You are on page 1of 32

MAKALAH

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : 2 (DUA)
Ketua : FAUZY YUDISTIRA NIM:
08.11.252
Sekretaris: SUMARNI NIM :
08.11.222
Anggota : MUIS RAKHMAT THEO NIM:
08.11.258
RUSTAM EFFENDI NIM:
08.11.256
ELISA NIM:
08.11.259
SITI BALIANTI NIM: 08.11.262

Dosen Pembimbing :

AHMAD HASAN, Sos

SEKOLAH TINGGI ILMU


ADMINISTRASI

1
SATYA NEGARA PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2010/2011

DAFTAR ISI

Cover..................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................... ii
Daftar isi ............................................................................... iii

BAB I
Pendahuluan ......................................................................... 1
1. Latar belakang ........................................................... 1
2. Batasan Masalah ........................................................ 2
3. Tujuan Penulisan ........................................................ 2

BAB II
Pembahasan
1. Pengertian Implementasi kebijakan Publik........................ 3
2. Model-model Implementasi.................................................4
3. Proses Implementasi Kebijakan Publik................................10
4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan.
............................................................................................11
5. Penjabaran Operasional Proses Implementasi Kebijakan.. . .12
6. Formulasi Masalah Kebijakan Publik....................................13
7. Desain Kebijakan (Policy Design)........................................14
8. Analisis Kebijakan Publik.....................................................16
9. Konsep Kebijakan................................................................18
10. Pengertian Analisis Kebijakan Publik...................................20
11. Analisis Kebijakan Publik dan Ilmu Pengetahuan.................21
12. Tipe Analisis Kebijakan. ......................................................21
13. Gaya Analisis Kebijakan.......................................................22
14. Model Analisis Kebijakan.....................................................23

BAB III
Penutup ........................................................................... 16
Sumber Bahasan.............................................................. 17

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin kami panjatkan puji dan syukur


Kepada Allah SWT yang tidak hentinya melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada semua makhluknya. Atas izin-Nya pulalah
kegiatan membuat makalah Implementasi Kebijakan yang berjudul
Implementasi Kebijakan Publik dapat kami selesaikan dengan baik.

Tujuan ditulisnya makalah ini untuk memenuhi tugas yang


diberikan oleh Dosen Pengasuh Mata Kuliah, Implementasi
Kebijakan, makalah ini kami buat berdasarkan informasi yang kami
dapat dari berbagai buku dan internet.

Terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa STIA “Satya


Negara” Palembang yang telah memberikan sumbang saran.
Secara khusus penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada
Dosen Pengasuh Mata Implementasi Kebijakan yaitu Bapak
Ahmad Hasan, S.sos yang telah memberikan motivasi serta
bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.

Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kami dengan ikhlas dan dengan hati
lapang dada akan menerima saran maupun kritik demi

3
kesempurnaan makalah ini. Dan akhir kata semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi kita semua. ..Amin

Palembang, 24 Maret 2010

Penulis

Kelompok 2

BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah.


Seiring dengan di pelajarinya mata kuliah, Implementasi
Kebijakan Publik pada semester ini. Penulis mendapat tugas oleh
Dosen pengasuh mata kuliah ini untuk membuat makalah tentang
teori-teori Implementasi Kebijakan Publik yang digunakan dipelajari
saat ini. Makalah ini di buat sebagai pemenuhan tugas kelompok
yang diberikan kepada penulis oleh dosen pengajar.

Makalah ini berisi tentang teori implementasi kebijakan


publik. Serta pendapat para ahli kebijakan public serta model-model
implementasi yang biasa digunakan saat ini. Karakter
implementasi, dan hal-hal yang berhubungan dengan teori
kebijakan public. Analisis kebijakan public serta hambatan-
hambatan yang sering ditemui saat pengimplementasikan
kebijakan public. Serta contoh dari implementasi kebijakan public
yang diterapkan di Indonesia.

4
2. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
15. Pengertian Implementasi kebijakan Publik.
16. Model-model Implementasi.
17. Proses Implementasi Kebijakan Publik.
18. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Implementasi Kebijakan.
19. Penjabaran Operasional Proses Implementasi Kebijakan.
20. Formulasi Masalah Kebijakan Publik.
21. Desain Kebijakan (Policy Design).
22. Analisis Kebijakan Publik.
23. Konsep Kebijakan.
24. Pengertian Analisis Kebijakan Publik.
25. Analisis Kebijakan Publik dan Ilmu Pengetahuan.
26. Tipe Analisis Kebijakan.
27. Gaya Analisis Kebijakan.

5
28. Model Analisis Kebijakan.

3. Tujuan Penulisan
Tujuan utama dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
Pengajar.
2. Agar dapat memahami mata kuliah implementasi
kebijakan publik secara mendalam..
3. Sebagai referensi awal untuk penulisan makalah sejenis di
kemudian hari.

Bab II

Pembahasan

1. Pengertian Implementasi kebijakan Publik

implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya


suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. implementasi
juga di gambarkan sebagai wujud dari pelaksanaan kebijakan yang
telah di tentukan.

Kebijakan Publik.

6
Kebijakan Publik adalah suatu konsep, sistem, prosedur dan
rencana yang bertujuan untuk dilaksankan dan diterapkan oleh
pihak yang berwenang dan berlaku unuk semua orang dengan satu
tujuan adalah kepentingan bersama.

Implementasi kebijakan Publik adalah proses pelaksanaan dan


penerapan kebijkan public bagi masyarakat umum.

1.Kebijakan yang diinginkan (idealized policy); pola interaksi yang


dikehendaki dan apa yang hendak diubah oleh suatu kebijakan.
2.Kelompok sasaran (target group); sekelompok masyarakat yg
hendak dipengaruhi dan diubah.
3.Organisasi pelaksana (implementing organisation); sebuah satuan
birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab atas kebijakan
tertentu.
4.Faktor lingkungan (environmental factors); unsur-unsur
lingkungan kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

2. Model-model Implementasi

A. Model Implementasi kebijakan George Edward III :

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi


kebijakan tentang konservasi energi adalah teori yang dikemukakan
oleh George C. Edwards III. Dimana implementasi dapat dimulai dari
kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar
implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut George C. Edwards
III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi

7
(Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions
atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure)

Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena


antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat.
Tujuan kita adalah meningkatkan pemahaman tentang
implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara
membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi
kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu
proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub
kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat
diketahui pengaruhnya terhadap implementasi.

Sumber : George III Edward :implemeting public policy, 1980

Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut


George C. Edwards III sebagai berikut :

a. Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan


tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan

8
ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu
dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi
atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat
ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi
merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang
bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau
menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang
berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar
implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab
melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka
dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus
diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan
akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor
pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi
kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya
yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan
apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan
mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi
kepada para implementor secara serius mempengaruhi
implementasi kebijakan.

b. Sumberdaya

9
Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten
implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi
dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan
program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya.
Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk
mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber
terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang
menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana
yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan
sarana prasarana.
Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan
kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program
secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan
dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka
hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para
pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya
manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja
program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan
karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi
mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan
kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai
teknik-teknik kelistrikan.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan


kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi

10
bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi
pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan
dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada
peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan
bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para
pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan
bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung
seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak
ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu
terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang
juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana
program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur
keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun
pengadaan supervisor.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program
harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang
mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

c. Disposisi atau Sikap

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi


kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan
bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan
dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan
pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami
banyak masalah.

11
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ;
kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon
program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari
respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan
sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam
melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak
tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping
itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam
mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan
program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud
dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi
prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang
yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah,
agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain.
Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan
insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan
bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

d. Struktur Birokrasi

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat


dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah
karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi
berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai
hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dalam menjalankan kebijakan.

12
B. Model Implementasi kebijakan Van dan Van Meter

“Implementasi kebijakan public berjalan secara linear dari


kebijakan public”

Van Horn dan Van Meter menunjukkan beberapa unsur yang


mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam
implementasi kebijakan, yaitu:

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2. Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan


sub unit dan proses-proses dalam badan pelaksana;

3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di


antara anggota legislatif dan eksekutif);

4. Vitalitas suatu organisasi;

5. Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi


horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan
yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-
individu di luar organisasi;

6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat


keputusan atau pelaksana keputusan.

Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan


dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan ,
implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada
menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan
kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama
banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi

13
hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan
mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi
sistem dalam birokrasi

C. Model Grindle

Menurut Grindle (1980) “ Implementasi kebijakan ditentukan


oleh isi dari kebijakan dan konteks implementasi nya.”

Ide utama dari model ini adalah bahwa setelah kebijakan


ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan dan
tingkat keberhasilannya ditentukan derajat implementability dari
kebijakan tersebut.

Isi kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan.


b. Jenis manfaat yang dihasilkan.
c. Derajat perubahan yang di inginkan.
d. Kedudukan dan pelaksanaan program.
e. Sumber daya yang di kerahkan.

Sementara itu konteks implementasinya adalah:

a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi actor yang terlibat.


b. Karakteristik lembaga dan penguasa serta kepatuhan dan
daya tanggap.

3. Proses Implementasi Kebijakan Publik

14
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini
berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi
pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-
perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan
sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya
pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program
dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan
instansi yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan
tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik,
ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah
proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas
beberapa tahapan yakni:

1. tahapan pengesahan peraturan perundangan;


2. pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5. dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi
pelaksana;
6. upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa


hal penting yakni:

1. penyiapan sumber daya, unit dan metode;


2. penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang
dapat diterima dan
3. dijalankan;

15
4. penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan


sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan


Implementasi Kebijakan

Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli


mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa
kita tarik benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi
content setidaknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas,
tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji, mudah
dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya
baik manusia maupun finansial yang baik.
2. Implementator dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi
kebijakan tergantung pada badan pelaksana kebijakan
(implementator) dan kelompok target (target groups).
Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi,
komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah
kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan (policy
makers), selain itu, kelompok target yang terdidik dan relatif
homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan
daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen.
Lebih lanjut, kelompok target yang merupakan bagian besar dari

16
populasi juga akan lebih mempersulit keberhasilan implementasi
kebijakan.
3. Lingkungan. Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik
maupun kultur populasi tempat sebuah kebijakan
diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan
kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat
yang maju, sistem politik yang stabil dan demokratis, dukungan
baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya
keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah
implementasi sebuah kebijakan.

5. Penjabaran Operasional Proses


Implementasi Kebijakan.

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi


sebuah kebijakan:

1. Tahapan intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan


penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat
umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat
manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang
dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga
eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun undang-
undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk
keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden
maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan
operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa
keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala dinas
terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses

17
penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk
pelaksanaan/teknis namun juga berupa proses komunikasi dan
sosialisasi kebijakan tersebut – baik yang berbentuk abstrak
maupun operasional – kepada para pemangku kepentingan.
2. Tahapan pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah
penentuan pelaksana kebijakan (policy implementor) – yang
setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi
pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM
maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan
ditetapkan; maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan
yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi
pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman
saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur
tetap tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau
standar pelayanan minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah
penentuan besaran anggaran biaya dan sumber pembiayaan.
Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah
(APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat).
Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang
diperlukan, sebab peralatan tersebut akan berperan penting
dalam menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
kebijakan. Langkah selanjutnya – penetapan manajemen
pelaksana kebijakan – diwujudkan dalam penentuan pola
kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini
penentuan focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal
pelaksanaan implementasi kebijakan segera disusun untuk
memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat
penentu efisiensi implementasi sebuah kebijakan.

18
3. Tahapan implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan
masing-masing tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

6. Formulasi Masalah Kebijakan Publik

Dalam proses perumusan kebijakan publik, pokok persoalan adalah


perumusan kebijakan publik. Proses perumusan kebijakan publik
dibagi ke dalam empat tahap yakni:

1. pengenalan masalah;
2. pencarian masalah;
3. pendefinisian masalah; dan
4. spesifikasi masalah.

Secara singkat tahap-tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Kegiatan pengenalan masalah yang dilakukan dengan cara


temukenal (scanning) masalah publik akan menghasilkan situasi
masalah.
b. Kegiatan pencarian masalah yang dilakukan dengan cara
menemukan masalah-masalah yang saling terkait dalam situasi
masalah akan menghasilkan meta masalah (masalah yang saling
terkait namun belum terstruktur).
c. Kegiatan pendefinisian masalah yang dilakukan dengan cara
menyaring meta masalah menjadi masalah publik menghasilkan
masalah subtantif.
d. Kegiatan spesifikasi masalah dengan cara mencari akar masalah
subtantif menghasilkan masalah formal. Masalah formal inilah
yang menjadi item khusus yang harus ditanggulangi atau

19
ditindaklanjuti oleh pembuat keputusan untuk kemudian menjadi
kebijakan publik.

7. Desain Kebijakan (Policy Design)

Setelah masalah kebijakan diformulasikan, maka kini saatnya


masalah tersebut dicarikan solusi berupa kebijakan publik apa yang
akan diambil. Dalam proses desain kebijakan tersebut terdapat
tujuh tahap sebagai berikut:

1. Tahap pengkajian persoalan. Tahap ini bertujuan untuk


menemukan dan memahami hakikat permasalahan yang
berhasil diidentifikasi yang dihadapi oleh organisasi;
merumuskan masalah yang dihadapi organisasi ; serta
menunjukkan hubungan kausal dari permasalahan yang berhasil
diidentifikasi.
2. Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan. Penetapan tujuan dan
sasaran kebijakan diperlukan sebagai dasar pijakan dalam
merumuskan alternatif intervensi yang diperlukan serta menjadi
pijakan standar penilaian apakah langkah intervensi tersebut
bisa disebut “gagal” atau “berhasil”.
3. Penyusunan model. Beberapa alternatif kebijakan intervensi
dituangkan dalam bentuk hubungan kausalitas antar masalah
yang dihadapi organisasi dan dirumuskan secara sederhana.
Hubungan kausalitas ini disebut sebagai model. Model tersebut
bisa berupa diagram alur (flow chart) maupun diagram panah
(arrow chart). Tujuan penyusunan model tersebut dimaksudkan

20
untuk memudahkan analisis sekaligus memilih alternatif
kebijakan intervensi mana yang harus dipilih.
4. Perumusan alternatif kebijakan. Alternatif kebijakan merupakan
sejumlah alat dan cara yang dipakai untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan baik secara langsung atau tidak.
Rumusan alternatif tersebut diawali dengan penjelasan kerangka
logika yang terkait dengan berbagai kemungkinan yang muncul
dalam kerangka intervensi masalah. Kemungkinan tersebut
berdampak baik positif maupun negatif. Setelah alternatif
diidentifikasi, maka tiba saatnya untuk memilih alternatif yang
paling berpeluang untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
ditetapkan sebelumnya.
5. Penentuan kriteria pemilihan alternatif kebijakan. Kriteria dan
parameter yang bisa dimanfaatkan untuk memilih alternatif
kebijakan antara lain adalah:
o technical feasibility, yang menekankan pada aspek efektifitas
langkah intervensi dalam mencapai tujuan dan sasaran;
o economic and financial feasibility, yang menekankan aspek
efisiensi yakni biaya dan keuntungan yang diperoleh dengan
menggunakan teknik cost and benefit analysis;
o political viability, yang melihat dampak politik yang
ditimbulkan berupa tingkat aksebilitas (acceptability), kecocokan
dengan nilai masyarakat (appropriateness), responsifitas
(responsiveness), kesesuaian dengan perundangan (legal
suitability), serta pemerataan (equity);
o administrative operability yang melihat dari dimensi otoritas
instansi pelaksana, komitmen kelembagaan, kapabilitas staf dan
dana serta dukungan organisasi.

21
6. Penilaian alternatif kebijakan. Melalui penilaian ini akan
ditemukan alternatif intervensi yang paling efektif, efisien, dan
visibel dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena
itu alternatif intervensi yang dipilih paling tidak harus yang
efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran, yang paling efisien
dalam sisi biaya dan keuntungan, yang paling bisa diterima oleh
stakeholder, dan secara kelembagaan dapat dilaksanakan serta
memenuhi syarat administratif. Selain itu perlu dipertimbangkan
aspek etika dan filsafat sehingga alternatif tersebut tidak
melanggar nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.
7. Perumusan rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan
dibuat berdasar perolehan skor beberapa alternatif intervensi,
dimana alternatif ini dinilai visibel untuk mencapai tujuan dan
sasaran, memakan biaya yang optimal dengan keuntungan
maksimal, diterima oleh seluruh pemangku kepentingan serta
sesuai dengan etika dan nilai yang berlaku dalam masyarakat
dan peraturan perundangan, dan secara kelembagaan bisa
dilaksanakan. Selian itu, alternatif intervensi tersebut juga
dipertimbangkan secara lebih komprehensif, holistik, integratif
serta prospektif sebelum dipilih. Setelah itu, alternatif intervensi
yang direkomendasikan ditetapkan dan disahkan sehingga
memiliki kekuatan hukum.

8. Analisis Kebijakan Publik

Ada buku yang cukup menarik, Analisis Kebijakan Publik, Konsep


dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik yang ditulis oleh DR.
Joko Widodo, M.S., seorang widyaiswara Diklatpim Jawa Timur. Buku

22
itu dengan ringan membahas dasar-dasar analisis kebijakan
publik.Uraian dalam buku ini dibuka dengan gambaran situasi pasca
reformasi, dimana pemerintah saat ini sedang mengupayakan
otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di
daerah. Dan memang karena beliau orang daerah, maka otonomi
daerah menjadi dasar pijakan beliau untuk memulai uraian analisis
kebijakan publik. Dalam pandangan saya, akan lebih baik apabila
beliau mengutip tujuan negara yang diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 45, karena saya pikir tujuan tersebut akan lebih
universal sebagai pijakan reformasi kebijakan publik, sebab
reformasi publik tidak hanya dilaksanakan di daerah, namun juga di
tingkat pusat.

Untuk menghadapi situasi yang ada sekarang ini, penulis menuntut


ditingkatkannya profesionalisme mesin birokrasi. “Pemerintahan
pada dasarnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah
diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani
masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama”. Saya lihat beliau
ingin menerapkan prinsip-prinsip Weberian mengenai birokrasi,
dimana dalam pandangan Weberian, birokrasi diciptakan untuk
melayani dan profesional.Sesuai dengan pandangan ini, kinerja
birokrasi harus bisa dipertanggungjawabkan kepada khalayak
umum, sebab government organizations are created by the public,
for the public and need to be accountable to it. Sebuah birokrasi
harus akuntabel, terbuka dan transparan. Seiring dengan
perkembangan masyarakat dewasa ini, tantangan yang dihadapi
organisasi pemerintahan juga berubah, oleh karena itu, aparatur

23
pemerintah juga perlu meningkatkan kompetensi diri mereka guna
menghadapi tantangan tersebut. Kompetensi tersebut setidaknya
mencakup beberapa virtues yakni pengetahuan,
kecakapan/kapabilitas, keterampilan, keahlian, sikap dan perilaku
untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab
yang diamanatkan khalayak umum kepada mereka.

Dalam tataran yang lebih nyata, tantangan yang dihadapi oleh


pemimpin dan organisasi pemerintahan adalah hal-hal meliputi
peran baru, keterampilan baru dan piranti baru. Peran baru (new
role) meliputi peran para pemimpin pemerintahan sebagai
perancang, guru, pengayom, pendorong sekaligus pelayan. Sebagai
seorang perancang, seorang pemimpin harus berperan sebagai
pihak yang merancang dan mengimplementasikan visi, misi, tujuan,
target, kebijakan, nilai dan struktur organisasi. Sebagai seorang
guru, seorang pemimpin harus mampu mendidik dan mengarahkan
anggota organisasi untuk mengenali realitas secara baik, dan
menciptakan sebuah organisasi sebagai sebuah tempat belajar bagi
seluruh anggota organisasi. Sebagai seorang pelayan, seorang
pemimpin harus mau melayani seluruh anggota organisasi.

Keterampilan baru yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin


adalah keterampilan dalam menciptakan, membangun dan
mengimplementasikan visi bersama, membangun dan menguji
model mental serta keterampilan dalam berpikir secara sistematis.
Sedangkan piranti baru dalam kepemimpinan masa kini adalah
sistem informasi kepemimpinan yang akan memberikan prediksi
masa depan secara lebih komprehensif.Oleh karena itu, untuk

24
memenuhi tantangan masa depan, diperlukan kebijakan publik
yang sifatnya lebih komprehensif dan antisipatif.

9. Konsep Kebijakan

Pengertian kebijakan merujuk pada tiga hal yakni sudut pandang


(point of view); rangkaian tindakan (series of actions) dan peraturan
(regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para
pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari
beberapa definisi mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang
cukup komprehensif untuk menjelaskan apa itu kebijakan publik.
Definisi tersebut berbunyi “respon dari sebuah sistem politik
terhadap demands/claims dan support yang mengalir dari
lingkungannya”.

Dalam definisi tersebut, respon bisa dilihat sebagai isi dan


implementasi serta analisis dampak kebijakan; sistem politik tentu
saja merujuk pada aktor politik (pemerintah, parlemen, masyarakat,
pressure groups dan aktor yang lain), demands dan claim bisa jadi
merupakan tantangan dan permintaan dari aktor-aktor tadi,
sedangkan support bisa merujuk pada dukungan baik SDM maupun
infrastruktur yang ada, dan yang terakhir, lingkungan merujuk pada
satuan wilayah tempat sebuah kebijakan diimplementasikan.

Berdasarkan konsep tersebut, tersusunlah sebuah sistem kebijakan


publik yang terdiri atas elemen-elemen yakni: orientasi, tindakan
yang benar-benar dilakukan, sifat positif maupun negatif untuk
melakukan sesuatu dan pelaksanaan melalui perundangan yang
bersifat memaksa (otoritatif).

25
Berdasarkan atas konsep tersebut, maka pemerintah sebagai
pelaku utama implementasi kebijakan publik memiliki dua fungsi
yang berbeda yakni fungsi politik dan fungsi administratif. Fungsi
politik terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, sedangkan fungsi administrasi terkait dengan fungsi
pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Oleh karena itu,
pemerintah sebagai lembaga pembuat dan pelaksana kebijakan
publik memiliki kekuatan diskretif (discretionary power) dalam
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh karena itu,
aktor-aktor lain juga harus memainkan peran pengawasan dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut.

Sebuah kebijakan publik akan disusun berdasarkan sebuah proses


sebagai berikut: identifikasi, formulasi, adopsi, implementasi dan
evaluasi. Dalam proses identifikasi, pemerintah merasakan adanya
masalah yang harus diselesaikan dengan pembuatan kebijakan.
Berdasarkan identifikasi tersebut dilakukanlah formulasi kebijakan.
Kebijakan disusun berdasarkan alternatif-alternatif tindakan dan
partisan. Setelah alternatif tindakan dan partisipan disusun, maka
proses adopsi dilakukan dengan memilih alternatif terbaik dengan
memperhatikan syarat pelaksanaan, partisipan, proses dan muatan
kebijakan. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat,
tindakan yang dilakukan dan dampak terhadap muatan kebijakan
itu sendiri. Setelah implementasi kebijakan dilakukan, evaluasi
kebijakan harus dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul dalam
evaluasi antara lain adalah: bagaimana kemangkusan dan
kesangkilan kebijakan, siapa yang terlibat, apa konsekuensi

26
implementasi dan apakah ada tuntutan untuk mencabut atau
mengubah kebijakan tersebut.

10. Pengertian Analisis Kebijakan Publik

Analisis Kebijakan Publik adalah proses penciptaan pengetahuan


dari dan dalam proses penciptaan kebijakan. Maka dari itu analisis
kebijakan publik menurunkan beberapa ciri yakni: (1) analisis
kebijakan publik merupakan kegiatan kognitif, yang terkait dengan
proses pembelajaran dan pemikiran. (2) analisis kebijakan publik
merupakan hasil kegiatan kolektif, karena keberadaan sebuah
kebijakan pasti melibatkan banyak pihak, dan didasarkan pada
pengetahuan kolektif dan terorganisir mengenai masalah-masalah
yang ada. (3) Analisis kebijakan merupakan disiplin intelektual
terapan yang bersifat reflektif, kreatif, imajinatif dan eksploratori.
(4) analisis kebijakan publik berkaitan dengan masalah-masalah
publik, bukan masalah pribadi walaupun masalah tersebut
melibatkan banyak orang.

11. Analisis Kebijakan Publik dan Ilmu Pengetahuan

Masalah kebijakan berkaitan dengan masalah sosial dan manusia,


tapi tidak pada pertanyaan “apa yang dilakukan” namun lebih
kepada menjawab pertanyaan “apa yang harus dilakukan”.

Elemen dalam Kebijakan yang Menjadi target analisis

27
Terdapat tiga elemen dalam kebijakan yang menjadi target analisis,
yakni: (1) faktor determinan utama; (2) isi kebijakan; dan (3)
dampak kebijakan baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan.3

12. Tipe Analisis Kebijakan

Tipe analisis kebijakan dikategorikan menjadi dua tipe yaitu:

1. Tipe analisis akademis. Tipe analisis ini berfokus pada hubungan


antara faktor determinan utama dengan isi kebijakan dan
berusaha untuk menjelaskan hakikat, karakteristik dan profil
kebijakan dan bersifat komparatif baik dari segi waktu maupun
segi subtansi.
2. Tipe analisis terapan. Tipe analisis ini lebih memfokuskan diri
pada hubungan isi kebijakan dengan dampak kebijakan serta
lebih berorientasi pada evaluasi kebijakan dan bertujuan untuk
menemukan alternatif lebih baik dan bisa menggantikan
kebijakan yang sedang dianalisis.

13. Gaya Analisis Kebijakan

Secara garis besar, gaya analisis kebijakan dibedakan menjadi


tigakategori yaitu:

28
1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif masih dibedakan menjadi 2 bagian yakni (a)


analisis isi (content analysis) yang merupakan definisi empiris
mengenai isi kebijakan terutama pada maksud, definisi masalah,
tujuan dan orientasi sebuah kebijakan; (b) analisis sejarah
(historical analysis) yang lebih menekankan aspek evolusi isi
kebijakan dari awal pembentukan hingga implementasinya bahkan
bersifat ekspansif dengan membandingkan beberapa kebijakan
secara kronologis-sinkronis.

2. Analisis Proses

Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun


lebih memfokuskan diri pada proses politik dan interaksi faktor-
faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah
kebijakan. Proses politik inipun masih didekati dengan dua aras
yakni proses interaksi para pemangku kepentingan dan struktur
politis negara tempat sebuah kebijakan digodok.

3. Analisis Evaluasi

Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat penilaian.


Penilaian yang diberikan bisa didasarkan pada konsistensi logis,
efisiensi dan karakteristik etis. Oleh karena itu analisis evaluasi ini
masih dibedakan menjadi tiga bagian yakni (a) evaluasi logika,
dimana analisis ini melakukan evaluasi atas beberapa dimensi yakni
konsistensi internal tujuan kebijakan; konsistensi tujuan dan
instrumen kebijakan; dan perbedaan antara konsekuensi yang
diharapkan dan yang tidak diharapkan; (b) evaluasi empiris, dimana

29
analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kebijakan publik
mampu memecahkan masalah dan menekankan teknik-teknik
untuk melihat efisiensi dan efektifitas sebuah kebijakan; (c) evaluasi
etis yang dalam analisisnya mengacu pada etika, norma dan nilai
(value) dimana dalam evaluasi yang lain sangat bersifat bebas nilai.

14. Model Analisis Kebijakan

Dalam mengkritisi kebijakan, terdapat dua pendekatan yaitu: (1)


Analisis proses kebijakan (analysis of policy process), dimana dalam
pendekatan ini, analisis dilakukan atas proses perumusan,
penentuan agenda, pengambilan keputusan, adopsi, implementasi
dan evaluasi dalam proses kebijakan. Jika dilihat dari item
analisisnya, pendekatan ini lebih melihat kandungan (content)
sebuah proses kebijakan. (2) Analisis dalam dan untuk proses
kebijakan (analysis in and for policy process), dimana dalam
pendekatan ini, analisis dilakukan atas teknik analisis, riset,
advokasi dalam sebuah proses kebijakan. Nampaknya, pendekatan
ini cenderung melihat prosedur proses kebijakan. Hasil analisis
kebijakan adalah informasi yang relevan bagi pihak-pihak yang
akan melaksanakan kebijakan. Analisis bisa dilakukan pada semua
tahap proses kebijakan. Pada tahap agenda setting, analisis
dilakukan untuk mengidentifikasi masalah publik dan memobilisasi
dukungan agar masalah publik tersebut menjadi kebijakan publik.
Hasil analisis tahap ini adalah daftar masalah publik yang menjadi
agenda pemerintah. Analisis pada tahap selanjutnya dilakukan
untuk menemukan alternatif kebijakan publik dengan menentukan
tujuan, sasaran, program dan kegiatan. Hasil analisis tahap ini
adalah pernyataan kebijakan (policy statement) yang biasanya

30
berupa peraturan perundangan. Analisis pada tahap selanjutnya
mencakup interpretasi dan sosialisasi kebijakan, merencanakan
serta menyusun kegiatan implementasi kebijakan. Hasil analisis
pada tahap ini adalah aksi kebijakan (policy action). Analisis
berikutnya adalah evaluasi implementasi kebijakan dengan
memperhatikan tingkat kinerja dan dampak sebuah implementasi
kebijakan. Hasil analisisnya berupa informasi kinerja yang akan
menjadi dasar tindakan apakah kebijakan tersebut akan diteruskan
atau sebaliknya.

Kegagalan sebuah kebijakan publik disebabkan oleh beberapa


kesalahan antara lain kesalahan dalam perumusan masalah publik
menjadi masalah kebijakan, kesalahan dalam formulasi alternatif
kebijakan, kesalahan dalam implementasi atau kesalahan dalam
evaluasi kebijakan. Oleh karena itu analisis kebijakan dalam tiap
tahap merupakan satu hal yang krusial untuk mencegah kegagalan
sebuah kebijakan.

Model Implementasi Kebijakan, Keberhasilan Implementasi

1.Program dirancang dengan landasan yang jelas, dengan


kelompok sasaran, perubahan perilaku, dan tujuan yang jelas.
2.Pendukung kebijakan memuat arahan dan struktur organisasi
yang tepat sehingga memaksimalkan proses pelaksanaan.
3.Pemimpin lembaga punya keterampilan manajerial dan politik
yang memadai.
4.Program didukung oleh kelompok konstituen yang terorganisasi
dengan dukungan legislatif yang kuat.

31
5.Prioritas kebijakan tidak diganggu oleh konflik diantara perumus
kebijakan dan perubahan kondisi sosial-ekonomi.

Daftar Pustaka

Ndut_ozy@yahoo.co.id

http://Organisasi.org.

http://www.wikipedia.com/Kebijakan.

http://e-
course.usu.ac.id/content/Implementasi/manajemen0/textbook.pdf

http://elearning.unej.ac..id/courses/penempatan_tenaga_kerja/text.1
.

http://www.fe.unpad.ac..id/elearning_fe/dosen/ernie/pengantar_/20
manajemen/b

ersepuluh.ppt

http://upb.ac.id/download/proposal.pdf.

32

You might also like