Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
ANGGI AFIF MUZAKI
C64104035
SKRIPSI
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
ii
RINGKASAN
Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap : pengolahan citra pada bulan April
2008, survey lapang dan pengambilan sampling kualitas air pada tanggal 12- 18
Mei 2008 dan 22 – 26 Juli 2008, dan analisa akhir pada bulan Mei – Agustus
2008 yang dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis , Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penentuan stasiun dilakukan secara acak
dan menyebar di daerah tubir Gugusan Karang Congkak dan Karang Lebar.
Survei lapang bertujuan untuk ground truth citra hasil klasifikasi serta
pengambilan sampel kualitas air dan kondisi ekosistem terumbu karang.
Parameter yang digunakan unruk penentuan kawasan konservasi laut meliputi
jenis substrat dasar perairan, jumlah jenis ikan karang, kelimpahan ikan karang,
kedalaman, jarak dari jalur pelayaran, dan jarak dari lokasi penelitian. Dari semua
parameter yang di dapat kemudian di spasialkan dan dilakukan analisis spasial
berbasis raster.
Penempakan substrat dasar secara maksiaml diterapkan metode penajaman
multiimage yang mengkombinasikan band 2 dan band 3 berdasarkan algoritma
penurunan ”Standard Exponential Attenuation Model”. Setelah mengekstrak
nilai digital band 2 dan band 3 maka didapat nilai koefisien atenuasi perairan
(Ki/Kj) sebersar 0,59289. Dengan demikian, persamaan algoritma yang
digunakan untuk mengekstrak substrat dasar menjadi Y= ln (k1) -0,59289* ln
(K2) (Green et all.,2000). Banyak kelas juga terlihat pada histogram yang
diwakili oleh puncak – puncak piksel yang dominan yaitu dengan sebaran nilai
antara 7,54692 sampai 8,171772. Luasan turunan substrat dasar diantaranya
karang hidup 131,8336 ha, karang mati 102,4704 ha, lamun 316,9920 ha, dan
pasir 316,9920 ha. Hasil uji akurasi citra hasil klasifikasi menunjukkan nilai
akurasi mencapai 90,12 %, ini menandakan bahwa citra sudah terkelaskan dengan
benar.
Analisi spasial pada data raster merupakan dasar dari Cell Based
Modelling, resolusi satelit yang tinggi yaitu 8 x 8 m menambah keakuratan dari
hasil pengolahan citra. Dari hasil analisa spasial daerah yang termasuk dalam
kategori sangat sesuai untuk dijadikan kawasan konservasi laut memiliki luas
118,2976 ha banyak terletak di bagian tubir Karang Lebar dan Karang Congkak.
Daerah dengan kategori sesuai memiliki luas 789,0176 ha banyak berada di reef
flat Karang Lebar dan Karang Congkak, sedangkan daerah tidak sesuai
mempunyai luasan sebesar 462,9760 ha.
iii
ANALISI SPASIAL KUALITAS EKOSISTEM TERUMBU
KARANG SEBAGAI DASAR PENENTUAN KAWASAN
KONSERVASI LAUT DENGAN METODE CELL BASED
MODELLING DI KARANG LEBAR DAN KARANG
CONGKAK KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA
Oleh:
Anggi Afif Muzaki
C64104035
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
iv
SKRIPSI
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr.Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, M.Si.
NIP : 131 284 624 NIP : 132 311 312
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah
diberikan kepada penulis sehingga skripsi dari penelitian ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini berjudul Analisi Spasial Kualitas Ekosistem Terumbu Karang Sebagai
Dasar Penentuan Kawasan Konservasi Laut dengan Metode Cell Based Modelling
Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian ................................................................................... 2
vii
3.6. Pengukuran faktor fisik lapangan .......................................................... 36
3.5.1. Survei kondisi terumbu karang dan kepadatan ikan Karang ........... 37
3.5.2. Survei kondisi sosial, ekonomi dan budaya .................................... 40
3.7. Metode penentuan kawasan perlindungan laut ........................................... 41
3.8. Matriks kesesuaian untuk penentuan daerah perlindungan laut ................... 43
LAMPIRAN .................................................................................................. 96
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
5. Luasan turunan substrat dasar perairan Karang Lebar dan Karang ................. 52
9. Jumlah sel hasil klasifikasi parameter dengan Cell Based Modelling ............ 88
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
12. Citra komposit RGB 423 (a) dan RGB 123 (b) ........................................... 50
14. Peta sebaran substrat dasar Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 53
15. Peta sebaran klorofil – a Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 57
16. Peta sebaran MPT Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu –
Jakarta ........................................................................................................ 58
17. Peta keterlindungan wilayah Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 60
18. Peta sebaran Suhu Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu –
Jakarta ........................................................................................................ 62
19. Peta sebaran Salinitas Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu –
Jakarta ........................................................................................................ 63
x
20. Peta sebaran pH Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu –
Jakarta ........................................................................................................ 65
21. Peta sebaran Oksigen Terlarut Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 66
22. Peta sebaran kecerahan Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 68
24. Peta pola arus permukaan Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 71
25. Peta sebaran Kedalaman Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 73
28. Peta sebaran Jumlah Jenis Ikan Karang Perairan Karang Lebar dan
Congkak, Kep. Seribu – Jakarta .................................................................. 76
30. Peta sebaran Jumlah Individu Ikan Karang Perairan Karang Lebar dan
Congkak, Kep. Seribu – Jakarta .................................................................. 79
31. Peta Buffer Kawasan Pemukiman Pulau Kecil Perairan Karang Lebar dan
Congkak, Kep. Seribu – Jakarta .................................................................. 81
32. Peta Buffer Jalur Pelayaran Perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep.
Seribu – Jakarta .......................................................................................... 83
33. Peta keseuaian daerah perlindungan laut Perairan Karang Lebar dan
Congkak, Kep. Seribu – Jakarta .................................................................. 97
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
3. Peta hasil klasifikasi ulang subsrat dasar dan kedalaman ........................... 100
4. Peta hasil klasifikasi ulang sebaran jumlah ikan karang dan kelimpahan
ikan karang ................................................................................................. 101
5. Parameter fisika kimia perairan pada setiap stasiun pengamatan. ................. 102
8. Famili ikan dan spesies yang ditemukan untuk menilai komposisi dan
kelimpahan ikan karang .............................................................................. 106
xii
1
I. PENDAHULUAN
kita yang rusak meningkat dari 10% menjadi 50% (P2O LIPI, 2006). Kondisi ini
kawasan konservasi laut ( KKL) adalah salah satu cara untuk menjaga kelesatarian
secara khusus dapat membantu dalam perencanaan kawasan konservasi laut secara
cepat. Analisis Cell Based Modelling di dalam SIG ini akan sangat membantu
seluruh stakeholder. Penelitian ini akan mencoba menetapkan lokasi mana yang
layak dijadikan kawasan konservasi laut dengan menggunakan aplikasi SIG dan
1
2
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perairan mana dari wilayah
gugusan pulau Karang Lebar dan Karang Congkak yang layak menjadi kawasan
konservasi laut melalui analisis citra, survei lapangan dengan metode Cell Based
konservasi laut.
3
di perairan laut DKI Jakarta yang terbentang dari Teluk Jakarta di selatan hingga
Pulau Sebira di utara yang merupakan pulau terjauh dengan jarak kurang lebih
150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106020’00’’ BT
2001 Kepulauan Seribu merupakan Kabupaten Adiministratif yang terdiri dari 110
permukaan laut. Sebagian besar lahan tertutup oleh terumbu karang yang sedang
tumbuh ataupun sudah mati. Terumbu karang yang sudah mati rata-rata berada
pada 100 m dari garis pantai. Sebagian besar pulau di Kepulauan Seribu jarang
terjadi banjir, tanah bersifat anaerobik, dan ketebalan tanah dibawah top soil
adalah 0-4 m.
Kawasan Pulau Seribu, mencakup lautan, pulau karang, gugusan karang dan
gosong. Secara geologis pulau-pulau di kawasan ini terdiri dari batu-batu kapur
(karang), pasir dan sedimen yang berasal dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut
Jawa. Penyebaran ketiga jenis batuan menurut kedalaman laut adalah sebagai
3
4
2.1.2. Iklim
dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat berlangsung mulai
akhir November sampai akhir bulan Febuari. Pada musim ini angin bertiup
kencang disertai arus laut yang kuat bergerak dari barat ke timur disertai hujan
yang cukup deras. Akibat arus yang kuat, kejernihan air laut menjadi berkurang.
Kecepatan arus dapat mencapai 4-5 knot sedangkan tinggi gelombang mencapai 2
meter. Musim timur berlangsung mulai akhir bulan Mei sampai akhir Agustus.
Angin bertiup kencang ke arah barat, demikian juga arus laut yang ada. Hujan
jarang turun dan kejernihan laut bertambah. Di antara kedua musim tersebut
terdapat musim peralihan. Kondisi laut pada saat itu biasanya berubah-ubah,
memiliki fenomena yang hampir sama, karena terletak pada satu kawasan yang
jenis campuran dominan ganda dengan range pasut sampai 80 cm. Jenis pasut
tersebut merupakan tipe umum jenis pasut di Perairan Laut Jawa. Tinggi dan arah
Kepulauan Seribu tergolong lemah, kecuali di daerah antar pulau, akibat masa air
melewati bagian yang relatif sempit. Arah arus secara umum dominan dari arah
timur laut sampai tenggara. Hal ini menunjukan bahwa pola arus permukaan di
perairan tersebut diakibatkan oleh pola angin yang terjadi, sebagaimana sifat fisik
Seribu relatif kecil. Salinitas rata-rata berkisar 300/00 - 34 0/00. Variasi rata-rata
kedalaman laut semakin kecil maka temperatur air laut pada siang hari akan
demikian mekanisme naik turunnya air pasang surut membuat suhu perairan akan
2.2. Konservasi
alam. Namun demikan bila suatu kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola
secara tepat, dapat memberikan keuntungan yang lestari bagi masyarakat dan
sebagai sumber devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan
penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di lingkungan pedesaan dan turut
penghuninya.
6
terkemuka, yaitu Serikat Pelestari Alam (IUCN), Dana Marga Satwa Dunia
(WWF), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) serta program lingkungan
hidup PBB (UNEP) yang ditetapkan pada tahun 1981 menyatakan bahwa
hewan budidaya.
IUCN (Murni, 2000) menyusun strategi konservasi yang disesuaikan dengan alam
di Indonesia meliputi :
ekosistemnya.
manusia.
dan berkesinambungan.
bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan
dalam : Kawasan Suaka Alam (KSA), terdiri dari Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa Laut ; Kawasan Pelesarian alam (KPA) yang terdiri dari Taman
kawasan laut yang dilindungi yang bertujuan agar ekosistem beserta sumber daya
kelautan di kawasan tersebut tidak punah. KKL memiliki dua fungsi utama, yaitu
grounds) dan daerah asuhan/pembesaran (nursery grounds), dan (2) Stok ikan
(biota laut lainnya) dalam KKL dapat berfungsi seperti “tabungan“ (bank account)
atau jaminan yang dapat menyangga fluktuasi dan penurunan populasi yang
Penetapan kawasan konservasi laut haruslah diartikan sebagai salah satu upaya
genetis, menjaga keindahan alam dan warisan alam. Hal ini berarti bahwa
(wise use) dan pengelolaan yang berhati-hati (causiusness) terhadap sumber daya
generasi mendatang.
Salm dan Clark (1984) dalam Dinas DKI Jakarta (2005) mengatakan bahwa
walaupun saat ini terdapat tuntutan yang makin kuat untuk menunjukkan manfaat
sosial ekonomis kawasan lindung laut lebih besar dari pada biaya untuk
9
pembuatan dan pemeliharaannya. Namun hal ini memang tidak mudah. Mereka
menyebutkan bahwa adalah sangat sulit untuk menampilkan dalam bentik uang
inspirasi, pusaka (heritage) alam dan budaya, atau masalah kebanggaan lokal,
nasional dan bahkan internasional. Hal ini kelihatannya menjadi penyebab masih
semuanya dapat dinilai secara moneter. Sumberdaya alam kelautan ini selain
mengahasilkan barang dan jasa yang dapat dinilai secara moneter, juga
mempunyai atribut yang tidak dapat dinilai secara moneter. Saat ini telah
lingkungan yang tidak bisa dinilai secara moneter yang disebut sebagai “non-
market valuation”.
Wilayah pesisir adalah suatu daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana
ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin
laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi proses-proses alami yang terjadi di darat
10
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
integral dari berbagai komponen hayati atau kumpulan dari organisme hidup dan
akan hidup saling tergantung satu dengan yang lain, sehingga bila salah satu
yang ada. Jenis-jenis ekosistem yang dapat ditemukan di wilayah pesisir antara
lain : ekosistem hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, dune/ bukit
pasir, estuari, laguna, delta, pulau-pilau kecil dan lain-lain (DKP, 2002).
ekosistem pesisir ini di lindungi oleh negara sebagai kawasan lindung, cagar alam,
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komonitas ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air,
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang keras (Bengen,
2002). Mangrove tumbuh pada laguna, rawa, delta dan muara sungai. Mangrove
11
juga tumbuh pada pantai berpasir, pantai yang terdapat terumbu karang dan di
sekitar pulau-pulau. Mangrove tidak mampu tumbuh di pantai yang terjal dan
berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat karena hal ini tidak
tinggi, dengan jumlah jenis sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5
jenis palem, 10 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Hutan mangrove
sering juga disebut hutan bakau walau sebenarnya istilah ini kurang tepat. Hutan
mangrove terhadap ekologi laut adalah sebagai dasar dari rantai makanan yang
kompleks, tempat memijah, tempat asuh bagi larva berbagai biota, menyaring
polusi, menjaga kestabilan dari substrat mangrove dan menjaga pantai dari erosi
(Riley, 2001). Selain berfungsi sebagai penyaring bahan nutrien dan penghasil
bahan organik, mangrove juga berfungsi sebagai daerah penyangga antara daratan
dan lautan dan penstabil bagi habitat satwa liar serta sebagai sumber produk
tanah lumpur berpasir. Walaupun demikian, tidak semua jenis mangrove bisa
sebagai pantai daratan. Tidak semua mangrove bisa tumbuh pada kondisi yang
pulau yang miskin hara dan minim lumpur adalah penyebabnya. Mangrove yang
seribu, 2007)
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari
rhizoma, daun dan akar (Nontji, 1993). Perairan yang dangkal (2-12 meter) dan
jenih dengan sirkulasi air yang baik serta iklim yang hangat merupakan salah satu
Lamun pada umumnya berupa padang yang luas di dasar laut yang masih
bisa dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai. Padang lamun dapat
membentuk komunitas tunggal (terdiri dari satu jenis lamun) atau campuran
(disusun dari dua atau lebih jenis lamun). Lamun hidup di perairan laut dangkal,
mulai daerah pasang surut yang dapat terbuka ketika surut terendah sanpai dengan
utama maupun rataan terumbu dan gobah pulau-pulau karang. Dasar jenis
substrat tempat hidup lamun adalah lumpur, pasir halus, pasir kasar, kerikil, puing
Padang lamun dapat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus
pelindung pantai, pencegah erosi (Nontji, 1993). Padang lamun juga berfungsi
sebagai produsen detritus dan zat hara, serta sebagai tudung pelindung yang
melindungi penghuni padang lamun dari sengatan sinar matahari. Hal ini menarik
perhatian beberapa jenis biota laut seperti ikan, penyu, dugong dan berbagai jenis
biota lainnya untuk mencari makan, tumbuh besar dan memijah di tempat ini.
perairan yang dangkal dan jernih, yang terdiri dari tujuh marga lamun. Tiga genus
dari suku Hydrocaritaceae yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila, sedang empat
yang ditemukan di kawasan Kepulauan Seribu terdiri dari enam jenis yaitu
2007). Padang lamun biasa terdapat pada daerah teratas pasang surut, dibatasi
oleh kondisi yang terbuka terhadap kekeringan. Sewaktu surut, biasanya padang
lamun tidak sampai mengalami kekeringan karena masih digenangi oleh air laut
walaupun terlihat dangkal. Pada waktu pasang, air menutup padang lamun,
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun
terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khusunya jenis-jenis karang
batu dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme lain penghasil
membangun tulang luar, cangkang, spikula dan elemen kapur lainnya di tubuh
pada Gambar 1.
terumbu karang diproduksi oleh pertumbuhan dari hewan karang dan alga (Weber
dimensi yang menjadi rumah bagi ratusan jenis organisme laut dan memiliki
warna yang indah. Ekosistem terumbu karang berada di daerah perairan dangkal
dimana suhu rata-ratanya tidak kurang dari 18oC pada musim dingin. Lamanya
terumbu karang dapat dikatakan sebagai salah satu ekosistem tertua di dunia dan
komunitas hewan dan tumbuhan yang paling kompleks didunia setara dengan
bagaimana lokasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, arus, deposit sedimen, dan
bentuk dasar bawah laut (Wilson dan Wilson, 1985). Menurut bentuk dan
letaknya, terumbu dibedakan menjadi empat tipe yaitu : fringing reef, barrier reef,
antaranya Indonesia, Filipina, Papua Nugini , dan Australia Utara. Marga yang
Kepulauan Seribu kepadatan penduduk pada tahun 2003 tercatat sebesar 2213
tahun 2002 menunjukkan 69,3% adalah nelayan, 10,4% pedagang, dan sisanya
konsumsi (palele), pelaku budidaya ikan, nelayan ikan dan karang hias, dan
yang lebih baik membuat nelayan mendapat tangkapan yang lebih. Nelayan di
Kepulauan Seribu karena kondisi perairan yang sangat buruk. Sayang karena
bagan, serta penambangan karang dan pasir yang masih sering dijumpai di
Kepulauan Seribu.
tentang objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh tanpa
menyentuh objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
suatu objek dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal yang bisa direkam.
kerjasama antara Taiwan dan Amerika. Setelit ini merupakan satelit multi spectral
pada ketinggian 700 km yang memotong garis khatulistiwa ke arah selatan pada
waktu tetap yaitu pukul 09.30 waktu setempat serta mempunyai sudut inklinasi
dikenal sebagai atenuasi (attenuation) ini memberikan pengaruh yang besar pada
cahaya tampak, bagian cahaya spektrum merah mempunyai atenuasi lebih besar
18
antara lain material dasar perairan. Untuk dapat memetakan dasar perairan
dangkal dan terumbu karang dapat digunakan kombinasi tiga kanal sinar tampak
yaitu: band 1 (0,63 – 0,73 µm), band 2 ( 0,52 – 0,60 µm ) dan band 3 (0,45 – 0,52
Model) yang merupakan teori dari Lyzenga (1978) dan teori ini merupakan salah
merupakan parameter yang aktif secara optis dan cukup dapat mewakili kondisi
(1985) membagi perairan menjadi dua kelompok berdasarkan sifat optisnya, yaitu
perairan kasus satu dan kasus dua. Perairan kasus satu adalah perairan yang sifat
perairan lepas pantai yang tidak dipengaruhi zona perairan dangkal dan sungai
(Gaol, 1997). Untuk perairan kasus dua lebih banyak didominasi oleh sedimen
Dalam penginderaan jauh, nilai pantulan yang diterima oleh sensor satelit
tidaklah murni berasal dari klorofil-a. Hal ini dikarenakan pantulan gelombang
menayangkan kembali data spasial dari dunia nyata (real world) untuk
(penyimpanan dan pencarian data), manipulasi dan analisis, dan keluaran data.
perangkat keras komputer, perangkat lunak dan data geografis untuk menangkap,
dapat diambil pengertian bahwa SIG adalah sebuah sistem untuk pengelolaan,
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) juga manusia yang
menjadikan SIG lebih unggul dibandingkan cara konvensional. Dengan SIG, saat
ini orang dapat secara cepat memadukan data hasil survey GPS, citra satelit
penginderaan jauh dan data atribut lainya sebagai sumber data sebuah peta
(Gambar 2).
Vegetation
Land Ownership
Roads
Rivers
All Layer
1) Data spasial
Data spasial adalah data yang mengacu pada ruangan suatu wilayah
geografis tertentu. Informasi spasial ini bisa juga diartikan sebagai geoinformasi
yang bentuk penyajiannya berupa peta. Setiap data spasial dalam SIG mengacu
ke bentuk lapisan data atau bidang data. Data spasial ini dapat dibagi menjadi dua
yaitu data raster dan data vektor. Perbandingan visualisasi antara data raster dan
2) Data non-spasial
Data non-spasial atau lebih dikenal dengan data atribut adalah data yang
melengkapi keterangan dari data spasialnya baik dalam bentuk statistik maupun
deskriptif. Data atribut ini dibedakan menjadi dua: data kualitatif (nama, jenis,
tipe) dan data kuantitatif (angka, bagian/besar jumlah, tingkatan, kelas interval)
banyak parameter, tentu saja memerlukan analisis yang kompleks. Pekerjaan ini
Namun demikian dengan perkembangan SIG dan metode analisis spasial seperti
Salah satu analisis spasial dalam SIG yang dapat digunakan untuk
memodelkan keadaan di alam adalah cell based modelling (ESRI, 2002). Secara
menggambarkan, dan memprediksikan banyak hal di alam. Ada dua model yang
bangunan, taman atau hutan. Cara untuk menampilkan objek tersebut di dalam
SIG melalui layer-layer, di mana untuk analisis spasial, layer tersebut dapat
berupa raster. Struktur raster dapat dilihat di Gambar 4. Layer raster akan
saling bertautan atau disebut grid, dan setiap lokasi di raster layer akan berupa
apa yang terjadi pada suatu lokasi tertentu. Salah satu dasar dari anasilis spasial
dalam model ini adalah operasi penambahan dua data raster bersamaan, dan
kemudian konsep ini dapat diterapkan untuk berbagai macam operasi aljabar pada
Number of Columns
Cell Size
Number of Rows
Rows
(0,0)
4. Surface modelling, salah satu aplikasi analisis ini adalah untuk mengkaji
Keseluruhan model tersebut akan lebih efisien bila dilakukan pada data raster,
selanjutnya analisis spasial pada data raster disebut cell based modelling karena
Operasi piksel pada cell based modelling dibagi menjadi lima kelompok :
1. Local fuction adalah operasi piksel yang hanya melibatkan satu sel. Nilai
2. Focal fuction adalah operasi piksel yang hanya melibatkan beberapa sel
terdekat.
3. Zonal fuction adalah operasi piksel yang melibatkan suatu kelompok sel
4. Global fuction yang melibatkan keseluruhan sel dalam data raster dan
meliputi local fuction, focal fuction, zonal fuction, dan global fuction
( Gambar 5).
Sumber data raster yang digunakan dalam pendekatan cell based modeling salah
satunya adalah dari citra satelit. Pemilihan metode cell based modeling
laut yang lebih representatif karena berdasarkan analisis spasial pada data raster.
Menurut Meaden dan Tang (1996); Molenaar (1998), analisis overlay, pembuatan
jarak, dan pengkelasan parameter lebih mudah dilakukan secara cepat dan teratur
pada setiap sel. Keunggulan lain metode ini dibandingkan analisis lainnya adalah
struktur data raster yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dalam pemodelan
dan analisis serta kompatibel dengan data citra satelit serta memiliki variabilitas
speck computer yang harus mendukung dan secara spasial memiliki tampilan yang
perairan pulau Karang Lebar dan Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Lokasi penelitian terletak antara 106 0 33’ – 1060 38’ Bujur Timur dan 50 41’ – 50
K Congkak
K. Lebar
Pramuka
Island
Teluk Jakarta
Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap : pengolahan citra pada bulan April
2008, survey lapang dan pengambilan sampling kualitas air pada tanggal 12- 18
Mei 2008 dan 22 – 26 Juli 2008, dan analisa akhir pada bulan Mei – Agustus
27
28
3.2.1. Alat
3. Scuba set
4. Roll meter
5. Refraktometer
6. Floating Droudge
7. DO-Meter
8. pH tester
9. Termometer
3.2.2. Bahan
Bahan dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dari Bakosurtanal
3. Data kondisi ekosistem terumbu karang dan kualitas air dari survei lapang
Dalam penelitian ini, dilakukan integrasi data penginderaan jarak jauh dan
pengolahan citra awal, survei lapang, dan analisis penentuan kesesuaian KKL.
dijadikan KKL berdasarkan metode Cell Based Modelling, baik itu pengkelasan
3.4.1. Pre-processing
dalam analisi, untuk itu perlu adanya pemotongan citra (cropping). Pemotongan
citra ini bertujuan untuk membatasi daerah sesuai lokasi penelitian. Setelah
pemotongan citra dilakukan pemulihan citra yang terdiri atas dua proses yaitu
minimum pada setiap band, nilai bias diasumsikan sama dengan besarnya
bahwa respon spektral terendah pada setiap band nilainya adalah nol. Oleh karena
itu dilakukan pengurangan nilai digital setiap piksel pada semua band sehingga
nilai minimumnya sama, yaitu nol. Secara matematis, koreksi pengaruh atmosfer
Koreksi radiometrik
Substrat dasar
1. Infrastruktur 1. pH
Y = ln K1 + ki/kj*ln K2 2. pH 2. Salinitas
3. Salinitas 3. Suhu
Koreksi geometrik Klorofil-a 4. Oksigen terlarut
4. Oksigen terlarut
2,41*(KE / K2) + 0,187 5. Kawasan pemukiman pesisir 5. Posisi stasiun
6. Persen cover terumbu
MPT karang
100.6678 + 5.5085*K3 + 0.4563*K2 + 7. Kelimpahan ikan karang
Komposit citra
8. Batimetri
0.9775*K2*K3
30
31
objek. Distorsi ini dihasilkan oleh faktor seperti variasi tinggi satelit, ketegakkan
dan kecepatan satelit (Lillesand dan Kiefer, 1990). Koreksi geometrik dilakukan
(GCP) pad output citra yang baru. GCP harus mempunyai sifat geometrik yang
tetap pada lokasi yang dapat diketahui dengantepat. Proses penerapan alih ragam
dilakukan maka didapat citra yang sesuai dengan posisi sebenarnya di bumi.
Model’ oleh Green et. all., 2001. Algoritma tersebut menggunakan band 3 dan
band 2 dari citra Formosat-2 . Dasar penggunaan band 3 dan band 2 yaitu karena
kedua band ini memiliki penetrasi yang baik ke dalam kolom air.
Y = ln K1 - ki/kj*ln K2
trofik level yang lebih tinggi, karena konsentrasi klorofil menentukan besarnya
klorofil perairan digunakan kombinasi dari band 3 dan band 4. Algoritma yang
Susilo, 2000) :
menggunakan formula Hasyim et al., (1997) yang telah digunakan oleh LAPAN
Congkak melalui citra Formosat didasarkan pada sifat penting mangrove yaitu,
mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh dipesisir.
Sifat optik klorofil sangat khas yaitu bahwa klorofil menyerap spectrum sinar
Klasifikasi daerah mangrove pada citra dilakukan melalui training area pada
daerah yang dibuat komposit RGB 423. Metode Maximum Likehood merupakan
Penulis menggunakan metode ini karena metode ini merupakan metode yang
tertentu lebih berpeluang masuk ke dalam kelas tertentu. Training area atau
daerah contoh untuk setiap kelas ini akan ditentukan nilai-nilai statistiknya,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam klasifikasi seluruh daerah yang
ada pada citra. Vegetasi akan terlihat berwarna merah tua pada komposit RGB
423, sehingga dapat dengan mudah di-training dan terbentuklah kelas mangrove
nilai reflektansi dari setiap objek ke dalam kelas-kelas tertentu sehingga mudah
Classification).
ketelitian atau validasi data, karena hasil uji ketelitian mempengaruhi besarnya
klasifikasi citra dengan data lapangan yang didapat. Perhitungan akurasi data
(groundtruth) dengan data hasil klasifikasi citra (jumlah pixelnya). Nilai ketelitian
yang diharapkan nantinya harus memenuhi syarat lebih besar dari 70 % (Purwadhi
menyebar di seluruh perairan pulau Karang Lebar dan Karang Congkak. Jumlah
mengestimasi nilai sel berdasarkan nilai rata-rata pada hampiran antara point data
metode ini yaitu dapat memetakan dengan baik interpolasi beberapa point yang
neighbors. Metode ini merupakan metode interpolasi yang paling efektif jika sel
input cukup banyak, sehingga akan dihasilkan peta tematik bethimetri yang mirip
ditentukan, pada kasus ini luasan piksel sebagai output adalah 8 x 8 m. Pemilihan
37
Pegamatan habitat dasar ekosistem terumbu karang yang terdiri atas karang
transek garis menyinggung LIT (Line Intercept Transect) dan RRA (Rapid Reef
Assessment). Untuk metode LIT, transek garis dibentangkan sejajar garis pantai
pengulangan sebanyak tiga kali ulangan dengan interval 10 meter di antara setiap
keterangan genera (English et al., 1994), biota dan komponen abiotik lain yang
Pengamatan data ikan karang mencakup visual sensus ikan karang dan
estimasi biomassa ikan target (Gambar 9). Pengambilan data ikan karang
menggunakan transek yang sama dengan transek untuk pengambilan data karang.
mencatat spesies ikan sejauh 2.5 meter ke kanan dan 2.5 meter ke kiri. Data yang
diambil untuk data visual sensus meliputi spesies dan jumlah ikan yang teramati.
Untuk metode RRA, transek yang digunakan adalah transek maya dengan
karang dan ikan selama kurang lebih 5 - 10 menit. Data karang yang dicatat
sedangkan data ikan berupa jumlah dan spesies yang teramati selama 10 menit.
39
terumbu karang yang diamati dan koloni karang yang mendominasi di perairan
ini, data habitat dasar dan ikan karang yang telah dianalisis lebih lanjut.
Parameter habitat dasar yang dihitung hanya persen penutupan. Sedangkan untuk
ikan karang meliputi jumlah spesies yang ditemukan dan kelimpahan ikan karang.
ni
Li = x100%
L
Keterangan :
Kriteria persentase penutupan karang hidup berdasarkan Gomez and Yap (1988)
Informasi yang dihasilkan dari data sensus visual adalah komposisi dan kelimpahan
yang diperlukan adalah data demogarfi, kearifan tradisional, aspek hukum dan
lainnya.
dianalisi secara diskriptif, diinterpretasi dan dibahas. Dalam penelitian kali ini
overlay setiap parameter yang diperoleh dari pengukuran lapang maupun ekstraksi
citra satelit. Setelah seluruh parameter dikelaskan sesuai dengan kriteria yang
ditentukan dalam Table 4, kawasan konservasi laut diperoleh dari hasil overlay
Jumlah X 0.20
kelimpahan ikan
karang
Kedalaman
X 0.10
Jarak dari
X 0.10
pemukiman(panta
uan)
nantinya.
tutupan karang yang lebih rendah juga masih dapat dijadikan pilihan jika
ada ekosistem).
6. Lokasi KKL seharusnya tidak berada di dekat mulut sungai yang sangat
penyelaman.
8. Kawasan yang merupakan lokasi biota tertentu atau spesies yang langka
bertelur atau mencari makan juga merupakan lokasi yang ideal bagi
KKL.
tanjung, lekukan, tepi karang, batas hutan mangrove, bukit, dan lain-
lain).
kajian dan modifikasi dari berbagai sumber serta diskusi dengan pakar.
Pembuatan matriks kesesuaian ini dimulai dengan menentukan parameter apa saja
menilai faktor pembatas pada setiap parameter. Parameter yang digunakan dalam
biofisik lokasi tersebut dengan kondisi biofisik yang seharusnya dipenuhi untuk
suatu ekosistem tertentu agar ekosistem tersebut dapat hidup secara optimal.
Karakteristik biofisik zona ini dinyatakan dalam berbagai parameter yang masing-
yang seharusnya dipenuhi untuk suatu ekosistem tertentu tersebut tidak lain
ekosistem tersebut. Apabila nilai dari suatu parameter biofisik suatu di lokasi
berada pada kisaran optimum dari nilai yang dibutuhkan oleh suatu ekosistem
tertentu maka untuk parameter tersebut, lokasi tersebut dapat dinilai sebagai
”sangat sesuai”. Sebaliknya, jika di antara kondisi biofisik tersebut ada yang nilai
lokasi tersebut dapat dinyatakan sebagai ” sesuai”; atau bahkan ”tidak sesuai”,
dan pemberian nilai (skor) dalam kisaran 1-3. Kriteria matriks kesesuaian untuk
45
penentuan zona potensial kawasan konservasi laut dapat dilihat pada Tabel 4.
Seluruh bobot dan skor pada keseluruhan kriteria konservasi akan diproses
melalui software yang digunakan dan akan dihasilkan klasifikasi zona kawasan
N =∑Bi x Si
Selang tiap-tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum tiap bobot
dan skor dikurangi jumlah perkalian nilai minimumnya yang kemudian dibagi
Nilai kelas S3 (tidak sesuai) didapatkan dari skor total kelas S3 (1)
Kelas sangat sesuai (S1) dengan selang bobot nilai : 2,3335 – 3,0000
Kelas tidak sesuai (S3) dengan selang bobot nilai : 1,0000 – 1,6667
Wilayah perairan ini sangat sesuai untuk zona kawasan konservasi laut.
Tanpa adanya faktor pembatas yang berarti atau tidak memiliki faktor pembatas
adanya hambatan.
Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Formosat -2
geometrik tanpa GCP (Ground Control Point). Citra Formosat dipilih penulis
dalam penentuan model konservasi, karena satelit ini merupakan satelit observasi
bumi yang memiliki resolusi spasial cukup tinggi yaitu sebesar 8 x 8 m untuk
cukup merepresentasikan spot - spot zona kawasan konservasi laut sebagai dasar
dari Cell Based Modelling dan resolusi temporal 1 hari yang dapat memonitor
radiometrik tidak dilakukan lagi oleh peneliti karena citra Formosat merupakan
cropping dan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dengan acuan data Lapang
yang dilakuakan pada tanggal 12-18 Mei 2008. Koreksi geometrik citra
titik kontrol bumi (Ground Control Point). Titiktitik tersebut diambil pada 28
47
48
tempat yang berbeda yang menyebar di bagian citra (Gambar 11), sehingga pada
akhirnya didapatkan nilai Root Mean Square (RMS) dibawah 0,5 (Lampiran 1).
habitat bagi jenis-jenis ikan karang. Ikan karang lebih suka untuk tinggal di
(Gambar 12). Dari penampakan kombinasi ketiga band tersebut setelah dilakukan
terumbu karang yang berada di perairan Karang Lebar dan Karang Congkak,
Kepulauan Seribu. Substrat dasar perairan dangkal pada citra komposit akan
tampak berwarna biru muda (cyan). Pada dasarnya penajaman dengan kedua citra
terumbu karang.
(a) (b)
Gambar 12. Citra komposit RGB 423 (a) dan RGB 123 (b)
50
Setelah mengekstrak nilai digital band 2 dan band 3 maka akan didapat nilai
dengan sebaran nilai digital hasil iterasi pada layar komputer maka terdapat
kelas yang ada di substrat perairan. Banyaknya kelas juga terlihat pada histogram
yang diwakili oleh puncak-puncak nilai piksel yang dominan yaitu dengan
Pada citra model Lyzengga dapat dibedakan dengan jelas objek pasir ,lamun
perangkat lunak ER Mapper 7.0 dengan pallete warna Rainbow, objek pasir
Pada peta klasifikasi substrat dasar (Gambar 14) terlihat substrat perairan
Pulau Panggang . Substrat karang mati yang ditunjukkan oleh warna merah
berbentuk seperti kolam (gobah), membuat sebaran karang hidup banyak berada
didalam goba dan luar gosong (pacth reef). Sebaran pasir dan tutupan lamun juga
diperairan Kepulauan Seribu. Substrat dasar karang hidup merupakan area yang
paling ideal untuk kawasan konservasi laut karena wilayah ini merupakan relung
bagi ikan karang yang perlu kita jaga. Luasan masing-masing substrat dasar dapat
Tabel 5. Luasan turunan substrat dasar perairan Karang Lebar dan Karang
Congkak
Substart dasar m2 hektar
Karang hidup 1 318 336 131,8336
Karang mati 1 024 704 102,4704
Lamun / makro alga 3 169 920 316,9920
Pasir 8 357 696 835,7696
52
Gambar 14. Peta sebaran substrat dasar perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
53
Substrat dasar karang hidup merupakan substrat dasar yang paling sesuai sehingga
substrat dasar yang sesuai dan substrat pasir dan lamun merupakan kelas yang
paling tidak sesuai. Substrat dasar karang hidup merupakan substrat dasar yang
paling cocok karena karang hidup merupakan tepat yang paling cocok bagi hidup
ikan karang, dimana ikan karang bertelur, berpijah, merawat anak, dan mencari
makan diwilayah ini. Habitat terumbu karang merupakan relung bagi ikan karang.
kontingensi, yang juga disebut confusion matrix . Matrix ini didapat dengan cara
dengan data lapang (ground truth). Hasilnya didapatkan nilai overall accuracy,
sebesar 90,12 %, producer accuracy sebesar 0,90 dan user accuracy sebesar 0,89.
kembali menjadi tiga kelas. Kelas sangat sesuai (S1) terdiri dari karang hidup,
kelas sesuai (S2) terdiri dari karang mati serta kelas tidak sesuai (S3) terdiri dari
dimana plankton merupakan sumber makanan sebagian besar dari ikan karang
55
tersebut subur.
daerah Karang Lebar dan Karang Congkak cukup tinggi yaitu lebih dari 25 mg/l.
Semakin ke laut lepas konsentrasi mulai berkurang hingga < 20mg/l. Tingginya
semakin rendah karena tidak adanya suplai nutrien secara langsung dari darat.
(diameter > 1µm) yang tertinggal di cakram fiber kaca setelah difiltrasi. Proses
erosi tanah yang terbawa ke badan air merupakan salah satu penyebab utama
perairan.
perairan Karang Lebar dan Karang Congkak berkisar antara 18,2034 sampai
Karang Lebar dan Karang Congkak >20 mg/l dan konsentrasi MPT di laut lepas
< 20 mg/l.
56
Gambar 15. Peta sebaran klorofil – a perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
57
Gambar 16. Peta sebaran MPT perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
58
cenderung lebih besar dari pada di laut lepas, hal ini disebabkan oleh kondisi
pembangunan sebuah Marine Protected Area. Agar kondisi ekologi wilayah ini
terlindung dari ancaman faktor oseanografi yang ekstrim seperti arus dan
secara visual dari citra komposit, kemudian lakukan training area berdasarkan
Seribu memiliki banyak pulau – pulau kecil dan gosong-gosong karang. Dari peta
keterlindungan lokasi (Gambar 17) dapat dilihat bahwa perairan Karang Lebar
dan Karang Congkak merupakan wilayah yang potensial untuk dijadikan kawasan
lindung. Perairan dalam gosong dan goba secara alamiah akan melindungi lokasi
konservasi dari hempasan gelombang dan arus yang kuat, sehingga keseimbangan
ekosistem tetap terjaga. Perairan lepas pantai sangat tidak sesuai dalam
Gambar 17. Peta keterlindungan wilayah perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
60
4.2.2. Suhu
ikan. Ikan karang mempunyai karakter yang menyukai suhu perairan tertentu.
Suhu juga merupakan salah satu factor pembatas bagi keberadaan ekosistem
terumbu karang. Karang akan tumbuh secara optimal pada kisaran suhu rata-rata
tahunan 23-25 °C. Toleransi suhu sampai dengan 36-40 °C . Sebaran suhu
perairan Karang Lebar dan Karang Congkak dapat dilihat pada Gambar 18. Nilai
sebaran suhu permukaan laut berkisar antara 28,6 – 32,49 0C. Kondisi ini ideal
berkurang, hal ini disebabkan pengaruh panas dari daratan dimana pada siang hari
4.2.3. Salinitas
Salinitas adalah kadar gram garam yang terkandung dalam 1 kilogram air
laut. Salinitas merupakan salah satu faktor biofisik perairan yang berpengaruh
dalam penentuan zona perlindungan laut, dimana salinitas juga merupakan salah
satu faktor pembatas bagi petumbuhan terumbu karang. Terumbu karang hanya
Sebaran nilai salinitas dapat dilihat pada Gambar 19. Dari gambar tersebut
terlihat bahwa sebaran salinitas di perairan Karang Lebar dan Karang Congkak
Semakin ke arah laut lepas salinitas meninkat, hal ini disebabkan tidak adanya
Gambar 18. Peta sebaran suhu perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
62
Gambar 19. Peta sebaran salinitas perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
63
4.2.3. pH
Secara umum, tingkat kemasaman atau kebasaan (pH) perairan Karang Lebar dan
Karang Congkak adalah normal, dengan nilai berkisar 8,3 – 8,6. Sebaran spasial
pH hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 20. Dari sebaran spasial ini
terlihat bahwa pada daerah tempat terjadinya percampuran antara air laut dan air
terlarut dalam air, yang diukur dalam unit satuan miligram per liter (mg/l).
Komponen oksigen ini di dalam air sangat kritis untuk kelangsungan hidup ikan
dan organisme laut lainnya, tetapi bila kadarnya berlebihan juga dapat
sebaran oksigen terlarut diperairan Karang Lebar dan Karang Congkak berkisar
antara 5,01 – 8,6 mg/l. Kadar oksigen cenderung meningkat kearah laut lepas.
64
Gambar 20. Peta sebaran pH perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
65
Gambar 21. Peta sebaran oksigen terlarut perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
66
4.2.5. Kecerahan
ekosistem melalui pengaruhnya pada produksi primer (Odum, 1971). Oleh karena
primer yang dapat terjadi di perairan tersebut. Kecerahan juga salah satu faktor
perairan Karang Lebar dan Karang Congkak berkisar antara 1,20 – 9 m ( lihat
Gambar 22). Diwilayah gosong Karang Lebar dan Karang Congkak kecerahan
Dititik – titik tertentu kecerahan perairan sangat bagus yaitu diwilayah dekat pulau
layar, sebab pengambilan data pada titik itu cuaca sangat mendukung. Nilai
Gambar 22. Peta sebaran kecerahan perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
68
Kecepatan dan arah arus dari suatu badan air sangat berpengaruh terhadap
kecepatan arus juga mempengaruhi nilai padatan tersuspensi suatu perairan. Arus
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pasang surut dan angin. Dalam penelitian kali
ini data arus diperoleh dari pengolahan data pasang surut dengan kedalaman
Tabel 8. Tabel pasang surut perairan Kepulauan Seribu (Stasiun Tanjung Priok)
pada saat survey lapang tanggal 13-17 Mei 2008
Tipe pasut di perairan Kepulauan Seribu adalah harian tunggal (diurnal) dimana
dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Grafik pasang surut
dapat dilihat pada Gambar 23. Tinggi pasut bisa berkisar antara 40 – 80 cm.
69
Fluktuasi pasut tertinggi terjadi pada tanggal 17 Mei 2008 dan terendah terjadi
Arus diperairan Karang Lebar dan Congkak berkisar antara 10.5 cm/s - > 50
cm/s (Gambar 24). Pola arus di perairan Karang Lebar dan Congkak sangat
dipengaruhi oleh kecepatan angin dan pasang surut. Kecepatan arus dominan
tinggi pada bagian timur perairan dimana pada bagian ini perairan langsung
berhubungan dengan laut lepas yaitu laut jawa. Kecepatan arus mulai mengecil
Gambar 24. Peta pola arus permukaan perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
71
4.2.7. Batimetri
Data batimetri diperoleh dari sounding batimetri dengan echosounder
pada tanggal 14 -17 Mei 2008. Kemudian dari data tersebut digabunng dengan
data batimetri dari Disidros TNI AL sehingga titik yang digunakan untuk
pada perangkat lunak ArcGIS versi 9.2. Keunggulan metode natural neighbor
adalah dapat menginterpolasi titik-titik yang relatif banyak dan hasil output yang
Peta batimetri perairan Karang Lebar dan Karang Congkak (Gambar 25)
Dari profil 3D (Gambar 26 dan 27) terlihat bahwa didalam Karang Lebar maupun
Kepulauan Seribu juga turut serta dalam pembentukkan jenis geomorfologi dari
terumbu karang itu sendiri yaitu fringing reef, barier reef, dan pacth reef.
72
Gambar 25. Peta sebaran kedalaman perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
73
kedalaman 3-<10 tergolong kelas sesuai, dan kedalaman <3 m dan >25 tergolong
tidak sesuai. Peta hasil klasifikasi kedalaman dapat dilihat pada lampiran 3.
74
terumbu karang. Banyaknya jenis ikan karang atau keanekaragaman hayati laut
terumbu karang yang berda didaerah tersebut. Artinya bila disuatu lokasi
Hasil peta sebaran jumlah jenis ikan karang (Gambar 28) berasal dari hasil
Gambar 30 terlihat bahwa rata – rata perairan Karang Lebar dan Karang Congkak
memiliki 21 -23 spesies ikan karang yang tersebar di seluruh wilayah. Jumlah
kisaran spesies ikan karang paling sedikit ditemukan di daerah dekat pulau
Pramuka, hal ini disebabkan adanya faktor antropogenik serta aktifitas manusia di
(zonal fuction) dari sebaran jumlah jenis ikan karang. Kelas baru yang dibentuk
yaitu kelas > 20 spesies untuk kelas sangat sesuai, 15 – 20 spesies untuk kelas
sesuai dan kelas < 15 spesies untuk kelas tidak sesuai. Peta hasil klasifikasi ulang
Gambar 28. Peta sebaran jumlah jenis ikan karang perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
76
stasiun yang memiliki kelimpahan ikan karang tertinggi, sedangkan stasiun 9 dan
10 memiliki kelimpahan ikan karang terendah. Ada beberapa hal yang membuat
Sebaran Jumlah Ikan karang diperoleh dari interpolasi tiap – tiap stasiun
weighted (IDW). Dari gambar 30 terlihat bahwa perairan karang Lebar dan
Congkak memiliki kelimpahan ikan karang yang cukup bervariatif, berkisar antara
42 - > 400 ekor. Kelimpahan terbesar berada di selatan Karang Congkak (stasiun
penentuan kawasan konservasi laut. Kelimpahan ikan karang > 300 ekor di
kategorikan kelas sangat sesuai, kelimpahan 100 – 300 ekor dikategorikan kelas
sesuai, dan kelimpahan < 100 ekor dikategorikan kelas tidak sesuai. Peta hasil
Gambar 30. Peta sebaran jumlah individu ikan karang perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
79
kawasan konservasi laut sangat penting untuk pengoptimal fungsi dari kawasan
konservasi laut. Pelaku pengawasan baik penduduk lokal maupun dari pihak
pemerintah dapat segera menindak jika ada para nelayan yang melakukan
Informasi spasial kawasan pemukiman diperoleh dari data Peta Rupa Bumi
Indonesia dan data lapangan. Jarak dari kawasan pemukiman dapat dipetakan
0 – 500 m, 500 – 1500 m, dan lebih dari 1500 m. Untuk Zona konservasi laut
pemantauan idealnya dilakukan pada jarak kurang dari 500 m. Zona sesuai
digolongkan pada kelas lebih besar dari 500 m dan kurang dari 1500 m,
sedangkan zona tidak sesuai digolongkan pada kelas lebih dari 1500m. Peta
buffer dari kawasan pemukiman pesisir dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Peta buffer kawasan pemukiman pulau kecil perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu -
81
Alat transportasi laut yang digunakan antara lain perahu motor, baik perahu
motor tempel maupun permanen. Alat transportasi ini sering menghasilkan sisa
pembakaran berupa minyak yang dapat mencemari perairan. Sisa minyak ini
komersial diperoleh melalui track GPS kapal Ojek dari Muara Angke hingga
route pelayaran kapal penelitian yang digunakan untuk mengambil titik sampel.
Penentuan jarak zona konservasi laut terhadap jalur pelayaran komersial maupun
1000 m, 1000 – 2000 m, 2000 – 3000 m, dan lebih dari 3000 m. Zona Konservasi
laut ideal dilakukan pada jarak lebih dari 2000 m. Zona sesuai digolongkan pada
kelas lebih besar dari 1000 m dan kurang dari 2000 m, sedangkan zona tidak
sesuai digolongkan pada kelas kurang dari 1000 m. Peta buffer dari jalur
4.3.3. Analisis zona konservasi laut (kawasan konservasi laut ) dengan Cell
Based Modelling
Kawasan konservasi laut (KKL) memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1)
grounds) dan daerah asuhan/pembesaran (nursery grounds), dan (2) Stok ikan
82
Gambar 32. Peta buffer jalur pelayaran perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
83
(biota laut lainnya) dalam KKL dapat berfungsi seperti “tabungan“ (bank account)
atau jaminan yang dapat menyangga fluktuasi dan penurunan populasi yang
Analisis zona potensial dilakukan dengan melihat berbagai faktor yang terkait
laut meliputi jumlah jenis ikan karang, dan kelimpahan ikan karang. Faktor
aktivitas manusia meliputi jarak pantauan dari pemukiman penduduk, dan jarak
Analisis spasial pada data raster merupakan dasar dari Cell Based Modelling
karena setiap sel memiliki nilai tertentu sehingga akan memudahkan dalam
parameter merupakan salah satu bentuk operasi sel dari zonal function. zonal
function merupakan salah satu bentuk operasi sel pada Cell Based Modelling,
kesamaan nilai yang dimiliki oleh sel tersebut. Begitu tiap sel dikelompokkan,
84
pengkodean sel dilakukan secara otomatis menurut selang nilai parameter yang
akan lebih mudah dan efisien bila dilakukan pada data raster dibandingkan pada
data vektor. Overlay yang digunakan dalam penelitian ini adalah overlay dengan
terapan dari Cell Based Modelling yang melibatkan seluruh sel dalam suatu data
raster secara bersamaan (global function). Setiap sel pada parameter yang akan
Tabel 4.
Skor 1 untuk kriteria sangat sesuai, skor 2 untuk kriteria sesuai dan skor 3
untuk kriteria tidak sesuai. Jumlah sel untuk masing-masing kode dalam setiap
jumlah setiap sel yang memiliki kode yang sama setelah diberi skor akan
dijumlahkan dan akan membentuk suatu zona dengan kriteria tertentu. Proses
karang]*0.2+[∑ ikan karang]*0.2 + [Jarak dari Jalur Pelayaran] * 0.1 + [Jarak dari
Tabel 9. Jumlah sel hasil klasifikasi parameter dengan Cell Based Modelling
Parameter Jumlah Sel
Jarak dari jalur pelayaran 1 279 657 628 452 735 841
(m)
Jarak dari pemukiman 48 825 336 651 1 280 717
(pantauan)
1,6668 – 2,3334 dan kelas S3 (tidak sesuai) = 1,0000 – 1,6667 beserta luasan
Congkak, Kepulauan Seribu – Jakarta dapat dilihat pada Gambar 33. Pada
gambar terlihat dengan metode berbasis sel dapat dibentuk spot-spot zona
berukuran 8 x8 m.
86
Gambar 33. Peta keseuaian kawasan konservasi laut perairan Karang Lebar dan Congkak, Kep. Seribu - Jakarta
87
Zona sangat sesuai banyak terdapat di daerah goba, baik di Karang Lebar
maupun Karang Congkak. Wilayah perairan ini sangat sesuai untuk dijadikan
kesesuian sangat mendukung. Zona sangat sesuai ini mempunyai luas sebesar
118,2976 Ha.
Zona sesuai terlihat dominan pada wilayah gosong Karang Lebar dan
luasan sebesar 789,0176 Ha. Wilayah ini merupakan zona yang cukup potensial
ini tidak cocok untuk dijadikan kawasan konservasi laut. Wilayah perairan ini
perlakuan tambahan seperti pembuatan fish shelter sebab faktor oseanografi dan
biologi tidak mendukung. Zona ini mempunyai luas sebesar 462,9760 Ha.
potensial kawasan konservasi laut. Resolusi spasial digunakan sebagai alat ukur
akurasi SIG berbasis raster, semakin kecil nilai piksel maka semakin tinggi
konservasi laut kali ini, spot – spot zona potensial yang digunakan mempunyai
Dari hasil ground check lapangan daerah yang sangat sesuai pada Karang
Congkak antara lain terdapat pada bagian selatan (ST17L) dan utara (ST27L) .
Pada stasiun ST17L kondisi lingkungannya mendukung baik itu dari segi
individu ikan karang 3m : 509 ind; 10 m:403 ind), dan pada stasiun ST27L
dan jumlah individu ikan karang 3m : 164 ind; 10m : 179 ind) juga sangat
mendukung. Untuk daerah Karang Lebar daerah yang sangat sesuai ada pada
bagian utara (ST29L) sebab dilihat kondisi ekosistem terumbu karang juga
50,83% ; jumlah individu ikan karang di 3m : 205 ind dan 10m : 269 ind .
89
5.1. Kesimpulan
dan jarak dari aktivitas manusia agar pengoptimalan kegiatan konservasi serta
kedalaman perairan, jenis ikan karang, kelimpahan ikan karang jarak dari jalur
seperti klorofil, mpt, suhu, salinitas, ph, DO, dan kecepatan arus tidak digunakan
dalam penentuan kawasan konservasi laut karena tidak memberikan hasil yang
Analisis spasial pada data raster merupakan dasar dari Cell Based Modelling
karena setiap sel memiliki nilai tertentu sehingga akan memudahkan dalam
algoritma pada citra satelit. Parameter yang diturunkan dari citra satelit adalah
Dari hasil analisis spasial berdasarkan Cell Based Modelling, daerah yang
termasuk dalam kategori sangat sesuai untuk dijadikan daerah perlindungan luas
118,2976 Ha (1,8 % ) banyak terletak di bagian tubir Karang Lebar dan Karang
Congkak. Daerah dengan kategori sesuai memiliki luas terbesar yaitu 789,0176
Ha (57,6 %) banyak berada di reef flat Karang Lebar dan Karang Congkak.
89
90
%) yang juga tersebar di wilayah reef flat Karang Lebar dan Congkak.
5.2. Saran
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta
Prinsip Pengelolaanya. Pusat kajian sumber daya pesisir dan lautan, IPB.
Bogor.
Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelauatan DKI Jakarta. 2001. Laporan Akhir
Pemetaan Lokasi dan Kegiatan Prioritas Kelurahan Pulau Panggang.
PKSPL-IPB. Bogor.
English, S.,C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australian Institut of Marine Science. Townville.
91
92
Green, Edmund P.; Alasdair J. Edwards dan Peter J. Mumby. 2000. Mapping
Bathymetry. P : 219-233 dalam Edwards, A. J. (ed.) Remote Sensing
Handbook for Tropical Coastal Management. UNESCO Publishing. Paris.
Lyzenga, D.R., 1978, Passive remote sensing techniques for mapping water depth
and bottom features. Applied Optics 17: 379-383.
Salm, Rodney V, John R, Clark; and Erkki Siirila. 2000. Marine and Coastal
Protected Areas : A Guide for Planner and Managers. IUCN. Washington
D.C.
Salm RV, J.R Clark, and E. Sirilia. 2000. Marine and Coastal Protected area: A
Guide For Planners and Mangers. Third Edition. International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources. Gland, Switzerland.
Sorokin, Y. I. 1995. Coral Reef Ecology (Edisi kedua). Springer – Verlag Berlin
Heidelberg German.
Weber HH, Thurman HV. 1991. Marine Biology (Edisi kedua). Harper Collins
Publishers Inc. New York.
Wilson R and Wilson JQ. 1985. Watching Fishes : Life and Behavior on Coral
Reef. Harper and Row, Publishers Inc. New York.
Wyrtki K. 1961. The Physical Oceanography of South East Asian Waters. Naga
Report vol 2. University of California Press. La Jolla. California.
Lampiran 4. Peta klasifikasi ulang sebaran jumlah jenis ikan karang dan
kelimpahan ikan karang
101
102
103
Lampiran 6. (lanjutan)
ST26L ST27L ST28L ST29L ST30L ST31L ST32L ST33L
3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m
Hard corals (HC) 30.97 28.90 56.73 48.17 34.27 20.20 80.23 50.83 30.17 26.33 18.13 7.17 36.93 48.33 35.23 41.40
ACB 2.00 0.00 43.10 17.73 1.13 0.00 36.43 15.90 2.33 0.00 0.00 1.47 16.23 19.03 7.03 0.00
ACD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.57 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.23 0.00
ACE 0.00 0.00 0.00 0.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
ACT 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.60 0.00 3.00 2.37 0.00 3.63 0.00 1.63 0.00 0.00 0.00
CB 13.73 12.40 0.00 1.97 11.80 8.03 0.67 0.90 3.60 1.57 0.37 0.00 8.33 1.97 0.33 3.53
CE 0.00 1.70 0.00 0.00 0.00 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.83 0.00
CF 0.00 8.23 0.33 9.77 2.83 2.17 39.97 18.63 0.57 8.97 0.00 2.63 0.50 14.57 4.40 16.43
CHL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
CM 12.83 2.73 4.37 12.73 17.87 1.77 3.17 10.90 20.80 7.87 8.03 0.97 1.97 7.47 16.50 16.87
CME 0.93 0.20 3.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.00 4.60 3.33 0.90 0.00
CMR 0.17 0.73 2.20 0.00 0.00 1.33 0.00 0.83 0.00 0.00 0.00 0.00 2.30 1.03 0.00 0.53
CS 1.30 2.90 3.50 5.57 0.63 3.03 0.00 0.17 0.50 7.93 5.07 2.10 1.37 0.93 2.00 4.03
Dead corals (DC+DCA) 54.67 34.77 16.97 38.77 48.87 68.50 19.77 41.57 64.03 65.27 32.83 51.87 32.80 31.60 58.83 48.20
DC 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
DCA 54.67 34.77 16.97 38.77 48.87 68.50 19.77 41.57 64.03 65.27 32.83 51.87 32.80 31.60 58.83 48.20
Abiotik (RB+RCK+S) 8.17 23.37 0.00 6.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.40 8.30 0.00 22.50 0.00 0.00 0.00
RB 8.17 8.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.30 0.00 22.50 0.00 0.00 0.00
RCK 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
S 0.00 15.30 0.00 6.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Other benthics (HA+MA+SC+SP) 1.07 11.33 25.47 6.63 14.70 11.30 0.00 5.83 0.70 1.87 40.73 39.93 1.30 19.10 5.93 8.77
HA 0.00 3.77 3.67 0.00 2.23 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.30 0.00 0.00 0.00
MA 0.00 0.00 1.03 0.00 1.87 0.00 0.00 0.67 0.00 1.13 32.97 36.83 0.00 0.50 0.00 5.67
SC 1.07 4.60 20.10 5.70 9.77 10.97 0.00 1.70 0.00 0.73 2.03 2.57 0.00 11.43 5.93 1.10
SP 0.00 2.97 0.67 0.93 0.83 0.00 0.00 3.47 0.70 0.00 5.73 0.53 0.00 7.17 0.00 2.00
Other fauna (OT+ZO) 5.13 1.63 0.83 0.40 2.17 0.00 0.00 1.77 5.10 1.13 0.00 1.03 6.47 0.97 0.00 1.63
OT 5.13 1.63 0.83 0.40 2.17 0.00 0.00 1.77 5.10 1.13 0.00 1.03 6.47 0.97 0.00 1.63
ZO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
TOTAL COVERAGE 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
103
104
RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA RRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
ACB 15 20 25 0 3 5 0 0 3 0 35 0 5 0 1 5 0 0
ACD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ACT 30 35 5 5 2 15 5 0 0 0 5 0 0 10 2 5 10 5
CB 15 5 35 15 0 5 0 3 5 0 0 0 10 5 0 5 5 5
CF 5 10 5 4 5 30 0 0 2 0 15 0 0 5 1 0 5 15
CHL 0 0 0 0 0 0 2 0 1 0 5 0 5 0 1 0 0 0
CM 15 15 15 15 10 5 5 15 5 0 10 20 35 35 0 0 45 5
CME 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0
CMR 5 0 0 0 0 3 2 0 2 0 0 0 0 0 0 5 0 0
CS 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0 0 0
DCA 0 5 10 5 20 5 5 5 0 0 5 15 0 10 20 25 0 0
MA 5 0 0 5 5 0 10 0 0 25 0 35 0 0 50 15 0 0
OT 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 5 0 5 0 0 0 5 0
RB 0 5 0 20 45 10 70 0 5 0 15 15 20 15 15 40 5 40
RCK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0
S 5 0 0 30 5 20 1 75 75 75 10 15 15 10 0 0 30
SC 0 5 2 1 3 2 0 0 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0
SP 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ZO 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
104
104
105
Lampiran 8. . Famili ikan dan spesies yang ditemukan untuk menilai komposisi
Lampiran 8. (lanjutan )
Lampiran 9 . (lanjutan)
Refraktometer
Lampiran 9 . (lanjutan)
Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) tahun 2005/2006. Penulis juga aktif
Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Widya
terumbu karang di Taman Nasional Ujung Kulon tahun 2006 (WWF) dan
Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur pada tahun 2006 dan
tahun 2007. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul
Kawasan Konservasi Laut dengan Metode Cell Based Modelling di Karang Lebar