You are on page 1of 99

PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN

MENGGUNAKAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA


PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE
DI KM SURYA SINAR ABADI
JUWANA, JAWA TENGAH

KERJA PRAKTEK AKHIR


(KPA)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi)
Jurusan Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak

Oleh :

RIZKY FAJARY LESTIAWAN


320 050 9011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2008
PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN
MENGGUNAKAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA
PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE
DI KM SURYA SINAR ABADI
JUWANA, JAWA TENGAH

KERJA PRAKTEK AKHIR


(KPA)

OLEH :

RIZKY FAJARY LESTIAWAN


320 050 9011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2008
KERJA PRAKTEK AKHIR

PENGAMATAN POTENSI FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN


PARAMETER KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN
ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI KM SURYA SINAR ABADI
JUWANA, JAWA TENGAH.

RIZKY FAJARY LESTIAWAN


NIM. 320 050 9011

Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan


Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan

Kerja Praktek Akhir telah diterima dan disyahkan


Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III
Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak

Pada Tanggal 8 Juli 2008


Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ahijrah Ramadhani,S.St.Pi Nurmala Elmin Simbolon, S.S


NIP.132.307.414 NIP.132.308.119

Mengetahui :

Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Ketua Program Studi TPI


dan Perikanan

Budiman,S.Pi Frangky F.Tumion,S.IK


NIP.132.301.338 NIP.132.302.209

Direktur

Ir. Muhammad Abduh


NIP. 131 862 530
BERITA ACARA SIDANG TUGAS AKHIR
KERJA PRAKTEK AKHIR (KPA)

Tugas akhir (Kerja Praktek Akhir/KPA) telah dipertahankan dihadapan


Panitia Ujian KPA Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan Politeknik Negeri
Pontianak pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 8 Juli 2008
Tempat : Politeknik Negeri Pontianak

Atas Nama
Nama : Rizky Fajary Lestiawan
NIM : 3 2005 09 011
Program Studi : Teknologi Penangkapan Ikan

Telah diterima oleh Panitia KPA.


Tanggal : Agustus 2008
Tim Penguji :
Ketua Penguji

Rendra Irawan, S.St.Pi


NIP. 132 305 203

Penguji I Penguji II

Rendra Irawan, S.St.Pi Frangky F Tumion, S.Ik


NIP. 132 305 203 NIP. 132 305 209
KITA DITAKDIRKAN DI DUNIA INI

DENGAN MENGGUNAKAN SAYAP.

LANTAS MENGAPA KITA HARUS

MERANGKAK MENJALANI HIDUP.

DALAM HIDUP TEMAN BUKANLAH

SEGALA-GALANYA,

TAPI HIDUP TANPA TEMAN

MERUPAKAN SUATU PETAKA

YANG TAKKAN PERNAH ADA HABISNYA

HIDUPKU TAKKAN TERASA INDAH TANPA


KEHADIRAN SEORANG PENYEMANGAT HIDUP.
WALAUPUN IA SELALU KUPANDANG
DARI SISI GELAPKU.

TERIMA KASIH KU UCAPKAN KEPADA MAMA,


YANG TELAH BERSEDIA DENGAN IKHLAS
MEMBANGUNKAN AKU DARI TIDURKU
YANG AMAT LELAP SETIAP HARINYA.

TERIMA KASIH JUGA KEPADA BAPAK, DAN SEMUA

KAKAK-KAKAK DAN ABANG-ABANG YANG TELAH

MEMBANTU SAYA SELAMA MENJALANI KULIAH INI

LAPORAN INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA


AYAH, IBU, BESERTA SELURUH KELUARGA
DAN TEMAN-TEMAN YANG AKU SAYANGI
ABSTRAK

RIZKY FAJARY LESTIAWAN. Pengamatan Potensi Fishing Ground


Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse
Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah.

Tujuan penulisan laporan KPA ini adalah untuk mengetahui bagaimana


proses pengoperasian alat tangkap purse seine, dan juga Mengetahui Potensi
Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air. Parameter
kualitas air yang dibahas adalah parameter fisika dan parameter kimia.
Data yang diperoleh dari lapangan selama praktek, berupa teknik
pengoperasian akan dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif, sedangkan
untuk komposisi hasil tangkapan, dan pengukuran pada parameter fisika dan
kimia akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara kuantitatif
berdasarkan teori-teori yang sudah teruji kebenarannya, dan metode pengumpulan
data yang digunakan adalah metode pengumpulan data primer dan sekunder yaitu
dengan melakukan observasi langsung di lapangan dan bertanya ataupun
wawancara kepada pihak terkait.
Hasil dari praktek kerja akhir menunjukkan bahwa proses pengoperasian
alat tangkap Purse Seine di KM. Surya Sinar Abadi sebelum melakukan
pengoperasian terlebih dahulu memperhatikan daerah penangkapan ikan (Fishing
Ground). Sedangkan hasil dari pengamatan potensi Fishing Ground berdasarkan
parameter fisika didapat bahwa yang paling berpengaruh dalam hal parameter
fisika adalah faktor suhu. Karena ikan cenderung memilih tempat yang hangat,
sedangkan dalam parameter kimia, yang paling berpengaruh adalah kadar zat besi
(Fe), karena keberadaan zat besi (Fe) menandakan bahwa diperairan tersebut
terdapat plankton sebagai sumber makanan ikan dalam jumlah yang sebanding
dengan kadar zat besi (Fe) tersebut.

Kata Kunci : Purse Seine, Fishing Ground, Kualitas Air,


Parameter Fisika, Parameter Kimia
ABSTRACT

RIZKY FAJARY LESTIAWAN. Perception of Potency Fishing Ground by


Using Water Quality Parameter at Purse Seine Fishing Gear in KM. Surya
Sinar Abadi, Juwana, Central Java.

The target of this report is to know the process of appliance the operation
of purse seine, as well as knowing the potency of fishing ground by using water
quality parameter. Parameter of water Quality is studied by Parameter of
Chemical Parameter and Physics.
Data obtained from field of during practice, in the form of operation
technique will be analysed by using descriptive way, while for the composition of
haul, and measurement of parameter of physics and chemistry will be analysed by
using quantitative analisist trully tested by theory, and method of data collecting
used by method of primary and secondary that is by doing direct observation in
field and enquire and or interview to related parties.
Result from final job practice indicates that the process of appliance
operation the Purse Seine in KM. Surya Sinar Abadi before doing operation
should pay attention to the area of fish catching (Fishing Ground). While result
from perception of potency of Fishing Ground of pursuant to physics parameter
got by that most having an effect on in the case of physics parameter is
temperature factor. Because fish tends to choose the warm place, while in
chemistry parameter, what most having an effect on is ferrum rate (Fe), because
ferrum existence (Fe) designate that the territorial water having plankton as
proportionate fish food source in number with the ferrum rate (Fe).

Keyword : Purse Seine, Fishing Ground, Water Quality, Physics Parameter,


Chemical Parameter
i

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwa


atas Berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini berjudul “Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan
Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse Seine di
KM. Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah”. Tugas Akhir ini dibuat untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III
pada Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak.
Dalam kesempatan ini penulis megucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara moril
dan materil dalam penyusunan proposal ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Ir.H.Muhammad Abduh, selaku Direktur Politeknik Negeri Pontianak,
2. Bapak Budiman S.Pi. selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan,
3. Bapak Frangky F.Tumion, S.IK, selaku Ketua Program Studi Teknologi
Penangkapan Ikan,
4. Bapak Ahijrah Ramadhani S.St.Pi., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia membimbing saya dalam hal perencanaan hingga pembuatan Laporan
Kerja Praktek Akhir,
5. Ibu Nurmala Elmin Simbolon S,S, Selaku Dosen Pembimbing II yang juga
banyak membantu penulisan Laporan Kerja Praktek Akhir,
6. Bapak Rendra Irawan S.St.Pi selaku Koordinator Kerja Praktek Akhir,
7. Seluruh Dosen Ilmu Kelautan Perikanan yang telah memberikan Bimbingan
Akademik kepada penulis selama perkuliahan,
8. Bapak Agus Setiawan, S.Pi yang telah memberikan literatur-literaturnya
kepada penulis sebagai bahan Laporan Kerja Praktek Akhir ini,
ii

9. Bapak Dudung, selaku koordinator Pengujian Kualitas Air di laboratorium


Universitas Pasundan Bandung yang telah membantu penulis dalam Pengujian
Kualitas Air,
10. Bapak Jumono dan Mbah Yanto selaku Nakhoda I dan Nakhoda II yang telah
menerima kami untuk melaksanakan Kerja Praktek Akhir di KM. Surya Sinar
Abadi,
11. Mas Nur, Mbak Lis, Pak Jaryo dan Ibu Tris yang telah menyediakan tempat
tinggal selama penulis berada di Juwana, Jawa Tengah,
12. Papa, Mama, Kakak, Keponakan, Om dan Tante yang selalu memberikan
dorongan moral maupun material dan kasih sayangnya kepada penulis,
13. Ico Suhendra, Arif Maulana, Ferdy dan Muamar yang dengan ikhlas
memberikan bantuan kepada penulis pada saat praktek di Juwana, Jawa
Tengah sampai terselesaikannya Laporan Kerja Praktek Akhir ini,
14. Bang Koko, Bang Tayib, Andre, dan seluruh BLUE FIN’S CREW yang tak
bisa disebutkan satu per satu,
15. Sundhari Oktafiyani yang telah membantu penulis saat perkuliahan hingga
terselesaikannya laporan Kerja Praktek Akhir ini.
16. Teman-teman dan para “secret admirer” ( ) wingding 2

yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis pada saat kuliah
hingga terselesaikannya Laporan Kerja Praktek Akhir ini
Akhirnya, ibarat kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”,
penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna dan dengan segala kerendahan
hati penulis mengharapkan koreksi, kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Pontianak, Juli 2008

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Waktu dan Tempat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Usaha dan Sarana Penangkapan 4
2.2 Alat Tangkap 7
2.2.1 Purse Seine 7
2.2.2 Bentuk dan Jenis Alat Tangkap 8
2.2.3 Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine 8
2.3 Daerah Penangkapan 10
2.4 Komposisi Hasil Tangkapan 10
2.5 Faktor Kimiawi Pengujian Kualitas Air 11
2.5.1 Zat Besi 11
2.5.2 Salinitas Air Laut 12
2.5.3 pH 14
2.5.4 BOD5 15
2.6 Faktor Fisika Pengujian Kualitas Air 17
2.6.1 Suhu 17
iv

2.6.2 Kedalaman 19

BAB III METODOLOGI 20


3.1 Alat dan Bahan 20
3.2 Metode Pengumpulan Data 20
3.3 Metode Analisis Data 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22


4.1 Hasil 22
4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Juwana 22
4.1.2 Gambaran Umum Pangkalan Pendaratan
Ikan Bajomulyo Juwana 23
4.1.2.1 Sejarah Singkat 23
4.1.2.2 Tenaga Pelaksana 24
4.1.2.3 Keadaan Nelayan 25
4.1.2.4 Produksi dan Nilai Produksi 25
4.1.2.5 Pengolahan dan Industri Perikanan 25
4.1.2.6 Pengelolaan Pendapatan PPI, Bajomulyo 26
4.1.2.7 Fasilitas Sarana dan Prasarana 26
4.1.2.8 Permasalahan dan Upaya Pemecahan 28
4.2 Kapal Purse seine KM. Surya Sinar Abadi 28
4.2.1 Data Umum kapal 28
4.2.2 Data Mesin 29
4.2.3 Alat Navigasi 30
4.2.4 Alat Komunikasi 32
4.2.5 Data Lampu 32
4.2.6 Dokumen Kapal 33
4.2.7 Alat Tangkap 33
4.2.8 Pengoperasian Alat Tangkap 35
4.2.9 Daerah Tangkapan 41
v

4.2.10 Alat Bantu Penangkapan 42


4.2.11 Hasil Tangkapan 48

4.3 Pembahasan 52
4.3.1 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan
Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter
Fisika 52
4.3.2 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan
Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter
Kimia 57
4.3.1.1 Perlakuan Pengambilan Sampel 57
4.3.1.2 Hasil Analisa Laboratoium Parameter
Kimia 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 68


5.1 Kesimpulan 68
5.2 Saran 70
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR KONSULTASI
RIWAYAT HIDUP
vi

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Kapal Purse Seine 5


Gambar 2.2 Penampang Alat Tangkap Purse Seine 8
Gambar 4.1 Kantor Kecamatan Juwana 23
Gambar 4.2 Kantor PPI Juwana Jawa Tengah 24
Gambar 4.3 KM. Surya Sinar Abadi 29
Gambar 4.4 Tampak samping Mesin KM. Surya Sinar Abadi 30
Gambar 4.5 Alat Navigasi GPS Pada KM. Surya Sinar Abadi 31
Gambar 4.6 Alat Navigasi Kompas Pada KM. Surya Sinar Abadi 31
Gambar 4.7 Alat Navigasi Echo Sounder Pada KM. Surya Sinar Abadi 32
Gambar 4.8 Alat Komunikasi Radio SSB Pada KM. Surya Sinar Abadi 32
Gambar 4.9 Lampu Galaksi Pada KM. Surya Sinar Abadi 33
Gambar 4.10 Penyusunan Jaring Setelah Dipakai 41
Gambar 4.11 Lampu Galaksi (lampu sorot) pada KM. Surya Sinar
Abadi 42
Gambar 4.12 Proses pembuatan Rumpon 43
Gambar 4.13 Gelok A Pada KM. Surya Sinar Abadi 44
Gambar 4.14 Penggunaan serok di atas kapal 45
Gambar 4.15 Gardan KM Surya Sinar Abadi 45
Gambar 4.16 Echo Sounder Pada KM Surya Sinar Abadi 46
Gambar 4.17 GPS Pada KM Surya Sinar Abadi 47
Gambar 4.18 Lampu Pelampung KM. Surya Sinar Abadi 48
Gambar 4.19 Hasil Tangkapan KM. Surya Sinar Abadi 51
Gambar 4.20 Jerigen Ukuran 1 Liter Sebagai Media Untuk Pengujian
Zat Besi, Salinitas dan pH 58
Gambar 4.21 Cool Box Sebagai Media Penyimpanan Jerigen dan
Botol Aqua Yang Telah Berisi Air Laut 59
Gambar 4.22 Media Penyimpanan Sampel 60
Gambar 4.23 pH meter 61
vii

Gambar 4.24 Refraktometer 62


Gambar 4.25 Alat Pengukur Zat Besi 63
Gambar 4.26 Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari
Untuk Ditemukan Hasil Selisih Dari Kadar Oksigen
Yang Terlarut 64
viii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan 15
Tabel 3.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pengamatan Potensi
Fishing Ground 20
Tabel 4.1 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Juwana 22
Tabel 4.2 Data Produksi dan Nilai Produksi TH 2000 – 2002 25
Tabel 4.3 Posisi Daerah Penangkapan Ikan KM. Sinar Surya Abadi 41
Tabel 4.4 Hasil tangkapan ikan KM. Surya Sinar Abadi 49
Tabel 4.5 Total Hasil Tangkapan 50
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan
Parameter Fisika 52
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan
Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia 65
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi KM. Surya Sinar Abadi


Lampiran 2. Surat Keterangan Berlayar KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 3. Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 4. Surat Ijin Penangkapan Ikan KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 5. Sertifikat ANKAPIN III Nakhoda KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 6. Surat Ijin Berlayar KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 7. Peta Kecamatan Juwana, Jawa Tengah
Lampiran 8. Konstruksi Alat tangkap Purse Seine pada KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 9. Baku mutu Air Laut
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sudah banyak dibahas oleh para pakar kelautan dan perikanan Indonesia
dalam berbagai media bahwa wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan
sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan
beraneka ragam. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut
(Komnas Kajian laut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan
Indonesia, diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun, sementara produksi tahunan
ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan
ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi
mengenai kondisi oceanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi
penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan
untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada
dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan,
sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Disamping itu, sebagai
akibat dari ketidakpastian lokasi penangkapan mengakibatkan kapal penangkap
banyak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi fishing
ground, dan ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar.
Diperlukan teknologi yang tepat dalam menyediakan informasi potensi
penangkapan yang akurat, mencakup wilayah perairan laut yang sangat luas dan
tersedia tepat waktu. Telah dilakukan penelitian cukup lama tentang daerah
potensi penangkapan ikan dan mengembangkan metode pengolahan dan analisis
data untuk menghasilkan informasi zona potensi penangkapan harian. Untuk
melakukan sosialisasi dan penerapan informasi ona potensi penangkapan ikan
harian di berbagai daerah lainnya, perlu dilaksanakan kegiatan secara cermat dan
efektif dengan upaya yang cukup berat dan dana yang cukup besar.

1
2

Analisis kualitas air sangat diperlukan dalam pembahasan mengenai


lingkungan hidup. Karena air adalah salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh
makhluk hidup. Setiap makhluk hidup mempunyai toleransi terhadap kualitas air
di lingkungannya, beberapa zat akan terkandung di dalam air, setiap parameter
mempunyai nilai ambang batas tertentu. Bila nilai tersebut terlampaui, maka dapat
dinyatakan air tersebut tercemar atau tidak. Dalam kondisi normal. Untuk
mengetahui konsentrasi setiap parameter dilakukan analisa, bila analisa telah
diperoleh, maka akan dapat ditentukan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan
untuk menghadapi hal-hal yang telah terjadi.
Disuatu perairan, khususnya laut memiliki berbagai macam zat yang
terkandung di dalamnya. Apabila zat tersebut jumlahnya tidak seimbang
(berlebihan / kekurangan), maka makhluk hidup yang hidup pada perairan tersebut
akan mencari daerah lain yang kondisi kandungan zat-zatnya masih di ambang
batas. Oleh sebab itu, salah satu cara yang tepat untuk mendeteksi atau
mengetahui keberadaan ikan adalah mengadakan pengamatan terhadap kualitas air
pada perairan. Sebab, ikan lebih cenderung senang terhadap tempat tinggal yang
kandungan zat-zatnya masih diambang toleransi daya tahan tubuh ikan.
Peristiwa-peristiwa perubahan musim yang menyebabkan perubahan suhu,
kadar garam dan kejernihan air mempunyai efek-efek terhadap kondisi fishing
ground maupun terhadap kelakuan ikan..
Terdorong oleh berbagai hal diatas, maka diambil judul Usulan Praktek
Akhir adalah “Pengamatan Potensi Fishing ground Dengan Menggunakan
Parameter Kualitas Air Pada Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine di
KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah”

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Kerja Praktek Akhir ini adalah :
1) Mengetahui potensi fishing ground dengan menggunakan parameter kualitas
air berdasarkan parameter Fisika dan Kimia di KM. Surya Sinar Abadi.
2) Mengetahui pengoperasian alat tangkap purse seine di KM. Surya Sinar
Abadi.
3

1.3 Batasan Masalah


Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan yang ada dan waktu yang
tersedia sangat terbatas, maka penyusunan laporan ini hanya membahas masalah
yang berkaitan dengan Potensi Fishing ground berdasarkan parameter Kimia dan
Fisika, yaitu : Zat Besi, Suhu Permukaan Laut, Salinitas, BOD5, pH, Kedalaman
Perairan terhadap hasil tangkapan.

1.4 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek akhir dilaksanakan pada tanggal pada tanggal 1 April
sampai dengan 1 Juni 2008.

Adapun tempat pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) yang telah penulis
pilih yaitu di KM. Surya sinar Abadi dengan alat tangkap Purse seine yang
bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Juwana, Jawa Tengah.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha dan Sarana Penangkapan


Usaha penangkapan ikan adalah suatu usaha melakukan penangkapan
ataupun pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatic resources lainnya, dengan
dasar pemikiran bahwa ikan dan aquatic resources tersebut mempunyai nilai
ekonomis (Ayodhyoa, 1981)
Menurut Ayodhyoa (1981), bahwa usaha penangkapan ikan adalah suatu
usaha yang menghasilkan atau memanfaatkan seluruh benda-benda hidup pada
suatu perairan.
Penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan
di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan menggunakan alat
bantu atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau
mengawetkan.
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan penangkapan
adalah kapal. Hal-hal yang mendukung atau persyaratan yang harus diperhatikan
antara lain mengenai ukuran kapal dan tenaga penggerak harus sesuai dengan alat
tangkap yang digunakan
Panjangnya kapal Purse seine ditentukan oleh panjangnya alat tangkap.
Adapun persyaratan khusus yang harus ada di kapal Purse seine antara lain;
palkah ikan, kestabilan kapal serta kemampuan olah gerak yang cepat (Balai
Pengembangan Perikanan Tangkap, 1988).
Menurut Balai Pengembangan Perikanan Tangkap (1988), pengertian dari
kapal ikan adalah sarana apung yang memiliki geladak utama dan bangunan atas
atau rumah geladak serta memiliki peralatan khusus yang dipergunakan untuk
menangkap ikan, mengumpulkan dan mengangkut ikan segar serta mengolah ikan.
Menurut Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (1988), bahwa kapal
ikan mempunyai fungsi operasional yang lebih rumit dan berat sehingga
diperlukan persyaratan khusus yang merupakan keistimewaan dan karakteristik

4
5

kapal ikan.
Kapal perikanan khususnya perikanan tangkap memiliki keistimewaan dan
karateristik utama, antara lain :

Sumber :http.www.google.com/purseseine
Gambar 2.1 Kapal Purse Seine

a. Kecepatan Kapal
Kapal ikan biasanya memiliki kecepatan yang lebih tinggi karena dilihat
dari segi alur pelayaran yang ditempuhnya, kapal ikan berlayar mencari
fishing ground pada suatu perairan atau mengikuti dan mengejar gerombolan
ikan, dan dari segi operasi pengangkapan, kapal ikan beroperasi menangkap
ikan dan mengangkut hasil tangkapan guna menjaga tingkat kesegaran yang
tinggi hingga sampai ke pelabuhan-pelabuhan perikanan.
Untuk mendapatkan kecepatan kapal yang efisien dan efektif untuk kapal
penangkapan harus mempertimbangkan besarnya tenaga penggerak dan tidak
melebihi tingkat kecepatan yang diperlukan. Kecepatan kapal yang melebihi
6

tingkat kecepatan yang diperlukan akan mengakibatkan kapal ikan tidak


efisien. Dalam kegiatan operasional usaha penangkapan ikan, kapal harus
mampu bergerak dengan baik dalam kecepatan tinggi dan kecepatan rendah.
b. Kemampuan Olah Gerak
Pada saat operasi penangkapan, kapal diusahakan mempunyai kemampuan
olah gerak yang cepat. Pengoperasian kapal penangkap lebih rumit dan
kompleks, sehingga kapal tersebut harus mempunyai stabilitas yang baik,
lingkaran putar (Turning Cycle) dengan sudut yang lebih kecil serta mudah
diolah gerak dalam arti kapal harus dengan mudah dan cepat melakukan
gerakan maju dan mundur.
c. Kelaik – Lautan
Pada umumnya kapal penangkap ikan berukuran lebih kecil dan daerah
palayarannya jauh dari pantai maka kapal penangkap ikan harus benar-benar
laik laut, dengan maksud kapal ikan harus sanggup melakukan operasi
pelayaran dengan aman secara terus menerus.
d. Ruang Lingkup Area Pelayaran
Ruang lingkup area pelayaran kapal ikan tergantung dari gerakan
gerombolan ikan, musim dan perpindahan daerah penangkapan (fishing
ground), sehingga kapal penangkap ikan tidak ada ketentuan tentang ruang
lingkup area pelayaran.
e. Tenaga Penggerak
Sebagian besar kapal-kapal penangkap ikan menggunakan motor diesel
dari jenis motor pembakaran dalam sebagai tenaga penggerak kapal. Untuk
memperoleh kecepatan yang efektif dan efisien bagi kapal penangkap ikan
diperlukan tenaga penggerak yang besar tetapi dengan ukuran motor yang
kecil, sehingga memperkecil ruangan mesin, karena ruangan dalam kapal
dapat digunakan sebagai ruangan penyimpanan hasil tangkapan (palkah) yang
cukup besar, ruangan akomodasi, ruang penyimpan jaring, dan sebagainya.
Untuk pemilihan motor penggerak kapal penangkap ikan sebaiknya
dilakukan secara teliti dan cermat atau menggunakan motor khusus diperairan
laut sehingga motor penggerak kapal dapat bertahan pada kondisi-kondisi
7

kritis diperairan laut dan mempunyai ketahanan yang lama sebagai motor
kapal penangkap ikan.
f. Perlengkapan Kapal dan Pengelolaan Hasil
Untuk memperoleh hasil tangkapan dengan tingkat kesegaran yang baik,
kapal penangkap ikan harus dilengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan
kapal, antara lain, ruang penyimpanan ikan (palkah), ruang pendingin dan
refrigasi dengan bahan insulasi yang baik.

2.2 Alat Tangkap

2.2.1 Purse Seine


Purse seine biasa disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut
waktu dioperasikan meyerupai kantong. Purse seine kadang juga disebut jaring
kolor karena bagian bawah jaring (tali ris bawah) dilengkapi dengan tali kolor (tali
kerut) yang berfungsi untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi
dengan cara menarik tali kolor tersebut.
Prinsip menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap Purse seine
ialah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring
pada bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul dibagian
kantong. Dengan perkataan lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan,
ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap (Ayodhyoa, 1981).
Dikatakan bahwa ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari purse seine
ialah ikan-ikan yang “pelagic shoaling species” yang berarti ikan-ikan tersebut
haruslah membentuk sesuatu shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan
air (sea surface), dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi,
yang berarti jarak antara ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin.
Jika ikan-ikan belum terkumpul pada suatu catchable area, ataupun jika
ikan-ikan berada di luar kemampuan tangkap dari jaring, maka haruslah
diusahakan agar ikan-ikan itu datang berkumpul ke sesuatu catchable area. Hal ini
dapat ditempuh misalnya dengan penggunaan cahaya, rumpon, dan sebagainya.
8

2.2.2 Bentuk dan Jenis Alat Tangkap


Pada mulanya jenis jaring ini mempunyai kantong, lama kelamaan
berubah dan ternyata bahwa jaring tanpa kantong lebih praktis. Pada garis
besarnya, jaring terdiri dari bag, chork line, wing, lead line (sinker line), purse
line, purse ring, bridle.

Gambar 1. Model Alat Tangkap Purse Seine

Sumber :http.www.google.com/purseseine
Gambar 2.2 Penampang Alat Tangkap Purse Seine

2.2.3 Pengoperasian Alat Tangkap Purse Seine


Menurut Ayodhyoa (1981), pengoperasian alat tangkap Purse seine dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat
dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman seperti adanya perubahan
warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat pada
permukaan air, ikan-ikan yang melompat-lompat dipermukaan, terlihat riak-
9

riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan, buih-buih


permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang
menukik-nukik dan menyambar-nyambar dipermukaan laut dan lain
sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum
matahari terbit atau senja hari setelah matahari terbenam. Dewasa ini dengan
adanya berbagai alat bantu seperti Fish Finder, dll, waktu operasi tidak lagi
terbatas pada dini hari dan senja hari, siang hari sekalipun jika ada gerombolan
ikan diketemukan segera jaring dapat dipasang.
b. Pada operasi malam hari, mengumpulkan atau menaikan ikan kepermukaan
laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu cahaya lampu. Biasanya dengan
alat bantu fish finder bisa diketahui depth (kedalaman) dari gerombolan ikan,
juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini telah ditentukan barulah lampu
dinyalakan. Kuat cahaya (light intensity) yang digunakan berbeda-beda,
tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya, juga pada sifat
phototaksisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sebagai contoh Purse
seine untuk ikan sardine nelayan jepang menggunakan cahaya sekitar 3.000 –
5.000 cahaya lilin (Candle Light).
c. Setelah gerombolan ikan (fish Shoaling) diketemukan perlu juga diketahui arah
renang (Swimming Direction), kecepatan renang (Swimming Speed), kepadatan
(density) ikan. Hal-hal ini dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah,
kekuatan , kecepatan angin dan arus. Sesudah hal-hal diatas diperhitugkan
barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini haruslah dengan cepat,
mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan penangkapan terus dalam keadaan
bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi kapal, jaring
diturunkan dan lain-lain sebagainya. Tidak boleh pula luput dari perhitungan,
ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang telah
terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat yang aman (pada umumnya
ketempat yang mempunyai kedalaman/depth lebih dalam), dengan demikian
arah perentangan jaring harus pula dapat menghadang ikan yang terkepung
dalam keadaan yang memungkinkan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke
kedalaman yang lebih dalam. Pada waktu melingkari gerombolan ikan, kapal
10

dijalankan dengan cepat, tujuannya agar gerombolan ikan segera dapat


terkepung, setelah selesai mulailah Purse line (tali kolor) ditarik dengan
demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan
dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan tidak dapat melarikan diri
pada arah horizontal, sedangkan dengan menarik Purse line adalah untuk
mencegah ikan supaya tidak dapat melarikan diri kearah bawah. Untuk
mencegah hal ini dipakai pemberat (Tom’s Weight) ataupun dengan pergerakan-
pergerakan galah, memukul-mukul permukaan air, dan lain sebagainya. Setelah
Purse line ditarik barulah tali pelampung (Float line) serta tubuh jaring (wing).
Ikan-ikan yang telah terkumpul diserok keatas kapal.

2.3 Daerah Penangkapan


Ayodhyoa (1981), mengemukakan bahwa fishing ground merupakan tempat
penangkapan ikan. Pada umumnya semua tempat dimana ikan berada dan dapat
dioperasikan suatu alat tangkap.
Cara mencari gerombolan ikan dapat dibantu dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Perubahan warna air laut.
b. Lompatan ikan-ikan kepermukaan laut
c. Riak-riak kecil diatas permukaan laut
d. Adanya buih-buih di permukaan laut
e. Burung-burung yang menukik menyambar ikan di permukaan laut

2.4 Komposisi Hasil Tangkapan.


Menurut Ayodhyoa (1976), ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari
Purse seine adalah ikan-ikan “pelagic shoaling species” yang berarti ikan-ikan
tersebut haruslah membentuk gerobolan (schooling), berada dekat dengan
permukaan air dan sangatlah diharapkan pula densitas shoal tersebut tinggi, yang
berarti jarak antara ikan yang satu dengan yang lainnya haruslah sedekat mungkin.
Menurut Suwarman Prtosuwiryo, hasil tangkapan yang biasanya terdapat
pada alat tangkap purse seine adalah jenis ikan kembung, layang bawal hitam,
11

jenis ikan selar, lemuru, bentong, madidihang, tongkol.

2.5 Faktor Kimiawi Pengujian Kualitas Air


2.5.1 Zat Besi
Menurut teori David A.Hutchins, seorang ilmuwan dari Universitas
Delware jurusan Kelautan dan pemimpin Journal Nature,” Bila di satu wilayah
perairan yang banyak ikannya, maka berarti wilayah itu banyak mengandung zat
besi.” dengan alasan bahwa di daerah itulah phytoplankton dapat tumbuh pesat.
Tumbuhan laut itu merupakan bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh ikan.
Sebagian besar ikan hasil tangkapan purse seine dapat hidup pada kondisi
kadar zat besi tinggi. Karena ikan akan berkembang pada saat phytoplankton
mengalami kenaikan jumlah. Oleh karena itu, Phytoplankton tidak dapat
berkembang cepat bila zat besi di dalam air kurang tersedia dan bila ini terjadi
pada manusia akan menyebabkan penyakit anemia (ENN). Kekurangan zat besi
ini telah terjadi di daerah perairan pantai Kalifornia, AS.
Keberadaan tumbuhan laut yang tidak mampu secara efektif melakukan
proses fotosintesis, membuat perairan terbuka, tidak sepenuhnya bisa menyerap
gas Karbondioksida (CO2) dari udara. Padahal tumbuhan laut memiliki
kemampuan menyerap CO2, 80 kali lebih besar dibandingkan tumbuhan darat. Ini
berkaitan dengan lebih luasnya daerah perairan ketimbang daratan.
Guna mengembalikan fungsi perairan yang kekurangan zat besi, secara
sederhana dapat diatasi dengan menyebarkan zat tersebut ke laut. Namun itu
justru menimbulkan masalah baru yang lebih buruk. Laut akan mengalami
pencemaran kimia dan pada ujungnya mempengaruhi kehidupan biologi.
"Untuk sementara ini kami hanya bisa melakukan penelitian ekosistem
kelautan ke arah ruang lingkup yang lebih besar," tutur Hutchins seraya
menambahkan bahwa saat ini cara terbaik untuk menurunkan pencemaran karbon
adalah mengurangi pembakaran minyak dan hutan.
Di bidang kelautan sendiri, sebaiknya lebih diarahkan pada kelestarian.
Semua zat yang diperlukan oleh laut harus terus dijaga ketersediannya. Salah satu
caranya adalah memperlancar arus air dari hulu ke muara. Dengan demikian maka
12

phytoplankton akan tetap bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat, yang
langsung atau tidak langsung mempengaruhi meningkatkan populasi ikan.
Memang ada sebagian kecil phytoplankton yang tidak terlampau
memerlukan zat besi. Ini karena tumbuhan laut itu tidak memerlukan banyak sinar
matahari untuk berfotosintesis. Namun koloninya hanya hidup di daerah laut
dalam dan dengan jumlah yang kecil.
Tapi yang jelas para nelayan akan lebih memilih daerah perairan yang
memiliki kandungan zat besi yang banyak, seperti perairan California dulunya.
Besi bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar perairan,
membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu besi hanya
ditemukan pada perairan yang berada dalam kondisi suasana asam.

2.5.2 Salinitas Air Laut


Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan
organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman
mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan
temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak
menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh
secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah
garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan
osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium
dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di
darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal
vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman
dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk
mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan
dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan
13

klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada
satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini
mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram
bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah
menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua
bahan-bahan organik dioksidasi.
Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar
0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan
menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk
pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO
memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara
klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai
salinitas absolut dengan rumus:

S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)

Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan


hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari
pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun
1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala
Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu
standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl
adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini
adalah:

S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2

Catatan:
14

Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai


rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35
dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam
menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity
unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki
satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna
apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini,
pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran
konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga
mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik)
terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara
23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di
kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500
sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara
monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di
permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi
(curah hujan).
Daerah penangkapan ikan layang dan kembung adalah pada kadar garam
sekitar 35 0/00.

2.5.3. pH
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan
memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. Kadar pH air laut yang cocok bagi tempat
tinggal ikan antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk
terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akibat langsung adalah kematian ikan, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi
produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat
15

yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat
memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

Tabel 2.1 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan


Nilai pH Pengaruh Umum
1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun.
6,0 – 6,5 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak
mengalami perubahan.
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos
semakin tampak.
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum
5,5 – 6,0
mengalami perubahan yang berarti.
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.

1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,


perifiton, dan bentos semakin besar.
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zoo-
5,0 – 5,5 plankton dan bentos.
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.
4. Proses nitrifikasi terhambat.

1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,


perifiton, dan bentos semakin besar.
2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan
4,5 – 5,0
bentos.
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.
4. Proses nitrifikasi terhambat.
Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 dalam Hefni Effendi, 2003

2.5.4 BOD5
BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen
biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
16

Kelarutan oksigen pada temperatur 20° C adalah sekitar 9 mg/liter. Oleh


karena itu, pada penentuan BOD perairan yang tercemar bahan organik dalam
jumlah besar perlu dilakukan pengenceran. Tanpa pengenceran dikhawatirkan
ketersediaan oksigen untuk keperluan oksidasi bahan organik selama lima hari
tidak mencukupi. Kadar oksigen mencapai nol sebelum hari kelima. Untuk
mcngoptimumkan keberadaan oksigen, air sampel perlu dibcri pasokan oksigen
dengan menggunakan aerator untuk mendekati nilai jenuh (saturasi), sehingga
pada hari kelima diharapkan tersisa oksigen terlarut sekurang-kurangnya 1- 2
mg/liter (Tebbut, 1992).
Selama proses inkubasi pada penentuan BOD, sama sekali tidak ada
pasokan oksigen, baik dari proses difusi maupun dari fotosintesis karena botol
BOD ditutupi dengan plastik berwarna hitam dan disimpan pada inkubator dengan
suhu konstan 20°C tanpa pemberian cahaya.
Karena reaksi BOD dilakukan pada botol tertutup (botol BOD) maka
jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dari
perbedaan jumlah oksigen terlarut pada hari ke-0 sampai pada hari ke-5 (setelah
inkubasi 5 hari). Untuk mendapatkan oksigen terlarut yang cukup pada analisa
BOD, maka dipergunakan air pengencer yang terbuat dari aquadest jenuh
oksigen, kecuali untuk air bersih biasanya tidak dilakukan metoda pengenceran.
Konsentrasi oksigen pada hari ke-5 (setelah inkubasi) > 2 mg / 1 O2 untuk
mendapatkan hasil yang teliti. Oleh karena itu semua sampel yang mengandung
BOD > 6 mg/1O2 harus diencerkan.(Setyo, 1999)
Dalam studi kualitas air parameter BOD sangat penting sekali karena
parameter ini merupakan salah satu indikator pencemaran air. Air yang tercemar
biasanya mempunyai BOD yang tinggi, sebaliknya air yang tidak tercemar
mempunyai BOD yang rendah. Oleh karena itu, ikan hasil tangkapan purse seine
dapat hidup dengan kadar BOD5 yang rendah, karena menggambarkan bahwa
perairan tersebut tidak terjadi pencemaran.
Prinsip Pengujian :
Pengujian BOD dilakukan dengan cara mengukur selisih oksigen terlarut
dalam contoh pada keadaan sebelum dan setelah inkubasi. Prinsip pengujian ini
17

didasarkan pada reaksi :


20 0 C , 5 hari
(CHON ) + O2 CO 2 + H 2 + .......
mikroorganisme
(bh.organik)
Pada reaksi diatas terlihat bahwa banyaknya bahan organik yang diuraikan
oleh mikroorganisme (BOD) sebanding dengan banyaknya oksigen yang
diperlukan dalam reaksi tersebut. Banyaknya oksigen yang diperlukan dalam
reaksi sama dengan selisih oksigen sebelum dan setelah masa inkubasi. Oleh
karena itu dengan mengetahui selisih oksigen terlarut sebelum dan setelah masa
inkubasi maka besarnya BOD contoh dapat dihitung.

Cara pengujian
Pelaksanaan pangujian BOD dilakukan dengan memasukkan contoh ke
dalam 2 botol BOD. Kadar oksigen terlarut dalam botol I segera ditetapkan.
Penetapan ini dapat dilakukan dengan cara elektrometri (dengan DO meter)
ataupun dengan cara titrasi Winkler. Kadar oksigen sebelum inkubasi ini biasanya
disebut DO0. Selanjutnya contoh dalam botol II diinkubasikan (bisanya pada 20°C
selama 5 hari). Setelah masa inkubasi kadar oksigen pada contoh dalam botol II
tersebut ditetapkan (sebagai D05). Pengan demikian maka nilai BOD dari contoh
adalah selisih DOO dengan DO5. Untuk contoh-contoh yang mempunyai nilai
BOD tinggi maka perlu pengenceran, dan faktor pengenceran ini diperhitungkan
dalam perhitungan nilai BOD contoh.

2.6 Faktor Fisika Pengujian Kualitas Air

2.6.1 Suhu
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang
yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam
air laut adalah matahari. Setiap detik matahari memancarkan bahang sebesar 1026
kalori dan setiap tempat dibumi yang tegak lurus ke matahari akan menerima
bahang sebanyak 0.033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan sampai
kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm2/menit. Pancaran energi
18

ini juga sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Meadous and
Campbell,1993).
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. (Hefni, 2003).
Menurut Dr. Ir. Fuad Cholik, ikan-ikan tropis tumbuh dengan baik pada
suhu air antara 25-320C. Sedangkan suhu sedemikian itu umumnya terjadi di
Indonesia sehingga sangat menguntungkan bagi nelayan untuk menentukan
Fishing Ground.
Suhu juga dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi atau tingkat pelapisan
air di laut ; suhu air di lapisan permukaan lebih panas dari pada lapisan air bagian
bawahnya, karena penyinaran matahari, sehingga air permukaan yang suhunya
lebih tinggi akan lebih ringan dibanding dengan air di bawahnya.
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih
banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan
cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas
sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar
antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar
42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986).
Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai
menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena
daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah
mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai
suhunya rendah dan stabil.
Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini
dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada
kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah
kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air
laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2-40 C (Sahala Hutabarat,1986).
19

2.6.2 Kedalaman
Kedalaman ambang ( sill depth) yakni kedalaman terdangkal yang harus
dilalui massa air untuk memberi ventilasi (pertukaran air) suatu basin atau palung,
sangat penting artinya. Jika kedalaman ambangnya dangkal maka ventilasi didasar
basin atau palung itu akan terhambat, bahkan bisa terjadi didasar basin tersebut
tidak terdapat oksigen. Contoh sangat menarik untuk hal ini adalah teluk Kau di
Halmahera. Topografi dasar laut teluk ini berbentuk seperti mangkok, dengan
kedalaman maksimum sekitar 500 m, karena ambang yang dangkal dan sempit ini
maka massa air dari samudera pasifik diluarnya terhalang untuk memberikan
ventilasi air didasar teluk terkurung tidak dapat keluar. Akibatnya oksigen didasar
tersebut semakin cepat menipis semakin dalam dan akhirnya pada kedalaman 350-
400 m oksigen telah habis. Dan sebagai gantinya terdapat gas H2S yang beracun.
Oleh karena itu didasar bagian dalam teluk ini tidak terdapat kehidupan fauna,
meskipun kedalamannya hanya 500 m, kehidupan fauna hanya dapat ditemukan
dilapisan teratas saja dimana oksigen masih cukup. Jenis Kembung sering
tertangkap dalam jaring Purse seine pada kedalaman 15-20 meter, ikan layang
sekitar 30 meter.
21

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam kegiatan ini terdapat pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pengamatan Potensi Fishing Ground
No Nama Alat Kegunaan
1 Kapal (30 GT) Transportasi dan menangkap ikan
2 Alat tangkap (purse seine) Menangkap ikan
3 Kamera Digital Mendokumentasikan Kejadian di Lapangan
4 GPS Menentukan posisi di laut
5 Echo Sounder Pengukur Kedalaman, Alat Pengukur suhu
6 Alat tulis Mencatat data di lapangan
7 Radio SSB Komunikasi
8 pH meter Mengukur nilai pH
9 Refraktometer Mengukur salinitas
10 Botol, Jerigen dan cool box Media pengambilan sampel kualitas air
11 Iron tester Mengukur kadar zat besi

3.2 Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diambil dalam pelaksanaan praktek akhir ini meliputi dua
jenis data yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diambil langsung, tanpa perantara, langsung
dari sumbernya. Sedangkan data sekunder adalah data yang diambil secara tidak
langsung dari sumbernya (Prasetya, 1999).
Adapun data-data yang termasuk ke dalam data primer adalah :
1) Posisi daerah penangkapan (fishing ground),
2) Spesifikasi alat tangkap,
3) Teknik pengoperasian alat tangkap,
4) Hasil tangkapan berdasarkan posisi daerah penangkapan,

20
21

5) Hasil penunjukan nilai parameter kualitas air


Pengamatan hasil dari parameter fisika dilakukan secara in-situ, yaitu
pengamatan yang dilakukan di tempat. Sedangkan untuk hasil dari parameter
kimia dilakukan uji laboratorium, yang dilakukan selama ± 10 hari.

Data-data yang termasuk ke dalam data sekunder adalah :


1) Surat-surat kapal,
2) Data-data dari lembaga atau instansi terkait.
Data-data tersebut diatas diperoleh dari lembaga atau instansi terkait.

3.3 Metode Analisis Data


Data yang diperoleh dari lapangan selama praktek, akan dianalisis dengan
menggunakan cara deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertuuan
mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. Metode ini
dilakukan dengan cara menceritakan data yang diperoleh dari lapangan yang
kemudian dibandingkan dengan teori yang ada (Prasetya, 1999).
Untuk komposisi hasil tangkapan, dan pengukuran pada parameter fisika
dan kimia akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara kuantitatif,
yaitu data yang berbentuk angka-angka, dan mencerminkan kuantita yang
sebenarnya.
22

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Juwana


Juwana merupakan salah satu Kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Pati yang memiliki luas wilayah 136.742 ha yang terletak pada
koordinat :
• Lintang : 06.42’.41” LS
• Bujur : 111.09’.08” BT
Dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jakenan
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kudus
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rembang

Jumlah penduduk yang berdomisili di Kecamatan Juwana yaitu


sebanyak 87.891 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 43.770 jiwa dan
perempuan berjumlah sebanyak 43.121 jiwa dengan tingkat penyebaran penduduk
yang cukup padat.
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Juwana memiliki beragam jenis
propesi, ada yang bekerja sebagai pegawai negeri, petani, swasta, wiraswasta,
nelayan, pedagang dan buruh. Sebagian besar penduduk Kecamatan Juwana
bekerja sebagai petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Juwana

No Mata pencaharian Jumlah


1 Petani 17.717 orang
2 Nelayan 3.347 orang

3 Pengusaha 131 orang

22
23

4 Pengrajin 174 orang


5 Buruh tani 8.107 orang
7 Buruh industri 5.520 orang
8 Pedagang 4.807 orang

9 PNS 1.167 orang


10 ABRI 310 orang

Sumber : Kec. Juwana, 2007

Sumber :Dokumentasi, 2008


Gambar 4.1 Kantor Kecamatan Juwana

4.1.2 Gambaran Umum Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo Juwana

4.1.2.1 Sejarah Singkat


Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Bajomulyo menempati urutan kedua
ditingkat Propinsi Jawa Tengah dan merupakan andalan dan kebanggaan
24

Pemerintahan Daerah Kabupaten Pati. Sehubungan dengan lokasi PPI Bajomulyo


sudah tidak mampu menampung kegiatan penyelenggaraan pelelangan, maka
mulai tahun 1999 dirintis lokasi pengembangan kurang lebih 300 meter ke sebelah
utara, dengan membebaskan areal pertambakan seluas 3,9 Ha.
Tahun 2000 pelaksanaan reklamasi dan pembuatan dermaga tahun 2001
dimulai membangun fisik dan tanggal 10 mei 2002 awal dimulai operasional PPI
Bajomulyo dilokasi pengembangan. Dana untuk mewujudkan lokasi
pengembangan tersebut berasal dari : SPL OECF INP 22, APBN, APBD Propinsi,
APBD Kabupaten, PUSKUD Mina Baruna dan KUD Sarono Mino Juwana.
Dengan demikian PPI Bajomulyo dalam melaksanakan pelelangan ikan setiap hari
melayani dua lokasi terpisah dengan kegiatan yang bersamaan. PPI Bajomulyo
Unit 1 (lama) melayani armada KM < 30 GT (Jaring Cantrang, Pancing Mini
Long Line, Pancing Senggol, Jaring Cumi dan Nelayan Tradisional (Jaring Udang
dan Jaring Rajungan, Jaring Teri dan Lain-lain). PPI Bajomulyo Unit 2 (baru)
melayani armada KM > 30 GT (Jaring Purse seine).

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.2 Kantor PPI Juwana Jawa Tengah
4.1.2.2 Tenaga Pelaksana
Untuk kegiatan pelaksanaan pelelangan di PPI Bajomulyo, didukung 458
personil termasuk karyawan PPI dengan rincian sebagai berikut :
25

a. Karyawan PPI : 50 orang


b. Karyawan UPBI : 9 orang
c. Tenaga angkut ikan nelayan : 158 orang
d. Tenaga angkut ikan bakul : 108 orang
e. Tenaga koordinasi basket : 50 orang
f. Tim keamanan terpadu : 46 orang
g. Tenaga kebersihan : 14 orang
h. Tenaga pembantu penjaga kapal : 23 orang

4.1.2.3 Keadaan Nelayan


Jumlah nelayan se Kabupaten Pati berjumlah 5.697 orang, nelayan se
Kecamatan Juwana adalah sebanyak 2.667 orang, jumlah nelayan dan armada
penangkapan di PPI Bajomulyo, selain nelayan dari Juwana juga dari Pekalongan,
Batang, Tegal, Rembang, dan Indramayu.
Nelayan di Kabupaten Pati, sudah menggunakan teknologi maju didalam
melakukan kegiatan penangkapan antara lain: SSB, GPS, Fish Finder, dll.

4.1.2.4 Produksi dan Nilai Produksi


Produksi dan nilai produksi dari tahun ke tahun cenderung meningkat, hal
ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini, yaitu :

Tabel 4.2 Data Produksi dan Nilai Produksi TH 2000 – 2002


KAPAL MASUK
PRODUKSI NILAI PRODUKSI
NO TAHUN
(Kg) (Rp) KM LUAR
KM DAERAH JUMLAH
DAERAH

1 2000 35.076.040 91.916.527.000 748 492 1.240


2 2001 38.036.836 117.928.041.000 478 725 1.203
3 2002 49.097.769 159.110.007.000 866 998 1.864
Sumber, PPI Bajomulyo, 2002

4.1.2.5 Pengolahan dan Industri Perikanan


Hasil produksi ikan dari PPI Bajomulyo selain dipasarkan dalam bentuk
segar, sebagian juga diekspor (Cina, Amerika, Hongkong, Singapura, Taiwan),
26

dan sebagian diolah secara tradisional (dipindang, dikering, dipanggang). Industri


perikanan belum ada, baru dirintis pembangunan Cold storage/ Cold Room.

4.1.2.6 Pengelolaan Pendapatan PPI, Bajomulyo


PPI Bajomulyo dalam penyelenggaraannya berdasarkan Peraturan Daerah
(Perda) Propinsi Jawa Tengah No : 3 Tahun 2000, dalam pelaksanaannya :
Nelayan dikenal potongan : 3% dan bakul : 2%, PPI mengelola : 5%
dengan rincian :
a. Dana Paceklik Nelayan : 0,50%
b. Dana Asuransi Nelayan : 0,15%
c. Biaya Lelang : 0,80%
d. Perawatan PPI/TPI : 0,10%
e. Pengembangan PUSKUD MINA : 0,10%
f. Tabungan Nelayan : 0,50%
g. Tabungan Bakul : 0,25%
h. Pengembangan KUD MINA : 0,30%
i. Dana Kecelakaan di Laut : 0,45%
j. Pemerintah Propinsi : 0,90%
k. Pemerintah Kabupaten : 0,95%

4.1.2.7 Fasilitas Sarana dan Prasarana


Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo memiliki fasilitas sarana dan
prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang berkenaan
dengan pekerjaannya. Fasilitas sarana dan prasarana tersebut adalah :
1. Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok adalah sarana dan prasarana utama di PPI:
a. Alur Pelayaran : Baik
b. Kolam Pelabuhan : Sedang diusulkan
c. Dermaga : 345 M
d. Turap : 210 M
e. Jalan : Hot Mix
27

2. Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional adalah sarana dan prasarana baik bersifat komersial
maupun non komersial yang disediakan untuk kelancaran operasional PPI.
a. Fasilitas Komersial :
- Gedung PPI : Baik
- SPBU : Ada
- Instalasi air bersih : PDAM
- Instalasi listrik : PLN, Genset.
- Cold Storage/Cold Room : Sedang diusulkan
- Dock : Ada
- Bengkel : Ada
- Sentra pengolahan : Ada
b. Fasilitas Non Komersial:
- Sarana Navigasi : Ada
- Instalasi Komunikasi : SSB 1 unit
: HT 4 unit
: Telepon 1 unit
: Internet 1 unit

3. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang adalah sarana dan prasarana untuk melengkapi
kebutuhan operasional PPI.
a. Kantor Administrasi : 2 unit
b. Pos Keamanan : 2 unit
c. Kios BAP : Ada
d. Balai Pertemuan : Ada
e. MCK : 2 Unit
f. Pasar Ikan : Ada
g. Dan lain-lain
28

4.1.2.8 Permasalahan dan Upaya Pemecahan


Dari perkembangan saat ini, permasalahan yang muncul di PPI Bajomulyo
semakin komplek, disamping masalah klasik yang ada di PPI, berkembang
masalah baru yang terkait dengan situasi saat ini.
Permasalahan klasik (lama) yang selalu ada :
- Penjualan ikan diluar pelelangan
- Terbatasnya modal bakul sehingga terjadi KPLI (Kekurangan
Pembayaran Lelang Ikan).
- Kesejahteraan karyawan yang belum memadai.
- Pada saat musim ikan, harga ikan cenderung turun.
Permasalahan baru :
- Faktor ekonomi akibat krisis yang berkepanjangan.
- Preman masuk PPI
- Penyerapan/penjabaran aturan yang tidak pas.
- Bakul yang merangkap sebagai pengolah.
- Adanya pelaku kegiatan pelelangan ikan bukan nelayan dan bakul asli.
- Kenaikan BBM, sehingga biaya melaut tinggi, tidak seimbang
pendapatan yang diperoleh.
- Daya beli masyarakat menurun, harga ikan menjadi turun, sehingga
sebagian kapal penangkapan tidak dapat melakukan kegiatan
penangkapan.

4.2 Kapal Purse seine KM. Surya Sinar Abadi

4.2.1 Data Umum kapal


Nama Pemilik : KUMONO
Nama Nahkoda : JUMONO
Nama Kapal : KM. SURYA SINAR ABADI
Tanda Selar : GT.80 No.909Fp
Tahun Pembuatan : 1997
Bentuk Haluan : Haluan Miring
Bentuk Buritan : Cruiser Spoon I
29

Ukuran (P X L X D) : (28 x 7,25 x 4)

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.3 KM. Surya Sinar Abadi

4.2.2 Data Mesin


1. Main Engine (Mesin Induk)
Hourse Power (HP) : 280 HP
Merk : Rd.Nissan
Type : CL-199497
RPM : 2800
Jumlah Silinder : 8 Silinder
Sistem Pendingin : Langsung
Sistem Start : Elektrik
Bahan bakar : Solar
Pelumas : SAE 40
Sistem Pelumasan : Basah/ Pompa
30

Langkah kerja : 2 tak

2. Data Generator
Merk : MITSHUBISHI
Nomor : 300120
Daya : 30 Kwh
Tegangan : AC 220 Volt
Arus : 380 A
Frekwensi : 50 Khz
Jumlah putaran : 1800 Rpm
3. Accu
Tegangan : 12 Volt
Merk : GS
Jumlah : 2 buah

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.4 Tampak samping Mesin KM. Surya Sinar Abadi

4.2.3 Alat Navigasi


a.) GPS

• Merek : Garmin

• Type : GP. Navigator


31

• Buatan : Taiwan

• Sumber Tenaga : Aki

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.5 Alat Navigasi GPS Pada KM. Surya Sinar Abadi

b.) Kompas

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.6 Alat Navigasi Kompas Pada KM. Surya Sinar Abadi
c.) Echo Sounder
Merk : FURUNO FCV-667
32

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.7 Alat Navigasi Echo Sounder Pada KM. Surya Sinar Abadi

4.2.4 Alat Komunikasi

Radio SSB : IC-728

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.8 Alat Komunikasi Radio SSB Pada KM. Surya Sinar Abadi
4.2.5 Data Lampu
Merk : Himawari, GLX
33

Daya / 1 Lampu : 400 – 1000 Watt


Tegangan : 220 Volt
Jumlah Lampu : 40 Buah

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.9 Lampu Galaksi Pada KM. Surya Sinar Abadi

4.2.6 Dokumen Kapal


Surat Izin Usaha (SIUP) : No.02.02.01.0239.0661
Surat Izin Penangkapan : No.26.05.0028.24.12232
Surat Ukur : No.PY.672/9/13/D.II-97
Pas Tahunan : -
Sertifikasi Nahkoda : ANKAPIN III No.6200200833N9FV06

4.2.7 Alat Tangkap


Alat tangkap yang digunakan oleh KM. Sinar Surya Abadi adalah alat
tangkap Purse seine. Alat tangkap Purse seine merupakan alat penangkap ikan
dengan prinsip pengoperasiannya dengan cara mengurung gerombolan ikan dari
arah horizontal dan dari arah vertical. Purse seine juga disebut jaring kantong
karena bentuk jaring tersebut saat dioperasikan menyerupai sebuah kantong.
Mengenai data alat tangkap Purse seine yang digunakan KM.Sumber Rezeki 1
dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Float rope (Panjang Jaring) : 350 meter
2. Singker line (Tali Ris) : 450 meter
34

3. Purse line (Tali Ris Bawah) : 600 meter


4. Mesh size (Ukuran Mata Jaring) kantong : 25 mm
5. Ukuran jaring utama
• Ukuran Benang : Benang nomor 12
• Ukuran Mesh size : 2 cm
6. Selvedge
a. Selvedge atas
• Jumlah mata ke atas : 10 mata
• Ukuran Benang : Nomor 15
• Ukuran mesh size : 1 cm
b. Selvedge bawah
• Jumlah mata ke bawah : 15 mata
• Ukuran Benang : Nomor 15
• Ukuran mesh size : 1/2 cm
7. Pemberat/cincin
• Jumlah : 75 buah
• Berat : 7,5 Kg/buah
• Bahan : Besi campur timah
• Jarak antar pemberat : 3 meter
8. Pelampung
• Jumlah : 1.200 buah
• Panjang : 12 cm
• Diameter : 5 cm
• Jarak antar pelampung : 33 cm
9. Tali ring
• Bentuk : Kaki tunggal
• Bahan : Nilon plastik
• Ukuran : 14 mm
35

4.2.8 Pengoperasian Alat Tangkap


KM. Sinar Surya Abadi melakukan operasi penangkapan ikan pada subuh
hari yaitu antara pukul 04.00 – 09.00 WIB. Dalam satu hari operasi penangkapan
ikan dapat di laksanakan satu kali setting atau penurunan alat tangkap. Metode
yang digunakan untuk mengumpulkan gerombolan ikan yaitu dengan
menggunakan alat bantu rumpon pada siang hari dan alat bantu rumpon yang
dipasang di lambung kanan kapal. Pada KM. Surya Sinar Abadi juga
menggunakan alat bantu lampu (pencahayaan) untuk mengumpulkan ikan yang
dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal.
Sebelum melakukan operasi penangkapan ada beberapa persiapan yang
harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga kegiatan usaha penangkapan ikan
dapat berhasil dengan baik. Persiapan-persiapan tersebut yaitu persiapan pada saat
di darat atau persiapan sebelum berangkat ke lokasi daerah penangkapan ikan dan
persiapan dilaut atau persiapan setelah tiba di daerah penangkapan ikan.

1. Persiapan di darat
Sebelum berangkat kelaut menuju kedaerah penangkapan ikan (fishing
ground), segala sesuatu yang diperlukan dalam usaha penangkapan ikan nantinya
harus dipersiapkan dengan baik, sehingga kegiatan usaha penangkapan ikan dapat
berhasil. Adapun persiapan-persiapan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Mengurus segala surat-surat kapal dan berkas-berkas lainnya yang di perlukan
untuk kelancaran dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di laut;
b. Membeli bahan-bahan makanan serta obat-obatan;
c. Pengisian es ke dalam palka kapal sebagai alat untuk menjaga kesegaran ikan
hasil tangkapan pada saat di laut;
d. Mengisi bahan bakar minyak dan air tawar;
e. Mempersiapkan alat-alat navigasi (kompas, peta, teropong, radio SSB, Fish
Finder dan GPS);
f. Memeriksa kondisi kapal terhadap kerusakan atau kebocoran;
36

g. Pemeriksaan kondisi mesin induk/penggerak kapal dan mesin auxelary


(generator pembangkit listrik);
h. Memeriksa lampu-lampu kapal dan lampu suar yang di gunakan untuk
mengumpulkan gerombolan ikan;
i. Memeriksa kabel-kabel listrik terhadap hubungan arus pendek;
j. Pemeriksaan jaring dari kerusakan/robek;
k. Mengatur atau menyusun alat tangkap dengan baik untuk mempermudah pada
saat melakukan penurunan alat tangkap.

2. Persiapan di laut
Apabila semua persiapan-persiapan di darat sudah di lakukan dengan baik,
maka kapal siap untuk berangkat/berlayar menuju daerah penangkapan ikan
(fishing ground) yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah kapal tiba pada daerah
tujuan dimana banyak terdapat jenis-jenis ikan akan menjadi target operasi
penangkapan ikan atau fishing ground maka jangkar dapat diturunkan untuk
berlabuh. Sambil menunggu waktu penurunan alat tangkap (setting), ada beberapa
persiapaan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pada saat penurunan
alat tangkap tidak terjadi masalah yang dapat menyebabkan kegagalan dalam
kegiatan operasi penangkapan ikan. Adapun persiapan-persiapan tersebut
meliputi:
a. Mengeluarkan tali kolor/tali kerut dari palka dan menyusunnya pada haluan
kapal sebelah kanan;
b. Menyisipkan tali kekang pada pemberat/cincin;
c. Memasang perlengkapan lampu pada pelampung rumpon.
d. Mempersiapkan lampu pelampung tanda jaring.

3. Pelingkaran Jaring
Dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat
tangkap Purse seine ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dalam usaha
penangkapan ikan dapat berhasil dengan baik. Faktor-faktor itu salah satunya
yaitu pada saat jaring dilingkari untuk mengepung gerombolan ikan supaya ikan
37

terkurung/terperangkap pada jaring. Dalam melakukan pelingkaran jaring harus


memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Arah pelingkaran jaring


Arah pelingkaran jaring pada KM. Sinar Surya Abadi yaitu searah dengan
arah putaran jarum jam atau putaran kekanan, ini disebabkan karena letak
penataan jaringnya terletak disebelah kanan lambung kapal dan arah putaran
baling-balingnya juga kekanan.
2. Kedudukan alat dan gerombolan ikan terhadap kapal penangkap ikan.
Pada waktu melingkari jaring untuk mengurung gerombolan ikan banyak
faktor-faktor yang harus diperhatikan agar operasi penangkapan ikan dapat
berhasil. Faktor-faktor terserbut adalah sebagai berikut :
a. Arah angin
Terhadap arah datangnya angin, kedudukan gerombolan ikan dan jaring
harus ditempatkan diatas angin sedangkan kapal harus berada dibawah angin atau
kata lain melawan arah datangnya angin. Ini dimaksudkan untuk mempermudah
pada saat jaring diturunkan, arah putaran kapal dari sebelah kanan saat kapal 0
pada posisi 90 akan membantu dalam mengolah gerak kapal karena angin yang
bertiup dari arah sebelah kiri kapal akan mendorong bagian atas geladak pada
haluan kapal, sebab pengaruh angin sangat besar pada bagian kapal diatas
permukaan air. Selain mempermudah dalam mengolah gerak kapal posisi kapal
yang melawan arah datangnya angin juga membantu mengurangi dan mencegah
terjadinya trouble antara jaring dengan baling-baling.
b. Arah arus
Kebalikan dari kedudukan kapal terhadap arah angin, kedudukan kapal
terhadap arus adalah diatas arus sedangkan gerombolan ikan dan jaring harus
berada dibawah arus atau mengikuti arah arus. Posisi awal kapal pada saat akan
melingkari jaring yaitu mengikuti arah rus ini di maksudkan agar jaring yang telah
diturunkan hanyut mengikuti arus dan menjauhi dari kapal sehingga jaring dapat
membentuk lingkaran yang sempurna dan gerembolan ikan yang telah terkumpul
38

di bawah skiff bout (perahu berukuran kecil yang membawa lampu ) tidak
memencar atau lari karena himpitan jaring yang terbawa arus.
c. Arah gerombolan ikan
Sebelum jaring dilingkari terlebih dahuilu harus mengetahui kemana arah
gerombolan ikan bergerak. Untuk mengetahui arah renang gerombolan ikan dapat
dilihat dari arah arus yang terjadi saat itu karena sifat ikan identik melawan arah
arus. Setelah diketahui arah arah pergerakan gerombolan ikan yang menjadi target
operasipenangkapan jaring dapat langsung dioperasikan dengan menghadang
kemuka gerombolan ikan sedangkan kedudukan kapal pada awal akan melingkari
jaring ditempatkan pada posisi dibelakang gerombolan ikan.
d. Arah cahaya lampu
Terdapat kedudukan kapal cahaya lampu ditempatkan pada posisi sebelah
kanan lambung kapal karena arah putaran baling-baling dan penataan jaring
terletak pada sebelah kanan lambung kapal juga,sehingga tempat cahaya lampu
datang dilingkari dari arah sebelah kanan.
e. Kecepatan kapal
Pada saat melingkari jaring kapal dijalankan dengan kecepatan yang cukup
tinggi yaitu 5-6 knot. Ini dimaksutkan supaya gerombolan ikan yang akan yang
ditangkap, yang telah dikumpulkan dengan cahaya lampu dapat dengan cepat
terkurung dan terperangkap didalam jaring dan tidak dapat keluar lagi. Pada saat
melingkari jaring sudut kemudi diusahakan stabil disesuaikan dengan panjang
jaring sehingga jaring dapat membentuk lingkaran yang sempurna.

4. Penurunan Alat Tangkap


a. Setting
Sebelum melakukan setting, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh seorang Nakhoda, yaitu arah angin, arus dan gelombang. Setelah Nakhoda
memperhatikan hal-hal tersebut, Nakhoda langsung memberikan tanda (berupa
bunyi klakson) bahwa setting akan segera dimulai.
Operasi penangkapan ikan dilakukan pada waktu subuh hari pada pukul
04.00 WIB dini hari. Sebelum alat tangkap diturunkan seluruh ABK berkumpul
39

untuk melakukan tugasnya yang telah ditentukan menurut jabantannya dan


keahliannya masing-masing.
Kegiatan setting diawali dengan pengangkatan rumpon utama keatas dek
kapal, seiring dengan pengangkatan rumpon utama tersebut dibarengi dengan
mematikan lampu galaxy satu persatu (bagian lambung). Setelah lampu sebagian
mati dan rumpon utama tersebut sudah naik semua keatas dek, maka kapal segera
menghibob (menarik) jangkar ke atas kapal. Penarikan jangkar ini dilakukan
dengan menggunakan gardan, kemudian lampu bantu segera diturunkan sebagai
pengganti lampu galaxy. Pelepasan lampu bantu ini dilakukan oleh dua orang juru
arus menuju ke rumpon bantu yang berada di buritan kapal. Setelah lampu galaxy
mati semua (buritan) dan fungsinya untuk dimulainya setting, kemudian
digantikan oleh lampu bantu, maka tali rumpon bantu yang berada di buritan kapal
dilepas dan diikat kembali di bangkrak tempat lampu bantu tersebut berada.
Setelah lampu bantu dan dua juru arus tersebut terbawa oleh arus kira-kira ±
sejauh 30 meter, Maka Nakhoda segera mengarahkan kemudi menuju lampu
bantu tadi.
Pada saat kapal sudah mendekati lampu bantu kira-kira ± 50 meter, maka
Nakhoda segera mengalihkan haluannya untuk mengelilingi lampu bantu tersebut
dengan jari-jari kira-kira ± 50 meter. Di saat kapal masih melingkar 1-2 kali
lingkaran, salah satu dari juru masak siap-siap berada di buritan kapal dengan
memegang tongkat bambu yang dilengkapi dengan senter, tongkat bambu ini
nantinya digunakan untuk mengikat tali ris atas bagian belakang.
Maka Nakhoda memberikan aba-aba “TAWUR” dan secara spontan juru
masak yang membawa tongkat bambu dan senter kecil (untuk cahaya tanda
keberadaannya nanti ketika terjun kelaut) terjun ke laut dengan membawa ban
yang diikuti dengan penurunan jaring. Selama penurunan jaring, kapal masih tetap
bergerak melingkar mengelilingi lampu bantu. Kegiatan ini berlangsung sampai
kapal mendekati tongkat bambu awal setting.
Setelah dirasakan Nakhoda bahwa saatnya tepat kapal mendekati tongkat
bambu tanda setting, kecepatan kapal dikurangi sedikit demi sedikit dengan tujuan
tongkat bambu tadi tidak tertabrak oleh kapal atau terlewati oleh kapal.
40

b. Hauling
Setelah kapal tersebut mencapai tongkat bambu yang dibawa oleh juru
masak waktu terjun pertama kali setting tadi, maka ABK yang ada di depan
mengangkat tongkat bambu tersebut ke atas kapal dan dibantu oleh beberapa
orang agar penarikannya dapat dilakukan dengan cepat. Setelah tali tersebut agak
panjang, lalu tali tersebut dililitkan dan ditarik gardan secara perlahan-lahan
sampai ujung jaring kelihatan.
Kapal KM. Surya Sinar Abadi dalam penarikan jaring ke atas kapal,
membagi beberapa kelompok kerja, yaitu :
a. Kelompok kerja pertama bertugas menarik tali ris bawah yang bertempat di
haluan kapal lambung sebelah kanan.
b. Kelompok kerja kedua bertugas menarik tali ris bawah yang bertempat di
buritan kapal lambung sebelah kanan.
c. Kelompok kerja ketiga bertugas menarik tali kolor dengan gardan yang
dikendalikan oleh dua orang ABK sebagai penarik dan empat orang lainya
sebagai penyusun.
Kegiatan ini berlangsung dengan cepat sampai cincin-cincin dinaikan ke
atas kapal. Seiring dengan naiknya tali kolor, maka lembaran-lembaran jaring juga
ditarik para ABK yang lainnya. Setelah cincin naik ke atas semua, maka tali kolor
yang dililitkan ke gardan akan dilepas dari gardan. Setelah cincin naik ke atas
kapal, orang yang tadi menarik tali kolor yang menggunakan alat bantu gardan
tadi akan berpindah ke lambung kanan untuk menarik jaring, begitu pula para
ABK yang tadinya menarik tali ris, baik tali ris bawah yang berada di haluan
maupun tali ris atas yang berada di buritan akan berpindah tempat untuk menarik
jaring.
41

*) Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.10 Proses penyusunan jaring setelah hauling

Setelah jaring tertarik semua dan akhirnya membentuk kantong maka


langkah berikutnya adalah mengikatkan tali ris atas pada tali-tali yang
menghubungkan antara bom-bom yang ada di sisi lambung kanan kapal, dengan
demikian ikan-ikan akan dengan mudah diangkat ke atas kapal dengan
menggunakan serok.

4.2.9 Daerah Tangkapan


Daerah penangkapan ikan (fishing ground) KM. Sinar Surya Abadi
bertempat di laut Jawa yaitu disekitar Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Letak
posisi daerah penangkapan ikan KM. Sinar Surya Abadi dilihat pada tabel berikut
ini :

Tabel 4.3 Posisi Daerah Penangkapan Ikan KM. Sinar Surya Abadi
WAKTU BUANG JARING POSISI
NO.
HARI TANGGAL LINTANG BUJUR

1 Senin 14 April 2008 05,25 LU 113,02 BB


2 Selasa 15 April 2008 05,26 LU 113,02 BB
3 Rabu 16 April 2008 05,27 LU 113,02 BB
42

4 Kamis 17 April 2008 05,27 LU 113,03 BB


5 Jum’at 18 April 2008 05,27 LU 113,04 BB
6 Sabtu 19 Arpil 2008 05,27 LU 113,05 BB
7 Minggu 20 April 2008 05,27 LU 113,06 BB
8 Senin 21 April 2008 05,27 LU 113,07 BB
9 Selasa 22 April 2008 05,26 LU 113,06 BB
10 Rabu 23 April 2008 05,26 LU 113,05 BB
11 Kamis 24 april 2008 05,25 LU 113,04 BB
Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008

4.2.10 Alat Bantu Penangkapan


Alat bantu penangkapan merupakan suatu sarana penunjang terjadinya
efektifitas dan efisensi kerja pada saat dilakukan operasi penangkapan ikan di
kapal purse seine adapun alat-alat yang dipergunakan pada KM. Surya Sinar
Abadi adalah sebagai berikut :
1. Lampu Galaksi (lampu sorot)
Pada umumnya kapal-kapal perikanan memiliki metode pengumpulan ikan
dengan cara memanfaatkan cahaya, yaitu sebagai rangsangan terhadap tingkah
laku ikan. Biasanya jenis lampu yang digunakan adalah jenis lampu sorot dengan
merek Himawari, GLX yang betegangan antara 400-1000 watt. Adapun gambar
dibawah ini adalah gambar lampu sorot KM. Surya Sinar Abadi.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.11 Lampu Galaksi (lampu sorot) pada KM. Surya Sinar Abadi
43

2. Rumpon
Rumpon merupakan salah satu media pengumpul ikan yang terbuat dari
rangkaian tali dengan sejumlah daun kelapa yang pada salah satu ujung tali
diberi pemberat dan pelampung, pada KM. Sinar Surya Abadi terdapat dua jenis
rumpon :
a. Rumpon haluan
rumpon haluan adalah rumpon yang diletakan pada luar bagian sisi kanan
kapal yang dekat dengan haluan kapal .
b. Rumpon Buritan
Rumpon Buritan adalah rumpon yang diletakan pada luar bagian kapal
dekat dengan bagian buritan kapal .
Kedua rumpon ini dipasang sesaat setelah tibanya kapal dilokasi
penangkapan ikan dan dibiarkan terendam sampai tiba waktu operasi
penangkapan ikan.
Dibawah ini adalah pekerjaan membuat rumpon pada saat KM. Surya
Sinar Abadi masih berada di pelabuhan Juwana. Setelah rumpon seluruhnya
selesat terpasang, maka nakhoda bersiap-siap untuk bertolak ke fishing ground.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.12 Proses pembuatan Rumpon
44

3. Block atau Takal


Block atau takal digunakan sebagai tepat jalanya pergerakan tali dan
memperingan kerja, di KM. Surya Sinar Abadi disebut juga dengan gelok..gelok
ini terbagi lagi menjadi d
a. Gelok A
Dikatakan gelok A karena pondasi dari pada gelok meyerupai huruf A.
gelok ini berfungsi untuk mempermudah dan memperkecil gaya gesek tali pada
saat penarikan tali utama.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.13 Gelok A Pada KM. Surya Sinar Abadi

b.Gelok Cabut
Sesuai dengan namanya gelok cabut dapat di fungsikan dengan berpindah
ke tempat yang telah disediakan. Berfungsi untuk membatu dan memudahkan
ABK dalam penarikan jaring.

4. Serok
Serok atau cargo net berfungsi untuk mengangkut dan memindahkan hasil
tangkapan dari alat tangkap purse seine ke atas geladak dek kapal. Serok yang
terdapat di KM. Surya Sinar Abadi berdiameter 1meter dengan bagian tepi mulut
serok berkontruksikan besi baja sebagai kerangka jaring dengan mata jaring 1,5
inchi.
45

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.14 Penggunaan serok di atas kapal

5. Gardan
Gardan berfungsi untuk menarik tali kolor dan tali pelampung serta
digunakan pula untuk membantu pengangkatan benda-benda berat di kapal yang
dihubungkan melalui takal atau block pada ujung boom. Garadan pada KM. Surya
Sinar Abadi berjumlah 2 buah yang terletak di sebelah kiri dan kanan lambung
tengah kapal dengan menggunakan tenaga putaran yang berasal dari mesin induk.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.15 Gardan KM Surya Sinar Abadi
46

6. Echo Sounder
Echo Sounder adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang obyek-obyek bawah air, yakni bekerja berdasarkan pemancaran
gelombang suara dan diterima kembali setelah dipantulkan oleh target. Alat ini
dilengkapi dengan transducer yang dapat memancarkan gelombang suara secara
vertikal. Pada KM. Surya Sinar Abadi alat Echo Sounder digunakan sebagai acuan
penetuan kedalaman perairan menurut penuturan Pak Jumono (Tekong KM. Surya
Sinar Abadi). Selain untuk melihat kedalaman perairan, alat ini juga digunakan
untuk mengetahui bentuk dasar perairan, jenis dasar perairan dan mengetahui suhu
air. Biasanya suhu air merupakan salah satu ciri daerah dikatakan layak untuk
dilakukan operasi penangkapan ikan. Biasanya kapal yang ia kendalikan
melakukan penangkapan ikan dengan kisaran suhu air 270-280 C.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.16 Fish Finder KM Surya Sinar Abadi
47

7. GPS (Global Positioning System)


Alat ini untuk menentukan posisi di laut, alat ini sangat membantu
operasional di kapal, terutama ketika kapal sedang mengadakan operasi
penagkapan jauh dari pantai atau pulau. selain itu juga GPS pada KM Sinar Surya
Abadi di pergunakan untuk melakukan plot jalur kapal bertolak (pergi) dari
pelabuhan dan juga jalur kembalinya kapal.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.17 GPS Pada KM Surya Sinar Abadi

8. Lampu Pelampung
Lampu pelampung merupakan rangkaian lampu yang dialiri listrik
bersumber tenaga dari accu (aki) dan dipergunakan untuk mengumpulkan ikan.
Sebagai penggati sementara lampu-lampu kapal yang dimatikan pada saat
pengoperasian alat tangkap purse seine. Lampu pelampung mempunyai peranan
48

yang sangat penting oleh karena itulah penanganan harus kepada orang yang
benar-benar paham mengenai kelistrikan. di KM. Surya Sinar Abadi di tangani
langsung oleh seorang Juru Arus.
Berikut ini adalah gambar Lampu Pelampung pada KM. Surya Sinar
Abadi, yaitu :

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.18 Lampu Pelampung KM. Surya Sinar Abadi

4.2.11 Hasil Tangkapan


Hasil tangkapan ikan KM. Sinar Surya Abadi selama penulis mengikuti
praktek dapat dilihat pada tabel berikut ini :
49

Tabel 4.4 Hasil tangkapan ikan KM. Surya Sinar Abadi

HASIL TANGKAPAN TOTAL HASIL


HARI HARI/
JUMLAH TANGKAPAN
KE- TANGGAL JENIS IKAN
(Kg) (kg)
1 Senin / 14 April a. Semar 350
2008 b. Sotong 30
c. Swangi 20 445
d. Kembung. P 30
e. Layur 15
2 Selasa / 15 April a. Semar 220
2008 b. Sotong 20
c. Swangi - 290
d. Layur 20
e. Kembung. P 30
3 Rabu / 16 April a. Semar 480
2008 b. Swangi 20
c. Layur 20 760
d. Layang 130
e. Kembung. P 110
4 Kamis / 17 April a. Semar -
2008 b. Swangi -
c. Layur - -
d. Layang -
e. Kembung. P -
5 Jum’at / 18 April a. Layang 450
2008 b. Swangi -
c. Layur - 615
d. Sembang 60
e. Banyar 105
6 Sabtu / 19 April a. Layang 400
2008 b. Swangi 60
c. Kembung. P 75 550
d. Layur -
e. Sembulak 15
7 Minggu / 20 a. Kembung 100
April 2008 b. Layang 60
c. Layur - 210
d. Swangi 20
e. Semar 30
8 Senin / 21 April a. Cumi 30
2008 b. Kembung -
c. Layang - 55
d. Swangi 10
e. Semar 15
50

9 Selasa / 22 April a. Semar -


2008 b. Swangi -
c. Layur - -
d. Layang -
e. Kembung. P -
10 Rabu / 23 April a. Semar 20
2008 b. Kembung -
c. Layang - 45
d. Swangi 10
e. Sotong 15
11 Kamis / 24 April a. Semar 360
2008 b. Layang 10
c. Layur 120
625
d. Kembung -
e. Sotong 45
f. Sembulak 90
Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008
Berikut ini adalah Tabel mengenai Total hasil tangkapan pada saat
pengamatan di KM. Surya Sinar Abadi.

Tabel 4.5 Total Hasil Tangkapan

Jumlah
No Nama Ikan Nama Latin
(Kg)
1 - 1.475
Semar
2 Sotong Loligo sp 160

3 Swangi / Mata Besar Priachantus tayenus 140

4 Kembung. Perempuan / Banyar Rastrelliger kanagurta 450

5 Layang Decapterus ruselli 1.050

6 Layur Trichiurus savala 190

7 Sembulak Sardinella sirm 165

Total 3.590

Sumber : KM. Sinar Surya Abadi, 2008


51

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan ikan dengan jumlah yang terbesar
adalah jenis ikan semar, yaitu sebanyak 1.475 kg. Sedangkan ikan dengan jumlah
terkecil pada ikan swangi, yaitu dengan jumlah 140 kg.
Berikut ini adalah dokumentasi jenis ikan yang tertangkap pada KM.
Surya Sinar Abadi, yaitu :

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.19 Jenis Hasil Tangkapan KM. Surya Sinar Abadi

Keterangan gambar :
Gambar A adalah ikan Semar
Gambar B adalah ikan Sotong / Cumi
Gambar C adalah ikan Swangi / Mata Besar
Gambar D adalah ikan Kembung / Banyar
Gambar E adalah ikan Layang
Gambar F adalah ikan Sembulak / Sarden
Gambar G adalah ikan Layur
52

4.3 Pembahasan
Sesuai dengan pengamatan di lapangan pada KM. Surya Sinar Abadi,
maka pengujian kualitas air dapat dilakukan berdasarkan 2 parameter, yaitu
parameter fisika dan parameter kimia.

4.3.1 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air


Berdasarkan Parameter Fisika
Dalam pengamatan potensi fishing gound berdasarkan parameter fisika di
KM. Surya Sinar Abadi, maka dapat diuraikan seperti pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter


Fisika

Posisi Parameter Fisika


Jenis Jumlah
Hari Suhu Kedalaman
Lintang Bujur Tangkapan (Kg)
(0C) (m)
05,25 LU 113,02 BB 24 70 1. Semar
2. Sotong
1 3. Swangi 445
4. Kembung
5. Layur
05,26 LU 113,02 BB 19 68 1. Semar
2. Sotong
2 3. Swangi 290
4. Layur
5. Kembung
05,27 LU 113,02 BB 27 94 1. Semar
2. Swangi
3 3. Layur 760
4. Layang
5. Kembung
05,27 LU 113,03 BB 16 76 1. Semar
2. Swangi
4 3. Layur -
4. Layang
5. Kembung
05,27 LU 113,04 BB 26 92 1. Layang
5 2. Swangi 615
3. Layur
53

4. Sembang
5. Banyar
05,27 LU 113,05 BB 25 73 1. Layang
2. Swangi
6 3. Kembung 550
4. Layur
5. Sembulak
05,27 LU 113,06 BB 19 76 1. Kembung
2. Layang
7 3. Layur 210
4. Swangi
5. Semar
05,27 LU 113,07 BB 16 88 1. Cumi
2. Kembung
8 3. Layang 55
4. Swangi
5. Semar
05,26 LU 113,06 BB 15 74 1. Semar
2. Swangi
9 3. Layur -
4. Layang
5. Kembung
05,26 LU 113,05 BB 17 87 1. Semar
2. Kembung
10 3. Layang 45
4. Swangi
5. Sotong
05,25 LU 113,04 BB 27 94 1. Semar
2. Layang
11 3. Layur
625
4. Kembung
5. Sotong
6. Sembulak
Sumber : Pengamatan di KM. Surya Sinar Abadi, 2008

Dari tabel diatas, terlihat bahwa pada setting hari pertama, dengan suhu
240C, kedalaman 70 m, mendapatkan hasil tangkapan sebanyak 445 kg. Hal ini
berarti pada saat itu ikan yang tertangkap dapat hidup dengan range suhu sekitar
240C, dan berada pada kedalaman antara 0-70 meter di bawah permukaan laut.
Suhu 240C sudah termasuk kondisi yang memungkinkan untuk menjadi tempat
tinggal ikan.
54

Pada setting kedua dapat dilihat bahwa suhu yang terdapat pada lokasi
tergolong dingin. Perairan ini memiliki kedalaman 68 meter Hal ini tentunya
menjadi sebuah alasan bagi ikan untuk tidak memilih lokasi dengan kondisi
demikian sebagai tempat tinggal. Hal ini terlihat dari jumlah hasil tangkapan yang
menurun drastis dari setting pertama, yaitu 290 kg.
Pada setting hari ketiga, hasil tangkapan mengalami kenaikan, yaitu
berbeda 470 kg dari hari sebelumnya. Hasil tangkapan saat setting ketiga adalah
760 kg. Hal ini disebabkan oleh suhu yang juga mengalami kenaikan menjadi
270C, karena menurut Hefni Effendi, ”Kisaran suhu optimum bagi ikan di perairan
adalah 200C – 300C”. Suhu yang demikian, sudah tergolong hangat, karena pada
ummumnya sifat ikan cenderung memilih perairan sebagai tempat tinggal dengan
suhu yang relatif hangat..
Pada saat setting keempat, kapal tidak mendapatkan hasil sama sekali. Hal
ini terjadi karena kedalaman perairan yang cukup dalam, yaitu 76 meter. Tetapi
suhunya berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Suhu menjadi dingin
karena sinar matahari tidak dapat menembus perairan yang otomatis dapat
membuat suhu perairan menjadi lebih tinggi lagi.
Yang terjadi pada setting hari kelima hampir sama dengan pada saat
setting ketiga, yaitu setelah dilihat dengan menggunakan alat echo sounder,
kedalamannya naik menjadi 92 meter dibanding dengan hari sebelumnya.
Sedangkan hasil tangkapan 615 kg. Dan hal serupa terjadi pada suhu yang relatif
menjadi lebih hangat, yaitu 260C, hal ini menjadi tempat tinggal yang cukup baik
bagi makhluk hidup khususnya ikan. Hal ini sangat besar peranannya dalam masa
perkembangbiakan ikan dan masa pertumbuhan ikan.
Oleh karena ikan lebih cenderung memilih perairan yang hangat dalam hal
tempat tinggal, maka pada saat setting keenam, suhu hampir sama dengan setting
sebelumnya. Yaitu hanya mengalami penurunan 20C dari setting kelima. Dengan
alasan suhu yang tergolong hangat inilah maka KM. Surya Sinar Abadi
mendapatkan hasil tangkapan yang tidak jauh beda dari setting sebelumnya, yaitu
hanya menurun sebanyak 65 kg saja.
55

Seperti yang terjadi pada hari-hari sebelumnya, pada setting hari ketujuh,
kondisi di perairan suhu memegang peranan penting bagi keberadaan ikan. Hal ini
terbukti pada saat suhu menurun menjadi 190C, dengan kedalaman 76 meter, hasil
tangkapan menjadi 210 kg. Dengan kondisi demikian, maka ikan akan cenderung
tidak memilih lokasi tersebut menjadi tempat tinggal, karena suhu yang tergolong
dingin serta kedalaman dalam menyebabkan ikan-ikan tersebut akan berpindah
dan mencari lokasi yang pastinya dengan kualitas perairan yang lebih baik lagi.
Hasil tangkapan pada hari kedelapan adalah 55 kg. Dengan kedalaman 88
meter, suhu 160C. Yang terjadi di lapangan, pada hari tersebut terdapat lumba-
lumba di sekitar rumpon. Seperti yang dikatakan Nakhoda, hal ini juga sangat
berpengaruh pada hasil tangkapan, karena ikan-ikan yang menjadi target purse
seine akan memilih lari karena terdapat lumba-lumba di sekitar rumpon tempat
ikan target sebelumnya berada. Penyebab lainnya yang sangat berpengaruh adalah
suhu yang tergolong dingin.
Serupa dengan kejadian pada hari kedelapan, pada hari kesembilan masih
terlihat lumba-lumba. Malahan semakin bertambah banyak, hingga ke lambung
kiri dan kanan kapal. Walaupun kedalamannya hingga 74 meter, tetapi suhunya
masih terbilang rendah. Hasil yang didapat juga tidak ada.
Pada hari kesepuluh, hasil tangkapan menjadi 45 kg. Pada hasil tersebut
didominasi oleh ikan Semar. Karena menurut penuturan sang Nakhoda, bahwa
ikan Semar agak tahan terhadap perubahan kondisi perairan yaitu dalam hal
kualitas perairan. Maka ikan semar menjadi dominan dalam hal hasil tangkapan.
Namun hal ini tidak selalu terjadi, karena seperti kejadian-kejadian sebelumnya,
untuk parameter fisika salah satu parameter yang mempunyai andil di dalam
perairan adalah perubahan suhu yang terlalu ekstrim dan menyebabkan ikan
berpindah tempat.
Hari kesebelas bisa dibilang keadaan mendukung. Baik dari segi parameter
fisika, bahkan yang pada hari-hari sebelumnya terdapat lumba-lumba, namun pada
hari ini sudah tidak terlihat lagi pada saat sebelum melakukan setting. Ini juga
menjadi salah satu alasan mengapa hari ke sebelas hasil tangkapan menjadi 625
kg. Disamping itu, hal pendukung lainnya adalah dalam segi suhu. Apabila dilihat
56

dari penunjukan nilai derajat suhu yang mencapai angka 270C, ini merupakan
kategori suhu hangat, dan seperti kita ketahui bahwa ikan lebih senang mencari
perairan yang suhunya 200C sampai 300C. Jadi sudah jelas dapat dikatakan bahwa
pada kondisi demikian, ikan lebih betah daripada kondisi-kondisi sebelumnya.
Dari semua yang telah disebutkan di atas, maka dapat diambil presentase
jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah pada setting ketiga, yaitu dengan
jumlah 760 kg. Hal ini terjadi dikarenakan suhu yang juga mengalami kenaikan
menjadi 270C, karena menurut Hefni Effendi, ”Kisaran suhu optimum bagi ikan di
perairan adalah 200C – 300C”.
Sedangkan presentase jumlah ikan hasil tangkapan terkecil yaitu pada
setting keempat dan setting kesembilan. Pada setting keempat nilai kedalaman
mencapai angka 76 meter, angka demikian terbilang dalam. Dengan dalamnya
perairan, tetapi kondisi tersebut tidak didukung oleh faktor suhu. Suhu yang
disenangi ikan adalah kisaran 200C – 300C. Sedangkan nilai suhu pada setting
keempat adalah 160C.
Seperti yang terlihat pada saat setting kesembilan, yang menjadi faktor
utama tidak adanya ikan hasil tangkapan adalah dalam hal suhu yang
menunjukkan angka 150C. Disamping itu faktor lain yang menjadi penyebab tidak
adanya ikan hasil tangkapan adalah tetap pada faktor kecerahan yang
menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus perairan dengan kedalaman
yang maksimum, dan pada kedalaman juga menjadi penentu keberadaan ikan. Hal
ini sangat berpengaruh dalam hal ikan hasil tangkapan.
Faktor lain yang juga menjadi penyebab tidak adanya ikan hasil tangkapan
adalah adanya lumba-lumba di sekitar rumpon. Hal ini menyebabkan ikan-ikan
yang menjadi target alat tangkap purse seine berpindah ke tempat yang lebih
aman.
57

4.3.1 Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian Kualitas Air


Berdasarkan Parameter Kimia

Dalam proses pengamatan potensi fishing ground berdasarkan parameter


kimia diperlukan pengambilan sampel pada setiap lokasi pengambilan sampel di
lokasi yang akan diamati segala hal yang berhubungan dengan kualitas air. Agar
hasil yang didapat pada setiap sampel tidak berubah atau akurat, maka diperlukan
beberapa perlakuan-perlakuan mulai dari pengambilan sampel, pengawetan
sampel, dan pengujian sampel di laboratorium. Berikut ini adalah perlakuan yang
dilakukan untuk menjaga agar sampel tidak terkontaminasi oleh udara bebas,
sebab hal ini sangat mempengaruhi pada keakuratan nilai kadar zat yang
terkandung pada sampel.

4.3.1.1 Perlakuan Pengambilan Sampel


Oleh karena keterbatasan dalam segi pembiayaan, maka pada Pengamatan
Potensi Fishing Ground berdasarkan Parameter Kimia ini hanya dilakukan
sebanyak 3 kali pengambilan sampel, yaitu pada hari ke-3, hari ke-7 dan hari ke-
11.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam hal Pengamatan
Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Kimia, mulai dari penulis
berangkat sampai penulis menyerahkan sampel ke laboratorium. Tahapan-tahapan
tersebut adalah :
1. Persiapan
Dalam tahap ini, yang perlu disiapkan adalah media penyimpanan sampel
dan wadah untuk menampung air sampel yang akan diuji. Yang menjadi wadah
adalah botol jerigen ukuran 1liter dan botol aqua yang terisolasi (botol hitam) dan
yang masih baru (segel masih utuh).
Botol jerigen digunakan untuk menampung air sampel yang akan
dilakukan pengujian salinitas, kadar zat besi, dan pH. Sedangkan botol aqua yang
telah terisolasi berwarna hitam adalah untuk pengujian BOD5. dan yang menjadi
media pengawetan selama berada di laut adalah cool box yang tertutup rapat dan
masih layak untuk digunakan.
58

Pada penggunaannya, cool box ini harus terjaga suhunya, dalam


pengertian, suhu pada cool box harus selalu dingin. Sebab syarat mutlak
pengambilan sampel dan pengawetannya, harus berada pada kisaran suhu 40C
sampai 70C.
Berikut ini adalah media-media yang digunakan untuk melakukan proses
pengambilan sampel air laut. Media-media itu antara lain :

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.20 Jerigen Ukuran 1 Liter Sebagai Media Penyimpanan Sampel pada
Pengujian Zat Besi, Salinitas dan pH.
59

Jerigen ini digunakan sebagai media penyimpanan air sampel untuk


pengujian kadar zat besi, salinitas, dan kadar pH. Untuk setiap lokasi sampel,
terdapat 1 buah jerigen tersebut.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.21 Cool Box Sebagai Media Penyimpanan Jerigen dan Botol Aqua
Yang Telah Berisi Air Laut (Media Sampel)

2. Pengambilan Sampel
Pada saat pengambilan sampel, penulis menggunakan kayu sebagai alat
bantu untuk pengambilan air pada kedalaman ± 10 meter. Dengan posisi botol dan
jerigen yang terikat kuat, dan kayu yang telah terikat botol dan jerigen tersebut
dicelupkan ke air. Dan kira-kira selang waktu 10-15 detik, kayu tersebut diangkat
kembali. Dan sebelum botol atau jerigen tersebut sampai di atas permukaan, maka
botol atau jerigen tersebut harus sudah ditutup. Hal ini dilakukan untuk
60

menghindari air sampel tadi terkontaminasi oleh udara atau kondisi di luar.
Perlakuan ini dilakukan pada ketiga titik lokasi pengambilan sampel.
Setelah itu, botol atau jerigen tadi dimasukkan ke dalam cool box yang
telah terisi es batu yang telah dihancurkan, dan cool box tadi langsung
dimasukkan ke palkah yang terisi es.
3. Penyerahan Sampel ke Laboratorium
Setelah penulis tiba di darat, semua botol dan jerigen yang berisi air
sampel tadi langsung dimasukkan ke dalam pendingin dengan media kulkas
dengan suhu sekitar 40C. Setelah 2 hari, penulis menyerahkan sampel tadi ke
laboratorium, tentunya dengam media pendingin cool box yang terisi es batu.
Selama dilakukan pengujian di laboratorium, botol dan jerigen yang berisi air
sampel tadi disimpan di dalam media pendingin kembali, yaitu kulkas. Berikut ini
adalah gambar dari media penyimpanan air sampel di dalam laboratorium, serta
alat-alat yang digunakan dalam pengujian analisa kualitas air berdasarkan
parameter kimia, antara lain :
a. Media Pendingin (Kulkas)

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.22 Media Penyimpanan Sampel
61

Gambar di atas adalah media penyimpanan sampel selama berada di


laboratorium pada saat belum dilakukan analisa. Dengan suhu 40C, maka kadar
zat-zat yang akan diuji kualitasnya tidak mengalami perubahan.

b. Alat Pengukur pH (pH meter)


Alat untuk mengukur kadar pH adalah pH meter. Penggunaan alat harus
disertai dengan larutan buffer. Larutan buffer adalah larutan yang digunakan untuk
mengkalibrasikan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh alat. Misalnya,
adanya lapisan-lapisan pengganggu pada pen pH meter karena bekas pemakaian
yang tidak dibersihkan. Hal ini tentunya sangat mengganggu pada saat pembacaan
nilai pH pada pH meter.

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.23 pH meter
62

c. Alat Pengukur Salinitas

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.24 Refraktometer

Refraktometer digunakan untuk mengukur kadar salinitas di suatu


perairan. Alat ini diukur secara ex situ, artinya pengukuran kadar salinitas
dilakukan di laboratorium (tidak di lapangan). Kadar salinitas tersebut memiliki
satuan ppt (part per thousand). Penggunaan alat ini dengan cara meneropong
bagian belakang sehingga terlihat skala-skala yang menunjukkan angka dari
pengukuran salinitas yang telah dioles di atas preparat. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini adalah cara-cara penggunaan dari alat refraktometer, antara lain :
1. Setelah didapat air sampel, oleskan air tersebut pada bagian preparat di
refraktometer ini
2. Selanjutnya lihat skala yang ada pada layar refraktometer (berwarna biru).
3. Apabila terdapat bagian berwarna biru, maka itulah nilai dari kadar salinitas
pada alat refraktometer tersebut.
63

d. Alat Pengukur Zat Besi

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.25 Alat Pengukur Zat Besi (Iron tester)
Cara penggunaan alat ini adalah :
1. Masukkan air sebanyak 10 ml ke dalam botol pemeriksaan
2. Lalu masukkan regent yang berfungsi sebagai larutan penyangga atau buffer
3. Kemudian diaduk
4. Setelah itu masukkan larutan tersebut ke dalam botol pengujian zat besi (iron).
5. Diamkan selama ± 4 menit
6. Kemudian lihat kekeruhan dari cairan tersebut dan cocokkan dengan warna
dan angka yang berada di sisi kanan. Lihat dan tentukan nilainya berdasarkan
kesamaan warna cairan dengan warna petunjuk nilai.

e. Alat pengukur BOD dan proses Aerasi BOD


Alat ini digunakan untuk mengukur kadar Gas Oksigen yang terlarut di
dalam wadah selama 5 hari. Dan selama 5 hari tersebut, cairan yang berada di
dalam wadah tersebut diberi oksigen dengan menggunakan alat seperti pada
gambar Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari Untuk Ditemukan Hasil
Selisih Dari Kadar Oksigen Yang Terlarut di bawah ini :
64

Sumber : Dokumentasi, 2008


Gambar 4.26 Pengujian BOD Yang Didiamkan Selama 5 Hari Untuk Ditemukan
Hasil Selisih Dari Kadar Oksigen Yang Terlarut

Pengujian BOD dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam 2 botol


BOD. Kadar oksigen terlarut dalam botol 1 segera ditetapkan. Penetapan ini
dilakukan dengan menggunakan DO meter. Kadar oksigen sebelum inkubasi ini
biasanya disebut DO0. Selanjutnya contoh dalam botol II diinkubasikan (biasanya
pada 20°C selama 5 hari). Setelah masa inkubasi kadar oksigen pada contoh
dalam botol II tersebut ditetapkan (sebagai DO5). Dengan demikian maka nilai
BOD dari contoh adalah selisih DOO dengan DO5. Untuk contoh-contoh yang
mempunyai nilai BOD tinggi maka perlu pengenceran, dan faktor pengenceran ini
diperhitungkan dalam perhitungan nilai BOD contoh.
Setelah dilakukan inkubasi selama 5 hari, maka nilai yang didapat pada
hari kelima dikurang dengan nilai pada hari pertama. Dengan demikian, maka
didapat nilai dari BOD, yaitu kadar gas oksigen yang terlarut dalam air selama 5
hari (masa inkubasi).
65

4.3.1.2 Hasil Analisa Laboratoium Parameter Kimia


Dalam pengamatan potensi fishing gound berdasarkan parameter Kimia di
KM. Surya Sinar Abadi, maka dapat diuraikan seperti pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Pengujian


Kualitas Air Berdasarkan Parameter Kimia

Posisi Parameter Kimia


Sampel Hari Zat Jenis Jumlah
Salinitas BOD5
ke- ke- Lintang Bujur Besi pH Tangkapan (Kg)
(%0) (mg/l)
(mg/l)
1. Semar
05,27 113,02
2. Swangi
1 3 3,68 20,1 18,5 7,95 3. Layur 760
LU BB
4. Layang
5. Kembung
1. Kembung
05,27 113,06 2. Layang
2 7 2,54 20,1 11,8 8,02 3. Layur 210
LU BB
4. Swangi
5. Semar
1. Semar
2. Layang
05,25 113,04
3 11 3,34 20,1 7,5 8,03 3. Layur
625
LU BB 4. Kembung
5. Sotong
6. Sembulak
Sumber : Unpas Bandung, 2008

Pada saat pengambilan sampel pertama, dilihat bahwa kadar zat besi
menunjukkan angka 3,68 mg/l. Karena keberadaan besi adalah dalam keadaan
asam, maka dapat dilihat bahwa pH pada lokasi pengambilan sampel pertama
tergolong dalam sifat asam. Disamping itu, keberadaan besi ini menunjukkan
keberadaan ikan yang berarti bahwa banyaknya besi adalah menunjukkan
banyaknya plankton dan menjadi penanda bahwa di daerah itu terdapat ikan yang
banyak. Hal ini terjadi karena plankton tersebut adalah sumber makanan pada
ikan. Angka kadar salinitas dengan angka 20,1 adalah termasuk dalam batas
ambang kadar salinitas di perairan laut.
66

Selanjutnya, kadar BOD5 pada pengambilan sampel pertama adalah 18,5


mg/l. Nilai tersebut berarti kadar oksigen yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme yang berada di lokasi sampel tersebut adalah sebanyak 18,5 mg/l
selama 5 hari. Dari beberapa hal yang disebutkan diatas, terdapat keterkaitan pada
setiap unsur kimia yang menjadi parameter kualitas air. Kadar BOD pada lokasi
pertama ini masih termasuk di dalam batas baku mutu. Artinya lokasi
pengambilan sampel pertama ini tidak tercemar. Dan angka pada ikan hasil
tangkapan adalah 760 kg, ini merupakan nilai tertinggi di dalam semua proses
setting dan pengamatan.
Sedangkan pada saat pengambilan sampel kedua, hasil tangkapan
termasuk kecil. Hal ini dilihat dari jumlah 210 kg. Hasil analisa laboratorium pada
kadar zat besi menunjukkan angka 2,54 mg/l. Dibandingkan dengan pengambilan
sampel di lokasi pertama, kadar zat besi pada lokasi pengambilan sampel kedua
lebih kecil. Hasil tangkapan juga lebih kecil daripada lokasi pengambilan sampel
kedua. Hal ini terjadi karena zat besi yang menjadi sumber makanan dari plankton
jumlahnya lebih kecil dari lokasi pengambilan sampel pertama, dan hal ini
menyebabkan ikan hasil tangkapan pada lokasi kedua juga menurun. Dari segi
BOD5, menunjukkan angka 11,8 mg/l. Angka BOD5 ini termasuk dalam batas
baku mutu air laut untuk air laut. Angka ini menunjukkan bahwa pada perairan
tersebut terdapat ikan, karena tidak tercemar. Dari hasil laboratorium tentang
kadar pH menunjukkan angka 8,02. Kadar ini termasuk basa.
Di lokasi pengambilan sampel ketiga, kadar zat besi mengalami kenaikan
dengan angka 3,34 mg/l. Dan kadar salinitas menunjukkan angka 20,1. Nilai ini
masih termasuk dalam baku mutu air laut bagi biota laut. Sedangkan nilai dari
kadar BOD yang diuji selama 5 hari ini adalah 7,5 mg/l. Berarti organisme yang
berada di dalam perairan ini tidak membutuhkan banyak oksigen karena
organisme tersebut tidak perlu menguraikan oksigen, sebab perairan tersebut tidak
tercemar. Dan nilai tersebut masih termasuk dalam baku mutu kualitas air laut. pH
yang terkandung dalam sampel di lokasi ketiga ini menunjukkan angka 8,03.
Kadar ini juga termasuk dalam batas baku mutu kualitas air laut untuk biota laut.
67

Ditinjau dari hasil tangkapan pada lokasi pengambilan sampel ketiga ini,
jumlahnya mengalami kenaikan dibandingkan dengan lokasi kedua.
Dari ketiga lokasi pengambilan sampel, hasil tangkapan terbesar berada
pada pengambilan sampel di lokasi pertama, hal ini disebabkan oleh kadar zat besi
(Fe) yang terkandung di lokasi pengambilan sampel pertama ini tergolong lebih
tinggi dari kedua lokasi lainnya, yaitu 3,68 mg/l. Faktor lainnya yang berpengaruh
adalah kadar pH dan BOD yang bervariasi, sebab kadar BOD yang rendah
menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak tercemar. Sedangkan pH dalam ketiga
lokasi pengambilan sampel diatas masih termasuk dalam baku mutu kualitas air
laut, yaitu berkisar antara 7-8,5. ini berarti di perairan tersebut terdapat ikan yang
bisa hidup dalam kondisi demikian. Sedangkan kadar BOD di lokasi p engambilan
sampel pertama adalah 18,5 mg/l. Nilai tersebut berarti kadar oksigen yang dapat
diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di lokasi sampel tersebut adalah
sebanyak 18,5 mg/l selama 5 hari.
68

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktek yang dilaksanakan di KM. Surya Sinar Abadi
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. KM. Surya Sinar Abadi merupakan kapal yang dibuat pada tahun 1997, yang
memiliki tanda selar GT. 80 No. 909 Fp. Kapal ini dinakhodai oleh Pak
Jumono. Pada bagian haluannya berbentuk miring, sedangkan buritannya
berbentuk Cruiser Spoon I. Kapal ini memiliki panjang 28 meter, lebar 7,25
meter, dan tinggi 4 meter.
2. KM. Surya Sinar Abadi memiliki beberapa alat navigasi, diantaranya adalah
GPS bermerk Garmin, dengan tipe GP. Navigator buatan Taiwan. Selain itu
kapal ini memiliki Kompas yang digunakan untuk menentukan arah pelayaran.
Untuk mengukur kedalaman dan bentuk dasar perairan, kapal ini dilengkapi
dengan Echo Sounder bermerk Furuno FCV-667. Alat komunikasi yang
terdapat pada KM. Surya Sinar Abadi adalah Radio SSB dengan tipe IC-728.
Lampu yang digunakan untuk mengumpulkan ikan adalah lampu Himawari
dan lampu GLX dengan daya 400-1000 watt, dan memiliki tegangan 220 volt
berjumlah 40 buah.
3. KM. Sinar Surya Abadi melakukan operasi penangkapan ikan pada subuh hari
yaitu antara pukul 04.00 – 09.00 WIB. Dalam satu hari operasi penangkapan
ikan dapat di laksanakan satu kali setting atau penurunan alat tangkap. Metode
yang digunakan untuk mengumpulkan gerombolan ikan yaitu dengan
menggunakan alat bantu rumpon pada siang hari dan alat bantu rumpon yang
dipasang di lambung kanan kapal. Pada KM. Surya Sinar Abadi juga
menggunakan alat bantu lampu (pencahayaan) untuk mengumpulkan ikan
yang dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal.
4. Hasil pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan Parameter
Kualitas Air Pada KM Surya Sinar Abadi berdasarkan parameter fisika dari 11

68
69

kali melakukan setting, jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah pada
setting ketiga, yaitu dengan jumlah 760 kg. Hal ini terjadi dikarenakan suhu
yang juga mengalami kenaikan menjadi 270C, karena kisaran suhu optimum
bagi ikan di perairan adalah 200C – 300C.
5. Jumlah ikan hasil tangkapan terkecil yaitu pada setting keempat dan setting
kesembilan. Pada setting keempat nilai kedalaman mencapai angka 76 meter,
angka demikian terbilang dalam. Dengan dalamnya perairan, tetapi kondisi
tersebut tidak didukung oleh faktor suhu. Suhu yang disenangi ikan adalah
kisaran 200C – 300C. Sedangkan nilai suhu pada setting keempat adalah 160C.
6. Faktor lain yang juga menjadi penyebab tidak adanya ikan hasil tangkapan
adalah adanya lumba-lumba di sekitar rumpon. Hal ini menyebabkan ikan-
ikan yang menjadi target alat tangkap purse seine berpindah ke tempat yang
lebih aman.
7. Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke-3, hari ke-7 dan hari ke-11.
Tahap-tahap dalam proses Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan
Parameter Kimia adalah tahap persiapan, tahap pengambilan sampel, dan
tahap penyerahan sampel ke laboratorium.
8. Hasil Pengamatan Potensi Fishing Ground Berdasarkan Parameter Kimia dari
ketiga lokasi pengambilan sampel dapat dilihat bahwa jumlah hasil tangkapan
terbesar berada pada pengambilan sampel di lokasi pertama, hal ini
disebabkan oleh kadar zat besi (Fe) yang terkandung di lokasi pengambilan
sampel pertama ini tergolong lebih tinggi dari kedua lokasi lainnya, yaitu 3,68
mg/l.
9. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah kadar pH dan BOD yang bervariasi,
Sedangkan pH dalam ketiga lokasi pengambilan sampel diatas masih termasuk
dalam baku mutu kualitas air laut, yaitu berkisar antara 7 - 8,5. Sedangkan
kadar BOD di lokasi pengambilan sampel pertama adalah 18,5 mg/l. Nilai
tersebut berarti kadar oksigen yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang
berada di lokasi sampel tersebut adalah sebanyak 18,5 mg/l selama 5 hari.
70

5.2 SARAN
Diharapkan kepada nelayan-nelayan Indonesia pada umumnya, dan
nelayan Kecamatan Juwana khususnya agar pada saat penentuan fishing
ground juga dapat memperhatikan atau mengamati parameter kualitas air,
khususnya pada parameter fisika dan parameter kimia. Karena hal ini sangat
berpengaruh terhadap kemungkinan posisi keberadaan ikan, yang nantinya
akan berpengaruh pada jumlah ikan hasil tangkapan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, Ir. Rahmat. 2005. Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta : Dirjen


Perikanan

Arifin, Zaenal. 1998. Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta :


PT. Gramedia

Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : CV. Gaya Teknik.

Diktat Mata Kuliah. 2000. Biologi Ikan Semester IV. Politeknik Negeri
Pontianak

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Karnisius.

Mursidik, Setyo et al. 1999. Analisis Kualitas Air. Jakarta : Universitas


Terbuka.

Partosuwiryo, Suwarman. 2002. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan.


Yogyakarta : UGM

Prasetya, Irawan. 1999. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta : PT.


Repro Internasional.

Tontowi, Drs. 1995. Prosedur Analisa Kualitas Air di Laboratorium.


Bandung : Bapedalda
Lampiran 1. Struktur Organisasi KM. Surya Sinar Abadi

Pemilik Kapal
Kumono

Darat Laut

Pengurus 1 Tekong
Bu Susi Jumono

Motoris 1 Wakil 1
Pengurus 2 Kamdi Yato
Pak Karno

Motoris 2 Wakil 2
Pengurus 3 Sukanto Kifli Ason
Pak Sis

Juru masak Juru arus


Edi Selamet
dan Jario

ABK
Lampiran 2. Surat Keterangan Berlayar KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 3. Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 4. Surat Izin Penangkapan Ikan KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 5. Sertifikat ANKAPIN III Nakhoda KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 6. Surat Ijin Berlayar KM. Surya Sinar Abadi
Lampiran 7. Peta Kecamatan Juwana, Jawa Tengah
Lampiran 8. Konstruksi Alat Tangkap Purse Seine KM. Surya Sinar Abadi

Keterangan :

1. Pelampung

2. Pemberat

3. Cincin (ring)

4. Tali ris (atas dan bawah)

5. Tali pelampung

6. Tali pemberat

7. Tali kolor (purse line)

8. Tali cincin (tali ring)

9. Selvege

a. Kantong

b. Sayap
Lampiran 9. Baku Mutu Air Laut
Lanjutan Lampiran 9. Baku Mutu Air Laut
LEMBAR KONSULTASI
Kerja Praktek Akhir ( KPA )

Judul : Pengamatan Potensi Fishing Ground Dengan Menggunakan


Parameter Kualitas Air Pada Pengoperasian Alat Tangkap Purse
Seine di KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah
Nama : RIZKY FAJARY LESTIAWAN
Nim : 3200509011
Dosen Pembimbing I : Ahijrah Ramadhani, S.St.Pi
Dosen Pembimbing II : Nurmala Elmin Simbolon, S.S

Konsultasi Paraf
Hari/ Tanggal Materi
Ke- Pembimbing
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Pontianak, 5 Juli 2008 Juli 2008

Mengetahui Pembimbing,
Koordinator KPA,

Rendra Irawan,S.St.Pi Ahijrah Ramadhani,S.St.Pi


NIP.132.305.203 NIP.132.307.414
RIWAYAT HIDUP
Rizky Fajary Lestiawan, dilahirkan di Pontianak pada
tanggal 13 September 1987 sebagai anak keempat dari
empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Laswardi
Firman, SH dan Ibu Hj. Tintin Supartini.
Pada tahun 1991, penulis mulai mengikuti jenjang
pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-Ikhwah
Pontianak hingga tahun 1993 kemudian melanjutkan ke
Sekolah Dasar Swasta Mujahidin Pontianak selesai pada tahun 1999 setelah itu
melanjutkan lagi ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 01
Pontianak dan menamatkannya pada tahun 2002. Setelah itu melanjutkan lagi di
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN ) 07 Pontianak dan menamatkannya pada
tahun 2005, setelah menyelesaikan pendidikan pada tingkat SMAN, Penulis
Mempercayakan lanjutan studinya pada Politeknik Negeri Pontianak (POLNEP)
Jurusan Ilmu Kelautan dan perikanan dan memilih Program Studi Teknologi
Penagkapan Ikan.
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Perikanan
(A.Md.Pi) Penulis meelaksanakan Kerja Praktek Akhir (KPA) di sebuah kapal
perikanan purse seine KM Surya Sinar Abadi yang bertempat di Pelabuhan
Pendaratan Ikan Bajomulyo dengan judul Pengamatan Potensi Fishing Ground
Dengan Menggunakan Parameter Kualitas Air Pada Alat Tangkap Purse Seine di
KM Surya Sinar Abadi Juwana, Jawa Tengah dibawah bimbingan Bapak Ahijrah
Ramadhani S.St.Pi dan Ibu Nurmala Simbolon, SS. Hingga akhirnya pada bulan
Agustus 2008, penulis menyelesaikan jenjang pendidikan diploma III dan meraih
gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi).

You might also like