You are on page 1of 5

BILA KUBURAN DIAGUNGKAN

Rasulullah SAW bersabda:

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺎﹶﺋ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﹸﻗ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬
 ‫ﺭ ﺍﺗ‬ ‫ﺎ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺩ ﻭ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻴ‬‫ﷲ ﺍﹾﻟ‬
ُ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﹶﻟ‬
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang (lancang) menjadikan kuburan
para Nabi mereka sebagai masjid” (HR. al-Bukhari No. 435 dan Muslim no. 531)

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﹸﻗ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬


 ‫ﺎ ﺍﺗ‬‫ﻣ‬‫ﷲ ﹶﻗﻮ‬
ُ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻌ‬ ‫ ﹶﻟ‬،‫ﺎ‬‫ﻭﹶﺛﻨ‬ ‫ﻱ‬
 ‫ﺒ ﹺﺮ‬ ‫ﻌ ﹾﻞ ﹶﻗ‬ ‫ﺠ‬
 ‫ﺗ‬ ‫ ﹶﻻ‬‫ﻬﻢ‬ ‫ﺍﹶﻟﻠﱠ‬
“Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala. Allah melaknat kaum
yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Ahmad)

Saudaraku kaum muslimin. …

Dari hadits mulia tersebut di atas secara tegas menyatakan larangan menjadikan
kuburan sebagai masjid, sampai–sampai Rasulullah SAW pun berdo’a memohon kepada
Allah SWT agar kuburannya tidak dijadikan sebagai masjid!

Hadist tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid diantaranya :

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﹸﻗ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬


 ‫ ﺍﺗ‬، ‫ﺩ‬ ‫ﻬﻮ‬ ‫ﻴ‬‫ﷲ ﺍﻟ‬
ُ ‫ﺗ ﹶﻞ ﺍ‬‫ﻗﹶﺎ‬
“Semoga Allah mengetuk orang–orang Yahudi yang menjadikan kuburan para Nabi
mereka sebagai masjid”. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan lainnya).

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺨﺬﹸﻭﺍ ﹸﻗ‬


 ‫ ﺍﺗ‬، ‫ﻯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺼ‬‫ﻭﺍﻟﻨ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻴ‬‫ﷲ ﺍﻟ‬
ُ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﹶﻟ‬
“Laknat Allah atas orang–orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para
Nabi mereka sebagai masjid!” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’iy, ad-Darim dan
Ahmad).

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬


 ‫ﺗﺘ‬ ‫ﻼ‬
‫ ﹶﺃ ﹶﻻ ﹶﻓ ﹶ‬، ‫ﺪ‬ ‫ﺠ‬
‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺤ‬
 ‫ﻟ‬‫ﺎ‬‫ﻭﺻ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬ ‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﻭ ﹶﻥ ﹸﻗ‬ ‫ﺨ ﹸﺬ‬
 ‫ﻳﺘ‬ ‫ﺍ‬‫ﻧﻮ‬‫ﻢ ﻛﹶﺎ‬ ‫ﺒ ﹶﻠ ﹸﻜ‬ ‫ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻗ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻭﹺﺇ ﹾﻥ‬ ‫ﹶﺃ ﹶﻻ‬
‫ﻚ‬
 ‫ﻟ‬‫ﻦ ﹶﺫ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺎ ﹸﻛ‬‫ﻧﻬ‬‫ﻲ ﹶﺃ‬ ‫ ﹶﻓﹺﺈﻧ‬،
“Ketahuilah, sesungguhnya orang–orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan
Nabi–Nabi mereka dan orang–orang shaleh mereka sebagai masjid. Maka janganlah
kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku melarang kalian
melakukan hal tersebut!” (HR. Muslim dan ath-Thabrani)

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﹸﻗ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬


 ‫ ﺍﺗ‬، ‫ﻯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺩ ﻭ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻴ‬‫ﷲ ﺍﻟ‬
ُ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﹶﻟ‬
"Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka
sebagai masjid” (HR. Ahmad)

‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺨ ﹸﺬ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ‬


 ‫ﻳﺘ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻭ‬ ، ‫ﺎ ٌﺀ‬‫ﺣﻴ‬ ‫ ﹶﺃ‬‫ﻫﻢ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻋ ﹸﺔ‬ ‫ﺎ‬‫ﻪ ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺪ ﹺﺭ ﹶﻛ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺱ‬
‫ﺎ ﹺ‬‫ﺍ ﹺﺭ ﺍﻟﻨ‬‫ﺷﺮ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﹺﺇﻥﱠ ﻣ‬
“Sesungguhnya seburuk–buruk manusia adalah orang yang menjumpai terjadinya
kiamat dalam keadaan hidup dan orang yang menjadikan kuburan para Nabi mereka
sebagai masjid.” (HR. Ibnu Khuzaymah)
Saudaraku kaum muslimin. …
Dari hadits–hadits tersebut di atas tampak jelas bahaya dijadikannya kuburan
sebagai masjid, juga berisi ancaman keras di sisi Allah SWT bagi orang yang
melakukannya. Oleh karena itu, kita harus memahami makna “dijadikanya kuburan
sebagai masjid”. Sehingga kita “bisa dan biasa” menghindarinya.
Yang dapat dipahami dari ungkapan “menjadikan kuburan sebagai masjid” ada
tiga pengertian, yaitu:
• Pertama:
shalat di atas kuburan, dengan pengertian sujud diatasnya.
Imam ibnu Hajar al-Haitamiy dalam kitab az-Zawazir (1/121) berkata:
“Menjadikan kuburan sebagai masjid berarti shalat di atasnya atau dengan
menghadap ke arahnya”.
Imam ash-Shan’aniy dalam kitab Subul as-Salam (1/214) berkata:
“Menjadikan kuburan sebagai masjid lebih umum dari sekedar shalat dengan
menghadapnya atau shalat di atasnya.
Makna atau pengertian pertama ini didukung oleh beberapa hadits berikut:
RasulullahSAW bersabda:

‫ﺒ ﹺﺮ‬ ‫ﻰ ﺍﻟ ﹶﻘ‬ ‫ﻠ‬‫ﺼﻠﱡﻮﺍ ﻋ‬


 ‫ﺗ‬ ‫ﻭ ﹶﻻ‬ ، ‫ﺒ ﹺﺮ‬ ‫ﺍ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﹶﻘ‬‫ﺼﻠﱡﻮ‬
 ‫ﻳ‬‫ﹶﻻ‬
“Janganlah kalian shalat menghadap kearah kuburan dan jangan pula shalat
diatasnya.” (HR. Ath-Thabraniy)

Dan tatkala Rasulullah SAW ditanya tentang shalat ditengah kuburan maka beliau
bersabda:

‫ﺎﻟﹶﻰ‬‫ﺗﻌ‬ ‫ﷲ‬
ُ ‫ﻢ ﺍ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬‫ﻌ‬ ‫ ﹶﻓ ﹶﻠ‬، ‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﹺﺟ‬‫ﻣﺴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺋ ﹺﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻧﹺﺒﻴ‬‫ﺭ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍ ﹸﻗ‬‫ﺨ ﹸﺬﻭ‬
 ‫ﻴ ﹶﻞ ﺍﺗ‬ ‫ﺋ‬‫ﺍ‬‫ﺳﺮ‬ ‫ﺍ ﹺﺇ‬‫ﻨﻮ‬‫ﺑ‬ ‫ﺖ‬
 ‫ﻧ‬‫ﻛﹶﺎ‬
“Orang–orang bani Israil telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai
masjid sehingga Allah melaknat mereka“. (HR. Abd. Ar-Razzaq)

Dari Abu Sa’id al-Khudry, bahwa Rasulullah telah melarang mendirikan


bangunan di atas kuburan, duduk diatasnya ataupun shalat di atasnya (HR. Abu
Ya’la)
Kemudian dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW melarang shalat
menghadap kearah kuburan (HR. Ibnu Hibban).
• Kedua:
Sujud dengan menghadap kearahnya dan menjadikannya kiblat dalam shalat dan
do’a.
Imam al-Manawiy dalam kitab Faydh al-Qadir (1/121) berkata:
“Maksudnya mereka menjadikan kuburan para Nabi tersebut sebagai arah
kiblat mereka dengan keyakinan yang salah. Dan menjadikan kuburan sebagai
masjid menurut keharusan pembangunan masjid diatasnya dan sebaliknya. Ini
menjelaskan sebab dilaknatnya mereka, yaitu karena tindakan tersebut
mengandung sikap berlebih–lebihan dalam pengagungan”.
Imam al-Baidhawiy berkata:
“Orang–orang Yahudi bersujud kepada kuburan para Nabi sebagai bentuk
pengagungan terhadap mereka dan menjadikannya sebagai kiblat, mereka juga
menghadap ke kuburan dalam mengerjakan shalat dan ibadah lainnya, yang berarti
telah menjadikannya sebagai berhala yang dilaknat oleh Allah. Dan Allah telah
melarang kaum muslimin melakukan hal tersebut”.
Makna atau pengertian kedua ini secara jelas dipahami dari sabda Rasulullah SAW:

‫ﺎ‬‫ﻴﻬ‬ ‫ﺍ ﹺﺇﹶﻟ‬‫ﺼ ﱡﻠﻮ‬


 ‫ﺗ‬ ‫ﻭ ﹶﻻ‬ ، ‫ﻮ ﹺﺭ‬ ‫ﺒ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﺴ‬‫ﺠﻠ‬
 ‫ﺗ‬ ‫ﹶﻻ‬
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadap
kearahnya”. (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’iy, at-Tirmidzy, Ahmad dan al-
Baehaqi).

Imam Ali al-Qariy dalam al-Mirqah (2/372), memberikan alasan turunnya


larangan tersebut seraya berkata: “Pendirian masjid di atas kuburan mengandung
pengagungan yang berlebih–lebihan, bahkan dapat sampai tingkat penyembahan.
Jika pengagungan benar-benar ditujukan kepada kuburan atau penghuninya, maka
yang melakukannya sudah kafir. Oleh karena itu, menyerupai tindakannya adalah
makruh, dan kemakruhannya masuk kategori haram. Yang termuka dalam
pengertian tersebut atau lebih parah dari itu adalah jenazah yang diletakkan
dikiblat orang–orang shalat. Dan itulah yang pernah menimpa penduduk Mekkah,
dimana mereka pernah meletakkan jenazah di sisi Ka’bah, lalu mereka shalat
menghadap ke arahnya.
• Ketiga:
mendirikan masjid di atas kuburan dan mengerjakan shalat di dalam masjid yang
didirikan diatas kuburan tersebut .
Makna yang ketiga dari ungkapan “Menjadikan kuburan sebagai masjid”
maka imam al-Bukhari telah menyampaikannya, di mana beliau telah memberikan
judul dalam kitab haditsnya dengan: Bab Ma Yukrahu min ittikhadh al-Masajid alaa
al Qubur (bab dimakruhkan membangun masjid di atas kuburan).
Dengan demikian, beliau telah mengisyaratkan bahwa larangan menjadikan
kuburan sebagai masjid memiliki konsekuensi larangan membangun masjid di
atasnya. Dan ini sangat jelas sekali. Hal inipun telah dengan gamblang disampaikan
oleh al-Manawiy sebagaimana telah disebutkan:
Dalam menjelaskan hadits tersebut di atas, Ibnu Hajar bekata: al-Karmaniy
berkata: “Kandungan hadits ini adalah larangan menjadikan kuburan sebagai
tempat ibadah. Makna dari hal tersebut adalah larangan menjadikan masjid di atas
kuburan. Pengertian keduanya berbeda, namun keduanya berkaitan satu sama lain,
meskipun keduanya berbeda dalam pengertian“.
Dari sini kita semua mengetahui bahwa sama sekali tidak ada perbedaan
antara pembangunan masjid di atas kuburan dengan menempatkan kuburan di
dalam masjid, karena keduanya sama–sama diharamkan. Sebab yang diperingatkan
adalah satu. Oleh karena itu, al-Hafizh al-Iraqi berkata:

‫ﻭﹺﺇﺫﹶﺍ‬ ، ‫ﺪ‬ ‫ﺠ‬


‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻤ‬ ‫ﻲ ﺍﹾﻟ‬‫ﻦ ﻓ‬ ‫ ﹾﻓ‬‫ﻡ ﺍﻟﺪ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺤ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﺑ ﹾﻞ‬ ، ‫ﺔ‬ ‫ﻨ‬‫ﻌ‬ ‫ﻲ ﺍﻟﻠﱠ‬‫ﺧ ﹶﻞ ﻓ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻀ‬
 ‫ﻌ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺪ ﹶﻓ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺪ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺼ‬
 ‫ﻳ ﹾﻘ‬ ‫ﺍ‬‫ﺠﺪ‬
‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﻰ‬‫ﺑﻨ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﹶﻓ ﹶﻠ‬
‫ﺃ‬‫ﺠﺪ‬
‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻔ‬ ‫ﺔ ﹺﻭ ﹾﻗ‬ ‫ﺎﹶﻟ ﹶﻔ‬‫ﻤﺨ‬ ‫ﻟ‬ ، ‫ﻁ‬
‫ﺮ ﹸ‬ ‫ ﺍﻟﺸ‬‫ﺼﺢ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻪ ﹶﻟ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺪ ﹶﻓ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻁ ﹶﺃ ﹾﻥ‬
‫ﺮ ﹶ‬ ‫ﺷ‬
“Seandainya seseorang membangun masjid dengan maksud kelak akan diletakkan
kuburan disebuah tempat (sudut) di masjid tersebut) maka hal itu sudah masuk
kedalam laknat. Bahkan diharamkan pula mengubur jenazah di dalam masjid,
meskiipun dia telah memberi satu syarat pembangunan bagi masjid tersebut, yaitu
agar dia dimakamkan di dalamnya, maka syaratnya tersebut tidak sah, Karena
sangat jelas bertentangan dengan tanah yang diwakafkannya, yaitu untuk
dibangun masjid.

Semua pendapat di atas menyebutkan bahwa tindakan menjadikan kuburan


sebagai masjid yang disebutkan di dalam hadits–hadits terdahulu mencakup ketiga
pengertian di atas.
Dari semenjak dulu hingga sekarang, para ulama kaum muslimin dari
generasi ke generasi sangat kukuh memegang teguh kemurnian Islam, khususnya
dalam masalah “kuburan”. Diantara tokohnya adalah Imam Muhammad bin Idris
asy-Syafi’iy, beliau adalah salah seorang ulama kharismatik, diantara empat imama
yang menjadi panutan dalam masalah furu (fiqih)
Diantara Qawl (ucapan) Imam asy-Syafi’iy dan para Ulama asy-Syafi’iyah tentang
kuburan.

‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺼﻠﱠﻰ ﹺﺇﹶﻟ‬


 ‫ﻳ‬ ‫ﻭ‬ ‫ ﹶﺃ‬، ‫ﺴﻢ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻮ ﹶﻏ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﺼﻠﱠﻰ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻭ‬ ‫ ﹶﺃ‬، ‫ﻯ‬‫ﺴﻮ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻭﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺠ‬
‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﺒ ﹺﺮ‬ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ‬ ‫ﻰ‬‫ﻳﻨ‬ ‫ﻩ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻭﹶﺃ ﹾﻛ‬
“Aku membenci untuk dibangun masjid di atas kuburan atau ditinggikannya, atau
sholat di atasnya dan kuburan tersebut tidak boleh ditulis nama atau shalat
menghadap kepadanya”. (al-Umm: 1/276)

( ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﻰ‬‫ﺒﻨ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻭﹶﺃ ﹾﻥ‬ ، ‫ﻚ‬


 ‫ﻟ‬‫ﺮ ﺫﹶﺍ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻭ ﹶﻏ‬ ‫ ﹶﺃ‬، ‫ﻪ‬ ‫ﺣﹺﺒ‬ ‫ﺎ‬‫ﻢ ﺻ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﺐ‬
 ‫ﺘ‬‫ﻳ ﹾﻜ‬ ‫ﻭﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬ ‫ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ‬‫ﺺ‬‫ﺠﺼ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻩ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻳ ﹾﻜ‬ )
“Dimakruhkan mengapur (mengecat kuburan dan menulis nama mayit diatasnya
atau sejenisnya dan (makruh pula) bila diatasnya dibangun sesuat (bangunan)” (al-
Majmu: 5: 266)

‫ﻴﻘﹰﺎ‬ ‫ﻀﹺﻴ‬
 ‫ﺗ‬ ‫ﻚ‬
 ‫ﻟ‬‫ﻲ ﺫﹶﺍ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﻭ َﻷﻥﱠ‬ ‫ﻚ‬
 ‫ﻟ‬‫ﻪ ﺫﹶﺍ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﺒ‬‫ﻌﻴ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺎ َﺀ‬‫ ﺍﹾﻟ ﹸﻔ ﹶﻘﻬ‬‫ﻢ ﹶﺃﺭ‬ ‫ﻭﹶﻟ‬ ، ‫ﺎ‬‫ﻴﻬ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﺎ ﺑﹺﻨ‬‫ﻡ ﻣ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺓ‬ ‫ﻮ ﹶﻻ‬ ‫ﻦ ﺍﹾﻟ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺖ‬
 ‫ﻳ‬‫ﺭﹶﺃ‬ ‫ﻭ‬
‫ﺱ‬
‫ﺎ ﹺ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬
“Aku menyaksikan diantara para pemimpin ada yang menghancurkan apa yang
dibangun di atas kuburan dan aku tidak melihat fuqaha mencela perbuatan
tersebut karena di dalamnya mengandung tekanan (intimidasi) bagi orang lain.
(Al-Majmu: 5/266)

‫ﺱ‬
‫ﺎ ﹺ‬‫ﻦ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻋﻠﹶﻰ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﺔ‬ ‫ﻨ‬‫ﺘ‬ ‫ﻔ‬ ‫ﺎ ﹶﻓ ﹶﺔ ﺍﹾﻟ‬‫ﻣﺨ‬ ‫ﺍ‬‫ﺠﺪ‬
‫ﺴﹺ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻌ ﹶﻞ ﹶﻗ‬ ‫ﺠ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻰ‬‫ﺣﺘ‬ ‫ﻕ‬
 ‫ﻮ‬ ‫ﺨ ﹸﻠ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻌﻈﱠ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻩ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻭﹶﺍ ﹾﻛ‬
“Aku membenci diagung-agungkannya seorang makluk sampai–sampai kuburannya
dijadikan sebagai masjid, karena takut fitnahnya akan menimpa dirinya dan orang-
orang setelahnya“. (al-Madzhab : 1/456)

An Nawawiy asy-Syafi’iy berkata:

‫ﻡ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ﹶﻠ ﹲﺔ‬‫ﺴﺒ‬


 ‫ﻣ‬ ‫ﺓ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬‫ﻣ ﹾﻘ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻓ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﺑﹺﻨ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻭﹶﻟ‬ ، ‫ﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋﻠﹶ‬ ‫ﺑ ﹸﺔ‬‫ﺎ‬‫ﻜﺘ‬ ‫ﺍﹾﻟ‬‫ﺎ ُﺀ ﻭ‬‫ﺍﹾﻟﹺﺒﻨ‬‫ﺒ ﹺﺮ ﻭ‬ ‫ﺺ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ‬
 ‫ﻴ‬ ‫ﺼ‬
 ‫ﺠ‬
 ‫ﻩ ﺗ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻳ ﹾﻜ‬‫ﻭ‬
“Dimakruhkan mengapuri dan kuburan, atau ditulis diatasnya dan jika dibangun
suatu perkuburan tempat umum, maka bangunan tersebutpun dihancurkan”. (as-
Siraj al-Wahhaj: 1/114)

Imam an-Nawawiy juga berkata: “Tidak boleh berthawaf terhadap makam


Rasulullah, serta makruh menggosok–gosok perut dan punggung ke dinding makamnya.
Hal ini dikatakan oleh Abu Ubaidillah al-Hulaimiy dan yang lainnya. Mereka berkata
bahwa dimakruhkan mengusap–ngusap makam Nabi dengan tangan dan menciumnya.
Bahkan menurut aturan (adab) mereka harus menjauhkan diri dari kubur. Pendapat ini
benar–benar telah disepakati oleh para ulama. Pandangan ini berbeda dengan
pandangan kebanyakan orang awam. Kita wajib mengikuti dan mengamalkannya
hadits–hadits shahih dan pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengadakan hal yang
diada–adakan oleh orang awam dan orang–orang jahil selain mereka. Yang lebih
berbahaya mengusap dengan tangan atau anggota badan lain untuk memperoleh
berkah. Tindakan ini merupakan bukti kebodohan dan kelalaian, karena sesungguhnya
berkah hanya bisa didapatkan melalui amalan yang sesuai dengan syari’at. Bagaimana
mungkin mendapatkan keutamaan dari hal–hal yang menyimpang dari kebenaran? (al-
Majmu: 5/257-258)
Imam an-Baghawiy berkata: “Dimakruhkan mendirikan naungan (atap) di atas
kuburan karena Umar pernah melihat asap di atas sebuah kubur lalu ia memerintahkan
untuk menghilangkannya seraya berkata: “Biarkan amalnya yang akan menaunginya!”.
(al-Majmu: 5/266)
Saudaraku kaum muslimin …
Sesungguhnya jika pembuat syariat Allah SWT telah memerintahkan agar
membangun masjid, maka secara implicit, dia juga memerintahkan untuk
mengerjakan shalat di dalamnya. Karena shalat adalah tujuan dari pembangunan
masjid. Demikian pula jika dia melarang membangun masjid di atas kuburan, maka
secara implicit, dia juga melarang shalat di dalamnya, karena shalat itu pula yang
menjadi tujuan dari pembangunan masjid, bukan di kuburan! Hal yang demikian
sangat jelas dan masuk akal sekali bagi kita semua.
Insya Allah. Abu Syamiel.

You might also like