You are on page 1of 16

MAKALAH

TUMBUHAN LANGKA DAN HEWAN LANGKA

Disusun Oleh :
Nama :
YANTI NINGSIH (39)
WINARSIH (38)

Kelas : VII C

SMP NEGERI 1 SUKODONO


Tahun Pelajaran 2009/2010
Bunga Rafflesia Arnoldii

Rafflesia Arnoldii adalah salah satu jenis tumbuhan langka Indonesia yang dinobatkan
sebagai "puspa langka nasional Indonesia". Ia mempunyai nama daerah yang beragam
sesuai dengan bahasa penduduk kawasan tumbuhnya, seperti sekedai, ambun, bunga
benalu, bunga hantu, ambai-ambai dan lain-lain. Ada beberapa macam bunga Rafflesia
seperti Rafflesia Acehencis, Rafflesia Rochussenii, Rafflesia zollingeriana dan lain-lain
yang tumbuhnya tersebar di beberapa daerah di kawasan Malenesia yang meliputi
Malaysia, Indonesia dan Filipina. Tetapi jenis-jenis ini umumnya berukuran lebih kecil
dengan penampilan saling berbeda. Rafflesia Arnoldii berukuran raksasa dan diketahui
hanya terdapat di Sumatera dan penyebarannya berada di sepanjang punggung Bukit
Barisan dari Aceh sampai Lampung dengan pusat ekologi di Bengkulu

Pertumbuhan Rafflesia Rrnoldii dimulai dengan perkecambahan yang terdapat di dalam


kulit tumbuhan inang kemudian berkembang menjadi benang-benang

Proses terbentuknya bunga diawali oleh pembengkakan di dalam akar atau batang
tumbuhan inang serta terbentuknya kuncup. Kuncup ini terus membesar sampai secara
perlahan merobek permukaan. Kulit inang pecah sehingga terlihat bagian kuncup yang
diliputi oleh braktea berwarna putih yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman.
Pada diameter sekitar 25 cm, braktea tergeser dan terlepas satu persatu sehingga terlihat
bagian bunga berwarna merah muda, bagian ini merupakan bagian yang kelak menjadi
perigonium ( perhiasan bunga ). Braktea dapat dibedakan dari perigonium yaitu dari
warnanya yang lebih gelap, lebih keras dan lebih tipis. Bunga mulai mekar dengan
membukanya lobur perigonium satu persatu atau kira-kira pada saat kuncup berdiameter
30-35 cm. Lamanya perkembangan dari kuncup yang berdiameter 4 cm sampai bunga
mekar ( diameter kuncup sekitar 34 cm ) diperkirakan 310 hari. Sedangkan waktu yang
diperlukan dari fase biji sampai terbentuknya biji lagi diperkirakan selama 4,5 – 5 tahun.

Masa mekar sampai layu bunga Rafflesia Arnoldii biasanya 5-7 hari, kemudian
membusuk dan biasanya akan dikerumuni lalat dan serangga lain. Rafflesia Arnoldii
berbunga sepanjang tahun dan saat berbunga paling banyak adalah pada bulan-bulan
basah.

Saat mekar, bunga Rafflesia Arnoldi mengeluarkan bau agak busuk. Sehingga ada yang
menyamakan namanya dengan bunga bangkai ( Amorphophallus titanum ). Selain itu
Rafflesia Arnoldii juga dikenal dengan sebutan “Padma Raksasa” karena ukurannya yang
besar.

Bau busuk dari Rafflesia Arnoldii akan menarik berbagai jenis serangga terutama lalat.
Lalat ini akan hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain. Rafflesia Arnoldii merupakan
tumbuhan berumah dua, sehingga dalam penyerbukannya memerlukan perantara yang
berupa hewan. Lalat merupakan hewan utama yang membantu dalam penyerbukan. Lalat
penyerbuk pada tumbuhan ini adalah Lucilia sp (lalat hijau) dan Sarchopaga ( lalat abu-
abu ). Jika bunga betina dapat diserbuki maka akan dihasilkan buah yang berisi lebih dari
100 biji. Bunga jantan dan bunga betina akan sulit dibedakan apabila kita lihat dari luar
karena kedua-duanya berwarna merah kecoklat-coklatan dengan bintik-bintik putih.

Biji Rafflesia Arnoldii yang terdapat pada jaringan buah yang terurai hanya dapat tumbuh
pada tumbuhan inangnya bila terdapat hewan penyebar biji yang berfungsi sebagai
pembawa biji dan melukai akar tumbuhan inang. Hewan yang berperanan dalam
penyebaran biji ini diduga berasal dari mamalia berkuku ( ungulata ) seperti babi hutan,
rusa, kijang dan jenis tupai.

KANTONG SEMAR
Nepenthes adalah tanaman unik. Tanaman karnivora ini termasuk tanaman langka ang
dilindungi, hal tersebut dikarenakan Nepenthes/ kantong semar semakin langka karena adanya
pembukaan hutan dan banyaknya orang yang memburu keberadaannya, tanpa mencoba untuk
melestarikannya.
Di Indonesia banyak sebutan diberikan pada tanaman karnivora ini, ada
yang menyebut kantong semar, periuk monyet, kantong beruk, ketakung,
sorok raja mantra dan masih banyak lagi. Tanaman merambat ini hidup di
tanah-tanah lembap yang sedikit nutrisi makanan/ miskin hara. Namun ada
juga yang menempel pada tanaman

inang (epifit).

Keindahan tanaman ini dapat dilihat dari Kantongnya yang merupakan


ujung daun yang berbentuk kantong dan berfungsi menjadi perangkap
serangga atau binatang kecil lainnya.

Perbanyakan tanaman Nepenthes dilakukan melalui stek batang, biji dan memisahkan
anakan. Umumnya Nepenthes yang hidup terrestrial di dataran rendah tumbuh di tempat-
tempat yang berair atau dekat sumber air pada substrat yang bersifat asam. Nepenthes
juga membutuhkan cahaya matahari intensif dengan panjang siang hari antara 10-12 jam
setiap hari sepanjang tahun, dengan suhu udara antara 23-31°C dan kelembaban udara
antara 50-70%.
EDELWEIS

Edelweis mempunyai nama latin, yaitu Anaphalis javanica. Tumbuhan ini dapat
mencapai ketinggian 8 m dan memiliki batang sebesar kaki manusia. Saat ini, tumbuhan
eidelweis sudah menjadi tumbuhan langka karena ia sering dipetik atau diambil oleh para
pendaki gunung yang tertarik dengan kecantikan bunga tersebut. Bunga eidelweis sering
juga disebut bunga abadi karena setelah dipetik eidelweis tidak layu.

Eidelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan
dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena
mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif
memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi
dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300
jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan dan lebah terlihat
mengunjunginya. Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh,
edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik (Myophonus
glaucinus).

PACHYPODIUM | TANAMAN HIAS


Pachypodium Tanaman Purba yang Langka nan Eksotisanaman hias yang satu ini
Pachypodium sebenarnya pernah populer di Indonesia disekitar awal era tahun 1990-an.
Tapi entah kenapa baru di awal tahun 2007 peminat terhadap tanaman ini kembali ramai.
Padahal di luar negeri, sudah lebih dari 1 abad, para peneliti, para pencinta dan kolektor
tanaman langka memburu dan mengkoleksi tanaman yang konon terancam punah ini.

Tumbuhan Pachypodium yang konon dipercaya sudah hidup selama jutaan tahun lalu
sebelum era jaman batu, merupakan tanaman yang dapat terus berevolusi dan mampu
menyesuaikan diri terhadap habitat di mana ia tumbuh. Sisa tanaman purba yang satu ini
tetap bisa bertahan hidup dan lestari sampai sekarang ini telah mampumenarik minat para
peneliti dan kolektor tanaman langka sejak akhir abad ke-18.

Spesies-spesies baru dari tanaman Pachypodium terus dilahirkan, karena mampu


berevolusi yang terjadi pada tanaman ini terus melahirkan spesies hibrida baru, tidak
hanya pada habitat aslinya (Madagaskar), namun juga di seluruh benua di mana tanaman
ini bisa tumbuh dan berevolusi. Konon masih terdapat ratusan spesies tanaman
Pachypodium yang belum dapat teridentifikasi maupun terklasifikasi.

Sementara ini baru sekitar 25 spesies saja yang dikenal secara luas di dunia. Di Indonesia,
yang baru mengenal tanaman ini pada era tahun 1990-an, jenis yang dibudidayakan
masih terbatas (sekitar kurang lebih 15 species yang dapat dijumpai di Indonesia)
dikarenakan kesesuaian syarat tumbuh maupun terhambat masalah proteksi yang
diberlakukan oleh negara asalnya (Madagaskar), maupun negara-negara lain di Afrika
SeMeski demikian ada spesies tanaman Pachypodium amat menarik perhatian para
pecinta tanaman hias diIndonesia karena bentuk bonggolnya yang berduri dan bentuk
daun dan bunganya yang cantik.

Pachypodium adalah tanaman asli (tanaman endemik) di Pulau Madagaskar, Afrika


bagian selatan (Mozambique, Angola, Botswana, Afrika Selatan, Zimbabwe, Namibia,
dan Swaziland).

Banyak orang menganggap Pachypodium mirip dengan tanaman kaktus, dan bahkan ada
pula yang menganggapnya termasuk dalam golongan tanaman hias palem.

KAKTUS
Tumbuhan Berduri
Kaktus berasal dari kata Yunani kaktos. Artinya, tanaman berduri. Adalah Linneaus, ahli
botani yang membuat klasifikasi tanaman, yang memasukkan kaktus ke dalam kelompok
tumbuhan berduri atau Cactaceae.
Bila merujuk pada sejarah, kaktus telah tumbuh sekitar 100 juta tahun lalu. Dulu kaktus
punya bentuk tubuh yang tinggi. Lalu sekitar 60 juta tahun kemudian, kaktus dinyatakan
punah. Ini terjadi akibat letusan gunung berapi yang ikut menenggelamkan Benua
Amerika, yang notabene tempatnya bertumbuh.
Usai kegiatan vulkanik gunung berapi itu berhenti, kaktus kembali tumbuh. Namun
kaktus generasi ”anyar” ini tumbuh dengan bentuk yang lebih pendek dari moyangnya
tadi. Kaktus bentuk pendek itulah yang sering kita jumpai pada masa kini.
Umumnya, kaktus datang dari dataran tandus seperti Amerika Selatan dan Meksiko.
Daerah-daerah itu punya curah hujan rendah dengan frekuensi yang tak tentu. Perubahan
suhu yang ada pun sangat ekstrem. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kaktus itu
berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, Kanada Utara sampai ke Kepulauan
Galapagos, di Pasifik dan Kepulauan tropis di India Timur dan Karibia.
Wilayah hidup kaktus amat beragam. Dari daerah pantai yang mengarah ke laut, hutan
belantara sampai ke gunung berbalut es macam Pegunungan Andes. Jadi, bukan hal aneh
bila bertemu kaktus pada ketinggian 3000 – 4000 m dpl.
Dari kenyataan tadi, bisa dibilang kaktus termasuk tanaman yang mampu bertahan di
segala medan. Kaktus mudah melakukan penyesuaian dan bentuk-bentuk adaptasi pada
tubuhnya. ”Contoh adaptasi ini bisa dilihat dengan jelas. Bila kondisi alamnya tidak
sesuai, ukuran daun kaktus akan mengecil atau malah sama sekali tidak keluar daun.
Perakarannya menyempit dan batang dijadikan tempat penyimpanan air,” tutur Joesi yang
sejak sekolah dasar sudah tertarik pada kaktus.
Saat berada di daerah yang bersuhu panas dan tanah gersang, kaktus beradaptasi dengan
cara membentuk kulit tubuh yang tebal dan berlapis lilin. Tak ketinggalan, tumbuh bulu-
bulu halus atau duri-duri yang tajam. Fungsinya jelas, mengurangi pengeluaran air dari
tubuh.
Dalam hal penyebaran, burung pemakan buah kaktus dianggap berjasa menebarkan benih
ke segala tempat di belahan dunia. Walau begitu, manusia tetap diakui sebagai faktor
utama dalam menyebarluaskan tanaman berkeping dua ini. Peran itu bisa dilihat ketika
mereka melakukan perpindahan tempat, kaktus tak pernah tertinggal dalam daftar
bawaan.
Contoh paling gampang, proses penyebaran kaktus di negeri sendiri. Di Indonesia, kaktus
masuk lewat tangan-tangan pemerintahan jajahan Belanda. Bule-bule asal negeri kincir
angin itu yang pertama kali dan membudidayakan bibit kaktus. ”Saat pemerintahan
Belanda, kaktus menyebar ke berbagai daerah (di Nusantara),” kata Joesi.
Kebiasaan membawa-bawa kaktus ke tempat baru juga dilakukan Joesi. ”Karena ayah
saya sering berpindah tugas, kaktus koleksi keluarga sering ikut dibawa.Tapi karena
terlalu banyak, ada juga yang sengaja ditinggal,” katanya.
ANOA

Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan
(Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya
tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan rusa
dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun.

Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an
berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor
yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan
dagingnya.

Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana, Anoa
de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle's Anoa. Sedangkan Anoa Dataran Rendah
juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.

ELANG
Elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan tubuh yang diselubungi bulu
pelepah. Sebagai burung, elang berkembang biak dengan cara bertelur yang mempunyai
cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga anaknya sampai mampu
terbang.

Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil seperti
tikus, tupai dan ayam. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan
utama mereka. Paruh elang tidak bergigi tetapi mempunyai bengkok yang kuat untuk
mengoyak daging mangsa. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan
kuku yang tajam untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk
memburu mangsa dari jarak jauh.

Elang mempunyai sistem pernafasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah
oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari
empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah
dikenali sebagai ventrikel.

BADAK CULA SATU

Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota
famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke
genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai
baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih
kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam.
Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies
badak lainnya.

Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski
disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tapi di seluruh
Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini
statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan
tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi.[4]
Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia.
Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam
dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya
populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat
berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per
kilogram di pasar gelap.[4] Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh
kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di
Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi
pemulihan.[5] Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi
badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya
keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia
mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika terjadi
serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau
dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.[6] Selain itu, karena invasi
langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka
populasinya semakin terdesak.[6] Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat
adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi
habitat badak Jawa.[6]

Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan
hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa
kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak,
walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat
mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh.
Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa
diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung
karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam.
Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan
tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.

Kura-kura pipi-putih

Kura-kura pipi-putih (Siebenrockiella crassicollis) adalah sejenis kura-kura air tawar


anggota suku Geoemydidae. Kura-kura ini banyak dipelihara sebagai hewan timangan;
oleh karenanya memiliki banyak nama dalam perdagangan (Ingg.): Malaysian Black
Mud Turtle, Black (Mud) Terrapin, dan juga Smiling Terrapin. Nama yang terakhir
dilekatkan karena kura-kura ini memiliki bentuk tepi rahang (bibir) atas yang
melengkung menyerupai senyuman.

Pengenalan

Bertubuh relatif kecil, panjang tempurungnya mencapai 200 mm. Keping nukhal
(tengkuk) sempit dan menyempit ke arah depan. Keping-keping vertebral juga sempit,
sekitar 40% lebar keping kostal di tengah badan. Keping vertebral hampir sama
panjangnya; yang no-1 melebar di sebelah depan, no-2 hingga 4 melebar di tengah-
tengah, dan no-5 melebar di belakang. Keping kostal pertama yang paling besar, dan
keempat yang paling kecil. Keping-keping marginal membentuk tepi tempurung yang
rata di bagian depan, namun bergerigi di bagian belakang. Urutan panjang hubungan
(yakni yang membentuk garis tengah) di antara keping-keping perisai perut adalah:
abdominal > pektoral > femoral > anal > gular > humeral.[1]

Sisi bawah tubuh

Kura-kura yang berwarna hitam di bagian punggung (karapas), atas kepala, dan perut
(plastron). Terdapat bercak putih atau pucat pada pipi dan di atas matanya. Garis-garis
atau pola putih kekuningan terdapat di sekitar hubungan antara keping-keping perut, atau
kadang kala hitam seluruhnya.[1]

Ekologi dan penyebaran


Punggung berwarna hitam merata

Kura-kura pipi-putih menyukai wilayah berair tenang seperti rawa-rawa atau sungai kecil
berarus lambat. Dikenal terutama sebagai karnivor, jenis ini diketahui memangsa ikan,
udang, dan aneka siput. Namun juga mau memakan buah-buahan dan dedaunan.

Kura-kura ini didapati menyebar di Burma, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia,


Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Kalimantan, dan Jawa).

BABI RUSA
Babirusa (Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian,
Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan
tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan
dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa
binatang buas yang sering menyerang.

Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada
65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat
penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang
paling kuat sebagai pemimpinnya.

Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat
ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu
sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga
150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari
makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu
kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia
24 tahun.

Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena
merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini
kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka
diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.

Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh
IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babirusa di daerah
Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI bekerja
sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan Universitas
Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka ini.
Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babirusa dan membuat taman
perlindungan babirusa di atas tanah seluas 800 hektar.

Keterangan tambahan:

Babirusa tergolong kingdom Animalia, yang artinya Babirusa bersifat :

1. Multiselluler
2. Eukariotik
3. Heterotroph
4. Dapat berpindah tempat

Sebagai bagian kingdom Animalia, babirusa tergolong hewan chordata, atau hewan
bersumbu tubuh, tergolong dalam subfillum vertebrata - hewan bertulang belakang – di
mana kembali babirusa ini diklasifikasikan sebagai mammalia.
JALAK BALI

dephut.go.id

DENPASAR--MI: Satwa liar Jalak Bali (Leocopsar rothschildi) saat ini berada dalam
kondisi yang sangat memprihatinkan.

Satwa yang ditemukan oleh pakar hewan berkebangsaan Inggris Walter Rothschildi pada
tahun 1912 tersebut merupakan spesies yang hanya terdapat di Pulau Bali. Dalam
perkembangannya, Jalak Bali disebut dengan Curik Bali. Saat ini, satwa yang dulunya
hampir tersebar di seluruh Pulau Bali tersebut tinggal 91 ekor. Dari jumlah tersebut, baru
80 ekor yang berada dalam pantauan petugas di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Kepala Balai TNBB Bambang Darmaja, Selasa (17/11), di Kartika Plaza Hotel Kuta
mengatakan, sampai dengan saat ini, Jalak Bali hanya terdapat di TNBB sebanyak 91
ekor dan selebihnya terdapat di Pulau Nusa Penida yang jumlahnya antara 30 sampai 40
ekor. "Padahal sejak 1900, Jalak Bali sudah tersebar hampir di seluruh Pulau Bali dan
merupakan spesies langka karena tidak ada di tempat lain di seluruh dunia," ujarnya.

Ketua Asosiasi Pelestarian Curik Bali (APCB) Toni Sumampau mengatakan, idealnya
Curik Bali itu berada di alam bebas. Namun, kenyataannya menunjukkan, Curik Bali
yang berada di alam bebas lebih sedikit dari Curik Bali yang ada dalam penangkaran
perorangan dan tersebar di seluruh daerah di Indonesia dan mancanegara. "Saat ini lebih
dari 1.000 ekor Curik Bali yang berada dalam penangkaran secara ilegal di dalam rumah
dan untuk diperjualbelikan secara ilegal," ujarnya.

Sedangkan jumlah yang ada di berbagai negara di dunia sudah mencapai lebih dari 1.000
ekor dan terbanyak berada di Pulau Jawa. Padahal, habitat aslinya berada di Bali.
Harganya saat ini mencapai Rp7 juta per ekor. Sebelumnya, harga per ekor bisa mencapai
Rp50 juta. Namun, karena maraknya penangkaran ilegal, harga jual tersebut merosot
tajam. (OL/OL-04)
KUCING EMAS

Kucing Emas merupakan jenis yang misterius dan sangat sulit di jumpai saat ini, sedikit
sekali pengetahuan mengenai perilaku dan ekologi jenis ini, termasuk populasi mereka di
dalam kawasan. pola hidup satwa ini belum diketahui secara jelas tidak seperti jenis
kucing hutan lainnya.

Bulu berwarna mulai dari pirang coklat muda sampai hitam. Pada bagian kepala dan
bagian bawah ekornya terdapat garis putih yang dapat dilihat dengan mudah. pada tahun
1996, melalui Photo Trapping, Untuk pertama kalinya berhasil terpetret seekor kucing
Emas yang berwarna hitam pekat. Satwa ini dapt ditemukan mulai dari dataran rendah
sampai ketinggian 2.000 m dari permukaan laut.

Hidupnya tidak sesoliter jenis kucing yang lain dan sering terlihat bergerak dalam
kelompok, keluarga atau berpasangan. Umumnya satwa ini bergerak di daratan meskipun
mereka pandai memanjat dan aktif disiang hari, meskipun mereka pemburu yang ulung di
waktu malam. Lokasi yang diperkirakan merupakan habitatnya adalah Tandai dan
Gunung Seblat.

Dan ada suatu artikel yang menyatakan

Kucing Emas biasa di sebut Golden cat atau Fire cat, hewan ini termasuk salah satu
hewan yg ikut dikampanyekan Cegah Satwa Punah oleh komunitas Adsense Surabaya.
Kucing emas (Catopuma temminicki) merupakan salah satu dari tujuh jenis kucing yang
hidup di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Ciri utama dari Kucing Emas
adalah hampir seluruh tubuhnya berwarna cokelat ke emas2an (sesuai namanya) tetapi
ada juga yg berwarna abu abu atau coklat tua. Ada juga yg berwarna hitam dan jenis ini
adalah jenis paling langka!

Kucing emas ini hidup tersebar dari daerah Tibet, Nepal, Cina, Burma, Thailand sampai
Indocina, Malaysia, dan Sumatera. Ciri2 lain dari kucing emas ini memiliki berat rata-
rata untuk ukuran kucing dewasa jenis tersebut sekitar 8-12 kg dengan panjang dari
kepala sampai ekor mencapai 1,2 meter. Sebagaimana saudaranya kucing biasa, binatang
ini kadang-kadang terlihat belang-belang tanpa menghilangkan warna spesifiknya.
Binatang ini agak panjang dibanding dengan kucing biasa dan tidak pernah ditemui
dengan warna hitam seluruhnya. Bagian belakang bundaran telinganya ada garis hitam
pendek. Garis putih yang dibatasi warna putih terdapat di pipinya, yang muncul dari
sudut bagian dalam matanya. Bagian perutnya selalu berwarna lebih terang dibanding
bagian pinggulnya.

Lebih besar dari sepupunya dari Afrika, kucing emas Temminck Asia berukuran sebesar
anjing. Ada lagi yang disebut Fishing Cat yang ditemukan di beberapa bagian dunia
lainnya, yang ukurannya juga agak serupa. Wozencraft, dalam penjelasannya yang
kontroversial mengenai sistim klasifikasi mengenai binatang ini tahun 1993 menganggap
kucing emas Temminck adalah jenis Catopuma, bersama dengan kucing teluk Borneo
yang dikatakannya merupakan salah satu versi dari kucing Temminck (Wozencraft 1993)
juga. Kucing emas Afrika terpisah dari dua spesies itu dan kini berdiri sendiri dengan
jenis (genus) Profelis. Semua kucing-kucing ini diklasifikasikan Sebagai Felis.

KOMODO

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis[1]),


adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau
Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]

Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan
kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini
berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh
hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia
karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5]
Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi
ekosistem tempatnya hidup.[6]

Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya
yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam
bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan
komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini
dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu
Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
TAPIR

Tapir Asia (Tapirus indicus) adalah salah satu jenis tapir. Tapir Asia merupakan jenis
yang terbesar dari keempat jenis tapir dan satu-satunya yang berasal dari Asia. Nama
ilmiahnya indicus merujuk pada Hindia Timur, yaitu habitat alami jenis ini. Di Sumatra
tapir umumnya disebut tenuk or seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda
arau, marba, cipan, dan sipan.[1]

Siklus Hidup
Tapir muda, masih dengan pola bergaris-garisnya, tidur di belakang induknya.Masa
hamil tapir Asia sekitar 400 hari, dimana setelahnya seekor anak lahir dengan berat 6,8
kg (15 pon). Tapir Asia merupakan yang terbesar saat lahir dibanding jenis-jenis tapir
lainnya dan tumbuh lebih cepat dari jenis tapir lain.[4] tapir muda dari semua jenis berbulu
cokelat dengan garis-garis dan bintik-bintik putih, pola yang memungkinkannya
bersembunyi dengan efektif di dalam bayangan-bayangan hutan. Pola pada bayi ini
berubah menjadi pola warna tapir dewasa antara empat hingga tujuh bulan setelah
kelahiran. Anak tapir disapih antara umur 6 dan 8 bulan dan binatang ini menjadi dewasa
pada umur tiga tahun. perkembangbiakan basanya terjadi pada bulan April, Mei Atau
Juni. Tapir betina biasanya melahirkan satu anak tiap dua tahun. Tapir Asia dapat hidup
hingga 30 tahun baik di alam liar maupun di kurungan.

Ketertarikan baru-baru ini mendorong para perekayasa biologi mencoba menciptakan


versi kerdil dari tapir. Mereka percaya bahwa ada pasar untuk tapir kerdil sebagai
binatang peliharaan di Amerika Serikat.

HABITAT

Dahulu, tapir Asia dapat ditemukan diseluruh hutan hujan dataran rendah di Asia
Tenggara termasuk Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar Burma, Thailand, dan
Vietnam. Namun populasinya menurun tahun-tahun belakangan ini, dan seperti jenis-
jenis tapir lainnya juga terancam kepunahan.[6] Karena ukurannya, tapir memiliki sedikit
pemangsa alami, bahkan tapir jarang dimangsa oleh harimau. [7]Ancaman utama bagi
tapir Asia adalah kegiatan manusiatermasuk penebangan hutan untuk pertanian, banjir
akibat dibendungnya sungai untuk membuat pembangkit listrik tenaga air, dan
perdagangan ilegal.[8]. Di Thailand, sebagai contoh, penangkapan dan penjualan seekor
tapir muda dapat bernilai US$5500.[9] Di daerah seperti Sumatra, dimana populasinya
ORANG UTAN

LOKASI DAN HABITAT

Orang utan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau
Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa
tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat
hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran
rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas
rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat
ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di
Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl.

Orangutan Sumatera (Pongo abelii lesson) merupakan salah satu hewan endemis yang
hanya ada di Sumatera. Orangutan di Sumatera hanya menempati bagian utara pulau itu,
mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan.Keberadaan
hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai 'Critically Endangered'
oleh IUCN. Di Sumatera, salah satu populasi orangutan terdapat di daerah aliran sungai
(DAS) Batang Toru, Sumatera Utara. Populasi orangutan liar di Sumatera diperkirakan
sejumlah 7.300[2]. Di DAS Batang Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47
sampai 0,82 ekor per kilometer persegi. Populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii
lesson) kini diperkirakan 7.500 ekor. Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000
ekor. Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini
menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah. [1] Saat ini hampir
semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi
Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi
yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-
hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser
Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500
individu). Populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang
(viable) terdapat di Batang Toru,Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.

You might also like