You are on page 1of 21

TUGAS

HACCP
DAN
KEAMANAN
PANGAN
Kelompok 1:
Adhyatnika
Nugraha
Ahmad Akbar Rido
Bertha Julisti

PENETAPAN ANALISIS
BAHAYA BAKTERI Listeria
monocytogenes
PADA PENGOLAHAN TUNA
LOIN BEKU
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN

A.Pembekuan Ikan
1. Teknologi Pembekuan
Pada dasarnya produk pangan tidak
memiliki titik beku yang pasti, tetapi
akan
memiliki
kisaran suhu
tergantung komposisi sel dan kadar air. Ada dua
pengaruh pendinginan terhadap produk pangan, yaitu:
• Penurunan suhu, akan
mengakibatkan
penurunan pross kimia,
mikrobiologi dan biokimia yang
berhubungan dengan kelayuan
(senescence), kerusakan (decay),
pembusukan dan lain-lain.
• Pada suhu di bawah 0oC, air akan membeku dan terpisah dari larutan
sehingga membentuk es yang mirip seperti air yang diuapkan pada
pengeringan atau kondisi penurunan Aw.
Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah danperubahan kimiawi selama
pembekuan dan pennyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas
maksimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu
yang cukup lama.

Teknik-teknik pembekuan yang telah dikenal termasuk:


• Penggunaan suhu dingin yang ditupkan atau gas lain dengan suhu rendah
kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat pembeku tiup
(blast), terowongan (tunnel), bangku fluidiasi (fluidised bed), spiral, tali
(belt) dan lainnya.
• Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), di
mana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dnegan permkaan
logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan dengan
mensirkulasikan cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak).
• Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau
menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan (misalnya nitrogen cair
dan freon, larutan gula atau garam).

Metode pembekuan yang dipilh untuk setiap produk tergantung pada:


• Mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan.
• Tipe dan bentuk produk, pengemasan, dan lainnya.
• Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
• Biaya pembekuan untuk teknink alternatif.

Perkiraan daya simpan dengan mutu yang tinggi (HQL = high quality life) atau
waktu penyimpanan pada suhu tertentu yang dibutuhkan sebelum penguji
terlatih dapat mengetahui adanya perubahan mutu (warna, flavor, tekstur) dari
suatu makanan beku yang disimpan pada kondisi penyimpanan beku tertentu
jika dibandingkan dnegan sampel control yang disimpan pada suhu rendah,
untuk beberapa macam makanan beku yang disimpan pada 3 macam suhu
ditunjukkan pada tabel.

Tabel 1 Perkiraan HQL pada Beberapa Makanan Beku


HQL (Bulan) suhu penyimpanan (oC)
Makanan
-18 -12 -5
Buah strawberry 12 2,4 0,3
Buncis hijau 10 – 12 3 1
Ayam mentah 12 – 18 8 2–3
Daging sapi mentah 10 – 14 4,6 <2
Ikan mentah (berkadar lemak rendah) 4–8 <2,5 <1,5
1. Ikan Beku
Ikan merupakan komoditi yang paling mudah mengalamai kerusakan
dibandingkan dengan komoditi hewani lain pada umunya. Pengawetan dengan
cara pembekuan merupakan salah satu cara yang paling sering diterapkan pada
komoditas ikan, hal ini dikarenakan selain mempertahankan kesegarannya juga
mencegah kerusakan akibat proses mikrobiologis dengan cukup efektif.

Salah satu penyebab kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya
pH 6,4 – 6,6 karena rendahnya cadangan glikogen daging ikan. Lagipula ikan
sukar ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya
mengakibatkan turunnya cadangan glikogen tersebut.

Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai
kekejangan mati (rigormortis) selesai. Pendinginan segera sesudah penangkapan
akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat lanjutannya, oleh karena
itu keruskan oleh mekanisme ini akan terhambat dan berakibat memperlambat
pertumbuhan bakteri.

Ikan tuna merupakan komoditi yang memiliki prospek cerah di dalam


perdagangan internasional. Permintaan terhadap komoditi ini setiap tahunnya
mengalami peningkatan, baik permintaan dalam bentuk segar maupun olahan
beku.

Selain dibekukan dalam bentuk fillet, ikan tuna juga sering diperdagangkan
dalam bentuk loin, loin merupakan ikan yang dipotong menjadi empat bagian
secara membujur, tanpa kepala, ekor, isi perut, kulit dan tulang.

Berikut adalah diagram alir pembekuan tuna loin beku.


bentukan
Pendinginan
Pencucian
loin (Loining)
dengan
menggunakan
Penyusunan
Pembuangan
Pelapisan
Pengemasa
Klorin
Ikan dalam
(200
Es
TunaAir Blast
ppm)Freezer
17.500 (ABF)
& Pemisahan
selama 24
Tuna Loin Beku
Tulang
(Glazing)
Loyang
Kepala
Liter
Kulit
n jam
segar

Gambar 1 Diagram Alir Pembekuan Tuna


Loin Beku
BAGIAN KEDUA
ANALISIS BAHAYA

A. Konsep Analisis Bahaya


1. Definisi
Analisis bahaya adalah tahap awal dari perancangan system Hazard Analysis
Critical Control points (HACCP), di mana warna dari system yang akan
dibangun sangat berguna dari hasil evaluasi ini. Filosofi umum yang harus
diperhatikan adalah bahwa bahaya dapat timbul dari berbagai aspek sehingga
evaluasi harus dilakukan menyeluruh terhadap system manufaktur.

Berbagai jenis bahaya dapat saja diinterpretasikan sesuai dengan kepentingan


evaluasi. Introduksi unsure mutu, nilai ekonomis, halal dan efisiensi tidak
dihalangi masuk ke dalam system. Penerapan HACCP di beberapa Negara
misalnya memasukkan unsure kejorokkan (wholesomeness) dan penipuan
ekonomi (economic fraud) ke dalam jenis bahaya.

Segala sesuatu yang berpeluang menimbulkan deviasi diyakini berpotensi


menimbulkan bahaya, meskipun belum tentu semuanya potensial. Setiap sumber
bahaya diperiksa dengan menggunakan sejumlah perangkat kuesioner untuk
mengidentifikasi bahaya potensial.

Bahaya potensial akan dievaluasi apakah penting (signifikan) atau tidak,


menggunakan berbagai instrumen. Bahaya yang telah terbukti signifikan akan
direkan dan disiapkan untuk analisis lanjut pada pemastian titik kendali kritis
(Critical Control Points).

2. Pengelompokkan Bahaya Keamanan Pangan


Bahaya di dalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace
(1995) dalam Thaheer (2005) adalah perangkat biologis, kimiawi, dan fisik yang
dapat menyebabakan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Bahaya
kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada
kenyataannya memberikan risiko kesehatan tidak fatal dan umumnya member
pengaruh dalam waktu panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan dalam bentuk keracunan makanan. Adapu bahaya fisik
sangat mudah dikenali dan dihindari konsumen.

a. Bahaya Kimia
Potensi pencemaran bahaya kimiawi dalam pengolahan tuna beku dapat
berasal dari:
• Pencucian : proses pencucian menggunakan 200 ppm klorin sebagai
desinfektan, memungkinkan cemaran berupa residu yang masih
tertinggal pada ikan.
• Sisa deterjen dari proses sanitasi peralatan yang kurang bersih
• Penggunaan alat-alat usang dan tua

a. Bahaya Mikrobiologis
Kasus penyebaran penyakit pangan karena produk ikan dicatat oleh Sahidi
dan Botta (1994) dalam Thaheer (2005) sebanyak 76% disebabkan oleh
toksin, 11% oleh mikroorganisme, 10% tidak jelas sebabnya dan 3% oleh
kimia dan parasit.

Hubungan sebab akibat antara toksin dan mikroorganisme sangat mungkin


dibuktikan meskipun dalam penelitian tersebut terancukan oleh beberapa
racun spesies mikroorganisme.

Pada produk ikan beku, Jabbar dan Joisy (1999) dalam Thaheer (2005)
melaporkan penemuan Pseudomonas, sementara penemuan sebelumnya
mencatat adanya Vibrio cholerae, Aeromonas, HYdrophila, Stapylococcus
aureus, Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Eschericia coli, dan
Bacillus spp.

Kammat dan Nair (1994) dalam Thaheer (2005) menemukan Listeria spp.
pada produk ikan beku dan ikan kering. Sementara itu Raiser dan Marth
(1991) dalam Thaheer (2005) mencatatn secara khusus musibah yang
berkaitan dengan aktivitas Listeria monocytogenes pada makanan laut.
Listeria monocytogenes mendapat perhatian penting karena perilaku
resistensinya pada perlakuan pengolahan pangan.

Connell (1980) dalam Thaheer (2005) mencatat pengaruh beberapa macam


pengolahan ikan terhadap pertumbuhan mikroflora ikan sebagaimana
disajikan pada tabel berikut. Beberapa tambahan mikroflora justru terjadi
akibat kontaminasi silang selama pengolahan.

Tabel 2 Pengaruh Pengolahan pada Mikroflora Ikan, Connell (1980)


Ikan baru Fillet
Mikroflora Ikan lelang Fillet
ditangkap eceran
7,0 x 7,0 x
Hitungan Bakteri 8,4 x 103/cm2 8,6 x 105
104/cm2 105/g
Pseudomonas 19 15 6 11
Bakteri gram negatif
8 6 2 12
lain
Bakteri gram positif
4 2 - -
lain

Fokus utama pada pembahasan ini adalah potensi kontaminasi dari Listeria
monocytogenes. Bakteri tersebut maupun jenis lainnya dapat berasal dari:
• Bahan baku mentah
• Peralatan yang tidak higien
• Higien pekerja

a. Bahaya fisik
Kegagalan proses penanganan bahan selain menyebabkan kerusakan fisik
juga berpeluang untuk menyisakkan cemaran fisik. Kontaminasi fisik pada
pemotongan balok fillet beku ditimbulkan oleh panas yang menyebabkan
penurunan 8 – 12% daging yang bisa dimakan. Kontaminasi fisik selama
pengolahan ikan umumnya terjadi dari bahan dan peralatan bantu atau dari
sisa potongan tulang. Potensi bahaya fisik pada pengolahan tuna beku dapat
berasal dari:
• Peralatan usang yang mungkin digunakan
• Sisa pembersihan bahan baku yang tertinggal dan terikut dalam proses
pengolahan

A. Lembar kerja analisis bahaya


1. Memahami bahaya potensial

Ikan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau dari
lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena
polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen.
Bakteri Listeria monocytogenes adalah kontaminan yang ada pada ikan olahan,
pertumbuhan Listeria monocytogenes pada pengolahan ikan beku terjadi karena
adanya kesalahan saat proses pembekuan. Suhu yang diterapkan harus kurang
dari 3oC. Listeria monocytogenes memiliki kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang biak pada tempratur rendah hingga 3oC, sehingga memungkinkan
bakteri ini tumbuh dalam makanan yang di simpan lemari pendingin.

Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi


menurut strain dan kerentanan korban. Listeriosis biasanya ditularkan melalui
makanan, yaitu produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi atau sayuran
mentah yang terkontaminasi oleh bakteri L.monocytogenes . Dari kasus yang
disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses pasteurisasinya tidak baik,
diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan penyakit pada orang-
orang yang rentan. Oleh karena itu banyak produk olahan hewani yang
mensyaratkan jumlah koloni Listeria monocytogenes negatif.

Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan
tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan.
Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat tertentu.

• Gejala penyakit

Listeriosis merupakan nama penyakit yang di sebabkan oleh L.monocytogenes.


Gejala listeriosis termasuk septisemia (infeksi pada aliran darah), meningitis
(radang selaput otak), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan
atau pada leher rahim pada wanita hamil,yang berakibat keguguran
spontan(trimester kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal.
Kondisi ini biasanya diawali dengan gejala-gejala seperti influenza,antara lain
demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala pada saluran
pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari
listeriosis yang lebih parah,namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi.
Secara epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan
penggunaan dengan antasida atau cimetidine (antasida dan simetidine
merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau mengurangi produksi
asam lambung). Kemungkinan timbulnya listerosis yang lebih parahsekitar
beberapa hari sampai beberapa minggu. Awal kemunculan gejala pada saluran
pencernaan tidak di ketahui,kemungkinan lebih dari 12 hari.

Populasi yang rentan pada literiosis adalah:

1. Wanita hamil/janin - infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah


kelahiran) dan neonatal (segera setelah dilahirkan)
2. Orang dengan sistem kekebalannya lemah karena perawatan dengan
corticosteroid (salah satu jenis hormon), obat-obatan kanker, perawatan
setelah pencangkokan bagian tubuh dengan obat-obat yang menekan sistem
kekebalan tubuh, AIDS
3. Pasien kanker,terutama pasien leukemia
4. Lebih jarang dilaporkan pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati,
asma, dan radang kronispada usus besar
5. orang-orang lanjut usia
6. Beberapa laporan menunjukan bahwa orang normal yang sehat dapat
menjadi rentan, walaupun pengguna antasida atau cimetidine mungkin
berpengaruh. Kasus listeriosis yang pernah terjadi di swiss, yang melibatkan
keju, menunjukan bahwa orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama
makanan yang terkontaminasi organisme ini dalam skala besar.
• Diagnosa
Bakteri Listeria monocytogenes menyebabkan penyakit Listeriosis yang hanya
dapat didiagnosis secara pasti dengan cara membiakkan organisme ini dari
darah, cairan cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau
kotoran (walaupun untuk kotoran, sulit dilakukan dan terbatas kegunaannya).

• Siklus Infeksi

Siklus utama infeksi adalah epitel usus di mana bakteri menyerang sel-sel non-
fagositik melalui mekanisme zipper. Pengambilan distimulasi oleh pengikatan
listerial internalins (INL) untuk faktor-faktor adhesi sel inang seperti E-
cadherin atau Met. pada pengikatan ini mengaktifkan Rho-GTPases tertentu
yang kemudian mengikat dan menstabilkan Wiskott Aldrich Syndrome Protein
(WASP). WASP dapat mengikat Arp2 / 3 rumit dan berfungsi sebagai titik
nukleasi aktin. Polimerisasi aktin selanjutnya memperluas membran sel bakteri
di sekitar, akhirnya menelannya. Berkaitan dengan hal itu dapat membuat
internalin mengikat untuk mengeksploitasi persimpangan pembentukan inang ke
internalisasi bakteri. Sebagai catatan L. monocytogenes juga dapat menyerang
sel fagositik (misalnya makrofag), tetapi hanya memerlukan internalins untuk
invasi fagositik non-sel.

Setelah fase internalisation, bakteri harus keluar dari vakuola atau fagosom
sebelum fusi dengan lisosom dapat terjadi. Tiga faktor virulensi utama yang
memungkinkan bakteri untuk keluar adalah listeriolysin O (LLO - dikodekan
oleh hly) fosfolipase A (dikodekan oleh plcA) dan fosfolipase B (plcB). Sekresi
LLO dan PlcB mengganggu membran vacuolar dan memungkinkan bakteri
untuk masuk ke dalam sitoplasma di mana ia dapat berkembang biak.

Penyakit karena pangan ( foodborne diseases ), atau dalam bahasa sehari-hari


dikenal sebagai keracunan makanan, dapat disebabkan adanya patogen (virus,
bakteri, protozoa, cacing) maupun bahan kimia (residu pestisida, logam berat,
bahan tambahan ilegal, mikotoksin dan sebagainya), maka pangan adalah bahan
yang kontak dengan tubuh paling sering dan dapat diperkirakan kasus-kasus
keracunan yang terpublikasi.
Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin atau melalui
jalan lahir). Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang
diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi tranplasental
yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti Peumonia, Sepsis,
Abses Milier dan Abses Hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di hidung,
tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.

• Analisa

Listeria monocytogenes diuji melalui isolasi dan identifikasi bakteri dengan cara
pembiakan pada media selektif. Selanjutnya, identifikasi dilakukan melalui uji
pengecatan gram, uji motilitas, uji gula-gula, uji katalase, dan uji konfirmasi.

Gambar 2 Koloni Listeria monocytogenes pada Media Spesifik

Metode untuk analisis makanan yang rumit dan menyita waktu. Sekarang
metode dari United State Of Amerika Food and Drug Administration (FDA),
yang sudah direvisi pada bulan September, 1990, memerlukan 24 dan 48 jam
pengayaan, diikuti oleh berbagai tes lainnya. Total waktu untuk identifikasi
memakan waktu dari 5 sampai 7 hari, tapi dengan metode nonradiolabled
spesifik DNA Probe dapat menunjukan hasil yang sederhana dan lebih cepat
dalam mengkonfirmasi isolat. Bio-Rad Laboratories telah mengembangkan
metode dengan media yang disebut Rapid'L.Mono yang dapat mempersingkat
waktu pengujian sampai 48 jam.

• Pencegahan
Pencegahan secara total terhadap pertumbuhan Listeria monocytogenes mungkin
tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan
dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada
temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila
makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan
(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.

A. Penentuan Signifikasi Bahaya (Penetapan Katagori Resiko)


Kriteria penentuan apakah perkembangan bakteri listeria monocytogenes penting
atau tidak

• Pada tingkat tidak aman bakteri L. monocytogenes ditemukan pada tahap


bahan mentah, proses pengolahan, pengemasan ikan beku.
• Bakteri L. monocytogenes pada tingkat yang tidak aman pasti tumbuh dan
berkembang dalam tahap pemrosesan.
• Bakteri L. monocytogenes bisa dihilangkan atau dikurangi sebagai bahaya
pentng pada setiap tahap proses walaupun ada tindakan pencegahan.

BAGIAN KETIGA
SIMULASI PENETAPAN BAHAYA BAKTERI Listeria
monocytogenes PADA PROSES PENGOLAHAN IKAN
LOIN BEKU

A. Penetapan Sifat dan Tingkat Bahaya pada Pembekuan Tuna Beku


Covello dan Merkholfer (1993) dalam Thaheer (2005) mendefinisikan analisis
risiko sebagai suatu proses sistematik guna membeberkan dan membilang suatu
risiko yang berhubungan dengan bahan berbahaya, proses tindakan atau kejadian.

Pemeriksaan risiko menurut DeVries (1997) adalah peranti lunak untuk


mengevaluasi keamanan pangan dan tambahan makanan yang terdiri dari dua tahap
yakni pengumpulan data relevan dan pemeriksaan untuk menetapkan keberterimaan
bagi penggunaan bahan pangan tambahan.

Langkah dalam menganalisis bahaya dilakukan sesuai tahapan berikut


Langkah ke-1
• Me-ranking makanan dan bahan mentah sesuai dengan keenam sifat bahaya
yang ditunjukkan oleh tabel 3
• Pemberian skor (1) apabila mengandung bahan bahaya dan (0) apabila tidak
Langkah ke-2
Menetapkan kategori risiko (0-VI) pada makanan dan bahan mentah berdasarkan
hasil langkah pertama dengan karakteristik bahaya

Tabel 3 Penetapan Tingkat dan Tingkat Bahaya


Bahaya Sifat Bahaya Mikrobiologis
A. Kelompok khusus yg diterapkan pada produk non steril yang dirancang dan
ditujukan untuk konsumsi populasi beresiko (bayi, manula, orang sakit,
wanita hamil, daya tahan tubuh rendah)
B. produk mengandung ingredient peka terhadap bahaya mikroorganisme

C. proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif


menghacurkan mikroba berbahaya
D. produk mudah tercemar kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan

E. berpotensi untuk mengalami penanganan yang tidak sebagaimana mestinya


(abuse handling) pada saat distribusi atau penanganan oleh konsumen yang
dapat mengubah produk menjadi bahan yang berbahaya ketika dikonsumsi
F. • tidak ada proses pemanasan terminal setelah pengemasan atau ketika
dimasak dirumah. (diterapkan untuk produk makanan ketika
digunakan oleh konsumen)
• tidak ada proses pemanasan terminal atau tahap menghancurkan yang
diterapkan setelah pengemasan oleh produsen . atau tahap
penghancuran yang diterapkan sebelum memasuki fasilitas pabrik
pengolah makanan (diterapkan pada bahan baku dan ingredient yang
masuk ke dalam fasilitas pengolahan makanan)
1. Penentuan Kriteria Bahaya
Pada pengolahan tuna beku, criteria bahaya yang berkaitan dengan kontaminasi Listeria monocitogenes diuraikan berdasarkan
bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan selama pengolahan adalah ikan segar hasil tangkapan sebagai bahan baku, air
bersih untuk tahap pencucian dan es balok curah.

Tabel 4 Penentuan Kriteria Bahaya


Bahaya mikrobioilogis yang Berkaitan dengan Makanan

Kelalaian Tidak ada


Tidak ada Penghilangan Rekontaminas
Resiko populasi Bahan Peka Penanganan Perlakuan Kategori
Produk Mikroorganisme pada i Sebelum
Khusus Miroorganisme Distribusi atau Panas/Dingin Bahaya
Proses Pengemasan
Konsumi oleh Konsumen

A B C D E F

Ikan segar
hasil 1 1 1 1 1 0 5
tangkap

Air Bersih 0 1 1 1 1 1 5

Es Balok
0 0 1 1 1 0 3
Curah
2. Ranking Sifat Bahaya Dan Katagori Resiko Produk Pangan Dan Bahan
Baku Serta Ingredient Pangan

Setelah dilakukan penetapan kriteria bahaya maka diketahui bahwa ikan segar dan
air bersih memiliki kategori bahaya 5 dan merupakan paling tinggi dalam
pengolahan tuna beku ini. Sehingga proses pemantauan dapat secara terfokus pada
kedua bahan tersebut.

Penjabaran kategori bahaya 5 pada ikan segar berdasarkan tabel penetapan tingkat
bahaya adalah bahwa ikan segar berpotensi untuk:
• berisiko tinggi terhadap populasi khusus,
• peka terhadap kontaminasi mikroba,
• proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif,
• produk mudah dikontaminasi ulang, dan
• berpotensi untuk mengalami kesalahan selama distribusi.

Sedangkan penjabaran kategori bahaya 5 pada air bersih berdasarkan tabel


penetapan tingkat bahaya adalah bahwa air bersih yang dibunakan berpotensi
untuk:
• peka terhadap kontaminasi mikroba,
• proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif,
• produk mudah dikontaminasi ulang,
• berpotensi untuk mengalami kesalahan selama distribusi, dan
• tidak ada proses perlakuan panas atau dingin oleh konsumen.

Tabel 5 Ranking Sifat Bahaya dan Kategori Risiko Produk Pangan dan Bahan Baku
INGREDIENT PANGAN ATAU SIFAT BAHAYA KATAGORI
PRODUK (A, B, C, D, E, F) RESIKO

Ikan segar hasil tangkap A, B, C, D, E V

Air Bersih B, C, D, E, F V

Es Balok Curah C, D, E III


KESIMPULAN
Pengolahan tuna loin beku dapat berpotensi menimbulkan bahaya kimia, fisik dan
mikrobiologi. Kontaminasi oleh Listeria monocytogenes terutama berasal dari bahan
baku. Pengolahan yang baik untuk menghindari kontaminasi mikroba tersebut adalah
dengan pembekuan di bawah suhu 3oC. Ranking bahaya yang paling besar dalam
pengolahan berasal dari bahan baku dikuti oleh air bersih kemudian es balok curah.
Dengan demikian dapat dilakukan pengontrolan yang khusus terhadap bahan-bahan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/listeria_monocytogenes, diakses tanggal 23 Februaru 2010.

Buckle, et al (Terjemahan). 1997. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

You might also like