You are on page 1of 6

TAKEN HOME TEST EKOPOLIN

Nama : Sri Rezeki


NPM : 0806322962
Sumber : Balaam, David N. Dan Michael Vesseth, Introduction to International Political Economy (New
Jersey: Prentice Hall Inc, 1996) hlm. 21-37.

Q : Bagaimana perbadingan antara perspektif merkantilisme dan perspektif liberalisme dalam Ekonomi Politik
Internasional dan berikan contohnya?

A: Merkantilisme adalah perspektif ekonomi politik internasional pertama yang paling logis. Merkantilisme
tumbuh sehubungan dengan kemunculan negara bangsa di benua Eropa pada awal abad ke 17. Merkantilisme
inilah yang pada akhirnya melahirkan respon-respon teori baru yang kemudia kita kenal dengan nama
libealisme dan strukturalisme. Dahulu, makna kata merkantilisme adalah keinginan negara untuk
menggenarasikan surplus perdagangan untuk meningkat kesejahteraannya. Pada akhinya, dengan meningkatnya
kesejahteraan, maka kekuatan militer suatu negara juga akan meningkat dan pada akhirnya dapat mengikatkan
keamanan nasional suatu negara juga. Dalam pemikiran merkantilisme, peran negara dalam hal proteksionisme
sangat diharapkan. Merkantilisme digunakan dalam mendeskripsikan sebuah periode sejarah dimana peran
negara dalam ekonomi dan pengunaan alat-lat negara dan kebijakan-kebijakan dalam mempertahankan negara
dan memproteksi industri. Merkantilisme pada abad ke 16 hingga pertengahan abad ke 19 merupakan bentuk
keinginan suatu negara untuk lebih maju daripada negara lain dalam mengakumulasikan emas dan perak,
mengkolonialisasi kawasan lain dan mencoba untuk selalu meningkatkan surplus perdagangan.
Salah satu bapak merkantilisme asal Amerika Serikat, Alexander Hamilton berpendapat bahwa proteksi
perdagangan dan kuatnya peranan negara dalam mempromosikan industri domestik sangat penting. Selain
Hamilton ada juga Friedrich yang juga percaya bahwa aksi negara sangat dibutuhkan dalam hal ini untuk
meningkatkan kekuatan produksi dalam bentuk pendidikan, tekhnologi dan industri. Menurut List, kekuatan
industri bahkan lebih penting daripada kesejahteraan itu sendiri. List juga berargumen bahwa perkembangan
manufaktur dapat meningkatkan kemampuan manusia dan kesempatan yang bahkan konsep ini masih sangat
populer sekarang. Tulisan Hamilto dan List ini satu semangat dengan teori ekonomi nasionalis.yang
menekankan kegunaan negara dalam perekonomian untuk melakukan sesuatu yang akan ditu dalam
kepentingan nasional. Jenis ekonomi patriotik atau ekonomi nasionalis ini sebenarnya masih tetap ditemukan di
berbagai belahan dunia sekarang ini. Walaupun banyak yang menganggap bahwa penganut teori ini hanyalah
negara-negara LDC (less development countries) saja, namun sebenarnya negara-negara Barat atau yang kita
biasa kenal dengan negara-negara maju juga menganut teori ini baik secara langsung maupun tidak lagsung.
1
Contohnya saja Jepang, menurut Lester Thurow, rahasia jepang yang ditemukan dalam fakta kehidupan adalah
bahwa mereka ingin menaklukan negara lain, membangun kerajaan, dan menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Tanpa Jepang sadari sebenarnya semangat ini merupakan semangat yang ada dalam semangat merkantilisme,
jadi secara tidak langsung Jepang juga merupakan penganut merkantilisme.
Selama tiga abad, merkantilisme telah membantu mengkonsentrasikan kesejahteraan dan kekuatan bagi
negara-negara Eropa. Entah itu baik atau buruk, meningkatkan perdagangan antara kekuatan Eropa dan koloni
mereka membantu meningkatkan interdependensi antar mereka. Negara yang secara ekonomi kuat, diyakini
memiliki kekuatan militer yang stabil juga. Pada akhir abad ke 18, pengaruh merkantilisme sedikit demi sedikit
menurun. Hal ini dikarenakan mulai munculnya teori-teori baru yang diciptakan oleh Adam Smith dan David
Ricardo. Mereka mengajukan gagasan mengenai liberalisme yang artinya keuntungan atas perdagangan bebas
dan menurunnya peranan pemerintah dalam kegiatan perekonomian. Namun kemudian nasionalis juga muncul
dan menyebar ke seluruh dunia dan menjadi alat tersendiri bagi negara untuk ikut campur dalam perekonomian.
Seperti yang dikatakan oleh Palmer dan Perkins, “The principle of rule that states must assiduously cultivate
their national power follows inevitably from the drive of nationalism and from the responsibilities and
omnipotence implied by sovereignty”1.
Seperti yang kita ketahui, List adalah pemikir yang terkenal dengan pandangan nasionalisnya, List
menyerang pendapat Smith dan Ricardo yang menyatakan bahwa semua negara dapat diuntungkan karena
menghasilkan barang-barang untuk negara-negara yang mempunyai keuntungan komparatif dengannya. List
menyatakan bahwa dunia yang sebenarnya adalah dimana perekonomian berubah dari sektor pertanian ke sektor
industri dimana negara harus memproteksi industrinya sendiri agar dapat lebih kuat daripada negara lain.
Menurut Viotti Kaupi, merkantilisme adalah bentuk perekonomian dimana negara memainkan peran utamanya
dalam ekonomi (mengakumulasikan modal domestic dengan melanjutkan surplus perdagangan dalam
hubungannya dengan negara lain)2
Menurut Gilpin, persaingan ekonomi antarnegara dapat mengambil dua bentuk, bentuk pertama adalah
merkantlisme bertahan atau “ramah” (benign mercantilism) yaitu dimana negara memelihara kepentingan
ekonomi nasionalnya sebab hal tersebut merupakan unsur penting dalam keamanan nasionalnya, kebijakan
seperti itu, tidak memiliki dampak negatif pada negara lain. Bentuk yang lain adalah merkantilisme agresif atau
“jahat” (malevolent mercantilism), disini negara-negara berusaha mengeksploitasi perekonomian internasional
melalui kebijakan ekspansi.3Merkantilisme dengan demikian melihat kekuatan ekonomi dan kekuatan politik
militer sebagai tujuan yang saling melengkapi, bukan saling bersaing, dalam lingkaran arus balik positif.
Pencapaian kekuatan ekonomi mendukung pengembangan kekuatan politik dan militer negara, dan kekuatan

1
Norman D. Palmer and Howard C. Perkins, 1953. International Relation. U.S.A: University of Pennsylvania. Hal: 35-36.
2
Paul R. Viotti and Mark V. Kauppi. International Relations and World Politics; Security, Economy, Identity. (U.S.A: Prentice Hall,
Inc., 1997)hal: 68.
3
K. Gilpin, The Political Economy of International Relations (Princeton, Princeton University Press, 1987) hal. 32.
2
politik-militer negara dapat meningkatkan dan memperkuat ekonomi negara.4 Dengan demikian, tidak
selamanya isu merkantilisme itu buruk karena bentuk merkantilisme sendiri telah mengalami transisi ke bentuk
neomerkantilisme yang mengusung proteksionisme. Proteksionisme ini diterapkan hampir di setiap negara di
dunia walaupun mereka adalah negara-negara liberal.
Liberalisme adalah salah satu perspektif ekonomi politik internasional. Liberalisme mulai dikenal dunia
sejak dari abad ke 18 Perancis, abad ke 19 Inggris, dan hingga sekarang di abad ke 20. Tokoh-tokoh perspektif
ini yang sangat terkenal diantaranya Adam Smith, David Ricardo, dan John Maynard Keyness, serta beberapa
praktisi ekonomi politik terkemuka lainnya seperti Vaclav Havel. Liberalisme seperti halnya perspektif lainnya
mengalami ketidakpastiaan personalitas, karena sering kali teori yang ada berbeda dengan kenyataannya.
Contohnya saja, ”liberalisme” yang dikenal umum di Amerika Serikat adalah kepercayaan yang kuat terhadap
negara dan peran negara dalam hal membantu masyarakat miskin dan menyelesaikan masalah sosial. Ironik
memang jika kita bandingkan dengan kenyataan yang kita terima bahwa hampir semuanya bertolak belakang
dengan teori dari liberal itu sendiri.
Liberal yang biasa kita kenal dan ketahui adalah bentuk dari sistem dimana campur tangan pemerintah
diminimalisir dan adanya kebebasan individu dari penindasan negara. Liberal percaya pada mengajak
masyarakat ke dalam pasar bebas. Jadi dengan kata lain, liberal mempunyai banyak kesamaan dengan orang-
orang yang dikenal sebagai ”konservatif” di Amerika Serikat dan negara lainnya. Dalam mengetahui adanya
perluasan pola liberalisme dari bentuk asli ke bentuk yang sekarang, Hukum Corn yang digunakan. Bagi
praktisi ekonomi politik semacam Vaclav Havel, kata yang pantas disanjung adalah pasar dan satu kata yang
pantas dikutuk adalah negara. Menurut Havel, pasar adalah natural, esensi kehidupan, sedangkan negara adalah
keangkuhan dan menakutkan. Havel merupakan tokoh yang hidup pada abad ke 19 dimana pada saat itu,
negaranya Cekoslovakia menerapkan sistem perekonomian yang mengkombinasikan negara dan pasar dalam
satu bentuk rezim komunis yang kaku dan otoriter. Menurut Havel, pasar mewakili kebebasan individu yang
tidak diakui oleh komunis. Sebenarnya pemikiran Havel ini merupakan gema dari pemikiran Francois Quesnay,
seorang Filosof Perancis yang disebut ”Physiocrat” yang terkenal dengan mottonya yaitu ”Laissez Faire, laissez
passer” yang artinya ”biarkan, biarkan saja berlalu” dan terkandung dalam semangat ”Lepaskan, tinggalkan
kami sendiri”. Quesnay mengutuk intervensi negara dalam pasar. Gema pemikiran Quesnay ini juga muncul
dalam tulisan Adam Smith (1723-1790), Bapak Ekonomi Modern. Smith, dalam tulisannya di The Wealth of
Nations, berbicara tentang kebebasan individu dan entrepreneur. Menurut Smith, setiap individu menginginkan
keuntungan terbesar dari setiap modal yang dia keluarkan. Keuntungan ini bersifat individual bukan untuk
masyarakat.

4
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Introduction to International Relations (New York: Oxford University Press Inc, 1999), hlm.
231-232.
3
Adam Smith dan Vaclav Havel menjelaskan tema yang sama, di satu sisi, mereka mengakui
penghormatan, kekaguman, dan mencintai pasar. Dengan teori mereka masing-masing, yaitu Smith dengan
”Invisible Hand” dan Havel dengan ”Essence of Life.” Di sisi lain, mereka sama-sama tidak menyukai negara.
Menurut Smith, negara adalah berbahaya dan tidak dapat dipercaya, sedangkan menurut Havel, negara adalah
angkuh dan menyeramkan. Mereka berdua sama-sama mendukung terciptanya dunia ”Laissez Faire” untuk
inisiatif individu, kepemilikan pribadi, dan rendahnya intervensi pemerintah. Negara yang dimaksud oleh Smith
disini adalah jenis negara merkantilis yang ada pada abad ke 18, dimana negara tersebut dibangun berdasarkan
prinsip yang kuat bahwa kepentingan nasional harus dilayani dengan sebaik-baiknya dan kekuatan negara
dibutuhkan untuk menciptakan kesejahteraan yang pada akhirnya akan meghasilkan kekuatan yang lebih besar
lagi.5 Menurut Smith, kemerdekaan individu dalam pasar menghasilkan alternatif terbaik dalam menghindari
penyalahgunaan kekuatan negara. Seperti yang kita saksikan saat ini, ada banyak negara yang mengganti sistem
perekonomiannya dari sistem ekonomi politik yang terlalu didominasi negara dengan sistem ekonomi politik
yang lebih bebas dan minimnya peran negara. Contohnya saja India dan Meksiko, bahkan China juga
menggunakan pasar untuk mengkombinasikan sistem ekonomi politiknya dengan semangat insiatif individual.
Sedangkan jenis negara yang dimaksud oleh Havel adalah jenis negara komunis sejak akhir Perang Dunia II
hingga periode tahun 1989. Isu dunia sekarang telah dipenuhi dengan transisi bentuk komunis kaku ke bentuk
pasar yang lebih fleksibel. Negara-negara komunis misalnya saja negara-negara bekas Soviet Union, termasuk
Rusia, dan anggota Pakta Warsawa, termasuk Hungaria, Poalndia, Jerman Timur, Ceko dan Slovakia sekarang
telah beralih ke bentuk negara yang menekankan pada pasar dan minimnya peran pemerintah.

PERBANDINGAN MERKANTILISME DAN LIBERALISME BESERTA CONTOH NEGARA-


NEGARANYA

Merkantilisme adalah suatu paham dimana peran negara sangat diharapkan dalam setiap aktivitas
perekonomian. Negara seperti halnya yang dipercaya oleh merkantilis dan realis adalah aktor utama yang
mempengaruhi setiap kegiatan pasar. Paham ke-negaraan ini kemudian kita kenal dengan pahal statism.
Sedangkan Liberalisme adalah bentuk dari sistem dimana campur tangan pemerintah diminimalisir dan adanya
kebebasan individu dari penindasan negara. Liberal percaya pada mengajak masyarakat ke dalam pasar bebas.
Disini terlihat jelas perbedaab besar antara merkantilisme dan liberalisme. Dimana dalam perspektif
merkantitilisme, negara memiliki pengaruh dan sangat dominan dalam kegiatan ekonomi sedangkan dalam
liberalisme, peran negara diusahakan seminim mungkin. Dalam perbedaan ini, merkantilisme lebih percaya
bahwa negara lah yang harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya sehingga negara harus

5
Diakses dari http://mises.org/daily/1957 pada tanggal 6 Maret 2010 pukul 17.11
4
mengontrol tindakan-tindakan pasar. Sedangkan liberalisme lebih percaya kepada kebebasan individu karena
kesejahteraan menurut kaum liberal adalah pada saat masyarakat (pembeli) memiliki banyak pilihan.
Negara-negara yang masih menganut merkantilisme murni sangat sedikit sekarang jumlahnya
dibandingkan dengan negara-negara yang menganut konsep liberal. Negara-negara yang masih menerapkan
sistem perekonomian merkantilisme contohnya Kuba, Venezuela, Iran, dll. Negara-negara tersebut umumnya
masih berada dalam tahap developing maupun least developing countries. Negara-negara yang menganut sistem
perekonomian liberal misalnya Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Korea Selatan, Perancis, dll. Mereka biasanya
merupakan negara-negara maju. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah apakah memang benar negara-
negara yang liberal tersebut benar-benar liberal?Lalu bagaimana dengan sistem proteksionisme yang mereka
lakukan, bukannya proteksionisme merupakan salah satu teori merkantilisme?
Kita ambil contoh saja Amerika Serikta. Amerika Serikat boleh berdalih bahwa ia adalah negara liberal,
namun ada banyak sekali indikator yang menunjukkan bahwa Amerika juga menjalankan beberapa teori
merkantilisme. Indikator-indikator tersebut diantaranya :
1. Amerika Serikat menggunakan perdagangannya dan bantuan luar negerinya sebagai senjata
lain dalam memenangkan pertarungan dengan komunis. Mereka menyelamatkan ekonomi
Eropa Barat dari komunis yang menjadi alasan utama kenapa ada Marshall Plan untuk
membantu negara-negara Eropa pada akhir 1940an.
2. Amerika Serikat setuju untuk menerima perlindungan tarif perdagangan yang diajukan oleh
EU (European Union) sebagai bentuk tawaran.
3. Amerika Serikat juga setuju dalam pengajuan permohonan EU untuk menjalankan pertanian
dengan caranya sendiri dalam hal akan dibuatnya pembebasan tarif yang tentu saja akan
merugikan EU dan petani-petaninya dalam GATT (General Agreemet on Tariffs and Trade.
Sekarang semenjak krisis hebat yang melanda dunia di penghujung tahun 2008, semakin banyak negara
yang menerapkan pola proteksionisme yang lebih dikenal dengan nama neomerkantilisme. Proteksionisme
adalah kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dengan cara membatasi
masuknya komoditi-komoditi dari luar negeri. Proteksionisme bisa terwujud dalam berbagai bentuk. Bentuk
utama proteksionisme adalah pembatasan impor melalui pemberlakuan tariff, kuota, atau sanksi dagang. Selain
itu, terdapat pula kebijakan-kebijakan proteksionisme yang disebut dengan hambatan non-tariff (non-tariff
barriers), seperti pemberlakuan ketentuan anti-dumping, standar keamanan (safety standard) produk, pemberian
insentif atau subsidi atas kegiatan produksi maupun distribusi, dan lain-lain.6

Terjangan hebat dari krisis finansial global memaksa negara-negara yang tadinya sangat liberal menjadi
sangat memproteksi perekonomiannya. Contohnya saja Amerika Serikat, Amerika Serikat seakan dipukul
6
Diakses dari http://indies.my-php.net/index.php?option=com_content&task=view&id=92&Itemid=54
pada tanggal 23 Februari 2010 pukul 21.53.
5
mundur oleh terjangan krisis finansial global, Amerika yang dikenal liberal seakan harus mengakui bahwa
Amerika sangat lemah saat krisis hebat ini melanda. Hal ini ditandai dengan keputusan pengesahan American
Recovery and Reinvestment Act oleh Kongres AS. Undang-undang tersebut tidak hanya menjadi payung
hukum paket stimulus ekonomi Amerika Serikat sebesar US$825, melainkan juga memuat jurus-jurus tertentu
yang ditujukan untuk melindungi industri Amerika Serikat yang terancam rontok digerogoti krisis. Berdasarkan
UU tersebut, Pemerintah AS akan mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk membeli baja dan produk-
produk manufaktur lainnya yang diproduksi oleh Amerika sendiri serta pengenaan berbagai hambatan terhadap
barang-barang impor. Amerika Serikat telah mengambil langkah mundur dalam kancah perdagangan bebas
dunia.7 Hal ini tentu saja membantah sikap menentang Amerika Serikat mengenai proteksionisme karena
ternyata Amerika Serikat sendiri yang menerapkan teori neomerkantilisme ini di dalam semangat liberalisme
yang mereka punya. Hal ini Amerika lakukan hingga ekonominya membaik dan mungkin tetap dijadikan aturan
permanen dalam aktifitas perekonomiannya, namun lebih tidak tereksplorisir seperti pada saat krisis melanda.
Jadi sebenarnya tidak ada negara-negara di dunia ini yang benar-benar menganut merkantilisme murni atapun
liberalisme murni. Yang ada adalah gabungan dari kedua perspektif tersebut seperti halnya yang dilakukan oleh
China.

7
Ibid.
6

You might also like