You are on page 1of 8

Laporan Praktikum Hari/Tgl : Kamis/3 September 2009

Toksikologi Veteriner Waktu : 10.00 13.00 WIB


PJ : Dr.Drh.Mien Rahminiwati, MS

SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT)

Disusun oleh :
Rachmat Ayu D.H B04062153
Corry Marchelinda B04062542
Ardhinta Irawan B04062641
Bakhtiar Hidayat Harahap B04062864
Ken Tami Palupi B04062909
Rahmawati Dwi Prihatiana B04062992
Mayang Sani B04063317

BAGIAN FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENDAHULUAN
Obat adalah senyawa kimia yang dapat mempengarui proses hidup, sehingga obat
sering digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit. Berkaitan
dengan mekanisme kerjanya, obat dapat bekerja secara lokal maupun general. Dan salah
satu faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu obat dalam menyelesaikan
tugasnya adalah besarnya dosis yang tepat yang diberikan kepada pasien. Hanya terdapat
dua dosis yang efeknya menentukan pada kondisi tubuh selanjutnya yaitu effective dose
dan toxic dose. Obat akan bekerja secara optimum ketika obat tersebut memenuhi dosis
yang efektif dan sebaliknya jika obat tersebut melebihi dosis efektif maka efek yang
dapat ditimbulkannya berupa keracunan pada tubuh.
Obat atau senyawa kimia lainnya yang bekerja secara lokal memilki dua
kemungkinan efek yang akan ditimbulkan yaitu efek iritan dan efek menjaga atau
protektif. Kelompok senyawa kimia yang berefek iritan disebut sebagai irritansia yang
dapat diartikan sebagai senyawa kimia yang bekerja tidak selektif pada sel dan jaringan
dengan cara merusak sel atau bagian dari sel untuk sementara atau permanen. Terdapat
empat daya kerja senyawa irritansia yaitu rubefaksi atau perangsangan lokal yang lemah
dan senyawanya dinamakan rubefasiensia, vesikasi atau daya kerja yang menimbulkan
vesikel atau gelembung, pustulasi atau daya kerja yang menimbulkan pus dan korosi yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sel atau jaringan tubuh.
Adapun obat atau senyawa kimia yang bersifat menjaga atau protektif bekerja
dengan cara melindungi kulit atau mukosa dari efek irritansia baik yang kimiawi maupun
yang berupa sinar. Beberapa daya kerja senyawa protektifa antara lain demulsensia atau
pemberian perlindungan pada mukosa dan kulit dan biasanya berbentuk koloid, yang
kedua adalah emoliensia yang memberikan perlindungan hanya pada kulit dan bentuk
senyawanya adalah minyak, membuat lapisan pelindung dengan melicinkan kulit, bekerja
pada toxican yang tidak larut dalam lemak contohnya, tidak untuk perlindungan terhadap
organofosfat, yang ketiga adalah astringensia yang memiliki kemampuan untuk
mempersempit pori-pori kulit atau mukosa juga, mampu mengoagulasikan protein
sehingga menjadi barrier untuk kulit dan mukosa dari toxican atau dengan kata lain tidak
terjadi kontak langsung dengan toxican dan yang terakhir adalah adsorbensia yang
mampu berikatan dengan molekul toxican yang terdapat di permukaan dan
mengadsorbsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Percobaan Zat Irritansia
1.Rubefasiensia
Penggosokan Kulit Tangan
Bahan Hasil dan Keterangan
Menthol Merah, tidak berbatas, awalnya dingin, kemudian panas
Kloroform: - tetes Dingin, langsung menguap
- kapas Dingin, merah, tidah berbatas, nyeri

Pencelupan Jari
Waktu : 4 menit hingga terjadi reaksi nyeri
Larutan Hasil
Fenol dalam air Keriput (++)
Fenol dalam alkohol 25% Keriput (+++), panas, kesemutan
Fenol dalam gliserin 25% Keriput (+),panas
Fenol dalam minyak olivarium Tidak ada perubahan
2.Kaustika
Senyawa Kimia Reaksi pada Kulit Reaksi pada Mukosa Usus
H2SO4 pekat Muncul area putih yang Muncul area putih yang
berbatas pada kulit serta berbatas.
terbentuk lubang kecil.
HCl pekat Kulit menjadi putih pucat, Mukosa usus menjadi tebal
berbatas dan keras serta dan berwarna putih.
berlubang.
HNO3 pekat Kulit menjadi putih, berbatas Muncul area putih yang
dan sangat keras. Tidak berbatas.
berlubang.
Fenol 5% Kulit tampak merah dengan area Mukosa usus menjadi
yang meluas serta lunak. berwarna bening.
NaOH 75% Kulit tampak merah dengan area Mukosa usus menjadi
yang meluas serta lunak. berwarna bening.
Kloroform Tidak tampak perubahan pada Mukosa usus menjadi
kulit. berwarna bening.

Hasil Percobaan Zat Protektiva


1.Demulsensia
Nama Senyawa Waktu Menarik Kaki Waktu Menarik Kaki
Sebelum Diserebrasi Setelah Diserebrasi
H2SO4 1/50 N 2 menit 27 detik 9 menit 20 detik
H2SO4 1/50 N + Gom Arab 10 % 1 menit 4 menit

2.Astringensia
Nama Senyawa Reaksi pada Lidah
Asam tannin Dingin, keset, kebiruan, kebas

3.Adsorbensia
Larutan Onset Keterangan
Striknin nitrat 1 ml 20 detik Katak mengalami
keracunan, terjadi
kekejangan selama 4 menit
dan akhirnya mati
Striknin nitrat 1 ml yang - Tidak ada perubahan yang
telah difiltrasi dengan terjadi pada katak setelah
karbon diamati lebih dari 30 menit

Pembahasan
Zat Irritansia
1.Rubefasiensia
Penggosokan Kulit Tangan
Menthol merupakan bahan organik yang tersusun atas peppermint atau mint oils.
Berbentuk Kristal, mengandung lilin, bening, dan berwarna putih. Berbentuk padat pada
suhu ruangan, dan sedikit larut pada suhu yang lebih tinggi. Menthol biasa digunakan
sebagai obat pelega tenggorokan dan dapat juga digunakan sebagai lokal anasthesi.
Menthol yang digosokkan pada kulit akan menimbulkan efek menjadi
panas, merah, dan tidak berbatas. Saat digosokkan pada kulit, menthol akan merangsang
reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi dingin. Jika digosokkan dengan
waktu yang lama, akan timbul respon kimia yang dirangsang oleh sensor panas, tetapi
tidak menunjukkan perubhan temperatur yang signifikan.
Pada percobaan menggunakan kloroform, dilakukan dengan dua metode,
yaitu diteteskan langsung di kulit dan menggunakan kapas yang dibasahi. Kloroform
yang langsung diteteskan di kulit, terasa dingin dan cepat menguap. Untuk metode yang
menggunakan kapas, kulit terasa menjadi dingin, merah, tidak berbatas, dan timbul rasa
nyeri. Rasa nyeri timbul akibat adanya dilatasi pada vasa superfisial yang kemudian
masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna kongesti. Selain itu juga terdapat deskuamasi
kulit atau lepasnya lapisan tanduk epidermis. Proses yang terjadi yaitu dengan perusakan
membran dan permeabilitas membran akan meningkat sehingga enzim akan keluar sel,
kemudian diikuti dengan kematian sel.
Kloroform (CHCl3), semuanya tidak larut dalam air, tetapi merupakan
pelarut efektif untuk senyawa organik. Senyawa kloroform adalah senyawa haloalkana
yang mengikat tiga atom halogen klor (Cl) pada rantai C-nya. Senyawa kloroform dapat
dibuat dengan bahan dasar berupa senyawa organik yang memiliki gugus metil (-CH 3)
yang terikat pada atom C karbonil atau atom C hidroksi yang direaksikan dengan pereaksi
halogen (Cl2). Senyawa ini bersifat anasthetik dan bergantung pada struktur molekulnya
memiliki toksisitas yang berbeda-beda.
Pencelupan Jari
Pada praktikum kali ini rangsangan yang diberikan adalah melalui jalur perkutan
yang merupakan jalur paling mudah dan lazim dilakukan pada manusia maupun hewan.
Rubefaksi merupakan stadium I irritansia yang ditandai dengan adanya perangsangan
lemah pada daerah setempat, biasanya terjadi hiperemi arterial dan kapiler menjadi aktif
kemudian pasif. Walaupun jalan kecil lintas folikel tersebut menyediakan jalan masuk ke
lapisan kulit yang lebih dalam melalui sel kelenjar minyak dan dinding folikel yang
relatif dapat ditembus, jalur melintasi sel epidermis mungkin merupakan jalan utama
penetrasi karena bagian terbesar dari permukaan kulit adalah jaringan ini.
Senyawa utama dengan fungsi rubefaksi adalah fenol. Senyawa fenol merupakan
sifat khusus, yaitu dapat menembus kulit dan dapat menyebabkan keratolisis yang dapat
merusak kulit. Maka dalam praktikum ini, larutan yang diujikan adalah fenol 5% dalam
berbagai cairan karena senyawa larut dalam lipid yang paling cepat daya absorpsinya ke
dalam kulit adalah fenol. Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Dibandingkan
dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam.
Efek yang timbul setelah pencelupan jari ke dalam larutan fenol dalam air adalah
jari terlihat keriput namun tidak ditemukan rasa nyeri. Hal ini disebabkan karena air tidak
memiliki efek racun dan fenol yang digunakan juga dalam konsentrasi rendah. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan.
Senyawa alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun
karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat. Alkohol yang digunakan sebagai
campuran fenol memiliki konsentrasi yang lumayan tinggi sehingga menimbulkan efek
nyeri dan panas pada jari setelah proses pencelupan. Efek nyeri dan panas ini ditimbulkan
akibat adanya kongesti pada pembuluh darah (vena) setempat. Keriput yang terjadi juga
paling kuat, karena kemampuan merusak alkohol yang tinggi.
Pencelupan jari dalam campuran fenol dan gliserin menyebabkan kulit jari
keriput dengan diikuti panas setelah pencelupan. Gliserin merupakan salah satu jenis
alkohol yang pada umumnya memiliki potensi racun dan pada praktikum ini
konsentrasinya cukup tinggi, yaitu 25% sehingga menimbulkan efek panas.
Pencelupan jari ke dalam campuran fenol dan minyak olivarium tidak
menunjukkan efek apapun. Fenol dapat larut dalam minyak olivarium dengan baik
sehingga dapat menembus kulit. Akan tetapi, penembusan atau penetrasi berbagai bahan
melewati kulit merupakan proses yang tergantung pada waktu. Larutan fenol dalam
minyak olivarium membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan lainnya untuk
menembus kulit karena berat molekulnya lebih besar sehingga dalam waktu yang sama
efeknya belum terlihat.
Pada penambahan zat kimia asing kemungkinan dapat terjadi ketidakseimbangan
antar sistem tersebut. Jika tekanan osmotik intra kapiler lebih rendah maka cairan intra
seluler akan menuju luar sel sehingga menyebabkan sel keriput. Dalam membran cairan
dan zat ditranslokasikan ke berbagai organ dalam organisme terutama melalui sistem
sirkulasi darah dan limfe. Cairan melintas masuk dan keluar darah hanya pada bagian
kapiler sistem sirkulasi. Lamanya waktu hingga terjadi reaksi toksik tergantung oleh
proses filtrasi yang melibatkan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik pada membran.
Kemampuan tersebut juga ditentukan oleh jenis senyawa yang digunakan sebagai
campuran. Akan tetapi, kondisi epitel kulit normal seseorang tidak sama, sehingga waktu
yang terjadi pada setiap orang tidaklah sama.
2.Kaustika
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kulit yang ditetesi oleh H2SO4 pekat,
HCl pekat, dan HNO3 pekat mengalami penebalan dan membentuk suatu area berwarna
putih. Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa tersebut bersifat asam kuat. Asam kuat akan
merusak ikatan protein sehingga protein pada kulit akan mengalami denaturasi yang
menyebabkan timbulnya warna putih pada area yang ditetesi. Pada penetesan senyawa
H2SO4 pekat dan HCl pekat, terjadi pula korosi yang menyebabkan lubang seperti kawah
pada kulit. Sedangkan senyawa HNO3 pekat menyebabkan area kulit yang lebih keras dari
asam kuat lainnya.
Seperti halnya pada kulit, pada mukosa usus yang ditetesi dengan ketiga senyawa
kimia yang bersifat asam kuat tersebut juga menunjukkan reaksi yang sama yaitu mukosa
usus menjadi berwarna putih yang memiliki batas yang jelas. Hanya saja sifat korosif
senyawa asam tersebut lebih keras terhadap mukosa usus. Hal ini berkaitan dengan sel-
sel penyusun yang terdapat pada mukosa usus. Pada usus tidak memiliki epidermis
seperti halnya kulit.

NaOH 75% merupakan senyawa yang bersifat basa kuat. Basa kuat mempunyai
sifat melisiskan sel-sel epitel pada epidermis sehingga epidermis terkikis dan kulit
tampak merah dengan area yang meluas. Karena epidermisnya terkikis, maka kulit
menjadi lunak. Perbedaan yang nyata tampak pada mukosa usus yang ditetesi dengan
NaOH, hasilnya adalah mukosa usus menjadi terlihat bening. Hal ini berkaitan dengan
tidak adanya lapis epidermis pada usus dan juga karena tidak adanya vaskularisasi pada
bagian mukosa. Sehingga hasilnya berbeda dengan kulit yang tampak merah karena
NaOH. Reaksi yang terjadi pada mukosa usus adalah peluruhan epitel usus oleh zat basa
kuat.
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Walaupun fenol merupakan asam
lemah, namun pemberian senyawa ini menimbulkan efek seperti sifat senyawa basa pada
kulit yaitu kulit tampak merah dengan area yang meluas serta lunak.
Seperti halnya pada percobaan NaOH, pemberian cairan fenol pada mukosa usus
juga memberikan hasil berupa perubahan mukosa usus menjadi bening. Hal ini juga
berlawanan dengan hasil yang diperoleh dari kulit. Tidak adanya vaskularisasi pada
bagian mukosa usus, menyebabkan tidak adanya reaksi memerah.
Hal yang berbeda terjadi pada pemberian kloroform. Kloroform merupakan asam
lemah yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik. Klorofom memiliki
titik didih 61C dan titik beku -6,4C serta bersifat karsinogen. Jika terkena udara dan
cahaya, kloroform akan mengalami oksidasi dengan membentuk fosgen yang sangat
toksik. Kloroform bersifat iritan namun tidak menimbulkan lesio akibat trauma pada
kulit. Merupakan senyawa rubefasiensia yang hanya merangsang secara lemah. Karena
itulah meskipun merupakan asam lemah seperti fenol, namun tidak terjadi perubahan
pada kulit.
Pemberian kloroform pada mukosa usus memberikan hasil berupa perubahan
mukosa menjadi bening. Berbeda dengan kulit, usus lebih bersifat rentan terhadap iritasi
sehingga dengan pemberian kloroform yang notabene adalah zat bersifat asam lemah
akan menimbulkan perubahan pada mukosa usus. Meskipun seharusnya perubahan yang
timbul adalah warna putih pada mukosa tetapi, karena sifat kloroform adalah asam lemah
maka reaksi yang ditimbulkan adalah peluruhan epitel saja tanpa adanya reaksi korosif
yang berarti.
Zat Protektiva
1.Demulsensia
Katak diberi larutan H2SO4 1/50 N pada kaki kanannya dan ditunggu sampai
katak tersebut bereaksi dengan menarik kakinya dari larutan H2SO4 1/50 N waktu yang
diperoleh yaitu 2 menit 27 detik. Sedangkan waktu yang diperlukan oleh kaki kiri yang
dicelupkan pada larutan H2SO4 1/50 N yang dicampur dengan gom arab 10% yaitu 1
menit . Setelah itu katak tersebut di deserebrasi , digantung pada tiang penggantung dan
kembali di beri perlakuan yang sama yaitu kaki kanan katak diberi larutan H 2SO4 1/50 N
saja dan kaki kiri katak diberi larutan H2SO4 1/50 N yang diberi campuran gom arab
setelah itu dihitung waktunya sampai katak tersebut menarik kakinya dari masing-masing
larutan. Katak yang kakinya dicelupkan pada larutan H2SO4 1/50 N saja memiliki waktu
9 menit 20 detik sedangkan yang dicelupkan pada larutan H 2SO4 1/50 N yang ditambah
gom arab memiliki waktu 4 menit 17 detik. Waktu yang diperlukan katak tersebut untuk
menarik kakinya dari larutan menjadi lebih lama dibandingkan dengan sebelum di
deserebrasi. Namun waktu yang diperlukan untuk menarik kakinya dari larutan H 2SO4
1/50 N dengan gom arab selalu lebih cepat dibanding pada larutan H 2SO4 1/50 N saja.
Hal ini terjadi pada kondisi sebelum dilakukan deserebrasi maupun setelah di dilakukan
deserebrasi.
Berdasarkan literatur diketahui bahwa gom arab, dikenal pula sebagai gum
Acacia dan merupakan salah satu produk getah (resin) yang dihasilkan dari penyadapan
getah pada batang tumbuhan legum (polong-polongan) dengan nama sama (nama ilmiah
Acacia senegal). Biasanya digunakan untuk mengurangi tekanan permukaan (surface
tension) air dan stabilizer. Karena bersifat larut dalam air membentuk cairan yang kental.
Sedangkan asam sulfat, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini juga larut
dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat diproduksi dari belerang, oksigen, dan
air melalui proses kontak. Asam sulfat dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang
digunakan untuk membuat pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Sifat-
sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh reaksi eksotermiknya dengan air. Luka
bakar akibat asam sulfat berpotensi lebih buruk daripada luka bakar akibat asam kuat
lainnya, hal ini dikarenakan adanya tambahan kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi
dan kerusakan termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan air.
Bahaya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfat.
Namun, asam sulfat encer (sekitar 1 M, 10%) akan dapat mendehidrasi kertas apabila
tetesan asam sulfat tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama. Oleh karenanya, larutan
asam sulfat yang sama atau lebih dari 1,5 M diberi label "CORROSIVE" (korosif),
manakala larutan lebih besar dari 0,5 M dan lebih kecil dari 1,5 M diberi label
"IRRITANT" (iritan). Asam sulfat berasap (oleum) tidaklah dianjurkan untuk digunakan
dalam sekolah oleh karena bahaya keselamatannya yang sangat tinggi.
Melihat hasil praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan literatur karena larutan H2SO4 1/50 N yang ditambah gum arab 10% lebih cepat
dibanding larutan H2SO4 1/50 N yang tanpa ditambah gum arab 10%, telah diketahui
bahwa H2SO4 1/50 N merupakan larutan asam kuat yang apabila mengenai kulit maka
akan terasa menyengat. Dengan penambahan gum arab 10%, H2SO4 1/50 N seharusnya
menghasilkan waktu yang lebih lama. Karena gum arab merupakan bahan yang larut air
dan dapat mengurangi tekanan permukaan air dan juga merupakan stabilizer . Mungkin
hal ini dapat terjadi karena perbandingan komposisi antara gum arab dan H 2SO4 1/50 N
tidak seimbang.

2.Astringensia
Asam tannin merupakan astringensia, yaitu senyawa yang digunakan lokal untuk
mempresipitasikan protein. Tannin mungkin dibentuk dengan kondensasi derivatif flavan
yang ditransportasikan ke jaringan pada tanaman. Tannin mungkin juga dibentuk dengan
polimerisasi unit quinon.
Efek yang ditumbulkan asam tannin pada lidah yaitu dingin, keset, kebas, dan
menjadi kebiruan. Efek tersebut timbul dikarenakan sifat astringensia dari asam tannin,
pada lidah akan terasa kering, seperti mengkonsumsi buah yang masih mentah atau
anggur merah. Pada individu yang sensitif, konsumsi tannin yang berlebihan dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa. Tannin merupakan senyawa fenolik yang dapat
mengganggu penyerapan zat besi dan mengurangi jumlah zat besi kompleks pada saluran
pencernaan.
3.Adsorbensia
Adsorbensia merupakan senyawa kimia berupa bubuk halus, tidak larut, tidak
mengiritasi dan digunakan lokal sebagai protektiva mekanis yang mengadsorpsi zat-zat
yang merugikan. Pada praktikum yang dilakukan, zat adsorbensia yang digunakan adalah
karbon. Karbon tersebut bekerja sebagai adsorben yang sangat bagus. Hal ini dibuktikan
dengan hasil percobaan, katak yang di induksi dengan striknin yang sebelumnya telah
difiltrasi tidak menunjukkan gejala keracunan striknin. Setelah lebih dari 30 menit
penginjeksian striknin yang telah difiltrasi dengan karbon katak tidak mengalami
perubahan. Sedangkan katak yang diinjeksi dengan larutan striknin menunjukkan gejala
keracunan pada detik ke-20. Dengan demikian dapat diketahui bahwa karbon dapat
menyerap kandungan racun yang terdapat pada striknin sehingga striknin tidak dapat
meracuni organ ataupun jaringan tubuh. Karbon mempunyai kemampuan yang sangat
baik dalam mengadsobsi berbagai zat. Selain itu karbon mempunyai kelebihan yaitu
mudah di dapat.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan senyawa kimia yang bekerja lokal, dapat disimpulkan
bahwa senyawa irritansia mampu menimbulkan kerusakan pada sel dan atau jaringan
tubuh dan reaksi iritasi yang terjadi pada jaringan kulit serta mukosa usus berupa
rubefaksi oleh senyawa irritansia rubefasiensia dan korosi oleh senyawa irritansia
kaustika dengan tingkat kepekaan iritasi yang lebih tinggi pada mukosa usus. Sedangkan
senyawa kimia yang bersifat protektif pada kulit bekerja dengan memberikan lapisan
koloid sebagai pelindung (demulsiensia), mengecilkan pori-pori permukaan lidah
(astringensia) dan mengikat serta mengadsorbsi molekul toxican yang berada pada
permukaan kulit tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2009. Senyawa Demulsiensia.
http://wikipedia.com/2009/09/09/.[9 September 2009]
Clarke, E.G.C and Myra L.Clarke.1975.Veterinary Toxicology.London:Bailliere Tindall
Donatus, A.Imono.2001.Toksikologi Dasar.Jogjakarta:Universitas Gajah Mada
Ho Yu, Ming.2006.Environmental Toxicology 2 nd edition. London:CRC Press

You might also like