Professional Documents
Culture Documents
HACCP
DAN
KEAMANAN
PANGAN
Kelompok 1:
Adhyatnika
Nugraha
Ahmad Akbar Rido
Bertha Julisti
PENETAPAN ANALISIS
BAHAYA BAKTERI Listeria
monocytogenes
PADA PENGOLAHAN TUNA
LOIN BEKU
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN
A.Pembekuan Ikan
1. Teknologi Pembekuan
Pada dasarnya produk pangan tidak
memiliki titik beku yang pasti, tetapi
akan
memiliki
kisaran suhu
tergantung komposisi sel dan kadar air. Ada dua
pengaruh pendinginan terhadap produk pangan, yaitu:
• Penurunan suhu, akan
mengakibatkan
penurunan pross kimia,
mikrobiologi dan biokimia yang
berhubungan dengan kelayuan
(senescence), kerusakan (decay),
pembusukan dan lain-lain.
• Pada suhu di bawah 0oC, air akan membeku dan terpisah dari larutan
sehingga membentuk es yang mirip seperti air yang diuapkan pada
pengeringan atau kondisi penurunan Aw.
Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah danperubahan kimiawi selama
pembekuan dan pennyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas
maksimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu
yang cukup lama.
Perkiraan daya simpan dengan mutu yang tinggi (HQL = high quality life) atau
waktu penyimpanan pada suhu tertentu yang dibutuhkan sebelum penguji
terlatih dapat mengetahui adanya perubahan mutu (warna, flavor, tekstur) dari
suatu makanan beku yang disimpan pada kondisi penyimpanan beku tertentu
jika dibandingkan dnegan sampel control yang disimpan pada suhu rendah,
untuk beberapa macam makanan beku yang disimpan pada 3 macam suhu
ditunjukkan pada tabel.
Salah satu penyebab kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya
pH 6,4 – 6,6 karena rendahnya cadangan glikogen daging ikan. Lagipula ikan
sukar ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya
mengakibatkan turunnya cadangan glikogen tersebut.
Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai
kekejangan mati (rigormortis) selesai. Pendinginan segera sesudah penangkapan
akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat lanjutannya, oleh karena
itu keruskan oleh mekanisme ini akan terhambat dan berakibat memperlambat
pertumbuhan bakteri.
Selain dibekukan dalam bentuk fillet, ikan tuna juga sering diperdagangkan
dalam bentuk loin, loin merupakan ikan yang dipotong menjadi empat bagian
secara membujur, tanpa kepala, ekor, isi perut, kulit dan tulang.
a. Bahaya Kimia
Potensi pencemaran bahaya kimiawi dalam pengolahan tuna beku dapat
berasal dari:
• Pencucian : proses pencucian menggunakan 200 ppm klorin sebagai
desinfektan, memungkinkan cemaran berupa residu yang masih
tertinggal pada ikan.
• Sisa deterjen dari proses sanitasi peralatan yang kurang bersih
• Penggunaan alat-alat usang dan tua
a. Bahaya Mikrobiologis
Kasus penyebaran penyakit pangan karena produk ikan dicatat oleh Sahidi
dan Botta (1994) dalam Thaheer (2005) sebanyak 76% disebabkan oleh
toksin, 11% oleh mikroorganisme, 10% tidak jelas sebabnya dan 3% oleh
kimia dan parasit.
Pada produk ikan beku, Jabbar dan Joisy (1999) dalam Thaheer (2005)
melaporkan penemuan Pseudomonas, sementara penemuan sebelumnya
mencatat adanya Vibrio cholerae, Aeromonas, HYdrophila, Stapylococcus
aureus, Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Eschericia coli, dan
Bacillus spp.
Kammat dan Nair (1994) dalam Thaheer (2005) menemukan Listeria spp.
pada produk ikan beku dan ikan kering. Sementara itu Raiser dan Marth
(1991) dalam Thaheer (2005) mencatatn secara khusus musibah yang
berkaitan dengan aktivitas Listeria monocytogenes pada makanan laut.
Listeria monocytogenes mendapat perhatian penting karena perilaku
resistensinya pada perlakuan pengolahan pangan.
Fokus utama pada pembahasan ini adalah potensi kontaminasi dari Listeria
monocytogenes. Bakteri tersebut maupun jenis lainnya dapat berasal dari:
• Bahan baku mentah
• Peralatan yang tidak higien
• Higien pekerja
a. Bahaya fisik
Kegagalan proses penanganan bahan selain menyebabkan kerusakan fisik
juga berpeluang untuk menyisakkan cemaran fisik. Kontaminasi fisik pada
pemotongan balok fillet beku ditimbulkan oleh panas yang menyebabkan
penurunan 8 – 12% daging yang bisa dimakan. Kontaminasi fisik selama
pengolahan ikan umumnya terjadi dari bahan dan peralatan bantu atau dari
sisa potongan tulang. Potensi bahaya fisik pada pengolahan tuna beku dapat
berasal dari:
• Peralatan usang yang mungkin digunakan
• Sisa pembersihan bahan baku yang tertinggal dan terikut dalam proses
pengolahan
Ikan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau dari
lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena
polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen.
Bakteri Listeria monocytogenes adalah kontaminan yang ada pada ikan olahan,
pertumbuhan Listeria monocytogenes pada pengolahan ikan beku terjadi karena
adanya kesalahan saat proses pembekuan. Suhu yang diterapkan harus kurang
dari 3oC. Listeria monocytogenes memiliki kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang biak pada tempratur rendah hingga 3oC, sehingga memungkinkan
bakteri ini tumbuh dalam makanan yang di simpan lemari pendingin.
Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan
tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan.
Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat tertentu.
• Gejala penyakit
• Siklus Infeksi
Siklus utama infeksi adalah epitel usus di mana bakteri menyerang sel-sel non-
fagositik melalui mekanisme zipper. Pengambilan distimulasi oleh pengikatan
listerial internalins (INL) untuk faktor-faktor adhesi sel inang seperti E-
cadherin atau Met. pada pengikatan ini mengaktifkan Rho-GTPases tertentu
yang kemudian mengikat dan menstabilkan Wiskott Aldrich Syndrome Protein
(WASP). WASP dapat mengikat Arp2 / 3 rumit dan berfungsi sebagai titik
nukleasi aktin. Polimerisasi aktin selanjutnya memperluas membran sel bakteri
di sekitar, akhirnya menelannya. Berkaitan dengan hal itu dapat membuat
internalin mengikat untuk mengeksploitasi persimpangan pembentukan inang ke
internalisasi bakteri. Sebagai catatan L. monocytogenes juga dapat menyerang
sel fagositik (misalnya makrofag), tetapi hanya memerlukan internalins untuk
invasi fagositik non-sel.
Setelah fase internalisation, bakteri harus keluar dari vakuola atau fagosom
sebelum fusi dengan lisosom dapat terjadi. Tiga faktor virulensi utama yang
memungkinkan bakteri untuk keluar adalah listeriolysin O (LLO - dikodekan
oleh hly) fosfolipase A (dikodekan oleh plcA) dan fosfolipase B (plcB). Sekresi
LLO dan PlcB mengganggu membran vacuolar dan memungkinkan bakteri
untuk masuk ke dalam sitoplasma di mana ia dapat berkembang biak.
• Analisa
Listeria monocytogenes diuji melalui isolasi dan identifikasi bakteri dengan cara
pembiakan pada media selektif. Selanjutnya, identifikasi dilakukan melalui uji
pengecatan gram, uji motilitas, uji gula-gula, uji katalase, dan uji konfirmasi.
Metode untuk analisis makanan yang rumit dan menyita waktu. Sekarang
metode dari United State Of Amerika Food and Drug Administration (FDA),
yang sudah direvisi pada bulan September, 1990, memerlukan 24 dan 48 jam
pengayaan, diikuti oleh berbagai tes lainnya. Total waktu untuk identifikasi
memakan waktu dari 5 sampai 7 hari, tapi dengan metode nonradiolabled
spesifik DNA Probe dapat menunjukan hasil yang sederhana dan lebih cepat
dalam mengkonfirmasi isolat. Bio-Rad Laboratories telah mengembangkan
metode dengan media yang disebut Rapid'L.Mono yang dapat mempersingkat
waktu pengujian sampai 48 jam.
• Pencegahan
Pencegahan secara total terhadap pertumbuhan Listeria monocytogenes mungkin
tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan
dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada
temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila
makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan
(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
BAGIAN KETIGA
SIMULASI PENETAPAN BAHAYA BAKTERI Listeria
monocytogenes PADA PROSES PENGOLAHAN IKAN
LOIN BEKU
A B C D E F
Ikan segar
hasil 1 1 1 1 1 0 5
tangkap
Air Bersih 0 1 1 1 1 1 5
Es Balok
0 0 1 1 1 0 3
Curah
2. Ranking Sifat Bahaya Dan Katagori Resiko Produk Pangan Dan Bahan
Baku Serta Ingredient Pangan
Setelah dilakukan penetapan kriteria bahaya maka diketahui bahwa ikan segar dan
air bersih memiliki kategori bahaya 5 dan merupakan paling tinggi dalam
pengolahan tuna beku ini. Sehingga proses pemantauan dapat secara terfokus pada
kedua bahan tersebut.
Penjabaran kategori bahaya 5 pada ikan segar berdasarkan tabel penetapan tingkat
bahaya adalah bahwa ikan segar berpotensi untuk:
• berisiko tinggi terhadap populasi khusus,
• peka terhadap kontaminasi mikroba,
• proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif,
• produk mudah dikontaminasi ulang, dan
• berpotensi untuk mengalami kesalahan selama distribusi.
Tabel 5 Ranking Sifat Bahaya dan Kategori Risiko Produk Pangan dan Bahan Baku
INGREDIENT PANGAN ATAU SIFAT BAHAYA KATAGORI
PRODUK (A, B, C, D, E, F) RESIKO
Air Bersih B, C, D, E, F V
Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.