You are on page 1of 35

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jenis ikan yang banyak dibudidayakan hampir diseluruh propinsi di indonesia

adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan spesies

yang mudah dibudidayakan dan dapat berkembang dengan baik. Daya adaptasi yang

tinggi menyebabkan ikan mas dapat hidup dalam dataran rendah sampai dataran

tinggi. Disamping itu preferensi masyarakat terhadap ikan mas cukup tinggi.

Produksi ikan mas semakin meningkat sejalan dengan peningakatan permintaan

untuk memenuhi konsumen dalam negeri.

Ikan mas juga merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang

tergolong memiliki nilai ekonomis penting. Ikan konsumsi ini termasuk salah satu

komoditas sektor perikanan air tawar yang terus berkembang pesat dari waktu ke

waktu.

Menurut Khairuman et al., (2005) permintaan konsumen terhadap ikan mas

ukuran konsumsi tidak pernah surut bahkan menunjukkan angka peningkatan dari

tahun ke tahun. Meskipun belum ada angka pasti mengenai besarnya permintaan

konsumen terhadap ikan mas. Penyediaan benih yang bermutu baik dalam jumlah

cukup dan kontinyu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budidaya

ikan konsumsi.
2

Mulai tahun 1990-an, budidaya ikan mas telah mengarah kepada konsep

agribisnis yang dibagi menjadi beberapa subsistem. Subsistem pada budidaya ikan

mas tersebut terdiri dari subsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan subsistem

pembesaran. Setiap subsistem tersebut tidak dapat terpisahkan satu sama lain, bahkan

saling terkait erat. Teknologi yang diterapkan pada sub usaha pembesaran sebagian

besar sudah mengarah kepada pola intensifikasi walaupun masih perlu beberapa

perbaikan. Sementara itu, pada sub usaha pembenihan dan pendederan, intensifikasi

masih perlu ditingkatkan lagi, terutama untuk meningkatkan produksi guna

memenuhi kebutuhan pada kegiatan pembesaran (Khairuman et al.,2005).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul ” Pembenihan

Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan praktek ini adalah:

1. untuk mengetahui kegiatan teknik produksi benih ikan mas (Cyprinus

carpio) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)

Sukabumi.

2. Sebagai media atau sumber untuk mengembangkan dan meningkatkan

wawasan.

3. Sebagai bahan perbedaan antara ilmu dibangku sekolah (teori) dengan

pengetahuan yang diperoleh di lapangan.


3

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada usulan Praktek Akhir ini meliputi:

1. Teknik pemeliharaan induk, teknik persiapan kolam, teknik pemijahan dan

pemeliharaan larva.

2. Analisis usaha yang di bahas meliputi: analisa laba/rugi, B/C ratio, Break

Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP).


4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)

2.1.1 Klasifikasi Dan Morfolgi

Menurut Abdullah (2006), klasifikasi ikan mas adalah sebagai

berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophisi

Sub ordo : Cyprinidea

Family : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio Linn.

Secara morfologi bentuk tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak

(compressed). Mulut berada di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan

(protaktif). Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut

terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang tersusun dari tiga baris gigi

geraham. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik, kecuali

beberapa varietas yang memiliki sedikit sisik. Sisik ikan mas yang berukuran relatif

besar digolongkan ke dalam sisik tipe lingkaran (sikloid) dan terletak beraturan

(Rochdianto, 2005).
5

Menurut Khairuman et.al (2005), tubuh ikan mas dilengkapi juga dengan sirip. Sirip

punggung (dorsal) memanjang dan bagian belakangnya berjari keras. Sementara itu,

ketiga dan keempatnya bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan

permukaan sirip perut (ventral). Sirip dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip

punggung, yakni berjari keras dan bergerigi. Garis rusuk atau gurat sisi (linea

literalis) pada ikan mas berada di pertengahan tubuh mulai dari belakang tutup

insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Induk ikan mas dapat dilihat pada

Gambar 1. di bawah ini:

Gambar 1. Induk ikan mas

2.1.2 Habitat dan Lingkungan Hidup


Di alam asli, ikan mas dapat ditemui di pinggiran sungai, danau, atau perairan

tawar lainnya yang keadaan air tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras.

Meskipun ikan mas termasuk ikan air tawar, namun tidak jarang ikan ini ditemui

hidup di daerah muara sungai yang berair payau (Susanto dan Rochdianto, 1999).

Khairuman et.al (2005), menyatakan ikan mas dapat hidup di tempat (habitat)

perairan air tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, misalnya

di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat hidup baik di ketinggian 150-600 meter

di atas permukaan laut (dpl) dan pada suhu 25–300C.

Ikan mas yang dibudidayakan di areal perkolaman dapat dikawinkan

sepanjang tahun (tidak mengenal musim). Tetapi di alam aslinya misal: sungai, danau
6

ataupun genangan air lainnya, ikan mas memijah pada awal atau sepanjang musim

penghujan. Biasanya memijah pada perairan dangkal, setelah mengalami kekeringan

musim kemarau, dan menempelkan seluruh telurnya pada tanaman atau rerumputan

di tepi perairan (Santoso, 2000). Atas dasar inilah orang kemudian beranggapan

bahwa ikan mas yang akan memijah harus didahului dengan tindakan memanipulasi

lingkungan yang meliputi pengeringan kolam dan pengisian air baru. Sebagai bahan

penempel telurnya digunakan kakaban, yaitu ijuk yang dijepitkan di dua bilah bambu

(Susanto dan Rochdianto, 1999).

2.1.3 Kebiasaan Makan

Ikan mas termasuk pemakan segala (omnivora). Pada umur muda (ukuran 10

cm), ikan mas senang memakan jasad hewan atau tumbuhan yang hidup di dasar

perairan atau kolam, misalnya chironomidae, olighochaeta, tubificidae, epimidae,

trichoptera, molusca, dan sebagainya. Selain itu memakan juga protozoa dan

zooplankton seperti copepoda dan cladocera. Hewan-hewan kecil tersebut disedot

bersama lumpurnya, diambil yang dapat dimanfaatkan dan sisanya dikeluarkan

melalui mulut (Santoso, 2000).

Makanan yang dapat di telan larva berumur sekitar 5 hari adalah organisme

renik berupa plankton. Larva ikan mas memakan plankton nabati (phytoplankton)

maupun plankton hewani (zooplankton) yang berukuran 100 – 300 mikron. Meskipun

larva ikan mas menyukai pakan alami berupa plankton, namun kebiasaan ini bisa

berubah sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya (Djarijah, 2005).


7

2.1.4 Perkembangbiakan

Djarijah (2005), menyatakan di wilayah beriklim tropis, ikan mas mencapai

tingkat kedewasaan yaitu sekitar umur 1–2 tahun dengan kisaran berat antara 1,5 - 2

kg/ekor untuk betina. Sedangkan ikan mas jantan mencapai matang kelamin relatif

lebih mudah dari pada betina yaitu 8 bulan dengan berat badan 0,5 – 0,7 kg/ekor.

Proses matang kelamin ikan mas berlangsung relatif lama dan pelan-pelan.

Perkembangan gametnya sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan.

Perkembangan telur dan sperma induk ikan mas yang hidup di daerah tropis relatif

lebih cepat dibandingkan dengan kawasan subtropis.

Siklus reproduksi ikan mas dimulai di dalam gonad, yaitu ovari pada ikan

betina dan testis pada ikan jantan. Dari ovari akan dihasilkan telur dan dari testis akan

dihasilkan spermatozoa. Pemijahan pada ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan

tidak tergantung pada musim. Secara alami pemijahan terjadi pada tengah malam

sampai akhir fajar. Menjelang ikan mas memijah induk-induk ikan mas bersifat lebih

agresif. Di alam telah menjadi kebiasaan, sebelum memijah ikan akan mencari tempat

rimbun dengan tanaman air atau rumput-rumput yang menutupi permukaan air.

Substrat-substrat tersebut dapat merangsang pemijahan dan digunakan untuk

meletakan telur-telurnya. Sifat telur ikan mas adalah melekat pada substrat. Telur-

telur ikan mas berbentuk bulat, bening, dan ukurannya bervariasi menurut umur dan

bobot induk. Diameter telur ikan mas tersebut antara 1,5 - 1,8 mm dengan bobot

antara 0,17 - 0,20 mg (Suseno, 2002).


8

2.2 Teknik Pembenihan Ikan Mas

2.2.1 Persiapan Kolam Pemijahan

kolam pemijahan sebaiknya berupa kolam yang dasarnya terbuat dari tembok,

sehingga mudah dalam pengeringan dan pengisian air. Luas kolam pemijahan 20–50

m2 dan ketinggian air rata-rata 75 cm. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk

merangsang atau mempercepat proses pemijahan. Setelah pemasangan kakaban,

selanjutnya kolam diisi air yang bersih dan jernih sampai setinggi 75 cm. Air kolam

pemijahan harus benar-benar bersih dan jernih, supaya kotoran tidak menempel pada

telur-telur ikan mas yang ada di kakaban dan substrat penempel telur lainnya

(Khairuman et.al, 2005).

2.2.2 Persiapan Kolam Pemeliharaan Larva

Menurut (Djarijah, 2005) kegiatan persiapan kolam pemeliharaan larva

meliputi pengeringan, rehabilitasi kolam, pemupukan, pengapuran, dan pengairan.

Pengeringan pada musim kemarau relatif singkat antara 2-4 hari. Bersamaan dengan

pengeringan kolam dapat dilakukan rehabilitasi pematang, saluran air, pintu air dan

pengolahan tanah dasar kolam. Pematang dan saluran air yang bocor atau rusak

ditambal dan diperbaiki. Saringan air dicopot, dibersihkan dan diperbaiki kemudian

dipasang kembali. Menurut Takano et al., (2007) tahapan-tahapan dalam persiapan

kolam pemeliharaan larva ialah:

1. pengeringan kolam (9 hari sebelum seleksi induk)

2. kolam dibiarkan kering/ dijemur (2 hari)

3. Pengapuran (6 hari sebelum seleksi induk)

4. Kolam dibiarkan kering (2 hari)


9

5. Pemasukan air ke dalam kolam (kedalaman 30 cm), pemupukan (3

hari sebelum seleksi induk)

6. Seleksi induk

7. Pemasukan air ke dalam kolam pemeliharaan larva (hingga kedalaman

50 cm), melakukan pemijahan induk dikolam pemijahan.

8. 2-3 hari setelah pemijahan telur menetas.

9. Pemasukan air ke dalam kolam pemeliharaan (hingga kedalaman 80

cm), umur 1-2 hari setelah menetas dilakukan penebaran larva ke kolam

pemeliharaan larva.

Setelah kering, kolam dipupuk untuk menumbuhkan pakan alami yang sangat

dibutuhkan oleh benih ikan mas. Pakan alami yang sangat disukai benih ikan mas

adalah plankton, misalnya daphnia, rotifera dan moina. Pemupukan dapat

menggunakan pupuk kandang dari kotoran ayam dan bisa juga ditambahkan dengan

pupuk buatan berupa urea dan TSP. Jumlah dan dosis disesuaikan dengan tingkat

kesuburan perairan. Sebagai patokan, umumnya petani menggunakan pupuk kotoran

ayam dengan takaran 250-500 gram/m2, TSP dan urea masing-masing 8-10 gram/ m2

dan kapur sebanyak 15-25 gram/m2. Kapur tersebut berfungsi untuk menaikkan

derajat keasaman tanah dan membunuh bibit penyakit (Khairuman et al., 2005).

2.2.3 Seleksi Induk

Menurut Djarijah (2005) kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan

awal dalam mata rantai proses pembenihan. Tujuan dalam pemeliharaan induk adalah

untuk mendapatkan induk matang gonad atau induk yang siap dipijahkan untuk

menghasilkan telur.
10

Pemilihan calon induk harus mempertimbangkan ras atau varietas ikan yang

akan dipelihara, karena ciri-ciri calon induk yang baik berbeda-beda untuk setiap ras

atau varietas (Khairuman et al., 2005).

Untuk memastikan apakah seekor induk ikan mas telah mencapai kematangan

gonad (adanya sperma atau telur dormant) dan memilihnya untuk dikembangkan

secara artifisial, perut dan genital papilla harus diteliti dengan cermat. Seekor betina

yang matang gonad perutnya membulat dan sedikit lunak bahkan lunak sekali, genital

papilla mengembang dan berwarna kemerahan, lubang anusnya melebar dan

menonjol. Seekor jantan yang matang gonad, bila perutnya ditekan sedikit akan

mengeluarkan sperma, perutnya tidak gemuk melainkan ramping, pada kepalanya ada

penebalan kulit (Horvarth et.,al 1985).

Menurut Santoso (1996), seleksi terhadap induk ikan mas meliputi lima hal,

yaitu:

1. Umur

Sebagai patokan, umur induk yang pantas dikawinkan berkisar antara 1,5 - 2

tahun bagi betina. Seumur ini beratnya dapat mencapai 2 kg per ekor. Sedangkan ikan

mas jantan mencapai matang kelamin relatif lebih mudah dari pada betina yaitu 8

bulan dengan berat badan 0,5 kg per ekor. Walaupun kedua induk beratnya telah

mencapai 2 kg dan 0,5 kg per ekor, tetapi bila umurnya masih kurang dari 1,5 - 2

tahun dan 8 bulan sebaiknya dihindari. Sebaliknya pada umur yang sama sedangkan

berat lebih dari (jantan 0,5 dan betina 2 kg) dapat dijadikan induk.
11

2. Bentuk Badan

Bentuk badan keseluruhan mulai ujung mulut sampai ujung sirip ekor harus

mulus, sehat, badan dan sirip-siripnya tidak cacat. Jika salah satu bagian badan cacat

sebaiknya dihindari karena dapat menurun pada anak-anaknya. Selain itu garis sisik

(linea lateral). Kedua sisi tubuhnya posisinya sama, tidak ada lekukan atau patahan.

3. Kepala

Bagian kepala induk ikan mas relatif lebih kecil dari pada bagian badannya.

Tutup insang normal, tidak terlalu tebal hingga berkesan menggembung. Panjang

kepala minimal sepertiga dari panjang badan. Apabila tidak sama, mungkin terjadi

perlengkungan atau pemendekan tulang punggung inipun harus dihindari. Jika bagian

tutup insang dibuka, tidak terdapat bercak putih. Setiap sisi ujung moncong mulut

bibir atas mempunyai dua buah kumis (barbel). Yang perlu diperhatikan lagi ialah

matanya. Jika induk ikan mas diletakkan terlentang atau dimiringkan, biasanya

matanya digerakkan atau berputar-putar dan lensa mata tampak jernih.

4. Sisik

Sisik induk yang baik tersusun secara teratur (kecuali stain karper kaca) dan

ukuran relatif besar. Sisik yang terlihat kusam atau tidak cerah menandakan kurang

baik atau terlalu tua.

5. Pangkal ekor

Pangkal ekor yang baik harus normal dan kuat, tidak memendek atau

melengkung. Perbandingan panjang pangkal ekor (caudal penducle) dengan lebar

atau tingginya harus lebih panjang. Induk ikan mas yang menandakan pangkal
12

ekornya kurang normal (tinggi melebihi panjangnya) sebaiknya disingkirkan dari

penyeleksian (Santoso, 1996).

Menurut Santoso (1996), perbedaan induk ikan mas jantan dan betina dapat

dilihat pada Tabel 1. di bawah ini:

Tabel 1. Perbedaan induk ikan mas jantan dan betina

Jantan Betina
1. Badan tampak ramping atau 1. Badan terutama bagian perut
langsing membesar atau buncit; bila
diraba terasa lembek
2. Gerakkannya lincah dan gesit 2. Gerakkannya lamban, memberi
kesan malas bergerak
3. Jika perut diurut (perlahan- 3. Jika perut diurut, akan
lahan) dari depan ke bawah mengeluakan cairan berwarna
arah sirip ekor akan kuning.
mengeluarkan cairan berwarna
putih (sperma) seperti santan
kelapa.
4. Pada malam hari biasanya
meloncat-loncat.
Sumber: Santoso, (1996)

Menurut Khairuman et al., (2005), secara umum ciri-ciri calon induk yang

baik sebagai berikut :

1. Sehat, tidak cacat, dan tidak terluka.

2. Umur induk 1,5 – 3 tahun.

3. Sisik tersebar teratur dan berukuran agak besar.

4. Sisik tidak terluka dan tidak cacat.

5. Bentuk dan ukuran tubuh seimbang, tidak terlalu gemuk.

6. Tubuh tidak terlalu keras atau terlalu lembek.

7. Perut lebar dan datar.


13

8. Ukuran tubuh relatif tinggi.

9. Bentuk ekor normal, cepat terbuka, pangkal ekor relatif lebar, dan

tebal.

10. Kepala relatif kecil dan moncongnya lancip, terutama pada induk

betina. Sebab, jumlah telur ikan mas yang berkepala kecil biasanya lebih

banyak daripada ikan yang berkepala besar.

11. Jarak lubang dubur relatif dekat dengan pangkal ekor.

Sedangkan menurut Takano et al., (2007) kriteria induk yang berkualitas

adalah sebagai berikut:

1. Bentuk badan yang proporsional.

2. Warna badan (sesuai selera konsumen).

3. Laju pertumbuhan yang cepat.

4. Tahan terhadap penyakit.

5. Tingkat kematian rendah.

6. Mudah dan responsive terhadap pakan.

7. Adaptif dan jinak.

Menurut Abdullah (2006), tanda–tanda induk matang kelamin adalah sebagai

berikut:

1. pergerakkan ikan dalam keadaan lamban atau malas bergerak,

2. malam hari sering melompat,

3. perut membesar ke arah belakang dan jika diraba terasa lembek,

4. lubang anus agak membengkak/menonjol berwarna kemerahan,


14

5. untuk induk jantan bila diurut kearah kelamin, maka akan mengeluarkan

cairan berwarna putih susu.

Berikut ini dapat dilihat tingkat kematangan gonad ikan mas jantan dan ikan

mas betina.

Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan mas jantan dan betina


Tingkatan Keterangan
A. Jantan

a. Belia Tempat air mani bening seperti cuka, tidak berwarna,

keabuan (keadaan pada ikan yang belum dewasa).

b. Belia Berkembang Tempat air mani keruh, tembus cahaya, merah keabuan,

dan kecil.

c. Perkembangan I Tempat mani tidak tembus cahaya, kemerahan, kaya

pembuluh darah.

d. Perkembangan II Tempat mani putih hingga putih kemerahan dan

berlangsung puncak proses pembentukan mani.

e. Berentang Tempat mani tidak tembus cahaya, jika ditekan akan

keluar testes yang liat, dan air mani telah sempurna.

f. Matang siap mijah Tempat air mani tidak tembus cahaya, berwarna putih, jika

ditekan mengalir seperti susu, terjadi puncak tingkatan

masak air mani.

g. Setengah terpijah Tempat air mani tidak tembus cahaya, warnanya sedikit

kemerahan, kalau ditekan air maninya akan keluar.

h. Terpijah Tempat air mani merah tua hingga abu-abu kemerahan.


15

Tidak ada air mani lagi, kaya pembuluh darah, lambat laun

kembali seperti pada tingkatan belia.

B. Betina

a. Dara Ovarium sangat kecil dan terletak dibawah tulang

punggung, tidak berwarna sampai abu-abu dan transparan,

butir-butir telur tidak terlihat dengan mata biasa.

b. Dara berkembang Ovarium jernih sampai abu-abu kemerahan, butir telur

dapat terlihat menggunakan kaca pembesar.

c. Perkembangan I Ovarium berbentuk bulat telur, warna kemerahan, butir-

butir telur mirip serbuk putih.

d. Perkembangan II Ovarium berwarna orange kemerahan

e. Bunting Ovarium mengisi penuh ruangan rongga bawah, telur bulat

dan jernih.

f. Mijah Telur keluar jika ditekan perutnya, kebanyakan telur

jernih.

g. Mijah salin Ovarium belum kosong sama sekali.

h. Mijah salin Ovarium kosong dan berwarna kemerahan.

i. Pulih salin Ovarium jernih sampai abu-abu kemerahan


Sumber : Ardiwinata, 1981 dan Sumantadinata K., 1983 dalam Khairuman et al., 2005.

2.2.4 Pemijahan

Pemijahan adalah upaya untuk mengawinkan induk jantan dan induk betina di

dalam kolam yang telah disediakan. Pemijahan ikan di dalam kolam tidak

menggunakan kakaban sebagai substrat penempel telur. Induk dibiarkan berpijah


16

sesuai dengan nalurinya. Telur hasil pemijahan dibiarkan berserakan atau menempel

pada rumput-rumputan yang tumbuh pada pelataran kolam. Kedalaman air pada

pelataran adalah 30-50 cm. Untuk mempercepat pemenuhan air kolam, debit air pada

awal pengisian air ditambah menurut luas kolam serta penguapan dan perembesan,

kemudian dikurangi setelah kedalaman air dalam kolam memenuhi persyaratan. Debit

air selama proses pemijahan pada kolam seluas 3.000 m2 rata-rata adalah 0,2-0,3

liter/detik (Djarijah, 2005).

Sedangkan menurut Abdullah (2006), pemijahan ikan mas dalam kegiatan

budidaya adalah dengan cara membuat lingkungan perairan menyerupai lingkungan

alaminya sehingga kedua induk jantan dan betina terangsang untuk melakukan

pemijahan. Sedangkan wadah yang digunakan adalah hapa yang terbuat dari kain

strimin yang diletakkan di kolam/bak. Selain hapa ada beberapa sarana lain yang

diperlukan yaitu tempat menempel telur-telur ikan berupa kakaban. Hapa yang

terpasang sedemikian rupa di dalam kolam dapat dimasukkan induk dengan

kepadatan 2 kg induk betina/4 m2 dengan perbandingan induk jantan dan betina 1 : 1.

Kolam diusahakan mengalir dengan debit 0,5 liter/detik dan tinggi air di dalam

kolam ± 1 m, sedangkan tinggi air di dalam hapa ± 70 cm.

2.2.5 Penetasan Telur

Khairuman et al., (2005) menyatakan di kolam pemijahan, kakaban yang

sudah dipenuhi telur dibiarkan selama 2–3 hari. Hal ini biasanya terjadi pada

pemijahan alami dengan menggunakan hapa. Selama selang waktu itu, biasanya telur-

telur akan menetas. Setelah telur menetas, kakaban diangkat dan larvanya dibiarkan

dalam hapa sampai kuning telur hilang. Setelah lima hari larva siap ditebar dalam
17

kolam. Telur ikan mas juga dapat ditetaskan dengan menggunakan hapa di kolam

penetasan. Luas minimum kolam yang digunakan 500 m2. Kolam tersebut

dikeringkan selama 3–4 hari hingga dasarnya retak. Jika terjadi kebocoran, pematang

harus diperbaiki. Perlu juga dipastikan bahwa saluran tengah atau kamalir dapat

berfungsi sebagaimana mestinya.

Pada saat penetasan telur, aliran air dijaga tetap stabil dan jangan sampai

berhenti karena telur-telur tersebut membutuhkan air yang kaya oksigen dan stabil

suhunya (Susanto, 2006). Kakaban yang sudah penuh ditempeli telur ikan dibiarkan

selama 2 – 3 hari tetap dalam kolam pemijahan. Dalam kurun waktu tersebut,

biasanya telur telah menetas seluruhnya. Kakaban diangkat dan larva dibiarkan dalam

hapa di kolam pemijahan sampai kuning telur hilang (Suseno, 2002). Sedangkan

menurut Standar Nasional Indonesia (1999) setelah 45 jam dan pada suhu sekitar

25ºC akan terjadi penetasan telur.

Khairuman et.al., (2005), menyatakan bahwa di dalam kolam pemijahan,

kakaban yang sudah dipenuhi telur dibiarkan selama 2 - 3 hari. Hal ini biasanya

terjadi pada pemijahan alami dengan menggunakan hapa. Selama selang waktu itu,

biasanya telur-telur akan menetas. Setelah telur menetas, kakaban diangkat dan

larvanya dibiarkan di dalam hapa sampai kuning telur hilang. Setelah lima hari larva

siap di tebar ke kolam. Telur ikan mas juga dapat ditetaskan dengan menggunakan

hapa di kolam penetasan. Luas minimum kolam yang digunakanadalah 500 m2.

kolam tersebut dikeringkan selama 3 - 4 hari hingga dasarnya retak. Jika terjadi

kebocoran, pematang harus diperbaiki. Perlu juga dipastikan bahwa saluran tengah

atau kemalir dapat berfungsi sebagaimana mestinya.


18

2.2.6 Pemeliharaan Larva

Menurut Standar Nasional Indonesia (1999) larva ikan mas ialah fase atau

tingkatan benih ikan yang berumur 4 hari sejak telur menetas serta mempunyai

kriteria yang berbeda dari ikan dewasa.

Mengingat sifat dan perilaku larva ikan mas sangat rentan, maka

penanganannya harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti. Disamping konsentrasi

oksigen dalam media perawatan tetap terjamin, suhu media perawatan juga harus

tetap optimal. Perubahan atau fluktuasi suhu yang mendadak sangat membahayakan

kelangsungan hidup larva. Pekerjaan pokok perawatan larva ikan mas adalah

membersihkan telur, siphonisasi cangkang dan telur yang rusak (busuk), dan

mempertahankan konsentrasi oksigen dan suhu yang optimal. Pembersihan telur yang

rusak atau tidak menetas dilakukan denga menyeser telur-telur tersebut atau dengan

disiphon menggunakan selang plastik. Biasanya telur yang rusak dan membusuk akan

mengapung di permukaan air, tetapi seringkali telur ini tenggelam di dasar atau

melayang mengikuti arah gerakan air (Djarijah, 2005).

2.2.7 Pemberian Pakan

Menurut Abdullah (2006) setelah kuning telur yang terkandung di dalam

tubuh larva habis. Larva bisa diberi makanan tambahan berupa suspensi kuning telur

dengan frekuensi 5 kali/ hari dan dosisnya 1 butir telur untuk 50.000 ekor larva dan

pemberian makanan tambahan ini berlangsung selama ± 5 hari. Menurut Suseno

(2002) masing-masing ikan memiliki kebutuhan optimal protein yang berbeda-beda.


19

Misalnya untuk daerah tropis, benih ukuran kebul dan putihan memerlukan protein

sekitar 50%, ukuran jari (gelondongan) memerlukan protein 40%, dan ikan ukuran

lebih besar memerlukan protein antara 30-35%. Kebutuhan karbohidrat dalam pakan

kira-kira 30%.

Untuk menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan larva kolam harus

dipupuk menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Jumlah pupuk yang

digunakan disesuaikan dengan tingkat kesuburan perairan. Biasanya, pupuk organik

berupa kotoran ayam yang digunakan sebanyak 500 gram/m2. Sementara itu, pupuk

anorganik berupa TSP dan urea yang digunakan masing-masing sebanyak 10

gram/m2. Kedua pupuk anorganik tersebut dicampur dengan kapur sebanyak 15

gram/m2. Selanjutnya, campuran pupuk dan kapur tersebut diaduk merata dan

ditebarkan ke seluruh permukaan tanah di dasar kolam (Khairuman et al., 2005).

2.3 Pengelolaan Kualitas Air

Menurut Standar Nasional Indonesia (1999) kualitas air media yang cocok

untuk pembenihan ikan mas ialah sebagai berikut:

a. Suhu : 25-30 °c
b. pH : 6,5-8,5
c. Debit air : 0,4-0,7 liter/detik
d. DO : minimal 5 mg/l
e. Ketinggian air : 50-70 cm
f. Kecerahan : 25 cm
g. Amonia : kurang dari 0,01 mg/l
Usaha pembenihan dan pendederan ikan mas dapat menggunakan air hujan,

air waduk, air sungai, mata air, air saluran irigasi, air permukaan, air sumur terbuka,
20

air sumur pantek, dan air sumur artesis. Dari berbagai sumber tersebut, air waduk

dianggap yang terbaik karena endapannya cukup sedikit dan kandungan oksigen serta

unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami cukup tinggi. Sementara

itu, air sumur terbuka, air sumur pantek, atau air tanah lainnya, lebih aman dari

kontaminasi biota dan penyakit, tetapi miskin oksigen (O2) terlarut dan kandungan

karbondioksidanya (CO2) cukup tinggi. Air jenis ini harus mendapatkan perlakuan

aerasi terlebih dulu sebelum dipergunakan untuk pembenihan dan pendederan ikan

mas (Khairuman et al., 2005).

Djarijah, (2005) menyatakan air untuk penetasan telur sebaiknya dialirkan

melalui bak pengendapan (filter) dan dialirkan secara kontinu melalui pintu air yang

kapasitas dan debitnya dapat diatur. Suhu air selama penetasan telur dipertahankan

pada kisaran 22 oC sampai 24 oC. Kecepatan aliran air akan menentukan konsentrasi

oksigen terlarut yang dibutuhkan sebagai sumber energi dalam perkembangan

embrio. Semakin cepat aliran air berarti konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi.

Tetapi, aliran air yang terlalu cepat akan menghanyutkan larva yang masih lemah

sehingga mudah stres dan mati.

2.4 Hama dan Penyakit

Menurut Sachlan (1972) dalam Afrianto dan Liviawaty (1999), penyakit ikan

adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat disebabkan oleh

organisme lain, pakan maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang

kehidupan ikan. Jadi timbulnya serangan penyakit ikan di bak merupakan hasil

interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit.
21

Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu penyebab gagalnya usaha

budidaya ikan mas. Hama juga merupakan sumber penyakit karena membawa jasad

patogen. Populasi hama yang banyak dalam kolam akan membuat kualitas air

menurun. Tidak jarang, ikan mas yang akan dipanen mengalami kematian akibat

serangan penyakit. Pada dasarnya penyakit pada ikan dapat digolongkan menjadi

penyakit bakteri dan penyakit parasiter (Suseno, 2002).

Menurut Andrianto (2005) pembudidayaan ikan mas seperti halnya

pembudidayaan ikan-ikan air tawar yang lain juga dapat terserang hama dan penyakit.

Secara umum pencegahan terhadap timbulnya hama dan penyakit dapat dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengeringkan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.

2. Memelihara ikan yang benar-benar bebas penyakit.

3. Menghindari padat penebaran yang terlalu tinggi.

4. Menggunakan system pemasukan air yang ideal seperti parallel dan setiap

kolam diberi satu pintu pemasukan air.

5. Tidak membiarkan binatang seperti burung dan siput masuk ke kolam

budidaya.

Penyebab penyakit pada ikan ada dua, yakni jasad hidup dan bukan jasad

hidup. Jasad hidup yang menyebabkan penyakit pada ikan adalah parasit, seperti

virus, jamur, bakteri, protozoa, cacing dan udang renik. Sementara itu, penyebab

penyakit yang bukan termasuk jasad hidup adalah sifat fisika air, sifat kimia air dan

pakan yang kurang cocok untuk kehidupan ikan mas. Sifat fisika air yang

menyebabkan sakit pada ikan adalah suhu (Khairuman et al., 2005).


22

2.5 Panen

Khairuman et al., (2005) menyatakan pemanenan dilakukan setelah benih

mencapai ukuran yang siap untuk didederkan di tempat lain, biasanya setelah benih

berumur 2–3 minggu dari saat penebaran. Pemilihan waktu panen harus tepat, karena

bisa menyebabkan ikan stres, terutama akibat sengatan panas matahari. Pemanenan

sebaiknya dilakukan pada suhu masih rendah, yaitu pada pagi dan sore hari. Jika

panen belum selesai tetapi suhu udara sudah terlanjur panas, sebaiknya kegiatan

panen dihentikan dan dilanjutkan keesokan harinya, tetapi kolam harus dialiri

kembali hingga penuh. Jumlah benih yang dihasilkan sangat tergantung dari beberapa

faktor, antara lain kualitas benih, teknik pemeliharaan, kuantitas dan kualitas pakan

yang diberikan dan serangan hama dan penyakit.

Menurut Djarijah (2005), panen benih ikan dilakukan secara manual.

Pemanenan dilakukan dengan cara mengurangi volume air kolam perlahan-lahan.

Debit air pada pintu pengeluaran ditambah, sementara pada pintu pemasukan

diperlambat. Panen benih dalam pemijahan secara konvensional tidak dapat

dilakukan setiap saat. Waktu pemijahan induk yang tidak serempak sangat

menyulitkan pelaksanaan panen benih. Pada pembenihan ikan secara konvensional di

dalam kolam yang luas, panen dilakukan setelah benih mampu berenang dan

menyelamatkan diri. Pelaksanaan panen benih pada pembenihan secara konvensional

selalu dibarengi dengan penangkapan induk. Induk yang tertangkap segera


23

dipindahkan ke kolam perawatan atau penampungan induk. Panen benih ikan yang

dipijahkan secara konvensional sebaiknya dilakukan pada umur 2 bulan atau lebih.

Suseno (2002) menjelaskan, Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan,

terlebih dahulu dipersiapkan alat tangkap. Panen benih dimulai pagi hari, yaitu antara

jam 04.00 – 05.00 pagi dan sebaiknya berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal

ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari yang dapat mengganggu

kesehatan benih ikan tersebut. Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 21 hari

2.6 Aspek Kelayakan Usaha

2.6.1 Analisa Laba/Rugi


Menurut Soeharto (1997), menyatakan bahwa analisa Laba/Rugi adalah

selisih jumlah total pendapatan dengan total biaya, meliputi biaya tidak tetap dan

biaya tetap (Variabel cost) yang digunakan untuk menghasilkan produksi. Adapun

rumus Laba/Rugi adalah sebagai berikut:

Laba/Rugi (Rupiah) = Total Pendapatan – Total Biaya

2.6.2 Analisa Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Menurut Katsmir dan Jakfar (2003) Benefit cost ratio merupakan rasio

aktivitas dari jumlah nilai sekarang total penerimaan dengan nilai sekarang total biaya

investasi selama umur investasi. Apabila B/C Ratio kurang dari satu maka suatu

investasi akan dikatakan tidak layak sebaliknya apabila B/C Ratio lebih dari satu

maka suatu investasi dapat dikatakan layak untuk dijalankan.

2.6.3 Analisa Break Even Point (BEP)


24

Menurut Soeharto, (1997), titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi

telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan (biaya produksi) yang

dikeluarkan. BEP merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama

dengan biaya produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan dengan

demikian pada saat itu pengusaha mengalami impas, tidak untung dan tidak rugi.

2.6.4 Analisa Pay Back Period (PBP)


Menurut Soeharto (1997) Analisa Pay Back Period adalah waktu yang

dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembalikan investasi. Suatu indikator yang

dinyatakan dalam ukuran waktu yaitu berupa lama waktu yang diperlukan proyek itu

sehingga mengembalikan modal investasi yang dikeluarkan.


25

3. METODA PRAKTEK AKHIR

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek akhir ini dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari tanggal 1 Maret

2008 sampai dengan 3 Juni 2006 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang akan digunakan selama melaksanakan praktek adalah sebagai


berikut:

Tabel 1. Alat yang akan digunakan dalam Praktek Akhir


No Alat Jum- Spesifikasi Kegunaan
Lah
1. Lambit 1 Untuk menangkap induk
2. Bak Induk 4 Untuk memelihara induk
3. Bak pemijahan 1 Untuk tempat pemijahan
dan pemeliharaan larva
4. Penggaris 1 30 cm, ketelitian Mengukur panjang induk
1 mm
5. Hapa 1 Untuk pemijahan
sekaligus penetasan telur
7. Timbangan gantung 1 Menimbang berat induk
8. Kolam pendederan 1 Pematang tembok Untuk kegiatan
permanen mendederkan larva
9.
26

11.

12.

3.2.2. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan selama Praktek Akhir dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan selama Praktek Akhir
No Bahan Spesifikasi Jumlah Fungsi
1. Induk mas ekor Untuk menghasilkan telur
betina
2. Induk mas ekor Untuk menghasilkan sperma
jantan
3. Pakan induk Pellet - Sebagai pakan induk
4. Pakan benih Daphnia - Sebagai pakan larva
5. Kakaban Untuk menempel telur
6. Hormon Untuk merangsang pemijahan
Ovaprim

3.3 Metoda

3.3.1 Metoda Pengumpulan Data

Metoda yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek ini adalah metoda survey

dengan pola magang yaitu mengikuti dan melaksanakan semua kegiatan pembenihan

ikan mas (Cyprinus carpio) yang dilakukan di lokasi praktek. Data diperoleh dengan

mengikuti kegiatan dan pengamatan pembenihan secara langsung meliputi persiapan


27

kolam pemijahan, seleksi induk, pemijahan, penetasan, pengelolaan kualitas air,

pemanenan serta wawancara dengan pembimbing lapangan.

Adapun metode kerja yang dilakukan pada lokasi praktek adalah sebagai

berikut:

1. Persiapan kolam pemijahan

Tahapan persiapan kolam pemijahan antara lain :

a. Pembersihan dan pengeringan kolam. kolam dibersihkan dengan

menggunakan detergen dan menyikat dinding kolam sampai bersih.

Kemudian dibilas dan dikeringkan.

b. Setelah kering, kolam tersebut di pasang kakaban yang terbuat dari ijuk yang

dijepit oleh belahan bambu.

c. Tahap akhir dari persiapan kolam pemijahan adalah pengisian air yang bersih

dan jernih setinggi 75 cm.

2. Seleksi Induk

Adapun tahapan-tahapan dalam kegiatan seleksi induk adalah sebagai berikut:

a. Mengeringkan kolam induk

b. Menangkap induk ikan mas jantan dan betina dengan menggunakan seser
induk
28

c. Menyeleksi tingkat kematangan gonad induk ikan mas dengan melihat alat
kelamin induk ikan mas dan meraba bagian perut induk betina

d. Menimbang induk ikan mas jantan dan betina yang telah diseleksi dengan
menggunakan timbangan

e. Mengukur panjang induk ikan mas dengan meteran

3. Pemijahan

Pemijahan adalah proses perkawinan antara induk jantan dengan induk

betina. Pemijahan yang dilakukan pada lokasi praktek dilakukan secara alami pada

kolam pemijahan. Adapun tahapan-tahapan dalam pemijahan adalah sebagai

berikut :

a. Membersihkan kolam dengan cara menguras kolam, menghilangkan sisa-sisa

kotoran pada pemijahan sebelumnya, memperbaiki pematang, pengangkatan

lumpur, dan pengeringan kolam.

b. Mengisi air pada kolam pemijahan.

c. Memasang waring untuk tempat pemijahan ikan mas.

d. Memasukkan induk yang sudah matang gonad atau induk yang siap

dipijahkan, dan ditebar pada kolam pemijahan pada pagi hari.

e. Memasukkan kakaban pada kolam pemijahan sebagai substrat telur-telur hasil

pemijahan.

4. Penetasan
29

Penetasan telur dilakukan pada kolam penetasan yang sekaligus digunakan

untuk pemeliharaan larva. Telur yang dihasilkan pada kolam pemijahan dipindah ke

kolam penetasan yang sekaligus kolam pendederan.

5. Pemeliharaan larva

Pada pemeliharaan larva dilakukan pengontrolan, penambahan, dan

pergantian air yang bertujuan untuk kelangsungan hidup dari larva ikan mas. Pakan

yang diberikan hanya mengandalkan pakan alami dari hasil pemupukan karena pakan

alami ini sangat baik sekali untuk pertumbuhan dari larva ikan mas. Pemberian pakan

alami dari hasil pemupukan, sedangkan pemberian pakan buatan berupa pellet

biasanya setelah pakan alami hampir habis.

6. Pengukuran Kualitas air

A. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer alkohol.

Pengukuran suhu dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 12.00, dan 17.00.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengukuran suhu pada lokasi praktek

adalah sebagai berikut:

a. Memasukkan thermometer alkohol ke badan air media pemeliharaan.

b. Menunggu sampai nilai yang ditunjukkan pada skala termometer stabil.

c. Mengamati dan membaca angka yang ditunjukkan oleh thermometer yang

masih berada di dalam air.

d. Mencatat nilai dari pengukuran suhu yang ditunjukkan pada skala.

B. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)


30

Pengukuran DO dilakukan dengan menggunakan DO test-kit. Pengukuran

DO dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 17.00. Adapun tahapan-

tahapan yang dilakukan dalam pengukuran DO pada lokasi praktek adalah sebagai

berikut:

a. Mengambil air kolam yang akan diukur sebanyak 10 ml dengan hati-hati

sekali.

b. Menambahkan penguji yang ke-1 sebanyak 5 tetes dan kocok satu kali

c. Menambahkan penguji yang ke-2 sebanyak 5 tetes lalu kocok satu kali

dan diamkan selama 5 menit.

d. Menambahkan penguji yang ke-3 sebanyak 5 tetes lalu kocok dua kali.

e. Mencocokkan warna yang terjadi dengan kertas ukur DO yang sudah ada,

lihat nilainya dan dicatat.

C. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH test-kit. Pengukuran pH

dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 17.00. Adapun tahapan-tahapan

yang dilakukan dalam pengukuran pH pada lokasi praktek adalah sebagai berikut:

a. Memasukkan kertas pH paper ke dalam air.

b. Mencocokkan warna yang tejadi pada kertas pH paper dengan skala nilai pH

yang terdapat pada kotak kemasan .

c. Mencatat nilai pH yang terdapat pada alat tersebut.

7. Pemanenan
31

Pemanenan benih pada lokasi praktek biasanya dilakukan sesuai dengan

permintaan pasar. Pemanenan benih ikan mas ini dilakukan setelah benih berumur 35

hari. Pemanenan dilaksanakan pada pagi hari karena suhu pada waktu itu masih

rendah sehingga pada saat panen benih ikan mas tidak stres. Pemanenan benih ikan

mas dilakukan dalam hapa yang sudah disiapkan sebagai tempat penampungan benih

agar benih tetap sehat. Kegiatan ini dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi

benturan terhadap benih ikan yang dapat menyebabkan kelukaan/cacat yang pada

akhirnya dapat menyebabkan kematian. Adapun tahapan-tahapan dalam pemanenan

benih adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan seperti baskom/ember sebanyak 5

buah, waring, dan serokan.

b. Mengambil benih ikan mas tang berada pada waring dengan serokan.

c. Menampung benih yang telah dipanen dalam ember/baskom.

d. Menghitung SR (tingkat kelangsungan hidup) benih pada akhir pemeliharaan

(pendederan).

3.3.2 Metoda Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dengan cara sortasi dan tabulasi data, kemudian

disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar. Hasil pengolahan data dianalisa

menggunakan analisa deskriptif dengan cara menggambarkan dan menjelaskan

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan saat praktek dan kemudian dilakukan

perbandingan dengan literatur serta ditunjang oleh hasil wawancara dengan pihak
32

yang berkompeten di lapangan.Data yang diolah dan dianalisa secara kuantitatif

dilakukan penghitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Derajat Penetasan atau Hatching rate (HR)

Rumus yang digunakan menurut Murtidjo (2005) untuk menghitung derajat


penetasan adalah :

Σ Telur yang Menetas


HR = x 100 %
Σ Telur Total

2. Tingkat Kelulusan Hidup/Survival Rate (SR)

Menghitung tingkat kelangsungan hidup menggunakan rumus (Effendie,

1992) sebagai berikut :

Nt
Survival Rate % (SR) = x 100 %
No

Keterangan : Nt = Jumlah benih yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)


No = Jumlah benih yang ditebar (ekor)

3. Analisis finansial

a. Analisis Rugi Laba (R/L). (Soeharto, 1997)

Rugi/Laba = Total Pendapatan – Total Biaya

b. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Ratio). (Katsmir dan Jakfar, 2003)

Total penerimaan
B/C Ratio =
Total biaya

Keterangan = B/C < 1, Tidak layak


B/C = 1, Impas
B/C > 1, Layak
33

c. Analisis Break Event Point (BEP). (Soeharto, 1997)


1. Break Even Point dalam unit
BT
BEP Q =
P - BV

2. Break Even Point dalam rupiah

BEP =

Keterangan : BT = Biaya tetap


Q = Jumlah unit yang dihasilkan dan dijual (kg)
P = Harga jual (rupiah)
BV = Biaya variabel (rupiah)
S = Penjualan

d. Analisis Pay Back Period (PP). (Soeharto, 1997)

Investasi
PBP = X 1 tahun
Kas bersih
34

4 RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN BIAYA

4.1 Rencana Kegiatan


Tabel 3. Jadwal kegiatan yang akan dilakukan dalam praktek KIPA.
No Tujuan Bulan
Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyelesaian
administrasi
2 Berangkat ke
lokasi
3 Pengenalan
lokasi
4 Pelaksanaan
praktek
5 Pengumpulan
data
6 Kembali ke
kampus

4.2 Anggaran Biaya

Kegiatan praktek KIPA ini akan dilaksanakan di Balai Benih Ikan Sragen,

Jawa Tengah tidak lepas dari dukungan biaya untuk kelancaran selama praktek.

Untuk itu penulis mencoba menyusun anggaran biaya selama kegiatan praktek KIPA

sebagai berikut:
35

1. Biaya transportasi Jakarta – Sragen PP = Rp. 300.000,-

2. Biaya penginapan 3 bulan @ Rp.200.000,- x 3 bulan = Rp. 600.000,-

3. Biaya makan selama 3 bulan @ hari 20.000 x 90 hari = Rp. 1.800.000,-

4. Biaya penyusunan proposal dan laporan = Rp. 1.000.000,-

5. Biaya tak terduga = Rp. 500.000,-

Total Rp. 4.200.000,-

You might also like