You are on page 1of 6

I.

Pendahuluan

Kami akan menjelaskan sifat-sifat manusia Indonesia.

II. Permasalahan

Ketertinggalan Indonesia saat ini membuat kita bertanya sifat-sifat apa


saja yang di miliki manusia indonesia?

Ciri-ciri apa yang dimiliki manusia indonesia?

Dan karakteristik seperti apa yang dimiliki manusia indonesia?

III. Pembahasan

Berikut ini adalah sifat-sifat manusia Indonesia yang ditulis oleh


Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung
Jawaban” yang kami salin dari http://www.ken.web.id/ciri-ciri-manusia-
indonesia/:

1. Hipokritis alias munafik. Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang,


merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak
meraka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan
apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang
sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang
membawa bencana bagi dirinya.

2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas


perbuatannya,putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan
sebagainya. “Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut
manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu
kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih
bawah lagi, dan demikian seterusnya.

3. Berjiwa feodal. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan


Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari
feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang
dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini
dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-
hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam
susunan kepemimpinan organisasi-organisasi isteri pegawai-pegawai negeri
dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam
daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua,
bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan
pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.

4. Masih percaya takhyul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang
demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai,
danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya
kekuataan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus
dengan ini semua. Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi
tukang bikin lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir
hantu kita memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk
menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam
kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat
dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin
keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita.
5. Artistik. Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan
kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia
Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan
perasaannya, dengan perasan-perasaan sensuilnya, dan semua ini
mengembangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan
dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah,
dan serbaneka macamnya, variasinyam warna-warninya.

6. Watak yang lemah. Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang


dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah,
apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah
keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat
mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

7. Tidak hemat, dia bukan “economic animal”. Malahan manusia


Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum
diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah
diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai
perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam
membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai
barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba
mahal.

8. Lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa. Gejalanya


hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner
seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah
mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana,
supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa
menjadi kaya.

9. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu tetapi


menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam
rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama
perasaan dengan dia.

10. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya
lebih dari dia.

11. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok. Kalau


sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk
harta, jadi rakus.

12. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru. Kepribadian kita


sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang memesonakan kita. Banyak
yang jadi koboi cengeng jika koboi-koboian lagi mode, jadi hipi cengeng jika
sedang musim hipi.

Lalu sampai kapan Indonesia akan terus mengalami kebobrokan seperti ini
jika Manusia Indonesia itu sendiri tidak mempunyai niat untuk berubah
menjadi Manusia Indonesia yang lebih baik.Kita sebagai manusia yang hidup
di negara ini mempunyai tanggung jawab untuk bisa memajukan dan
mensejahterakan bangsa ini. Maka kami mengajak anda sekalian untuk
sama sama berubah menjadi Manusia Indonesia yang lebih baik dan dapat
menjadi contoh teladan bagi Negara-negara lainnya.

Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau


munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau
setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan
melindungi prostitusi. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar
negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel.
Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor.
Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang
(ABS) dengan tujuan untuk survive.

Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas
perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada
bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi.
Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan
mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat
dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi
kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak
peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini,
yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan
melontarkan kritik terhadap atasan.
Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia
percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan
gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua
untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk
memberi sesajen.

”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde
Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan
merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya,
”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern.
Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari
negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala
mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”

Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia
Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya,
dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan
serta kerajinan artistik yang indah.

Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian
bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia
ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau
membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung
kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan
bangga pada hal-hal yang hampa.

Kita, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh,


berkhianat, membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung
bermalas-malas akibat alam kita yang murah hati.

Selain menelanjangi yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa
mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling
tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya
rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga
cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain
itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.
Karakter manusia Indonesia adalah mudah iri hati, picik, dan tidak
menyadari solidaritas untuk tujuan bersama. Mereka juga suka memperoleh
sesuatu secara instan, mengabaikan proses dan kerja keras, percaya
terhadap klenik, dan tidak dapat menerima kekalahan.

Karakter itu ada dalam diri seluruh manusia Indonesia, mulai dari politisi,
akademisi, intelektual, pemimpin, tokoh agama, hingga orang awam dan
rakyat miskin .

Mental manusia Indonesia tersebut membuat masyarakat tidak lagi percaya


kepada kebenaran, keadilan, dan kebaikan. Kondisi tersebut membuat
keadilan dan kesejahteraan sulit diwujudkan di Indonesia.

IV. Daftar Pustaka

http://www.ken.web.id/ciri-ciri-manusia-indonesia/:

Ketertinggalan Indonesia saat ini membuat kita bertanya, apakah


orang Indonesia tidak punya semangat kerja seperti bangsa lain? Jika punya,
mengapa negara kita “bernasib” seperti sekarang ini? Studi-studi sosiologi
dan manajemen dalam beberapa dekade belakangan bermuara pada satu
kesimpulan yang mengaitkan antara etos kerja manusia dengan
keberhasilannya.

Dikatakan bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan


ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu
manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya.

Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa


yang mereka pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri
etos kerja yang penting. Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor
penting dibalik kesuksesan ekonomi Jepang di kancah dunia. Etos kerja
Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:

 Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar


berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah
dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang
terhormat

 Yu - berani dan bersikap kesatria


 Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama

 Re - bersikap santun, bertindak benar

 Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh


dengan sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih

 Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta

 Chugo - mengabdi dan loyal.

Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait


erat dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip :

 bertindak rasional,

 berdisiplin tinggi,
 bekerja keras,

 berorientasi pada kekayaan material,

 menabung dan berinvestasi, serta

 hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.

Pertanyaannya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia


ini. Apakah etos kerja MANUSIA INDONESIA itu sendiri yang menjadi
penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial, ekonomik dan
kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan?
Ataukah etos kerja yang kita miliki sekarang ini merupakan bagian dari
politik republik tercinta? Dalam buku “Manusia Indonesia” karya Mochtar
Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat abad yang lalu, diungkapkan
adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki oleh Manusia
Indonesia.

You might also like