You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
Sudah disebut bahwa ada segolongan umat Islam yang belum merasa puas dengan pend
ekatan diri kepada tuhan melalui ibadat shalat, puasa, haji. Mereka ingin lebih
dekat lagi dengan Tuhan. Jalan untuk itu di berikan oleh al-tasawwuf. Al-tasaww
uf atau sufisme,ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisme d
alam islam.
Tujuan dari mistisme, baik yang di dalam maupun yang diluar Islam, ialah mempero
leh hubungan langsung dan disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan
. Intisari dari mistisme, termasuk dalamnya tasawuf, adalah kesadaran akan adany
a komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan tuhan, dengan mengasingkan dir
i dan berkontemplasi. Kesadaran itu selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat seka
li dengan Tuhan dalam arti bersatu dengan tuhan ynag dalam istilah Arab disebut
ittihad dan istilah Inggris mystical union
Berbagai teori dimajukan tentang asal-usul kata al-tasawuf dan al-sufi. Teori ya
ng banyak diterima ialah bahwa istilah itu berasal dari kata suf yaitu wol. Yang
dimaksud bukanlah wol dalam arti modern, wol yang dipakai orang-orang kaya, tet
api wol primtif dan kasar yang dipakai di zaman dahulu oleh orang-orang miskin d
i Timur Tengah.dizaman itu pakaian kemewahan ialah sutra. Orang sufi ingin hidup
sederhana dan menjauhi hidup keduniawian daan kesenangan jasmani, dan untuk itu
mereka hidup sebagai orang-orang miskin dengan memakai wol kasar tersebut
Bagaimanapun paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dasar
dalam mistisme, terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis
Allah SWT berfirman (Qs. Qaf:16)

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisi
kkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri
,
Telah dibayangkan di atas bahwa mistisisme, termasuk dalamnya taswwuf, erat hubu
ngannya dengan keadaan menjauhi hidup duniawi dan kesenangan materil. Hal ini da
lam istilah tasawuf disebut zuhd (asceticism). Mempunyai sifat zuhd merupakan la
ngkah pertama dalam usaha mendekati Tuhan. Orang yang mempunyai sifat ini disebu
t zahid (ascetic). Setelah ini barulah orang menungkat menjadi sufi (mystic)

BAB II
PEMBAHASAN
A. ASAL USUL TASAWUF
a. PengertianTasawuf Secara Lughawi
Dalam mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara etimologis maupun
secara istilah, para ahli ternyata berbeda pendapat. Secara etimologi, pengerti
an tasawufdapat di lihat menjadi beberapa macam pengertian, seperti di bawah ini
:
Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang di konotasikan dengan “ahlu suffah” y
ang berarti sekelompok orang di masa rasulullah yang hidupnya banyak berdiam dis
erambi-serambi mesjid, dan mereka menjadikan hidupnya untuk beribadah kepada All
ah
Kedua, tasawuf berasal dari kata “shafa” yang berarti sebagai nama bagi orang-or
ang yang “bersih” atau “suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan diri
nya di hadapan tuhannya
Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata “shaf” ini di nisbahkan kepada orang-o
rang yang ketika shalat selalu berada di shaf yang paling depan.
Keempat,taswuf itu berasal dari “shaufanah”yaitu sebangsa buah-buahan kecil berb
ulu banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab dan pakaian kaum sufi berbulu-bu
lu seperti itu pula, dalam kesederhanaannya

b. Pengertian Tasawuf Berdasarkan Istilah


pengerttan tasawuf secara istilah, telah banyak di rumuskan oleh ahli, yang satu
sama lain berbeda sesuai dengan seleranya masing-masing.
Amir bin Usman Al-makki pernah mengatakan (Tasawuf) adalah seorang hamba yang se
tiap waktunya mengambil waktu yang utama.
Menurut Syammun. Ia mengatakan Tasawuf adalah bahwa engkau memiliki sesuatu dan
tidak memiliki sesuatu.
Menurut Al-junaedi menyatakan Tsawuf adalah membersihkan hati dari apa yang meng
ganggu perasaan kebanyakan mahluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal
(instink) kita,memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia menjauhi s
egala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat suci kerohanian,dan bergantung pad
a ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan
nasihat kepada semua umat manusia, memegamg teguh janji dengan Allah dalam hal h
akikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.
c. Dasar-dasar Tasawuf Dalam Al-qur’an dan Hadist
Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak di minati orang-orang sebagai
buktinya adalah misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejum
lah perpustakaan, di negara-negara yang berpenduduk muslim juga negara-negara ba
rat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim ini dapat menjadi salah sa
tu alasan betapa tingginya ketertarikan mereka terhadap tasawuf. Ketertarika mer
eka terhadap tasawuf dapat dilihat pada dua kecenderungan terhadap kebutuhan f
itrah atau naluriah, dan kedua , karena kecenderungan pada persoalan akademis.
1. Landasan Al-qur’an
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau batiniah
. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya nant
i melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan taswuf ini mendapat perhatian yang cukup b
esar dari sumber ajaran islam, Al-qur’an dan As-sunnah serta praktek kehidupan N
abi dan para sahabatnya. Al-qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan man
usia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan tuhan, Hal itu misalnya di sebutka
n dalam alqur’an
(Qs.Al-maidah:54)

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad


dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencinta
i mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang y
ang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijala
n Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karu
nia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
Dalam Al-qur’an Allah pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat, member
sihkan diri, dan mmemohon ampunan kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya
(Qs. At-tahrim:8)




.Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-ke
salahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sung
ai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang be
rsama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami d
an ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Allah pun menjelaskan kedekatan manusia dengan-Nya, seperti disebutkan dalam fir
man-Nya (Qs. Al-baqarah:186)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahw
asanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran
2. Landasan Hadist
Sejalan dengan apa yang di sebutkan dalam al-qur’an, sebgaimana disebutkan di at
as, tasawuf juga dapat di lihat dalam kerangka hadis. Dalam hadist Rasulullah ba
nyak di jumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Ber
ikut ini beberapa matan hadis yang dapat di pahami dengan pendekatan tasawuf
“ Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal tuhannya”
Hadist di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan tuhan dapat bersatu. Diri manu
sia dapat lebur dalam diri tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilahfana y
aitu fana-nya mahluk sebagai mencintai kepada tuhan seperti yang di cintainya na
mun istilah “ lebur atau fana”ini, dipertegas bahwa antara tuhan dan manusia tet
aplah ada jarak atau pemisah, sehingga tetap ada perbedaannya antara Tuhan denga
n hamba-Nya
Uraian dasar-dasar taswuf di atas, baik Al-qur’an, Al-hadist, maupun teladan dar
i para sahabat merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya. Sebagai ilmu te
ntang tingkatan (maqamat) dan keadaan (ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang mo
ral dan tingkah lakumanusia terdapat rujukannya dala Al-qur’an. Dari sini jelasl
ah bahwa dalam pertumbuhan pertamanya, tasawuf ternyata ditimba dari sumber Al-q
ur’an itu sendiri.

B. AJARAN TASAWUF
Ajaran tasawuf pada dasarnya berkonsentrasi pada kehidupan rohaniyah, mendekatka
n diri kepada tuhan melalui berbagai kerohanian seperti pembersihan hati, zikir,
ibadah lainnya serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga mempunyai
identitas sendiri dimana orang-orang yang menekuninya tidak menaruh perhatian y
ang besar pada kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan dengannya. Disamping
itu, taswuf di Dominasi oleh ajaran-ajaran seperti khauf dan raja’al-taubah,al-z
uhd,al-tawakkal, al-syukur, al-shabar, al-ridho dan lainnya yang tujuan akhirnya
fana atau hilang identitas diri dalam kekekalan(baqa) Tuhan dalam mencapai ma’r
ifat (pengenalan hati yang dalam akan tuhan)
Di dalam al-qur’an al-karim yang didalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbica
ra atau paling tidaak berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas
Didalam al-qur’an ditemukan perintah beribadah dan berdzikir,diantaranya
(Qs. Al-anbiya:25)

Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan k
epadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah o
lehmu sekalian akan aku".
(Qs.Al-anfal:45)

Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka bert
eguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu be
runtung.
[620] maksudnya ialah: memperbanyak zikir dan doa.
Tentang ketenangan jiwa karena berdzikir, Allah berfirman (Qs,Ar-ra’du:28)

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan menging
at Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Tentang ibadah dikesunyian malam dan kwantitasnya, Allah berfirman (Qs.Al-Isra:7
9)

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibada
h tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji
.
Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia, Al-Qur’an menegaskan (Qs.A
l-fatir:5)
• • •
Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai
menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
Al-qur’an mengajarkan agar orang-orang yang beriman senantiasa melakukan upaya-u
paya perbaikan diri (taubat) (Qs.At-tahrim:8)



Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kes
alahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sunga
i, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang ber
sama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami da
n ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Didalam Al-qur’an juga ditemukan ajaran-ajaran untuk berserah diri hanya kepada-
Nya(Al-tawakkul), bersyukur terhadap pemberian-peemberian Tuhan bersabar serta r
idho terhadap-Nya (Qs.At-talaq:3)

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Ses
ungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Te
lah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
C TOKOH-TOKOH TASAWUF
a. Hasan Al-Bashri
Riwayat Hidup
Hasan Al-bashri, nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Al-hasan bin Yasa. Ia seorang
zahid yang sanga termashur di kalangan tabi’in.di lahirkan dimadinah pada tahun
21 H.(623 M). Dan wafat pada hari kamis bulan rajab tanggal 10 Rajab tahun 110 H
(728 H) ia dilahirkandua malam sebelum Umar bin Khaththab wafat
Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu keba
tinan, kemurnian akhlaq, dan usaha menyucikan jiwa dimesjid Basrah. Ajaran-ajara
nnya tentang kerohanian senantiasa di dasarkan pada sunah Nabi. Sahabat Nabi yan
g masih hidup pada zaman itu punmengakui kebesarannya. Suatu ketika seseorang da
tang kepada Anas bin Malik sahabat nabi yang utama untuk menanyakan persoalan ag
ama, anas memerintahkan orang itu agar menghubungi Hasan. Mengenai kelebihan lai
n dalam diri Hasan, Abu Qatadah pernah berkata ”bergurulah kepada syekh ini. Say
a sudah saksikan sendiri (keistimewaannya). Tidak ada seorang tabi’in pun yang
menyerupai sahabat Nabi selainnya” .
Karir pendidikan Hasan Al-Bashri dimulai dari Hijaz. Ia berguru hampir kepada se
luruh ulama di sana. Bersama ayahnya, ia kemudian pindah ke Bashrah, tempat yang
membuatnya termasyhur dengan nam Hasan Al-Bashri. Puncak keilmuannya ia peroleh
di sana
Ajaran Tasawuf Hasan Al-Bashri
Hasan Al-bashri menyimpulkan pandangan tasawuf sebagai berikut” Takut(khauf) dan
pengharapan (raja) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan; tidak pernah tid
ur tenang karena selalu mengingat Allah” pandangan tasawufnya yang lain adalah a
njuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak
mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Leb
ih jauh lagi, Hamka mengemukakan sebagai ajaran tasawuf Hasan Al-bashri seperti
“perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentra
m yang menimbulkan persaan takut”
“Tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaaha untuk mengerjakannya.”
Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena b
erada diantara dua perasaan takut. Takut mengenang dosa yang telah lampau dan ta
kut memikirkan ajal yang mmasih tinggal serta bahaya yang akan mengancam
b. Al-Ghazali
Riwayat Hidup
Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad b
in Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali a
tau Abu Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggilAl-Ghazali karena dilahirkan di Ghazlah,s
uatu kota kekuasaan di Baghdad
Ayah Al-Ghazali adalah seorang pemintal kain wol miskin yang taat, menyenangi ul
ama, dan aktif meghadiri majelis-majelis pengajian. Ketika menjelang wafatnya, a
yahnya menitipkan Al-Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad kepada seoran sufiit
u, seraya berkata dala wasiatnya
“(Aku menyesal sekali karena akutidak belajar menulis, aku berharap untuk mendap
atkan apa yang tidak kuperoleh itu melalui dua putraku ini)”
Setelah imam Haramain wafat (478H1086M), Al-Ghazali pergi ke baghdad, yaitu kota
tempat berkuasanya perdana menteri Nizham Al-Muluk(w.485 H/1091M) kota ini meru
pakan tempat berkumpul sekaligus tempat diselenggarakannya perdebatan antara ul
ama-ulama terkenal.
Menurut Sulaiman Dunya, karangan Al-Ghazali mencapai 300 buah. Ia mulai mengaran
g pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Naisabur. Ia mempergunakan waktu 30 tahun
untuk mengarang. Dengan demikian, setiap tahun ia menghasilkan karya tidak kura
ng dari 10buah kitab besar dan kecil, yang meliputi beberapa bidang ilmu pengeta
huan antara lain: filsafat dan ilmu kalam, fiqh-ushul fiqh, tasawuf, dan ahlak.
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Pandangan Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Hasan Nasution, ma’rifat adala
h mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peratuan tuhan tentang segal
a yang ada Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sir,qalb, dan roh. Harun Nas
ution juga menjelaskan pendapat Al-Ghazali yang dikutip dari Al-Qusyiri bahwa qa
lb dapat mengetahui hakikat segala yang ada. Jika dilimpahi cahaya tuhan, ketiga
nya menerima iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahaya-Nya kepada sa
ng sufi sehingga yang dilihat sang sufi hanyalah Allah. Disini sampailah ia keti
ngkat ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat
Allah (ru’yatullah) di dalam kitab kimiya (As-sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-s
a’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak(tabiat)
Keni’matan qalb sebagai alat memperoleh ma’ripat terletak ketika melihat Allah.
Melihat Allah merupakan keni’matan paling agung yang tiada karanya karena ma’rif
at itu sendiri agung dan mulia. Oleh karena itu, kenikmatannya melebihi keni’mat
an yang lainnya.
c. Rabi’ah Al-adawiyah
Riwayat hidup
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin IsmailAl-Adawiyah Al-Bashriyah Al-Qaisiy
ah. Ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/713M atau 717M disuatu perkampungan de
kat kota Bashrah(irak)dan wafat di kota itu pada tahun 185 H/801M. Ia dilahirkan
sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin. Itulah sebabnya, orang
tuanya menamakannya Rabi’ah. Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil
. Konon pada saat terjadinya bencana perang di Bashrah, ia dilarikan penjahat da
n di jual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu Adwah. Dari sini ia bekerja k
eras, namun kemudian dibebaskan karena tuannya melihat cahaya yang memancar di a
tas lepala Rabi’ah dan menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia sedang berib
adah .
Setelah dimerdekakan tuannya, Rabi’ah hidup menyendiri menjalani kehidupan sebag
ai seorang zahidah dan sufiah. Ia menjalani sisa hidupnnya dengan ibadah dalam r
angka mendekatkan diri kepada Allah sebagai kekasihnya. Ia memperbanyak tobat da
n menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan menolak segala bantuan m
ateri yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Bahkan dalam do’anya, ia tidak m
eminta hal-hal yang bersifat materi dari tuhan.
Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-adawiyah
Rabi’ah Al-adawiyah, dalam perkembangan mistisme dalam islam tercatat sebagai pe
letak dasar taswuf berdasarkan cinta kepada Allah
Rabi’aah Pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan c
inta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah. Sikap dan pandangan Rabi’ah A
l-adawiyah tentang cinta dapat dipahami dari Kata-katanya, baik yang langsung ma
upun yang disandarkan kepadanya. Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunaja
t, Rabi’ah mengatakan doa’nya, “ Tuhanku, akankah kau bakar kalbu yang mencintai
-Mu oleh api neraka?
D. ALIRAN TASAWUF
Untuk lebih memperjelas pengertian tentang tasawuf sebagai ilmu kerohanian maupu
n sebagai mistisme dalam islam, nampaknya masih perlu dilihat dari tipe-tipenya
atau mazhab-mazhab tasawuf. Apabila merujuk pada literature tasawuf yang berasal
dari Timur Tengah, ternyata masih ditemui keragaman pola yang ditempuh untuk me
nentukan aliran-aliran tasawuf. Terlihat sebab terjadinya keragaman itu bermula
dari perbedaan dasar pengklasifikasikannya. Salah satu cara yang telah dilakukan
adalah berdasarkan hampiran ini, tasawuf dikelompokan kepada tiga aliran induk,
yaitu: tasawuf akhlaki yang lebih berorientasi etis, tasawuf amali yang lebih m
engutamakan intensitas dan ekstensitas ibadah agar diperoleh penghayatan spiritu
al dalam beribadah, pembidangan ketiga adalah tasawuf falsafi yang bermakna mist
ik metafisis. Berdasarkan kode etik keilmuan dan penyajian yang lebih bersifat a
kademik, yaitu Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.
Apabila dibandingkan antara konsep-konsep tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi,d
itemukan sejumlah kesamaan yang prinsipil disamping perbedaan-perbedaan yang cuk
up mendasar. Kedua aliran sama-sama mengakui ajarannya bersumber dari Al-qur’an
dan sunnah serta sama-sama mengamalkan islam secara konsekuen. Memang semua sufi
yang benar-benar sufi dari aliran manapun, adalah orang-orang yang zahid dan ‘a
bid serta mementingkan kesucian rohani dan moralitas. Demikian juga dalam proses
perjalanan menuju arah yang ingin dicapai, kedua aliran sama-sama berjalan pada
prinsip-prinsip al-maqomat dan al-ahwal. Perbedaan yang jelas di antara kedua a
liran ini, nampaknya terletak pada tujuan “antara” yakni maqom tertinggi yang da
pat dicapai seorang sufi. Sedangkan pada aspek tujuan akhirnya, kedua aliran sam
a-sama ingin memperoleh kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang bersifat sprit
ual. Dimaksud dengan tujuan “antara” adalah terciptanya komunikasi langsung anta
ra sufi dengan tuhan dalam posisi” dekat tanpa jarak” inilah terdapat perbedaan
mendasar antara kedua aliran ini. Tasawuf sunni berpendapat, bahwa antara mahklu
k dengan khalik tetap ada jarak yang tak terjembatani sehingga tidak mungkin tum
buh karena keduanya tidak seesensi. Lain halnya dengan tasawuf falsafi, dengan t
egas mengatakan manusia seesensi dengan tuhan karena manusia berasal dari tercip
ta dari esensi-Nya. Oleh karenanya, keduanya dapat berpadu apabila kondisi untuk
itu telah tercipta.
Nampaknya terjadi perbedaan itu bersumber dari perbedaan kecenderungan dan minat
terhadap pemikiran-pemikiran spekulatif filsafat. Tasawuf sunni kurang memperha
tikan ide-ide spekulatif karena mereka sudah merasa puas dengan argumentasi yang
bersifat naqli agamawi. Barangkali karena sikap ortodoksi dan kesederhanaan be
rfikir kelompok ini, maka kehadirannya dapat diterima oleh umumnya ulama Ahlus S
unnah, hal ini menjadi salah satu sebab penamaan aliran ini dengan tasawuf sunni
.
Apabila dilihat dari aspek materi kajian dan proses pencapaian sasaran antara, t
asawuf sunni dapat dibedakan kepada tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Berbeda d
engan tasawuf falsafi, kelompok ini justru sangat gemar terhadap ide-ide spekula
tif karena kebanyakan sufi aliran ini memiliki pengetahuan yang cukup dalam tent
ang lapangan filsafat. Dengan kegemaran berfilsafat itu, mereka mmampu menampilk
an argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ke-Tuhan-an dan alam metaf
isis yang menurut keyakinan mereka masih relevan dengan nilai-nilai al-qur’an da
n sunnah. Dengan demikian, nampaknya perbedaan dan sebab penamaan itu tidak terl
etak pada menyimpang atau tidaknya dari ajaran Islam atau karena perbedaan nilai
, tetapi perbeddaan itu hanyalah bersifat instrumental belaka, yakni sistem peme
cahan masalahnya, di satu pihak membatasi diri hanya mnggunakan landasan naqli,
sedangkan di pihak lainnya menggunakan alat bantu yang bersifat aqli filsafati,
baik filsafat Timur maupun filsafat belahan dunia barat.

BAB III
PENUTUP
Tasawuf sebagai amalan paraktis oara sufi atau sebagai sebuah disiplin ilmu tela
h mendapat perhatian yang cukup luas dan dalam dari para ilmuan secara umum dan
peneliti tasawuf secara khusus. Diantara mereka seperti di kemukakan oleh Ibnu T
aimiyah ada yang melihat tasawuf sebagai suatu yang tanpa kebatilan. Ada pula ya
ng menolak kebenaran dan kebatilannya. Tetapi ada juga yang melihat secara objek
tif, berdasarkan Al-quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Karena eksistensitasnya sebagi salah satu metode (cara) perbaikan akhllak yang a
jarannya mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW
. Dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang sangat urgen bagi perba
ikan umat dari berbagai kejahatan dan pelabggaran , maka tidak heran jika tasawu
f terus diteliti dan dipelajari. Apalagi tasawuf dikatakan sebagai sebuah disipl
in ilmu

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihin, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia: Bandung,2006.
Barmawie, Umarie.Systematika Tasawuf, Sala,1966.
Hamka. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panji Mas:Jakarta,1986
Nasution Harun. Filsafat dan Mistisme Dalam Islam,Bulan Bintang: Jakarta
,1987
Umar Farukh.Tarikh Al-fikr Al-arabi, Dar Al-Ilmli Al-Majayin, Bairut,1983

You might also like