You are on page 1of 21

UU ANTI TERORISME DAN ANCAMAN PELANGGARAN HAM

Oleh David Raja Marpaung S.Ip, M.Def


Disampaikan pada FGD International Fereration of Human Right
Jakarta, 25 Mei 2010
KONDISI SAAT INI
 Ancaman terorisme merupakan tantangan yang
nyata bagi Indonesia
 Kekhawatiran penyalahgunaan wewenang juga
merupakan hal yang beralasan
 Hak Azasi Manusia terjepit antara tantangan
untuk menangkal dan memberangus terorisme,
dan ketakutan represif dan penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat negara
KASUS PELANGGARAN HAM OLEH APARAT NEGARA
Kasus Tahun Korban Keteranagan
(Jiwa)
Pembantaian massal 1965-1970 1.500.00 Korban sebagian besar merupakan anggota PKI, atau
1965 0 ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti SOBSI,
BTI, Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di
luar proses hukum yang sah
Penembakkan 1982-1985 1.678 Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal,
misterius “Petrus” residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat
illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas

Kasus-kasus di Aceh 1976-1989 Ribuan Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan
pra DOM intensitas kekerasan yang tinggi
Kasus-kasus di 1966- Ribuan Operasi militer intensif dilakukan oleh TNI untuk
Papua sekarang menghadapi OPM
Kasus Marsinah 1995 1 Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain
dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi)
militer di bidang perburuhan.
Kasus Bulukumba 2003 2 tewas, Insiden ini terjadi karena keinginan PT London Sumatera
puluhan untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka,
luka-luka namun masyarakat menolak upaya tersebut

Sumber: Kontras
Total: 120 Countries
SOURCE: MIPT Terrorism Knowledge Base
Total: 120 Countries
SOURCE: MIPT Terrorism Knowledge Base
The three inter-connected
causes
Frameworks for Combating Points on a
Spectrum
Terrorism
• The Criminal Justice Model

The model normally adopted by liberal democratic states

• The ‘Enhanced’ Criminal Justice Model

A model adopted by liberal democratic states facing a severe


terrorist threat

• The Counter-terror Model

The model often adopted by authoritarian regimes, dictatorships and


states where democracy is weak
PERMASALAHAN DALAM UU ANTI TERORISME TERKAIT DENGAN
HAM

(Pasal 6-19)
 Kategori dan definisi terorisme belum mencukupi kebutuhan akan
kepastian hukum
 Pemerintah kesulitan membuat defenisi yang komprehensif
mengenai suatu tindak pidana terorisme sebagaimana terlihat pada
UU. Defenisi kejahatan yang dijerat UU ini hampir semuanya
mengandung perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana biasa
yang diatur dalam KUHP
 Pasal-pasal di atas juga memberikan banyak peluang multi tafsir
 Korban bersifat massal: harus dibatasi jumlah minimal korban
bersifat massal
 Perlu diberikan definisi dan daftar obyek vital
(Pasal 22)
 Rawan akan multi tafsir. Kegiatan merintangi atau mencegah
pemeriksaan sangat rentan akan digunakan aparat untuk
membekuk tersangka terorisme
 Perlu dibuat sistematika penjelasan hal-hal yang dikategorikan
merintangi pemeriksaan atau pengusustan kasus terorisme

(Pasal 25)
 Waktu penahanan yang cukup lama, pemerintah harus dapat
menjamin tidak terjadinya pelanggaran HAM
 Perlu dirinci tentang kontrol atau pengawasan selama tersangka
dalam proses penahanan
 Perlu diberikan ruang bagi keluarga maupun pembela untuk
bertemu dengan tersangka
(Pasal 26)
 Pasal ini memberikan peluang bagi terjadinya penyalahgunaan
laporan intelijen sebagai bukti hukum. Hal ini membuka
peluang digunakannya laporan sepihak yang bernuansa fitnah
untuk memberatkan tersangka karena tidak dimungkinkan
melakukan verifikasi bukti.
(Pasal 28)
 Memberikan peluang terjadinya penganiayaan atau
penyiksaan oleh aparat
 Memberikan kesempatan untuk mempengaruhi atau memaksa
pendapat sesuai keinginan aparat
 Tidak adanya perlindungan hukum pasti bagi tersangka pelaku
kegiatan terorisme
ANCAMAN UU ANTI TERORISME TERHADAP WARGA
NEGARA
 Stereotipe atau pelabelan Teroris terhadap pihak-pihak
yang tidak puas dengan pemerintah.

- UU ini berpeluang memberi label terorisme terhadap tindakan-


tindakan politik yang dulu disebut subversif dan separatisme.
- Jeratan hukum sangat dimungkinkan melihat banyaknya kategori
pelanggaran yang tergolong dalam aksi teror (Pasal 6-24)
 Mengancam Kebebasan menyatakan pendapat dan
berekspresi
-Pasal 20 dan 22 memberikan ruang bagi aparat untuk
menafsirkan kegiatan yang mencegah dan merintangi
penyelidikan baik terhadap aprat maupun di dalam
persidangan.

 Mengancam Hak-hak dan kebebasan individu


-Pasal 31 memungkinkan aparat utuk menyadap , memeriksa
surat, dan kiriman pos
-Aparat dapat dengan sekehendak hati untuk menerobos batas
kehidupan pribadi yang dilindungi undang-undang
Waktu Penahanan yang Lebih Lama dan Ancaman
Kekerasan
KEWENANGAN YANG BERPOTENSI MELANGGAR HAM
REKOMENDASI
 Pembatasan konsep keamanan negara dan
ketertiban umum
 Hal ini untuk mempertegas tindakan yang mengancam stabilitas
negara, atau tindakan yang hanya merupakan kejahatan pidana
atau mengancam ketertiban umum
 Ancaman yang ada jangan sampai tumpang tindih atau blur
dengan yang ada dalam KUHP
 Pengaturan Persyaratan yang detil

 Harus ada aturan detil tentang proses penangkapan hingga


prosedur interogasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya
pelanggaran HAM

- Negara harus menjamin pembatasan akses atau hak individu


tidak mengurangi atau menghancurkan demokrasi dalam
masyarakat
 Kontrol Internal

 Pembatasan otoritas atau wewenang lembaga bersangkutan


secara langsung melalui undang-undang. (RUU Intelejen,
RUU Kamnas, UU Polri, UU TNI dsb)

 Kontrol dari pihak langsung yang memiliki otoritas langsung


terhadap institusi intelejen.
(Kepala Negara, dapat membuat badan anti teror, atau dibantu
juga oleh Menkopolhukam)
 Kontrol Eksternal

 Kontrol Judicial dilakukan oleh instutusi judicial terkait fungsi


intelejen dan institusi keamanan. (Kejaksaan atau Kepolisian)

 Kontrol oleh Parlemen


(Hingga kini belum ada badan khusus dalam parlemen yang
ditugaskan mengawasi intelejen)
Key CT Instruments or Tools:The Rope Analogy
Military Instrument
Diplomacy
Intelligence

Law Enforcement

Immigration & Border Control


Political Instruments

Psychological Instruments

Resilience or Homeland Security

Foreign Aid
The Approach Required
Economic Instruments
Multi-pronged
Financial Instruments Multi-dimensional
© T. Maley Multi-national
Source: Tom Maley, British
Legal Instruments
MOD
THE THIRTEEN UNIVERSAL UNITED NATIONS CONVENTIONS ON TERRORISM

1. Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft (The Tokyo
Convention, 1963)
2. Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (The Hague Convention,
1970)
3. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation (The
Montreal Convention, 1971)
4. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation
(Signed at Rome, 1988)
5. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Fixed Platforms Located
on the Continental Shelf (Signed at Rome, 1988)
6. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at Airports Serving International
Civil Aviation (Supplementary Protocol to Montreal Convention) (1988) 
7. International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings (New York, 1998) 
8. International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism (1999)
9. International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (2005) 
B. Two conventions, which proscribe acts against specific persons:
1. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes Against Internationally Protected
Persons including Diplomatic Agents (New York, 1973)
2. International Convention Against the Taking of Hostages (New York, 1979)
C. Two conventions, which manage dangerous materials:
1. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material (1980)
2. Convention on the Marking of Plastic Explosives for the Purpose of Identification (1991)
Sekian dan Terima Kasih

You might also like