You are on page 1of 2

ANTARA NORMATIVITAS DAN HISTORISITAS

Belakangan ini banyak terjadi bencana melanda negeri kita, mulai dari
Sunami, gempa bumi, tanah longsor hingga kebakaran terjadi dimana-
mana. Fenomena bencana itu menyebabkan terjadi banyak perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam mengenai sebab-sebab terjadinya.
Sebagian dari kita mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena bumi
ini sudah tua dan terjadinya bencana alam merupakan sesuatu yang
bersifat alami yang akan terjadi secara berulang, karena lempengan atau
lapisan bumi tertentu akan mengalami pergeseran setelah sekian tahun,
yang dapat dihitung melalui ilmu geologi. Sebagian lain mengatakan
bahwa bencana itu terjadi karena peringatan Allah kepada manusia yang
banyak berbuat dosa. Manusia dengan angkuhnya mengeruk alam
sesukanya, banyak melakukan perbuatan keji, perzinaan terjadi dimana-
mana, korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi makanan harian yang sudah
.dianggap lumrah

Kedua cara pandang di atas sama-sama benarnya, karena yang pertama


melihatnya dari aspek historisitas dan yang kedua melihatnya dari sudut
pandang normativitas. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini,
memang tidak bisa lepas dari aspek historisitas manusia, karena manusia
diberi pilihan oleh Allah untuk menentukan nasibnya sendiri, seperti yang
difirmankan-Nya, "Aku tunjukkan kepada kalian dua jalan; jalan yang baik
dan buruk", terserah mana yang kamu pilih. Dari sudut pandang ini,
seakan-akan manusia bebas menentukan pilihannya sendiri dan Tuhan
.hanya menunjukkannya saja

Tetapi di sisi lain, sebenarnya kebebasan manusia sangat terbatas, karena


ALlah telah menetapkan segala sesuatunya berdasarkan ukuran dan
takdirnya masing, "Inna kulla syai'in khalaqnahu biqadar" (Sesungguhnya
segala sesuatu kami ciptakan dengan ukuran yang tepat). Secara
normative manusia tidak punya pilihan, karena segala tindak dan gerak-
.geriknya telah ditentukan oleh Allah, sedangkan dia hanya menjalaninya

Secara normative manusia memang telah ditentukan takdirnya. Segala


sesuatu yang terjadi di muka bumi ini telah ditentukan takdirnya bahkan
pohon jatuh pun telah ditentukan takdirnya, sedangkan manusia hanya
tinggal menjalankan takdir itu. Demikian menurut faham teologi
Asy’ariyah atau jabariyah. Berbeda dengan pendapat kelompok Mu’tazilah
atau Qadariyah. Menurut mereka manusia seratus persen sebagai penentu
nasibnya sendiri. Nasib baik dan buruk yang menimpa manusia karena
ulah manusia itu sendiri, sedangkan Tuhan tidak ikut campur di dalamnya,
karena Tuhan hanya memberikan eksekusi atas apa yang dilakukan oleh
.manusia itu sendiri

Dalam perdebatan yang panjang, tampaknya kedua kelompok ini tidak


pernah sepakat dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga selalu
terjadi perseteruan yang berkepanjangan antara kedua belah pihak.
Hingga akhirnya muncul jalan tengah yang mencoba untuk memadukan
antara keduanya, seperti kelompok Maturidiah yang mengatakan bahwa
meskipun Allah sebagai penentu nasib manusia tetapi manusia juga ikut
.andil di dalamnya
Perdebatan di atas sebenarnya ingin mencari jawaban atas sebuah
pertanyaan, siapa sebenarnya penentu nasib manusia? Memang manusia
diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih. Dalam kehidupan riil, kita bisa
memilih jalan apa yang akan kita tempuh. Seakan-akan tidak yang dapat
mencegah pilihan kita. Ibaratnya, jika di depan kita 10 jenis makanan,
maka kita bisa memilih satu, dua, tiga atau seluruh makanan itu kita
makan, maka seakan-akan kita sendiri yang menentukannya dan tidak
.ada campur tangan orang lain

Itulah historisitas kita sebagai manusia. Tetapi ketika nanti tiba-tiba kita
mengalami sakit perut, kolestrol atau penyakit-penyakit lain yang
menyebabkan kita sakit parah, maka kita baru sadar bahwa meskipun
dalam historisitas kita bebas melakukan sesuatu, tetapi ternyata
kebebasan kita dibatasi oleh keterbatasan kita sendiri. Pada saat itulah
kita berpasrah bahwa ternyata kita tidak sepenuhnya punya pilihan dan
ternyata kita harus menyerah pada takdir Tuhan bahwa hidup kita telah
.berakhir.. wallahu a’lam bishawab

You might also like