You are on page 1of 4

URAIAN PERISTIWA2 HEROIK PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA

1. MEDAN AREA
Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai
sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap
unsur Republik yang berada di kota Medan.Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan
asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-
komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai
sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap
unsur Republik yang berada di kota Medan.Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan
asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-
komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
2. PERTEEMPURAN SURABAYA
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, SurabayaSetelah munculnya maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia, gerakan
pengibaran bendera makin meluas ke segenap pelosok kota.Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya, susul
menyusul bendera dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan, gedung Gubernuran
sekarang, Jl Pahlawan) yang terletak di muka gedung Kempeitai (sekarang Tugu Pahlawan), di atas gedung Internatio, disusul
barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera merah putih datang ke Tambaksari (lapangan Gelora 10
November) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya.Saat itu lapangan Tambaksari
penuh lambaian bendera merah putih, disertai pekik 'Merdeka' mendengung di angkasa. Walaupun pihak Kempeitai melarang
diadakannya rapat tersebut, namun mereka tidak berdaya menghadapi massa rakyat yang semangatnya tengah menggelora itu.
Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato atau
Oranje Hotel, Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.Mula-mula Jepang dan Indo-Belanda yang sudah keluar dari interniran menyusun
suatu organisasi, Komite Kontak Sosial, yang mendapat bantuan penuh dari Jepang. Terbentuknya komite ini disponsori oleh
Palang Merah Internasional (Intercross). Namun, berlindung dibalik Intercross mereka melakukan kegiatan politik. Mereka
mencoba mengambil alih gudang-gudang dan beberapa tempat telah mereka duduki, seperti Hotel Yamato. Pada 18 September
1945, datanglah di Surabaya (Gunungsari) opsir-opsir Sekutu dan Belanda dari Allied Command (utusan Sekutu) bersama-sama
dengan rombongan Intercross dari Jakarta.Rombongan Sekutu oleh Jepang ditempatkan di Hotel Yamato, Jl Tunjungan 65,
sedangkan rombongan Intercross di Gedung Setan, Jl Tunjungan 80 Surabaya, tanpa seijin Pemerintah Karesidenan Surabaya. Dan
sejak itu Hotel Yamato dijadikan markas RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees, Bantuan Rehabilitasi
untuk Tawanan Perang dan Interniran).
Karena kedudukannya merasa kuat, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal
18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI
Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan hari ketika pemuda Surabaya
melihatnya, seketika meledak amarahnya. Mereka menganggap Belanda mau menancapkan kekuasannya kembali di negeri
Indonesia, dan dianggap melecehkan gerakan pengibaran bendera yang sedang berlangsung di Surabaya.Begitu kabar tersebut
tersebar di seluruh kota Surabaya, sebentar saja Jl. Tunjungan dibanjiri oleh rakyat, mulai dari pelajar berumur belasan tahun
hingga pemuda dewasa, semua siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Massa terus mengalir hingga memadati halaman
hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh massa dengan luapan amarah. Agak ke belakang halaman hotel, beberapa
tentara Jepang tampak berjaga-jaga. Situasi saat itu menjadi sangat eksplosif.Tak lama kemudian Residen Sudirman datang.
Kedatangan pejuang dan diplomat ulung yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih
diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, menyibak kerumunan
massa lalu masuk ke hotel. Ia ingin berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawan. Dalam perundingan itu Sudirman
meminta agar bendera Triwarna segera diturunkan.
Ploegman menolak, bahkan dengan kasar mengancam, "Tentara Sekutu telah menang perang, dan karena Belanda adalah anggota
Sekutu, maka sekarang Pemerintah Belanda berhak menegakkan kembali pemerintahan Hindia Belanda. Republik Indonesia? Itu
tidak kami akui." Sambil mengangkat revolver, Ploegman memaksa Sudirman untuk segera pergi dan membiarkan bendera
Belanda tetap berkibar.
Melihat gelagat tidak menguntungkan itu, pemuda Sidik dan Hariyono yang mendampingi Sudirman mengambil langkah taktis.
Sidik menendang revolver dari tangan Ploegman. Revolver itu terpental dan meletus tanpa mengenai siapapun. Hariyono segera
membawa Sudirman ke luar, sementara Sidik terus bergulat dengan Ploegman dan mencekiknya hingga tewas. Beberapa tentara
Belanda menyerobot masuk karena mendengar letusan pistol, dan sambil menghunus pedang panjang lalu disabetkan ke arah
Sidik. Sidik pun tersungkur.
Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui kejadian itu langsung merangsek masuk ke hotel dan terjadilah perkelahian di ruang
muka hotel. Sebagian yang lain, berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama
Sudirman turut terlibat dalam pemanjatan tiang bendera. Akhirnya ia bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera
URAIAN PERISTIWA2 HEROIK PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA

Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Massa rakyat menyambut keberhasilan pengibaran
bendera merah putih itu dengan pekik "Merdeka" berulang kali, sebagai tanda kemenangan, kehormatan dan kedaulatan negara
RI.Kemudian meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-
serangan kecil itu ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang hampir membinasakan seluruh tentara Inggris,
sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Mobil Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatiol
Setelah diadakannya gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945,
keadaan berangsur-angsur mereda. Tetapi walau begitu tetap saja terjadi keributan antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
(pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945. Mobil Buick yang sedang ditumpangi Brigjen Mallaby
dicegat oleh sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Karena terjadi salah paham, maka terjadilah
tembak menembak yang akhirnya membuat mobil jenderal Inggris itu meledak terkena tembakan. Mobil itu pun hangus.
Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang
merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan
orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri
dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.Ultimatum tersebut ditolak
oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.
Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan
pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda,
untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran
tentara Inggris di Indonesia).
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan
sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom,
ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal
dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang
aktif dari penduduk.Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari
saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis
baja yang cukup banyak.
Namun di luar dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama' serta kyai-kyai pondok Jawa
seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan
masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada
para kyai) juga ada pelopor muda seperti Bung Tomo dan lainnya. Sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari
hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota
jatuh di tangan pihak Inggris.Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh
Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi
korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
\
3. PERISTIWA HEROIK DI JOGJAKARTA DAN BANDUNG

DI Yogyakarta perebutan kekuasaan dimulai pada 26 September 1945. Mereka memaksa Jepang untuk menyerahkan semua kantor
kepada pihak Indonesia. Pada 26 September 1945 KNI Yogyakarta mengumumkan berdirinya pemerintah RI di Indonesia. Pada 1
Oktober malam, BKR dan kepolisia menyerbu Tongsi Otsuka Butai yang berada di kota baru. Malam itu juga Otsuka Butai
menyerah.

Bandung baca LKS

4. PERISTIWA HEROIK DI SEMARANG

Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di Semarang pun rakyat khususnya pemuda
berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh. Pada tanggal 13 Oktober, suasana
semakin mencekam, Tentara Jepang semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali.
URAIAN PERISTIWA2 HEROIK PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA

Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para
pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang.

Sumber Air Minum Diracuni

Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat
instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai
dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke
Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti
delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda
di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar
tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.

Dr. Kariadi Terbunuh

Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium
Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat
memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa
tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi
mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu
karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan
menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara
pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar
pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat
diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan. Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.

[Perang Berkecamuk

Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000 tentaranya untuk melakukan penyerangan ke
pusat Kota Semarang. Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga
Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober
1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19
Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan
korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS
Purusara.

5. TINDAKAN HEROIK DI MAKASSAR DAN BALI

Para pemuda mendukung Gubernur Sulawesi Dr. Sam Ratulangi dengan merebut gedung-gedung Vital dari tangsi polisi. Di
Gorontalo para pemuda berhasil merebut senjata dari markas-markas Jepang pada 13 Sepember 1945. Di Sumbawa pada
Desember 1945 berusaha merebut markas-markas Jepang. Pada 13 Desember 1945 secara serentak para pemuda melakukan
penyerangan terhadap Jepang.

Bali—baca LKS

6. Tindakan Heroik Di Balikpapan Kalimantan


Di Kalimantan dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan berdemokrasi, pengibaran Bendera
Merah-Putih dan mengadakan rapat-rapat. Pada 14 November 1945 dengan beraninya sekitar 8000 orang
berkumpul di komplek NICA dengan mengarak Bendera Merah-Putih.

7.Tindakan Heroik Di Aceh dan Pulau Sumbawa


Di Aceh pada 6 Oktober 1945 para pemuda dan took masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia
(API) 6 Hari kemudian Jepang melarang berdirinya organisasi tersebut. Pimpinan pemuda menolah dan
timbullah pertempuran. Para pemuda mengambil alih kantor-kantor pemerintsh Jepang, melucuti senjatanya
dan mengibarkan Bendera Merah-Putih.
URAIAN PERISTIWA2 HEROIK PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA

Pulau Sumbawa Baca LKS

8.Tindakan Heroik Di Palembang dan Gorontalo


Di Palembang pada 8 Oktober 1945 Dr.A.K.Gani memimpin rakyat mengadakan upacara pengibaran
Bendera Merah-Putih. Perebutan kekuasaan di Plembang dilakukan tanpa Insiden. Pihak Jepang berusaha
menghindari pertempuran.
Gorontalo---baca LKS

You might also like