmah dari yang Maha Mengetahui, jika penemuan itu terjadi pada masa
sekarang, masa dimana manusia telah siap menerima penyingkapan tabir baik
secara mental (obyektifitas berdasarkan sain dan bukan kepentingan kelompok
agama) serta kemampuan manusia dalam memahami penyingkapan tersebut
berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki. Sebab, -mungkin- jika
ditemukan pada masa-masa dulu, "kepentingan" dan "ketidakmampuan"-lah yang
berbicara, maka manuskrip-manuskrip itu hanya tersimpan dan mungkin tidak akan
diketahui oleh umum, atau hilang lagi entah kemana. Hal yang sama telah terjadi
pada Injil Barnabas yang oleh kalangan Gereja dianggap sebagai hasil bikinan
seorang Muslim di [tali, sehingga kita tidak tahu apakah Injil Barnabas tersebut asli
atau bukan, ia menjadi kurang bermakna -bisa disebut hilang- karena kehilangan
otentisitasnya.5 Namun demikian, proses pengkajian Gulungan Laut Mati oleh para
peneliti dari satu institusi agama dan pemerintah tertentu, telah menodai semangat
keilmiahan sebagaimana yang diharapkan oleh para pemerhati, seperti yang
diungkap dalam buku ini. Namun yang sedikit itupun telah mampu membawa
perubahan.