Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
1. Pendahuluan
3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat
melakukan tugasnya dengan mudah dan efektif.
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli
anestesi adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal,
1
tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan
jalan napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan
anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam
anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.
Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan
melakukan tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa
ke dalam saluran pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus
diperhatikan dalam anestesi umum adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas
dan napas dapat berjalan dengan lancar serta teratur. Bahkan, menurut Halliday
(2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga direkomendasikan untuk neonatus
dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan napas. Tulisan ini akan
menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi pada
permasalahan tersebut.
2
dipasang. Pada pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan
menguraikan tentang beberapa hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring,
sebagian naso faring dan akan lebih ditekankan lagi pada bagian laring.
Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain umum yang dapat
dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial tentunya sistem
ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi pasase konduksi yang
membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini sangat luas kurang lebih
200 m2, dan membentuk sesuatu yang sangat tipis, barier yang lembab untuk
udara dan kapiler darah mengelilingi berjuta-juta kantong yang disebut alveolus
yang akhirnya membentuk suatu massa paru-paru (William, 1995 : 1630).
3
Fase pertama ekspirasi eksternal dalam pengertian yang sama dengan bernafas.
Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan skelet, dimana udara untuk
pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan. Peristiwa ini
termasuk inspirasi dan ekspirasi. Fase yang lain adalah respirasi internal yang
meliputi perpindahan / pergerakan molekul-molekul dari gas-gas pernafasan
(oksigen dan karbondioksida) melalui membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel
dari dalam tubuh sesuai keperluan.
Sistem Respirasi
Sumber : http://universe-review.ca/I10-13-respiratory.jpg
2.4 Faring dan Laring
4
mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak di
bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya melalui nares posterior.
Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan selanjutnya
memasuki laring.
2.4.1 Laring
5
Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari
bagian yang luas sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk
piramid.Epiglotis, kartilago yang berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan
kartilago tiroid pada linea mediana anterior. Kartilago ini melebar secara oblik ke
belakang dan atas.
Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring
serta ujung dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut
dengan trakhea. Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan
ventrikuler fold secara horizontal. Vokal fold atau pita suara merupakan dua
ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut antara bagian depan terhadap
dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold sering disebut
sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan terselip
suatu pita jaringan ikat. Lipatan-lipatan berada di samping terhadap pita suara
yang asli. Ruangan di antara lipatan pita disebut sebagai glottis, bentuknya
bervariasi sesuai dengan ketegangan lipatan pita.
Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang
selanjutnya mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke
dalam trakhea dan mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua
fungsi ini sebagian besar dikontrol oleh muskulus instrinsik laring.
Pengaturan suara. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold atau yang
membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap
udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau
terjadinya regangan pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang
menahan nafas pada saat minum. Bila otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan
di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan suatu tekanan yang membukanya
dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara ngorok.
Pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan
demikian udara masuk dan keluar melalui laring. Namun akan menutup pada saat
menelan. Epiglotis yang berada di atas glottis berfungsi sebagai penutup laring.
Ini akan dipaksa menutup glottis bila makanan melewatinya pada saat menelan.
Epiglotis juga sangat berperan pada waktu memasang intubasi, karena dapat
dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna putih yang mengelilingi
lubang.
6
BAB 3 ( Intubasi Endotrakeal )
7
memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan (Anonim, 2002).
8
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,
karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face
mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang
dan tidak ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan
mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan
tekanan intra pulmonal.
e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
g. Tracheostomi.
h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah
cricothyrotomy pada beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
9
Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan,
sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air
position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.
a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis
laringoskop yaitu :
10
karena mempunyai epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada
epiglotis dengan blade lurus lebih sering terjadi.
b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang
sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu
misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas,
kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujunga distalnya.
Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan kecil. Balon
volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi
aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar
melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah
dibandingkan dengan volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada
anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid.
Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit
adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter
internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk
intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai
rumus :
Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan
11
harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih
kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi
jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill)
digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik
melalui orofaring.
12
f. Alat pengisap atau suction.
Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang
telah ditetapkan (Anonim, 1989) antara lain :
a. Persiapan.
Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal
dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras
atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea
dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b. Oksigenasi.
Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi
dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup
muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
c. Laringoskop.
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang
dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan
13
pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.
Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.
Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga
tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.
f. Ventilasi.
Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.
3.7 Langkah-langkah pemasangan
2. Cuci tangan
14
4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi
6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya
epiglottis
Langkah-langkah intubasi
15
1 2
3 4
5 6
3.8 Obat-Obatan yang Dipakai.
16
Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi
endotrakheal (Anonim, 1986), antara lain :
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan
laring dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.
g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :
- Menghisap lozenges anagesik.
- Spray mulut, faring, cord.
- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.
- Suntikan trans tracheal.
Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat
lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi. Intubasi
17
dapat dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa
anestesi.
a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau
trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara),
malfungsi dan aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.
18
Anonim, (1989), Anestesiologi, edisi pertama, Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Halliday HL., (2002), Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and
Mortality in Vigorous, Meconium-stained Infants Bord at Term, http://www.update-
software.com/ceweb/cochrane/revabstr/ab000500.html
Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita
Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
19