Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Bajora Rahman (0706291211)
Erika (0706291243)
Hani Sulastri (0706291294)
Jurusan Hubungan Internasional
Page | 0
BAB I
PENDAHULUAN
1
Lihat Simon Saragih, ―Musuh Kemiskinan Itu adalah Nurani‖, Kompas, edisi Minggu, 07 Agustus 2005.
2
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Pengurangan Kemiskinan dan Kelaparan
sebagai Agenda Utama Pembaruan Desa. http://www.forumdesa.org/makalah/renstra/kelaparan.pdf, diakses
pada 11 Maret 2010, pukul 23.47.
3
Ibid
4
Lihat ―SBY Membuka Pertemuan Regional MDGs 2015, Asia Pasifik Bebas dari Kemiskinan‖, Pikiran Rakyat,
edisi Kamis, 04 Agustus 2005.
Page | 1
HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya, serta Menjamin Kelestarian Lingkungan
Hidup dan Menjalin Kemitraan Global untuk Pembangunan.5
Di Indonesia sendiri, realitas kemiskinan masih sangat besar jumlahnya. Penduduk
miskin Indonesia tahun 1996 berjumlah 22,5 juta (11,3 persen). Krisis ekonomi tahun 1997
membuat jumlah penduduk miskin meningkat hingga 49,5 juta (24,2 persen). Saat deklarasi
MDGs diluncurkan tahun 2000, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,3 juta
(sekitar 19 persen). Tahun 2001, jumlah penduduk miskin sedikit turun menjadi 37,1 juta.6
Meskipun diklaim terus mengalami penurunan, kenyataannya kasus kemiskinan di Indonesia
masih sangat tinggi, yaitu mencapai sekitar 37 juta atau 16,6% dari total penduduk.7
Jika ditelusuri lebih lanjut, maka masalah kemiskinan ini sebenarnya sangat terkait
dengan kebijakan ekonomi yang tidak mampu menggalang sektor riil bertumbuh lebih tinggi
dan lebih banyak menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
tidak atau jauh dari memadai jika tidak hendak dikatakan gagal.8 Akibatnya kesempatan kerja
tidak terbuka luas dan kasus pengangguran masih sangat tinggi. Di Indonesia sendiri, tingkat
pengangguran masih di atas 10 juta orang, yang berarti dua setengah kali dari kondisi normal.
Itu artinya ekonomi masih sakit meskipun perekonomian bertumbuh lebih 6 persen.9
Masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia membuktikan
ketidakmampuan pemerintah dalam melaksanakan target-target MDGs. Adapun upaya
pengurangan kemiskinan memang membutuhkan inisiatif global, tetapi tidak akan efektif jika
masalah kemiskinan itu sendiri tidak dipahami dengan benar oleh para pembuat kebijakan. 10 Di
sinilah peran Civil Society Organization (CSO, atau lebih dikenal dengan Non Government
Organization/NGO) mulai terlihat. Kampanye nasional untuk mewujudkan target-target MDGs
memerlukan kerja sama dari pemerintah, media, dan NGO.11 Keberadaan aktor NGO lantas
menjadi penting karena aktor inilah yang paling dekat dengan masyarakat. Cara kerja NGO
yang dimulai dari grass roots menjadikan NGO lebih memahami kondisi dan realita yang terjadi
di masyarakat sebab dibanding pemerintah, NGO tentunya dapat lebih memahami apa yang
sebenarnya dibutuhkan masyarakat.
5
Kiki Safitri, MDGs Fokus Reduksi Kemiskinan. Waspada Online, edisi 27 Januari 2010.
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85333:mdgs-fokus-reduksi-kemis
kinan&catid=77:fokusutama&Itemid=131, diakses pada 11 Maret 2010, pukul 23.34.
6
Gunawan Sumodiningrat, ―MDGs dan Indonesia‖. Kompas, edisi 6 Agustus 2005.
7
Didik J. Rachbini, Kemiskinan dan MDGs. Rakyat Merdeka Online, edisi 14 Desember 2007,
http://www.rakyatmerdeka.co.id/index.php?pilih=lihat5&id=141,, diakses pada 11 maret 2010, pukul 23.23.
8
Ibid
9
Didik J. Rachbini, op.cit.
10
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, loc.cit.
11
Target MDGs Indonesia, Why Do We Need the Target MDGs Programme. http://www.targetmdgs.org/index.
php?option=com_content&task=view&id=751&Itemid=36&lang=en, diakses pada 11 Maret 2010, pukul 23.30.
Page | 2
1.2. Pertanyaan Permasalahan
Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan: Bagaimana peran HOPE
Indonesia dalam mengurangi isu kemiskinan di Indonesia dalam program “Sustained Life
Through Change in Nias” yang dijalankan HOPE Worldwide Indonesia pada periode
2005-2008?
12
Andre Bayo Ala, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. (Yogyakarta: Liberty, 1981).
Page | 3
Pada konsep ini, ukuran kemiskinan dilihat dari besarnya ketimpangan hidup antara orang
yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah. Menurut Kincaid,
semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan miskin mengakibatkan
jumlah penduduk yang selalu miskin menjadi semakin besar.13
Menurut Bappenas, penyebab kemiskinan yang terjadi di masyarakat Indonesia antara lain14:
a. Budaya di masyarakat yang cenderung boros (contoh: hajatan, tradisi-tradisi yang
memberatkan masyarakat);
b. Sumber Daya Manusia yang masih rendah. Rata-rata penduduk miskin di Indonesia
hanya berpendidikan SD ke bawah.
c. Lapangan kerja yang monoton. Mayoritas penduduk miskin di Indonesia hanya bekerja
pada sektor pertanian dan tidak punya ketrampilan tambahan.
d. Mental manusia itu sendiri.
NGO disebut juga sebagai non-profit organizations dimana NGO merupakan organisasi
13
J.C. Kincaid. Poverty and Equality in Britain. (Harmondsworth: Penguin, 1975).
14
Loknas Pro Poor, Kondisi Capaian MDGs dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Pemkab. Banjarnegara.
http://p3b.bappenas.go.id/Loknas_Wonosobo/content/docs/materi/16-MAKALAH%20
KAB.BANJARNEGARA.pdf, diakses pada 11 Maret 2010, pukul 23.17.
15
Diakses dari situs http://www.worldbank.org.kh/pecsa/resources/16.understanding_civil_society_eng.pdf, pada
tanggal 4 Mei 2009 pukul 15.31.
16
Curul Ann Cusgrove dan Kenneth J. Twitchett, The New International Actors: The UN and the EEC, (London:
Macmillan, 1970).
Page | 4
internasional yang tidak bertujuan untuk mendapatkan profit serta tidak ada campur tangan atau
tidak merepresentasikan negara tertentu. Dalam usaha mencapai tujuannya, NGO harus dapat
menjalin hubungan dengan pemerintah negara dimana ia beroperasi mengingat pemerintah
merupakan aktor yang memiliki otoritas paling besar dalam negara untuk menentukan organisasi
mana yang boleh beroperasi di wilayahnya. Selain itu NGO juga harus menjalin hubungan
dengan masyarakat dimana ia beroperasi. NGO memiliki nilai-nilai yang diusung dalam
pergerakannya, berbeda dengan negara yang memiliki goal ke arah political power atau pelaku
bsinis yang berorientasi pada profit, NGO memiliki goal ke arah penyebaran nilai-nilai yang
diusungnya serta bagaimana menyuarakan aspirasi masyarakat yang termarginalisasi dalam
setiap isu dan kebijakan.
Peranan lain dari NGO yaitu sebagai representasi masyarakat transnasional adalah
NGO mampu untuk melakukan pendekatan bottom up untuk menyuarakan aspirasi masyarakat
yang termarginalisasi sehingga NGO dapat mengetahui dengan persis kebutuhan masyarakat
yang seringkali berbaur dengan kepentingan politik penguasa. NGO yang merupakan lembaga
yang tidak merepresentasikan negara manapun memerlukan dana untuk melanjutkan
aktivitasnya demi memperjuangkan isu yang diusungnya. Oleh karena itu NGO membutuhkan
sokongan dana dari masyarakat. NGO juga memerlukan adanya hubungan yang baik dengan
masyarakat internasional yang tergabung dalam organisasi internasional seperti PBB karena
NGO bergerak diluar batas kenegaraan. NGO memerlukan konsultasi dengan badan PBB yang
bergerak di bidang yang sesuai dengan yang dikerjakannya.
Solidaritas dan jejaring merupakan hal yang sangat penting bagi NGO dan NGO dapat
dikatakan sebagai aktor dalam hubungan internasional. Hal itu dikarenakan solidaritas dan
jejaring merupakan hal yang harus dimiliki oleh NGO agar ia dapat berjalan dengan baik. Tanpa
adanya solidaritas dan jejaring yang baik maka NGO tidak akan dapat melakukan segala
aktivitasnya dengan baik. Aktivitas yang dilakukan oleh NGO adalah aktivitas yang
memperjuangkan berbagai macam isu low politics yang lintas batas. NGO mengacu pada ruang
publik dimana masyarakat dan kelompok dapat terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik secara
independen dari negara.17
17
Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan, International Relations: The Key Concept, (London: Routledge, 2002),
hal. 122.
Page | 5
1.4. Metodologi Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif 18 , yaitu peneliti sebagai
instrumen utama untuk pengumpulan data dan pengolahan atau analisis data, serta sangat
memfokuskan perhatian pada proses dan arti dari suatu peristiwa yang diteliti dalam hal ini
peneliti tidak akan melakukan kuantifikasi. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian dapat
dilakukan dalam tiga tahapan utama, yaitu (1) Pengumpulan Data (Data Collective); (2)
Pengolahan Data (Data Analysis); dan (3) Laporan Penelitian (Report Writing).19 Pada tahap
pengumpulan data, yang harus dilakukan adalah menetapkan batasan parameter data yang
dikoleksi. Ide dari penelitian kualitatif adalah dengan sengaja menyeleksi informasi atau
dokumen yang dapat secara baik menjawab pertanyaan penelitian dengan mempertimbangkan
empat parameter, yaitu: di mana penelitian akan dilakukan (setting); siapa yang akan observasi
atau diwawancara (actors); apa yang akan diamati dari perbuatan aktor atau topik yang
ditanyakan dalam wawancara (events); dan perkembangan sifat fari peristiwa yang dialami oleh
aktor dalam setting tersebut (process).20 Pada tahap pengolah (analisa) data, informasi yang
telah dikelompokkan menjadi kategori, memformat informasi menajadi sebuah cerita, dan
kemudian menulis teks kualitatif.21
Jenis penelitian dapat dilihat berdasarkan: tujuan, manfaat, dimensi waktu, dan teknik
pengumpulan data. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yakni
suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan dan situasi secara sistematis,
faktual, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan antar fenomena yang
diteliti.22 Berdasarkan teknis pengumpulan data, penelitian ini menggunakan studi dokumen dan
literatur. Studi dokumen yaitu dokumen-dokumen yang dikeluarkan secara resmi oleh HOPE
Indonesia. Data literatur dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer yaitu data-data kualitatif yang diperoleh dari sumber-sumber langsung seperti
dokumen-dokumen penting maupun pernyataan yang dinyatakan oleh salah satu pihak yang
mempunyai otoritas, seperti misalnya Laporan Tahunan HOPE Indonesia, yang penulis gunakan
dalam makalah ini. Data sekunder yakni data-data yang dikumpulkan dari beberapa sumber
bacaan yang berhubungan dengan tema penelitian dan menyediakan data-data yang mendukung
penulisan penelitian ini. Data ini berasal dari buku-buku, artikel-artikel jurnal ilmiah, serta
situs-situs internet yang relevan.
18
John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantittative Approaches, (Colifornia: Sage Publications,
1994), h. 145.
19
Ibid, hal 148-161.
20
Ibid. hal. 148-149.
21
Ibid, hal, 153
22
W. Laurence Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, 3nd ed., (Boston:
Allyn and Bacon, 1991), hal. 18-35.
Page | 6
BAB II
PEMBAHASAN
25
Ibid.
26
Ibid.
Page | 8
yang luas bagi pemerintah dalam lima tahun ke depan. Komponen pembangunan yang utama bagi
agenda pembangunan 2004–2009 adalah: Menciptakan Indonesia yang makmur yaitu dengan
menurunkan jumlah masyarakat yang hidup pada garis kemiskinan, mendukung penciptaan
kesempatan kerja dan kebijakan yang pro-pertumbuhan bagi kaum miskin, meningkatkan akses
terhadap kesehatan berkualitas dan jasa pendidikan, memperkecil jurang kesenjangan regional,
serta memperbaiki managemen sumber daya alam dan lingkungan.27
27
Ibid.
28
Badan Perencanaan Pembangunan, Laporan Pencapaoan Millennium Development Goals Indonesia 2007,
(Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2007), hal. 3.
Page | 9
menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk
yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat
menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Akan lebih baik pemberian dana-dana bantuan
tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti
dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP),
serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Kiri: “Four Star Charity”, Penghargaan yang Diterima HOPE Worldwide sejak 2002;
Kanan: Logo HOPE Worldwide
Page | 11
2.3.2. HOPE Indonesia
Dari hasil wawancara kami dengan Pak Charles Ham, country director HOPE
Worldwide Indonesia,
―Yayasan HOPE Worldwide Indonesia sudah berdiri sejak 1994 untuk membantu pemerintah dan
masyarakat di dalam mengatasi masalah kesehatan, pendidikan dan bencana alam. Lebih dari satu juta
masyarakat yang telah terlayani dalam 16 tahun terakhir oleh 70 karyawan dan 7000 relawan melalui
berbagai program yang dijalankan HOPE Worldwide Indonesia‖.
Di Indonesia, organisasi ini berdiri pada 1994 dan terdaftar di Departemen Sosial sebagai Yayasan
HOPE Indonesia sejak tahun 1998, dan tersebar di Medan, Nias, Bogor, Yogyakarta, Surabaya,
Pontianak, Bali, Manado dan Jakarta. Visi Yayasan HOPE Indonesia adalah menghadirkan dunia
yang penuh dengan keceriaan di mana masyarakat di dalamnya hidup bebas dari kemiskinan
sekaligus dengan kepedulian terhadap sesamanya, sementara misinya adalah untuk mengubah
kehidupan masyarakat dengan membangkitkan kepedulian dan komitmen para sukarelawannya
untuk mewujudkan pelayanan yang berkelanjutan dan memiliki dampak yang besar terhadap
peningkatan kualitas hidup kaum papa. Tujuan dari HOPE Indonesia adalah memberikan
pelayanan pada pihak yang membutuhkan di bidang kesehatan, pendidikan, anak-anak, kaum
lanjut usia, dan kaum yang termarjinalkan.
Page | 13
BAB III
ANALISIS KINERJA HOPE DALAM
“LIFE SUSTAINED THROUGH CHANGE IN NIAS”
Selain program-program yang telah disebutkan sebelumnya, HOPE Indonesia juga berperan
besar dalam membantu pemulihan kondisi paska bencana alam, salah satunya yang dilakukan di
Nias paska musibah tsunami dan gempa bumi yang menimpanya 2005 silam.
3.1. Sekilas Mengenai Gempa Bumi yang Terjadi di Nias dan Peran Pemerintah
Gempa bumi yang terjadi di Pulau Sumatera ini terjadi pada pukul 23.09 pada tanggal 28
Maret 2005. Pusat gempa berada di sekitar setengah jarak antara Pulau Nias dan Simeulue.
Gempa yang berkekuatan 8,7 skala Richter dan getarannya terasa hingga Bangkok, Thailand,
sekitar 1.000 km jauhnya ini merupakan gempa bumi terbesar kedua di dunia sejak tahun 1964.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, korban meninggal akibat gempa tersebut berjumlah
300 orang, dengan jumlah pengungsi sebanyak 2.000 orang. Data yang berbeda datang dari
Departemen Sosial yang memberi angka 361 korban.29 Adapun dari gempa ini, Nias merupakan
wilayah dengan kerusakan terparah, dimana sekitar 290 orang diperkirakan telah meninggal. Pada
kota terbesar di Nias, Gunungsitoli dilaporkan sekitar 60% gedung rusak berat.30 Menara bandara
juga rubuh dan jalan-jalan tampak retak. Lebih lanjut lagi, Wakil Bupati Nias menyatakan bahwa
Nias kesulitan mendapatkan air bersih akibat jalur pipa bawah tanah yang rusak.
Menurut Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Kantor Nias, tak kurang dari 20
ribu rumah rusak berat akibat gempa. Sebanyak 723 dari total 879 gedung sekolah rusak, dan
sebanyak 13 ribu jiwa terpaksa bermukim di pengungsian karena tak kurang dari 20 ribu rumah
rusak berat akibat gempa. 31 Menanggapi gempa yang terjadi di Nias tersebut, pemerintah
sebenarnya sudah melakukan respon yaitu melalui BRR Kantor Nias. Mengenai respon
pemerintah ini, William Syahbandar salah satu staf BRR mengatakan bahwa respon
29
Lihat http://jkt1.detiknews.com/indexfr.php?url=http://jkt1.detiknews.com/index.php/ detik.read/tahun/2005/
bulan/03/tgl/30/time/111243/idnews/329878/idkanal/10, diakses pada 9 Maret 2010, pukul 23.45.
30
Lihat http://jkt.detiknews.com/indexfr.php?url=http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/ tahun/2005/
bulan/03/tgl/29/time/162627/idnews/329486/idkanal/10, diakses pada 9 Maret 2010, pukul 00.21.
31
Lihat http://www.tempointeractive.com/hg/nusa/sumatera/2006/03/28/brk,20060328-75603,id.html, diakses pada
9 Maret 2010, pukul 01.23.
Page | 14
pembangunan kembali Nias yang dilakukan BRR cenderung terlambat, yaitu baru dimulai sejak
Desember 2005.32 Mengenai keterlambatan ini, Toni Rahardjo selaku Senior Operation IOM di
Nias menilai adanya masalah dari segi transportasi dan administrasi. Kesulitan memasok material
ke lokasi proyek merupakan kendala besar bagi terhambatnya masuknya bantuan ke Nias.
Dalam merespon gempa di Nias ini, pemerintah melalui BRR dan IOM telah melakukan
berbagai upaya perbaikan-perbaikan yang lebih mengarah pada perbaikan infrastruktur.
Perbaikan-perbaikan yang telah berhasil dilakukan antara lain perbaikan rumah, perbaikan
transportasi dan jalan-jalan yang rusak, pelabuhan, sekolah, serta pembuatan lapangan-lapangan
terbang kecil di Nias dengan tujuan agar memudahkan mobilisasi penduduk bila bencana serupa
terjadi di masa depan.33 Dari segala perbaikan yang dilakukan pemerintah tersebut, dapat dilihat
upaya pemulihan kondisi yang dilakukan pemerintah melalui BRR dan IOM tersebut lebih
merupakan perbaikan secara makro dari segi infrastruktur. Hal tersebut berbeda dengan program
perbaikan yang dilakukan oleh HOPE Indonesia, yang lebih menekankan bukan hanya pada
proses recovery infrastruktur, tapi juga pada proses recovery masyarakat Nias.
3.2. Peran HOPE Indonesia dalam Proyek “Sustained Life Through Change in Nias” Pada
Periode 2005-2008
Pada tahun 2008 HOPE memfokuskan pada program-program berkelanjutan yang
dapat menjadi bekal warga Nias untuk terhindar dari kemiskinan yaitu dengan melakukan
pemberdayaan manusia, pemberian pelayanan kesehatan dan ekonomi kreatif berutama bantuan
kredit mikro yang salah satunya pengembangbiakan babi sebagai usaha warga Nias; program
HOPE yaitu kontrol Malaria juga berhasil ditingkatkan di mana HOPE Indonesia telah
memberikan pelatihan kepada 583 tim di 276 desa-desa sebagai bentuk pencegahan penyakit
malaria di Nias yang mematikan.34 Malaria merupakan salah satu wabah penyakit di Kepulauan
Nias di mana beberapa anak-anak terjangkit Malaria yang menyebabkan kelumpuhan. Selain
program kontrol malaria, HOPE juga memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan di mana
memberikan pelayanan edukasi mengenai kesehatan dan juga pelayanan kesehatan di 156
desa-desa di Nias. Sebanyak 720 pekerja imunisasi yang diberikan pelatihan oleh HOPE telah
memberikan dampak yang besar terhadap 13000 keluarga di desa-desa tersebut.35
Selain masalah kesehatan, HOPE Indonesia dalam program pembangunan Nias pasca
gempa bumi juga memberikan pelayanan terhadap masalah pendidikan di Nias. Pada tahun 2008,
32
Ibid.
33
Lihat http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/tema/jendelaantarbangsa/yahowu_nias/ nias_pasca_gempa
060327-redirected, diakses pada 9 Maret 2010, pukul 01.45.
34
Annual Report 2008, Hope Indonesia, diakses dari
http://hopeindonesia.org/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=71, pada tanggal 10
Maret 2010, pk. 01.34 am.
35
Ibid.
Page | 15
HOPE Indonesia berhasil meluluskan 94 anak pada program Taman Kanak-Kanak dan beberapa
dari mereka meneruskan pendidikannya ke sekolah dasar walaupun sebagian dari mereka tidak
melanjutkan pendidikannya karena tidak diizinkan oleh orang tua anak-anak tersebut.36 Selain
itu, HOPE juga memberikan perlatihan komputer kepada masyarakat Nias serta perpustakaan
berjalan yang dapat dipinjam oleh masyarakat Nias. Perpustakaan ini diperlukan oleh
masyarakat Nias karena fasilitas pendidikan yang minim sehingga sulit untuk mendapatkan
sumber pengetahuan seperti buku-buku yang diperlukan pelajar di Nias. Dengan adanya
perpustakaan berjalan, siswa-siswa di Nias dapat mengerjakan tugas dan ujian mereka dengan
baik karena membaca buku-buku yang dipinjamkan oleh perpustakaan berjalan. HOPE juga
memberikan pelayanan pelatihan bahasa inggris gratis kepada warga Nias agar warga Nias
memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini juga menjadi penting dikarenakan untuk lulus
ujian sekolah, siswa wajib mencapai batas nilai minimum yang ditentukan oleh pemerintah yang
salah satu mata pelajaran yang diujikan ialah bahasa inggris.
Tentu saja, kesehatan dan pendidikan tidak hanya menjadi fokus utama HOPE dalam
memberikan kepedulian terhadap Nias pasca gempa 2005. Untuk mengurangi kemeskinan di
Nias pasca gempa, di mana banyak warga Nias yang sulit memenuhi kebutuhan sehari-harinya,
HOPE membantu masyarakat Nias dengan program kredit mikro terhadap petani-petani miskin
di Nias. Selain itu, HOPE juga memeberikan 5 ekor babi kepada masyarakat Nias untuk
36
Ibid.
37
Annual Report 2005, Hope Indonesia, diakses dari
http://hopeindonesia.org/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=71, pada tanggal 10
Maret 2010, pk. 2.30 am.
38
HOPE Indonesia, Annual Report 2008, loc.cit.
Page | 16
dikembangbiakan sehingga memberikan penghasilan kepada warga Nias pasca gempa.39 Hal ini
sangat bermanfaat bagi masyarakat Nias karena dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi
2005 salah satunya ialah menghilangkan lapangan pekerjaan sehingga muncul
pengangguran-pengangguran di Nias yang masih berusia produktif. Dengan memberikan modal
berupa kredit mikro, diharapkan warga Nias dapat memanfaatkan modal tersebut dengan usaha
mandiri yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Pada tahun 2005, HOPE mengeluarkan hampir setengah dari pembiayaan organisasi
dikeluarkan untuk program bantuan Nias yaitu sebanyak 48,05 %,40 sedangkan pada tahun 2008
hanyalah sebesar 29% dari total seluruh biaya organisasi. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005,
bencana gempa bumi di Nias baru saja terjadi sehingga membutuhkan banyak biaya untuk
membantu korban gempa di Nias. Karena banyaknya korban dan banyaknya kebutuhan yang
mendesak untuk membantu masyarakat Nias, maka pada tahun 2005, HOPE memfokuskan diri
pada program bantuan Nias dibandingkan program lainnya. Namun, pada tahun 2008,
presentase biaya program Nias berkurang karena saat ini HOPE lebih melakukan
program-program yang bersifat berkelanjutan agar masyarakat Nias dapat bertahan dari akibat
yang dihasilkan oleh gempa seperti hilangnya sumber pendapatan atau kurangnya pelayanan
pendidikan dan kesehatan. Namun, walaupun berkurang persentase pembiayaan dari HOPE,
bukan berarti masalah Nias tidak lagi menjadi perhatian utama HOPE karena tetap saja dari
tahun 2005 hingga tahun 2008, program bantuan Nias tetap mendapatkan persentase yang paling
tinggi dan fokus utama dalam program HOPE Indonesia. Pendanaan program bantuan Nias ini
didapatkan oleh para sponsor atau donatur HOPE Indonesia seperti Citi Group Foundation,
Tupperware, Target, Kalbe Nutrion,41 dan beberapa sponsor lainnya baik bersifat individual
maupun perusahan atau lembaga.
Strategi HOPE Worldwide Indonesia dalam Proyek Nias ini sejalan dengan strategi
HOPE Worldwide Indonesia dalam mencapai setiap tujuan dari program HOPE Worldwide
Indonesia, yaitu seperti yang disampaikan Pak Charles Ham dari HOPE Indonesia:
―Kami membangun 'program' bukan 'proyek' agar sumberdaya yang ditanamkan akan berkelanjutan.
Kami juga membangun "Center of HOPE Worldwide' di mana ada dua atau lebih pelayanan masyarakat
yang diberikan. HOPE Indonesia juga melibatkan relawan dari berbagai organisasi (ada 700 relawan
sekarang) dan mengajak org 'miskin' utk terlibat aktif dan keluar dari mental minta-minta. Lebih lanjut
lagi, HOPE Indonesia mengisi kekurangan pemerintah dan masyarakat, bukan sekedar retorika kosong‖.
Strategi ini dilakukan sesuai dengan goal dari HOPE itu sendiri yaitu ―delivering services to the
needy in the area of health, education, children, seniors, outreach and unemployment‖. Program
yang dilakukan HOPE ini lebih bersifat berkelanjutan, sesuai dengan core value yang diyakini
39
Ibid.
40
Annual Report 2005, Hope Indonesia, loc.cit.
41
Ibid.
Page | 17
oleh HOPE Worldwide. Dalam menjalankan program ―Sustained Life Through Change in Nias‖,
HOPE Indonesia lebih mengutamakan pada proses dari pelaksanaan program tersebut, bukan
hanya melihat hasil seperti hanya sebuah proyek seperti yang dilakukan pemerintah.
3.3. Opportunity yang Dimiliki HOPE Indonesia dalam Proyek “Sustained Life Through
Change in Nias”
Dalam menjalankan proyek ―Life Sustained Through Change in Nias‖, HOPE
Indonesia mendapatkan opportunity berupa jejaring/networking yang berhasil dijalin HOPE
Indonesia dengan berbagai lembaga dan perusahaan, serta dengan berbagai sukarelawan yang
membantu keberhasilan proyek ini. Jejaring yang berhasil dijalin ini menjadikan HOPE
Indonesia banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai lembaga pemerintah dan
non-pemerintah yang concern terhadap program HOPE Indonesia itu sendiri. Lembaga-lembaga
yang berafiliasi dengan HOPE Indonesia dalam melaksanakan proyek ―Life Sustained Through
Change in Nias‖ antara lain: Astra Motor, Bank Artha Graha, Bhineka Artha Total, Bristol
Myers Squib, CCC, Coca Cola, Ely Lilly Pharmaceutical, FedEx, GKDI, Habitat for Humanity,
Hotel Borobudur, HSBC, KNCV, Lions Clubs for Indonesia, Lollypop Preschool, PT. Forisa
Nusa Persada, PT. Gracia New Eratex, PT. Mulia Inti Pelangi, PT. Wahana Putra Akipindo,
Rotary Club, Sekolah Lentera Internasional, Tupperware, United Way, University of Chicago,
dan berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah lainnya, baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia. Tidak hanya berhasil membangun jaringan dengan pihak swasta, HOPE
Indonesia juga berhasil membangun jaringan dengan pemerintah dan NGO lokal.
―Melalui jaringan-jaringan yang dibentuk Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen
Pendidikan Nasional, serta United Nations. Bersama beberapa NGO, kami juga memulai Disaster Risk
Reduction Forum Indonesia. Sebagai partner Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, dan Departemen Pendidikan Nasional, kami terus mencoba mengisi kekurangan
pemerintah, serta mengingatkan para pembuat kebijakan akan kebutuhan dan masalah di akar rumput‖
Gambar 1. Berbagai Networking yang Berhasil Dijalin HOPE Indonesia dalam Proyek “Life Sustained
Page | 18
Through Change in Nias”42
Selain memiliki networking yang luas, program yang dijalankan HOPE Indonesia ini
juga mendapat apresiasi positif dari masyarakat sipil, terbukti dari banyaknya sukarelawan yang
bekerja untuk membantu mewujudkan program-program HOPE Indonesia di Nias tersebut.
Adanya sukarelawan yang membantu kinerja HOPE Indonesia ini tentu saja memuluskan kerja
HOPE Indonesia di Nias. Respon masyarakat Nias terhadap kinerja HOPE Indonesia juga
cenderung positif, ditunjukkan dengan antusiasme masyarakat Nias dalam mengikuti setiap
program HOPE Indonesia. Keberadaan sukarelawan juga membantu HOPE Indonesia agar lebih
diterima oleh masyarakat Nias. Kinerja HOPE Indonesia, seperti halnya NGO lain, yang dimulai
dari grass roots dengan pendekatan bottom-up membuatnya mudah diterima oleh masyarakat
sekitar. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh pemerintah melalui Badan Rekonstruksi dan
Rehabilitasi Kantor Nias.
Melihat kinerja BRR dan HOPE Indonesia, terdapat perbedaan terhadap cara kerja
organisasi pemerintah dan CSO—dalam hal ini, HOPE Indonesia—yaitu bahwa organisasi
pemerintah lebih memfokuskan pada pembangunan yang bersifat makro yaitu berupa
pembangunan infrastruktur sebagai indikator keberhasilan program, sementara CSO lebih
bersifat mikro dengan memfokuskan pada pemenuhan hak-hak dasar individu korban bencana,
seperti usaha pemenuhan kesehatan korban, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja bagi
masyarakat korban bencana. Sebenarnya, baik pemerintah maupun CSO memiliki peran yang
berbeda. Akan tetapi, perbedaan ini seharusnya bukan lantas menjadi jurang yang tidak dapat
dipisahkan, melainkan seharusnya ada kerja sama antara organisasi pemerintah dan CSO dalam
mengentasi masalah kemiskinan di Nias paska gempa bumi tahun 2005 silam.
42
HOPE Indonesia, Annual Report 2005, loc.cit.
Page | 19
BAB IV
KESIMPULAN
Page | 20
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ala, Andre Bayo. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Liberty.
Cusgrove, Curul Ann and Kenneth J. Twitchett. 1970. The New International Actors: The UN
and the EEC. London: Macmillan.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantittative Approaches, California:
Sage Publications.
Simon Saragih, ―Musuh Kemiskinan Itu adalah Nurani‖, Kompas, edisi Minggu, 07 Agustus
2005.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Pengurangan Kemiskinan dan
Kelaparan sebagai Agenda Utama Pembaruan Desa, diakses dari:
http://www.forumdesa.org/makalah/renstra/kelaparan.pdf
―SBY Membuka Pertemuan Regional MDGs 2015, Asia Pasifik Bebas dari Kemiskinan‖,
Pikiran Rakyat, edisi Kamis, 04 Agustus 2005.
Kiki Safitri, ―MDGs Fokus Reduksi Kemiskinan”, Waspada Online, edisi 27 Januari 2010.
Didik J. Rachbini, ―Kemiskinan dan MDGs‖, Rakyat Merdeka Online, edisi 14 Desember 2007.
Page | 21
Annual Report 2005, HOPE Worldwide Indonesia.
INTERNET
http://www.worldbank.org
http://www.kompas.com
http://www.ekonomirakyat.org
http://www.hopeindonesia.org
http://www.detiknews.com
http://www.tempointeractive.com
Page | 22