Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Menurut John Gillisen dan Frist Gorlé, terdapat manfaat yang besar
dalam mempelajari sejarah hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia,
Hukum Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga
dalam lintasan waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil,
yakni bentuk-bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi
norma-norma hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).
2. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti
melalui sejarah hukum.
3. Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, pada
hakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untuk
mengenal budaya dan pranata hukum.
4. Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasi
manusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakan
dalam perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagai
sesuatu gejala histories.
Historitas Hukum
a. Visi Idealitas-Spiritualistis
Hukum itu sebagai suatu perwujudan satu atau lain gagasan absolut,
maka apapun asal atau isi gagasan yang kita kemukakan, bagaimanapun
kita akan lebih cendrung dan bermuara pada suatu pandangan hukum yang
lebih statis dari pada yang dinamis. Memang benar bahwa dalam hipotesis
tersebut berbagai bentuk perwujudan hukum yang muncul secara berturut-
turut satu sesudah yang lain sebagai pencerminan gagasan hukum absolut
yang tiak sempurna, dan pada hakikatnya cendrung a-priori tidak berubah
dan karenanya a-historis. Bentuk-bentuk perwujudan yang timbul secara
berturut-turut satu sesudah yang lain dapat diuraikan sesuai dengan tertib
urut kronologis, tetapi keterkaitan yang satu dengan yang lain tidak dilihat
b. Visi Matrealistis-Sosialogis
BAB I
PEMBENTUKAN DAN EVOLUSI
TATANAN-TATANAN HUKUM TERPENTING
I. Terbentuknya Hukum
A. Kebiasaan Hukum
BAB II
TATANAN HUKUM PRIMITIF MENUJU HUKUM MODERN
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN
PERKEMBANGAN HUKUM
I. Faktor-faktor politik
Faktor-faktor politik terutama meliputi : (1) adanya penguasa; (2)
penguasa agama; (3) tradisi imperial; (4) kekuasaan tersentralisasi; (5)
bentuk-bentuk kekuasaan.
BAB IV
TATANAN HUKUM DI DUNIA MASA KINI
4. Hukum Iberani
5. Hukum Yunani
BAB V
AGAMA KRISTEN
BAB VI
HUKUM ROMAWI DAN HUKUM GERMANA
PADA BAGIAN AWAL ABAD PERTENGAHAN ANTARA LAIN
DI DALAM NEGARA FRANKA
I. Iktisar Historis
Pada era Negara Romawi bangsa Germana bermukim di wilayah
sebelah timur sungai Rin dan sebelah utara sungai Donau. Pada abad V
suku-suku bangsa Franka menetap di kawasa sungai Rin dan Seine. Raja-
raja Frangka Clovis, Dagobert, Pepijn de Korte, dan Charle Agung
(Charlemagne) telah berhasil memperluas kekuasaanya yang membentang
mulai dari sunagi Ebro di Spanyol sampai dengan sungai Elbe di Jerman
sekarang. Walaupun demikian, negara tersebut hanya berdiri untuk waktu
yang tidak panjang.
Terjadinya peperangan yang berlangsung selama satu abad untuk
memperebutkan warisan Charles Agung dan penggantinya, maka Francia
Orientalis seorang putra Louis Yang Saleh (Lodewijk de Vrome) yang
berdasarkan pada Traktat Verdum (843) dikukuh menguasai sebelah timur
sungai Rin, telah menyerap seluruh Negara Lathorius dan keseluruhanya
menjadi Negara Germania, yang kemudian menjadi Negara Katolik Roma
bangsa Jerman dan berdiri sampai dengan tahun 1806. Pada awalnya
kekuasan kaisar tetap besar, terutama pada era pemerintahan Otto Akbar
(Otto de Grote) tahun 936-973, Frederik Barbarossa (1152-1190), maupun
Frederi II (1211-1250). Kemudian dengan relatif lemahnya persatuan dan
kesatuan di Negara tersebut, nampaknya sedikit banyak telah membantu
terbentuknya tatanan hukum Erofa yang seragam.
A. Personalitas Hukum
D. Leges Barbarorum
Terdapat sejumlah Leges Barbarorum dikenal di wilayah Franka,
antara lain : Lex Salica, Lex Riburaria, Ewa ed Amorem, Lex
Burgundionum, dan lex Frisionum. Leges ini pada hakkatnya bukanlah kitab
undang-undang yang sesungguhnya, bahkan bukan pula undang-undang
dalam arti masa kini. Leges ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang
dengan bantuan para urteilfinder (para pendamping yang harus
melaksanakan legem dicere, yakni menemukan putusan) dibuatkan catatan
dan disetujui penguasa.
BAB VII
TATANAN FEODAL
BAB VIII
SUMBER-SUMBER HUKUM PADA AKHIR ABAD PERTENGAHAN
DAN ZAMAN MODERN ABAD XIII – XVIII
I. Ikhtisar Umum
II. Kebiasaan
III. Undan-undang
Peranan besar perundangan-undangan pada hakikatnya dimainkan
oleh evolusi umum hukum di dalam masyarakat yang semakin
individualistis, dimana peranan keluarga dan kelompok-kelompok yang
mendapatkan privilese-privilese di dalam bidang kemasyarakatan, politik
dan hukum mulai melemah. Titik akhir evolusi tersebut adalah gerakan
kodifikasi yang pada abad XVIII di bawah pengaruh hukum alam dan
pencerahan yang makin hari berpengaruh. Gerakan ini memperoleh
kemenangan dengan pecahnya Revolusi Perancis serta mencapai titik
puncaknya pada kodifikasi-kodifikasi Napoleon (awan abad XIX).
Perundang-undangan kodifikasi sejak abad XIX tetap merupakan
sumber hukum terpeting di benua Erofa dan di banyak wilayah, yang
membiarkan diri diilhami dan dipengaruhi oleh burgerliche gesetzbuch
Jerman dan terutama code Napoloen. Undang-undang ini bukan lagi
V. Ajaran Hukum
Ajaran hukum menduduki tempat penting di dalam perkembangan
hukum sejak abad XVI. Ia tidak hanya membatasi diri pada penelaahan
Hukum Romawi dan Hukum Kanonik, tetapi juga hukum pribumi setiap
Negara. Undang-undang dan kebiasaan-kebiasaan di jadikan subjek studi
BAB IX
COMMON LAW
Inggris pun merupakan bagian dari Negara Romawi sejak abad I sampai
abad V, namun proses Romanisasi di dalamhukum dan institusi-institusi
boleh dibilang tidak meninggalkan bekas-bekasnya dalam periode-periode
kemudian.
Pada tahun 1066 Inggris ditaklukan oleh Hortog Nertog Normandia,
Willam Penakluk (1028-1087) dalam pertempuran di Hasting. William
menyatakan tidak akan mengubah hukum dan kebiasaan penduduk pribumi,
namun memasukan tatanan feodal yang lazim berlaku di Erofa Kontinental
pada Inggris. Dalam abad XII, kebiasaan tetap merupakan sumber hukum
satu-satunya hukum Inggris, yaitu : kebiasaan-kebiasaan lokal Anglo-
sakson, kebiasaan-kebiasaan kota-kota yang bar didirikan (borough
customs), kebiasan-kebiasaan kaum pedagang, terutama pedagang-
pegadang London, yakni yang dikenal “pie powder” dan lex mercatoria.
BAB X
HUKUM HINDU MASA KINI
I. Dominasi Islam
Sejak abad X, bagian-bagian tertentu sub-benua India sedikit banyak
dikuasai oleh penguasa Islam. Sebagai akibat hal tersebut, yakni sebagaian
penduduk India Timur dan Barat memeluk Islam satu sisi dan Hindu pada
sisi lain. Pada saat Mongol Agung (abad XVI sampai XIX) maka kaum
penguasa pada umumnya menghormati agama dan hukum penduduk India.
Peradilan paskhayat kasta-kasta tetap berlangsung tanpa kendala, namun
kekuasan raja berkurang bagi keuntungan kodi Islam.
BAB XI
HUKUM IBERANI MODERN
BAB XII
HUKUM ISLAM
oleh orang beriman terhadap Allah (sholat, puasa, jakat, dan seterusnya).
Semua kealfaan dianggap pelanggaran. Fikih adalah pengetahuan tentang
syariat; ia adalah ilmu pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban manusia, tentang pemberian ganjaran dan hukuman. Fikih ini
menetapkan aturan-aturan perilaku yang diturunkan dari empat sumber
syariat : (i) Al-Quran; (ii) Sunnah; (iii) ijma (kesesuaian pendapat ulama
tentang peristiwa hukum); dan (iv) kias (analogi).
A. Al-Quran
B. Sunnah
C. Ijma
Ijma ini sebagaian besar ditetapkan dan dikumpulkan dalam bentuk tertulis
selama abad-abad VIII dan IX Masehi, artinya 100 sampai 300 tahun setelah
Hijrah. Ijma ini diwujudkan oleh ahli-ahli hukum yang mempunyai nama-
nama besar dalam abad VIII dan IX Masehi, terutama oleh mereka yang
berasal dari Bagdad pada saat kekuasaan berada dalamkekuasaan
Abasiah, yang kebanyakan adalah imam-imam biasa tanpa fungsi
memimpin maupun tanggung-jawab politik, namun memiliki pengetahuan
yang mendalam tentang syari’at, hukum yang diwahyukan Allah SWT.
D. Kias
BAB XIII
HUKUM CINA
I. Pendahuluan
Hukum Cina tradisional bukan merupakan tatanan hukum
keagamaan yang ketat; hal ini nampaknya lebih merupakan suatu tatanan
hukum yang terintegrasi ke dalam ajaran filsafat yakni konfusionisme.
Diantara ciri-ciri khas terpenting hukum Cina perlu disebutkan disini adalah
pembagian masyarakat dalam kelas-kelas, dengan aturan-aturan hidup
moral dan yuridis sendiri-sendiri. Kelas-kelas yang mempunyai hak
pengutamaan (privilege), ini tidak menyukai aturan-aturan hukum yang
sederhana dan hidup menurut kewajiban-kewajiaban ritual ‘li’ sedangkan
kelas rakyat tunduk pada tatanan hukum pidana ‘fa’ yang ketat.
IV. Li Konfuisme
Li adalah kata kunci yang paling dekat pada pengertian “hukum”
negara-negara barat; kadang diterjemahkan pula dengan ritual, moral,
etiket, kepantasan. Li merupakan seperangat aturan-aturan kepatutan dan
kesopanan yang harus diindahkan oleh manusia jujur, hal-hal tersebut
merupakan suatu kodeks etika bentuk-bentuk pergaulan. Secara prinsip Li
ini nampaknya cukup untuk mempertahankan ketertiban; ini adalah
“pemerintahan oleh manusia-manusia”.
pesat, terutama pada pemerintahan Kaisar Ch’in Shih Huang-Ti, yang pada
tahun 221 SM mewujudkan persatuan dan kesatuan wilayah Cina.
I. Pendahuluan
Sejarah hukum Jepang dapat dibagi dalam tiga periode pokok.
Selama periode pertama, dari tahun 650 sampai tahun 850 M, jepang
mengambil alih hukum Cina; selama periode kedua, yang banyak
memperhatikan kesamaan dengan tatanan feodal Erofa, namun yang
menyangkut hukum, nampaknya hukum Cina tetap berpengaruh; dan
periode ketiga sejak tahun 1868, hukum Jepang mengalami reformasi yang
berlangsung sangat cepat kearah pola tatanan hukum Erofa Barat.