You are on page 1of 12

Model Kemitraan Keperawatan Komunitas Dalam Pengembangan

Kesehatan Masyarakat

Ditulis oleh Administrator

Rabu, 05 Agustus 2009 10:53

LATAR BELAKANG
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini
masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan
kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh
masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-
undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah
maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba
mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan
secara optimal dan berkesinambungan.

Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali
adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan
di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain
dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh
signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan &
Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis
komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina
kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan
merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang
perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas
harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat
dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

Terdapat lima model kemitraan yang menurut anggapan penulis cenderung dapat
dipahami sebagai sebuah ideologi kemitraan, sebab model tersebut merupakan azas
dan nafas kita dalam membangun kemitraan dengan anggota masyarakat lainnya.
Model kemitraan tersebut antara lain: kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005),
pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme berorientasi pada negara (state-oriented
radicalism), kewirausahaan (entrepreneurialism) dan membangun gerakan
(movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan dengan praktik
keperawatan komunitas di atas, maka model kemitraan yang sesuai untuk
mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan derajat kesehatan
masyarakat dalam jangka panjang adalah model kewirausahaan (entrepreneurialism).
Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama, yaitu prinsip otonomi (autonomy) –
kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi masyarakat—dan prinsip penentuan
nasib sendiri (self-determination) yang selanjutnya diterjemahkan sebagai prinsip
kewirausahaan.

Menurut penulis model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada


pengembangan model praktik keperawatan komunitas dan model kemitraan dalam
pengorganisasian pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik
keperawatan mandiri atau kelompok hubungannya dengan anggota masyarakat dapat
dipandang sebagai sebuah institusi yang memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai
institusi ekonomi dan institusi yang dapat memberikan pembelaan pada kepentingan
masyarakat terutama berkaitan dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan
bidang kesehatan. Oleh karenanya praktik keperawatan sebagai institusi sangat
terpengaruh dengan dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004; Korsching &
Allen, 2004), dan perkembangan kemasyarakatan tentunya juga akan mempengaruhi
bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang dikembangkan (Robinson, 2005)
sesuai dengan slogan National Council for Voluntary Organizations (NCVO) yang
berbunyi : “New Times, New Challenges” (Batsler dan Randall, 1992).

Pada bagian lain, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan pola
permintaan pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari pelayanan
kesehatan tradisional di rumah sakit beralih ke pelayanan keperawatan di rumah
disebabkan karena terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan yang cukup besar
dibanding sebelumnya (Depkes RI, 2004a, 2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000).
Sedangkan secara filosofis, saat ini telah terjadi perubahan “paradigma sakit” yang
menitikberatkan pada upaya kuratif ke arah “paradigma sehat” yang melihat penyakit
dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Sehingga situasi tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik
keperawatan komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di Indonesia.

Tulisan ini mencoba untuk: (1) mengidentifikasi model kemitraan keperawatan


komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat; (2) menganalisis kemanfaatan
model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat;
dan (3) mengidentifikasi implikasi model pada pengembangan kebijakan keperawatan
komunitas dan promosi kesehatan.

2. Pengembangan Kesehatan Masyarakat

Nies dan Mc. Ewan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan masyarakat


(community health development) sebagai pendekatan dalam pengorganisasian
masyarakat yang mengkombinasikan konsep, tujuan, dan proses kesehatan masyarakat
dan pembangunan masyarakat. Dalam pengembangan kesehatan masyarakat, perawat
spesialis komunitas mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan kemudian mengembangkan, mendekatkan, dan mengevaluasi tujuan-tujuan
pembangunan kesehatan melalui kemitraan dengan profesi terkait lainnya (Nies &
Mc.Ewan, 2001; CHNAC, 2003; Diem & Moyer, 2004; Falk-Rafael, et al.,1999).

Bidang tugas perawat spesialis komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat
sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu: individu,
keluarga, dan kelompok khusus. Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat spesialis
komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian
masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat.
Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat yang relevan, maka penulis
mencoba menggunakan pendekatan pengorganisasian masyarakat dengan model
pengembangan masyarakat (community development).

Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah (1) agar individu
dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif dalam setiap
tahapan proses keperawatan, dan (2) perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan
tindakan) dan kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan,
perlindungan dan pemulihan status kesehatannya di masa mendatang (Nies &
McEwan, 2001; Green & Kreuter, 1991). Menurut Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan
dari proses keperawatan komunitas adalah meningkatkan kemampuan dan
kemandirian fungsional klien / komunitas melalui pengembangan kognisi dan
kemampuan merawat dirinya sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan
masyarakat difokuskan pada dayaguna aktifitas kehidupan, pencapaian tujuan,
perawatan mandiri, dan adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan
sehingga akan berdampak pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat (Lihat
Gambar 1).

Gambar 1. Partisipasi klien sebagai Luaran Kesehatan pada Praktik Keperawatan


Komunitas

Sumber : Kudakwashe G. Mapanga dan Margo B. Mapanga (2004) halaman 275

Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi


sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya kesehatan
masyarakat. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model
keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as
partner model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan
utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak
model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
kesehatan, dan (2) proses keperawatan.

Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas dengan masyarakat


tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus
yaitu meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan
masyarakat (Kreuter, Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan
partisipasi aktif mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan
dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat (Schlaff,
1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan
dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan,
meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan koalisi perawat
spesialis komunitas-masyarakat (Bracht, 1990).

3. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan


Kesehatan Masyarakat

Menurut Hitchcock, Scubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi kesehatan
adalah konsep pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan (partnership). Konsep
pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan
atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara
lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk
membentuk pengetahuan baru. Sedangkan kemitraan memiliki definisi hubungan atau
kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005). Partisipasi
klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap
segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan (Mapanga & Mapanga, 2004)

Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan


mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan
masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan
yang dijalin memiliki prinsip “bekerja bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja
untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas perlu memberikan
dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif
masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari
upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi
masyarakat (Nies & McEwan, 2001), namun perawat spesialis komunitas perlu
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait
(Robinson, 2005), misalnya: profesi kesehatan lainnya, penyelenggara pemeliharaan
kesehatan, Puskesmas, donatur / sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat, dan
tokoh masyarakat.

Berdasarkan hubungan elemen-elemen di atas, maka penulis mencoba untuk


merumuskan sebuah model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan
kesehatan masyarakat yang dijiwai oleh ideologi entrepreneurialisme (Gambar 2).

Gambar 2. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan Kesehatan


Masyarakat

Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat


merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep
penting, tujuan dan proses dalam tindakan pengorganisasian masyarakat yang
difokuskan pada upaya peningkatan kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies & McEwan,
2001). Konsep utama dalam model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat,
nilai dan kepercayaan yang dianut, pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan
kepemimpinan yang didasarkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip kewirausahaan dan
advokasi masyarakat.

4. Ideologi Entrepreneurialisme dalam Kemitraan Keperawatan


Komunitas

Profesi perawat memiliki implikasi pada pengembangan praktik keperawatan yang


profesional, etis dan legal (PPNI, 2004) sehingga profesi perawat berhak
menyelenggarakan praktik secara mandiri atau berkelompok. Berdasarkan tugas dan
fungsi perawat spesialis komunitas tersebut, penulis berpandangan bahwa perawat
spesialis komunitas dalam membina kemitraan di masyarakat perlu memiliki ideologi
kewirausahaan (entrepreunership) sebab segala tindakan dan kebijakan yang diambil
selalu berkaitan dinamika perubahan kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik (William, 2004; Korsching & Allen, 2004).

Menurut Batsleer dan Randall (1992) ideologi entrepreneurialisme memiliki dua


karakter, yaitu: prinsip otonomi (autonomy) dan penentuan nasib sendiri (self
determination). Dalam prinsip otonomi, perawat spesialis komunitas berupaya
membela dan memperjuangkan hak-hak dan keadilan masyarakat dalam sistem
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perawat spesialis komunitas memainkan
perannya sebagai advokator (pembela) dan mitra (partner) bagi kliennya (masyarakat)
(Stanhope & Lancaster, 1997). Sedangkan dalam prinsip penentuan nasib sendiri,
perawat sebagai profesi berhak untuk melaksanakan praktik legal yang dapat
diselenggarakan secara mandiri maupun berkelompok sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1239 tahun 2001. Praktik keperawatan komunitas sebagai
institusi perlu dijalankan secara profesional agar dapat bertahan menghadapi
perkembangan kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang dinamis.

4.1. Advokasi

Walaupun istilah advokasi mempunyai banyak definisi, dua definisi di bawah ini
mengandung konsep-konsep utama advokasi hak asasi manusia (hak masyarakat) yang
esensial. Pengertian pertama advokasi sebagai segala aktivitas yang ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran publik di antara para pengambil-keputusan dan khalayak
umum atas sebuah masalah atau kelompok masalah, dalam rangka menghasilkan
berbagai perubahan kebijakan dan perbaikan situasi (Black, 2002, hal.11). Pengertian
kedua, advokasi keadilan sosial, yaitu upaya pencapaian hasil-hasil yang berpengaruh –
meliputi kebijakan-publik dan keputusan-keputusan alokasi sumber daya dalam sistem
dan institusi politik, ekonomi, dan sosial – yang mempengaruhi kehidupan banyak
orang secara langsung (Cohen et al., 2001, hal. 8).

4.2. Kewirausahaan

Definisi kewirausahaan adalah individu (kelompok) yang dapat mengidentifikasi


kesempatan berdasarkan kemampuan, keinginan, dan kepercayaan yang dimilikinya
serta membuat pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan upaya
menyelaraskan sumber daya dalam pencapain keuntungan personal (Otuteye &
Sharma, 2004). Perawat spesialis komunitas dapat dianggap sebagai institusi penyedia
layanan keperawatan. Sehingga untuk menggambarkan faktor-faktor institusi yang
dapat mempengaruhi etos kewirausahaan perawat spesialis komunitas, Penulis
menggunakan kerangka kerja Douglass C. North dalam Mary Jesselyn Co (2004).
Kerangka kerja tersebut menganalisis bagaimana institusi dan perubahan institusi
berdampak pada penampilan ekonominya.

Gambar 3. Beberapa faktor yang mempengaruhi etos kewirausahaan

Sumber : Mary Jesselyn Co (2004) halaman 188.

Kemitraan antara perawat spesialis komunitas dan pihak-pihak terkait dengan


masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-komponen
yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi dalam
mengkombinasikan keahlian masing-masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan
strategi peningkatan kesehatan masyarakat. Pihak-pihak terkait yang dapat dibina
hubungannya dengan perawat spesialis komunitas dalam pengembangan kesehatan
masyarakat, adalah :
1. Profesi kesehatan lainnya, misalnya dokter, ahli gizi, sanitarian, bidan/bidan di
desa, atau fisioterapist.
2. Puskesmas
3. Organisasi Penyelenggara Pemeliharaan Kesehatan (PPK) atau Health
Maintenance Organization (HMO). Organisasi PPK memberikan jaminan
pelayanan keperawatan dan pelayanan profesi kesehatan lainnya dengan prinsip
managed care. Managed care yaitu suatu integrasi antara pembiayaan dan
penyediaan pelayanan kesehatan yang tepat guna untuk menjamin anggota
masyarakat (Thabrany, 2000a). Pembiayaan managed care menggunakan sistem
kapitasi (Thabrany, 2000b).
4. Donatur / sponsor, merupakan badan atau lembaga yang dapat memberikan
bantuan finansial baik secara sukarela atau mengikat untuk program
pengembangan kesehatan masyarakat.
5. Lintas sektor terkait, merupakan institusi formal (birokrasi) yang terkait dengan
upaya pengembangan kesehatan masyarakat dari tingkat teknis lapangan sampai
ke tingkat kabupaten/kota. Misalnya: Pemerintah Daerah, Bappeda, Dinas
Pertanian / Peternakan, BKKBN, PDAM, Dinas Pekerjaan Umum, dan lain-lain.
6. Organisasi masyarakat formal dan informal, misalnya: Organisasi
Muhammadiyah/Aisyah, Nahdlatul Ulama/Fatayat NU, Lembaga Swadaya
Masyarakat, TP-PKK, kelompok pengajian, kelompok arisan, dasa wisma, dan
lain-lain.
7. Tokoh masyarakat atau tokoh agama yang memiliki pengaruh kuat di tengah
masyarakat (key persons).

Kesehatan masyarakat digambarkan sebagai bangun segitiga beserta unsur partisipasi,


kapasitas, dan kepemimpinan (Nies & Mc. Ewan, 2001). Partisipasi berkaitan dengan
peran serta aktif seluruh komponen masyarakat, yaitu individu, keluarga, kelompok
risiko tinggi, dan sektor terkait lainnya, dalam upaya perencanaan dan peningkatan
derajat kesehatan secara komprehensif. Kapasitas memiliki makna tingkat
pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan anggota masyarakat secara keseluruhan
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam upaya peningkatan
kesehatan masyarakat. Sedangkan kepemimpinan mengindikasikan kemampuan
mempengaruhi anggota masyarakat dalam meningkatkan fungsionalnya pada
pengembangan kesehatan masyarakat. Masyarakat memerlukan pemimpin yang dapat
mengorganisasikan, bertanggungjawab, dan memobilisasi anggota masyarakat lain
untuk lebih berperan aktif dalam pengembangan kesehatannya.
Garis panah penghubung masing-masing unsur dalam bangun segitiga
menggambarkan tingkat pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai panutan masyarakat
yang berpengaruh terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Fokus
utama model adalah masyarakat atau komunitas secara keseluruhan. Tiga tanda panah
yang mengarah pada “Kesehatan Masyarakat” memberikan makna adanya interaksi
berbagai unsur dalam model untuk mencapai tujuan bersama yaitu masyarakat yang
sehat. Menurut Nies dan Mc. Ewan (2001), terminologi “kesehatan masyarakat” dalam
pembangunan kesehatan masyarakat memiliki dua pengertian. Pertama, digunakan
untuk menggambarkan pencapaian kualitas kesehatan yang diinginkan atau dampak
dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat (outcome indicators). Dan kedua,
sebagai perangkat utama untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan masyarakat
(input indicators dan process indicators).

5. Analisis Kemanfaatan Model Kemitraan Keperawatan Komunitas

Berdasarkan penjelasan model kemitraan keperawatan komunitas dalam


pengembangan kesehatan komunitas, maka perlu dianalisis dari beberapa aspek, yaitu :

5.1. Keperawatan Spesialis Komunitas


1. Dapat dikembangkannya model praktik keperawatan komunitas yang
terintegrasi antara praktik keperawatan dengan basis riset ilmiah.
2. Mengenalkan model praktik keperawatan komunitas.
3. Meningkatkan proses berpikir kritis dan pengorganisasian pengembangan
kesehatan masyarakat
4. Meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan masyarakat dan sektor terkait
5. Meningkatkan legalitas praktik keperawatan spesialis komunitas
6. Mendorong praktik keperawatan komunitas yang profesional
5.2. Sistem Pendidikan Keperawatan Komunitas
1. Memperbaiki sistem pendidikan keperawatan spesialis komunitas yang
profesional dan aplikatif
2. Meningkatkan kepercayaan diri perawat pada umumnya dan perawat spesialis
komunitas pada khususnya
3. Menunjukkan peran baru perawat spesialis komunitas
4. Sejak awal mahasiswa keperawatan komunitas dikenalkan dengan kegiatan
intervensi keperawatan pada pengembangan kesehatan masyarakat, yaitu:
kolaborasi, kemitraan dan mengembangkan jaringan kerja.
5. Meningkatkan kesiapan mahasiswa pendidikan keperawatan spesialis komunitas
dalam praktik keperawatan komunitas
6. Merumuskan bentuk pembelajaran keperawatan komunitas yang inovatif
5.3. Regulasi
1. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait lainnya
untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik keperawatan
komunitas.
2. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan jaminan
pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang profesional
3. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan efektif
5.4. Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Memperkenalkan dan meningkatkan sistem praktik keperawatan komunitas
sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional
2. Meningkatkan jaringan kerja pelayanan kesehatan yang berbasis rumah sakit
dan masyarakat
3. Meningkatkan jaringan kerja pelayanan keperawatan komunitas dengan elemen-
elemen dalam masyarakat
4. Mengarahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada
paradigma sehat atau mengutamakan upaya preventif dan promotif
5. Mempercepat pencapaian Indonesia Sehat 2010 melalui Kabupaten/Kota Sehat,
Kecamatan Sehat, dan Desa Sehat.
6. Menurunkan angka pelayanan di rumah sakit
7. Membentuk model praktik keperawatan komunitas bagi daerah-daerah lain di
Indonesia
8. Meningkatkan sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis pelayanan
keperawatan
9. Meningkatkan jaringan kerja dengan spesialisasi keperawatan lainnya
5.5. Masyarakat
1. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
2. Meningkatkan pelayanan pasca kesakitan (pasca hospitalisasi) pada masyarakat.
3. Meningkatkan peran serta aktif individu, keluarga, kelompok khusus, dan
masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
4. Meningkatkan kapasitas, partisipasi, dan kepemimpinan anggota masyarakat
dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
5. Meningkatkan kolaborasi, kemitraan, dan jaringan kerja antar elemen
masyarakat dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
6. Meningkatkan pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat dalam
hidup berperilaku sehat.
7. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat terutama upaya
kesehatan mandiri yang bersifat preventif dan promotif.
8. Menurunkan insidensi penyakit menular berbasis masyarakat dan lingkungan.

6. Implikasi Model pada Pengembangan Kebijakan Keperawatan


Komunitas dan Promosi Kesehatan

6.1. Implikasi model pada pengembangan kebijakan keperawatan


komunitas

Berdasarkan kompleksitas bidang tugas keperawatan komunitas terutama dalam


membangun kolaborasi, kemitraan dan jaringan kerja dengan elemen masyarakat
lainnya, maka perlu :
1. Didorong penyusunan Undang-undang tentang Profesi Perawat
2. Disusun Kode Etik dan Standar Kompetensi Perawat Spesialis Komunitas
Indonesia
3. Disusun Standar Pelayanan Praktik Keperawatan Komunitas
4. Disusun Sistem Keperawatan Komunitas termasuk sistem pendidikan
berkelanjutan
5. Dibentuk kolegia perawat spesialis komunitas untuk meningkatkan standar
mutu pelayanan
6. Dibentuk suasana praktik keperawatan komunitas yang berbasis pada penelitian
ilmiah
7. Menyusun integrasi antara sistem pendidikan perawat spesialis komunitas
dengan praktik perawat spesialis komunitas.
6.2. Implikasi model pada promosi kesehatan
1. Meningkatkan peran dan fungsi perawat spesialis komunitas sebagai
koordinator, kolaborator, penghubung, advokat, penemu kasus, pemimpin,
pemberi pelayanan keperawatan, role model, pengelola kasus, referal resource,
peneliti, community care agent dan change agent.
2. Memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/ kesehatan
Individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan serta
pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang
keperawatan/ kesehatan
3. Meningkatnya kolaborasi, kemitraan dan jaringan kerja perawat spesialis
komunitas dengan masyarakat maupun elemen masyarakat terkait lainnya.
4. Meningkatnya upaya preventif dan promotif dibanding upaya kuratif dan
rehabilitatif.
5. Meningkatnya tiga upaya preventif (tindakan pencegahan)
7. Penutup

Fokus praktik keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat. Pengorganisasikan komponen masyarakat yang dilakukan oleh perawat
spesialis komunitas dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat
(community development). Intervensi keperawatan komunitas yang paling penting
adalah membangun kolaborasi dan kemitraan bersama anggota masyarakat dan
komponen masyarakat lainnya, karena dengan terbentuknya kemitraan yang saling
menguntungkan dapat mempercepat terciptanya masyarakat yang sehat.

“Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan


masyarakat” merupakan paradigma perawat spesialis komunitas yang relevan dengan
situasi dan kondisi profesi perawat di Indonesia. Model ini memiliki ideologi
kewirausahaan yang memiliki dua prinsip penting, yaitu kewirausahaan dan advokasi
pada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan azas
keadilan sosial dan azas pemerataan.

Dalam tulisan ini telah disajikan analisis mengenai kemanfaatan model kemitraan
keperawatan komunitas terhadap: keperawatan spesialis komunitas, sistem pendidikan
keperawatan komunitas, regulasi, sistem pelayanan kesehatan, dan masyarakat serta
implikasi model terhadap pengembangan kebijakan keperawatan komunitas dan
promosi kesehatan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Anderson, E.T. & J. McFarlane, 2000. Community as Partner Theory and Practice in Nursing 3rd
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Black, M. 2002. A Handbook on Advocacy – Child Domestic Workers: Finding a Voice. Anti-
Slavery International. Sussex, UK: The Printed Word.
3. Bracht, N. (Ed.). 1990. Health promotion at the community level. Newbury Park, CA: Sage.
4. Co, M.J. 2004. The Formal Institutional Framework of Entrepreneurship in the Philippines:
Lessons for Developing Countries. The Journal of Entrepreneurship, 13 (2): 185-203.
5. Cohen, E. 1996 Nurse Case Management in the 21st Century. St. Louis: Mosby-Year Book. Inc.
6. Cohen, D., de la Vega, R., & Watson, G. 2001. Advocacy for Social Justice: A Global Action and
Reflection Guide. Bloomfield, CT: Kumarian Press.
7. Community Health Nurses Association of Canada. 2003. Canadian community health nursing
standards of practice. Ottawa: Author.
8. Depkes RI. 2004a. Kajian Sistem Pembiayaan, Pendataan dan Kontribusi APBD untuk
Kesinambungan Pelayanan Keluarga Miskin (Exit Strategy). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
9. Depkes RI. 2004b. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
10. Depkes RI. 2005. Kemitraan. Pusat Promosi Kesehatan http://www. promokes.go.id, diunduh
pada tanggal 25 September 2005

You might also like