You are on page 1of 144

Empat tahun lalu aku masih tinggal dikota B. Waktu itu aku berumur 26 tahun.

Aku tinggal dirumah


sepupu, karena sementara masih menganggur aku iseng-iseng membantu sepupu bisnis kecil-kecilan di
pasar. 3 bulan aku jalani dengan biasa saja. Hingga akhirnya secara tak disengaja aku kenal seorang
pelanggan yang biasa menggunakan jasa angkutan barang pasar yang kebetulan aku yang
mengemudikannya. Bu Murni namanya. Sambil ngobrol ngalor-ngidul aku antar dia sampai dirumahnya
yang memang agak jauh dari pasar tempat dia berjualan kain-kain dan baju.

Sesampai dirumahnya aku bantuin dia mengangkat barang-barangnya. Mungkin karena sudah mulai
akrab aku enggak langsung pulang. Toh, memang ini penumpang yang terakhir. Aku duduk saja di depan
rumahnya yang sejuk, karena kebetulan ada seperti dipan dari bambu dihalaman di bawah pohon
jambu. Dari dalam aku mendengar suara seperti memerintah kepada seseorang..

“Pit.. Tuh bawain air yang dikendil ke depan..,” begitu suara Bu Murni.

Aku tidak mendengar ada jawaban dari yang diperintah Bu Murni tadi. Yang ada tiba-tiba seorang gadis
umur kira-kira 20 tahunan keluar dari rumah membawa gelas dan kendil air putih segar. Wajahnya biasa
saja, agak mirip Bu Murni, tapi kulitnya putih dan semampai pula. Dia tersenyum..

“Mas, minum dulu.. Air kendil seger lho..” begitu dia menyapaku.

“I.. Iya.. Makasih..” balasku.

Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku masih tertegun
sambil memandangnya. Seperti ingin tembus pandang saja niatku, ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi,
lumayan deh..’ batinku.

Tak seberapa lama Bu Murni keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya..

“Dik Wahyu, itu tadi anak saya si Pipit..” kata Bu Murni.

“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke Malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku manggut-manggut..

“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..”
aku menimpalinya.
Begitu seterusnya aku ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum sampai aku menstater mobil
pickupku, Bu Murni sambil berlari kecil ke arahku..

“Eh dik Wahyu, tunggu dulu katanya Pipit mau ikut sampai terminal bis. Dia mau ambil surat-surat
dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..”

Aku tidak jadi menstater dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum karena inilah saatnya aku bisa
puas mengenal si Pipit. Begitulah akhirnya aku dan Pipit berkenalan pertama kali. Aku antar dia
mengambil surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau gurau.

“Pit.., namamu Pipit. Kok nggak ada lesung pipitnya..” kataku ngeledek. Pipit juga tak kalah ngeledeknya.

“Mas aku kan sudah punya lesung yang lain.. Masak sih kurang lagi..” balas Pipit..

Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena sepertinya Pipit tak terlalu kaku dan lugu
layaknya gadis-gadis didesa. Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.

Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang pergi membantu tetangga yang sedang
hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil kira-kira 7 tahunan dirumah. Pipit menyuruhnya
memanggilkan ibunya.

“Eh Ugi, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik Pipit gitu yah..”

Ugi pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah kakaknya Pipit. Selagi Ugi sedang menyusul ibunya, aku
duduk-duduk di dipan tapi di dalam rumah. Pipit masuk ke ruangan dalam mungkin ambil air atau apa,
aku diruangan depan. Kemudian Pipit keluar dengan segelas air putih ditangannya.

“Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.


Diberikannya air putih itu, tapi mata Pipit yang indah itu sambil memandangku genit. Aku terima saja
gelasnya dan meminumnya. Pipit masih saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat
memandang dia juga, dan tak terasa tanganku meraih tangan Pipit, dingin dan sedikit berkeringat. Tak
disangka, malah tangan Pipit meremas jariku. Aku tak ambil pusing lagi tangan satunya kuraih,
kugenggam. Pipit menatapku.

“Mas.. Kok kita pegang-pegangan sih..” Pipit setengah berbisik.

Agak sedikit malu aku, tapi kujawab juga, “Abis, .. Kamu juga sih..”

Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekad menarik kedua tangannya yang lembut itu hingga
tubuhnya menempel di dadaku, dan akhirnya kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Tapi
terus meng-erat lagi, erat lagi.. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku. Aku semakin mendapat
keberanian untuk mengelus wajahnya. Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak
ada protes, langsung kukecup dan mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat. Bibirnya basah-basah madu.
Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan dengan maksud sambil menggesek buah dadanya
yang mepet erat dengan tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar Pipit seperti mendesah lirih, mungkin
mulai terangsang kali..

Apalagi tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku sengaja kubenturkan kira-kira ditengah
selangkangannya. Sesekali seperti dia tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga
tonjolanku membentur tepat diposisi “mecky”nya.

Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku mulai memuncak ketika tanpa malu lagi Pipit menggelayutkan
tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang memutar, menekan sambil mendesah. Tanganku
turun dan meremas pantatnya yang padat. Akupun ikut goyang melingkar menekan dengan tonjolan
penisku yang menegang tapi terbatas karena masih memakai celana lumayan ketat. Ingin rasanya aku
gendong tubuh Pipit untuk kurebahkan ke dipan, tapi urung karena Ugi yang tadi disuruh Pipit
memanggil ibunya sudah datang kembali.

Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Begitu
masuk, Ugi yang ternyata sendirian berkata seperti pembawa pesan.
“Lik Pipit, Ibu masih lama, sibuk sekali lagi masak buat tamu-tamu. Lik Pipit suruh tunggu aja. Ugi juga
mau ke sana mau main banyak teman. sudah ya Lik..”

Habis berkata begitu Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung buru-buru mau main dengan teman-
temannya. Aku dan Pipit saling menatap, tak habis pikir kenapa ada kesempatan yang tak terduga
datang beruntun untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua saja disebuah
rumah yang kosong ditinggal pemiliknya.

“Mas, mending kita tunggu saja yah.. sudah jauh-jauh balik lagi kan mubazir.. Tapi Mas Wahyu ada acara
nggak nanti berabe dong..” berkata Pipit memecah keheningan.

Dengan berbunga-bunga aku tersenyum dan setuju karena memang tidak ada acara lagi aku dirumah.

“Pit sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut.

“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”

Tanpa ba-Bi-Bu lagi Pipit malah memelukku, mencium, mengulum bibirku bahkan dengan semangatnya
yang sensual aku dibuat terperanjat seketika. Akupun membalasnya dengan buas. Sekarang tidak
berlama-lama lagi sambil berdiri. Aku mendorong mengarahkannya ke dipan untuk kemudian
merebahkannya dengan masih berpelukan. Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya,
sampai ke telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Tangannya meraba
tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring desahan birahinya. Merasa ada perimbangan, aku tak
canggung-canggung lagi aku buka saja kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras
kenyal berukuran 34 putih mulus dibalik bra-nya.

Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua tonjolan seukuran kepalan tangan aktor
Arnold Swchargeneger, putih keras dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang,
dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati
mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, bergantian kanan dan
kiri. Pipit membusung menggeliat sambil menghela nafas birahi. Matanya merem melek lidahnya
menjulur membasahi bibirnya sendiri, mendesah lagi.. Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah
mulai terbuka resluiting celanaku karena usaha Pipit.
Tanganku mulai merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah kubuka celana panjang Pipit pelan
tapi pasti, hingga berbugil ria aku dengannya. Kuhajar semua lekuk tubuhnya dengan jilatanku yang
merata dari ujung telinga sampai jari-jari kakinya. Nafas Pipit mulai tak beraturan ketika jilatanku
kualihkan dibibir vaginanya. Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Pipit yang sebesar
kacang itu kuhajar dengan kilatan kilatan lidahku, kuhisap, kuplintir-plintir dengan segala
keberingasanku. Bagiku Mecky dan klitoris Pipit mungkin yang terindah dan terlezaat se-Asia tenggara.

Kali ini Pipit sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras bergoyang searah jarum jam
padahal mukaku masih membenam diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Pipit
mengempit kepalaku membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan
suara nafasnya dan…

“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Pipit.. Mas.. Pipit.. Keluar.. Mas..” mendengar lenguhan itu semakin kupagut-
pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga sempit Pipit itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak
sempat keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke vaginanya. Ternyata tak
terlalu susah karena memang Pipit tidak perawan lagi. Aku tak perduli siapa yang mendahului aku, itu
bukan satu hal penting. Yang penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan
bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma kesucian, bagiku lebih nikmat
dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet seperti itu.

Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang vagina sempitnya, kutarik
maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada Pipit. Rupanya Pipit
mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun tanggap dan memenuhi
keinginannya. Benar saja dengan “Ahh.. Uhh”-nya Pipit mempercepat proses penggoyangan aku
kegelian. Geli enak tentunya. Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku menghujam.

Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk, menukik ke dalam
sanggamanya disertai empotan dinding vagina bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan
desahan Pipit yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami
berdua datang. Aku dan Pipit menggelinjang, menegang, daan.. Aku orgasme menyemprotkan benda
cair kental di dalam mecky Pipit. Sebaliknya Pipit juga demikian. Mengerang panjang sambil tangannya
menjambak rambutku.. Tubuhku serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa
kenikmatan. Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Pipit.

“Kamu gila Pit.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Pit?”
Pipit hanya mengangguk, “Mas Wahyu.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu
Mas..” bisiknya..

Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali pakaian kami, merapihkannya dan
bersikap menenangkan walaupun keringat kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya.

Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya Pipit datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat
Pipit bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang
sudah meninggal karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa perkosaan
yang entah kenapa Pipit memilih untuk memendamnya saja.

Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan Pipit
ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu Murni kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24
jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.

Tak lama setelah keberangkatan Pipit aku pindah ke Jakarta. Khabar terakhir tentang Pipit aku dengar
setahun yang lalu, bahwa Pipit sudah pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil
yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri Jiran itu.
Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “Pipit-Pipit” lain yang nyasar ke
pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali gue..

Ketika nafsu mengalahkan segalanya-1

0 Comments

Dipublikasikan oleh : admin pada tanggal : May 18,2008

Berada di kategori : Bercinta, Cerita 17Tahun, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Panas Daun Muda,
Cerita Pemerkosaan, Cerita Sedarah, Cerita Seru, situs dewasa

Pertama tama perkenalkan nama saya Irwan bisanya dikenal dengan nickname @suxetasu oleh kawan
kawan saya di Forum Bluefame .

Saya merupakan karyawan di sebuah perusahaan swasta di kawasan Kuningan, Jakarta.

Perusahaan tempat saya berkerja bergerak dalam bidang ekspor impor, di perusahaan tersebut saya
memiliki sebuah jabatan yang cukup membuat iri bagi rekan kerja saya di perusahaan tersebut.
Dalam umur 27 tahun saya sudah menjabat kedudukan sebagai Direktur utama di perusahaan tersebut.
Mesipun demikian, saya masih tak ingin mencari calon istri. Saya masih ingin merasakan kehidupan saya
sebagai laki laki lajang yang sukses dengan segala apa yang saya miliki. Segala yang saya inginkan dapat
dengan mudah saya miliki.

Saya tinggal disebuah perumahan yang cukup elite untuk warga Jakarta yang mengetahuinya. Menteng.

Sesehari dirumah hanya di temani oleh 2 pembantu yang mengurusi segala kebutuhan saya sehari hari.

Pengalaman sex ini saya dapatkan ketika saya mencari seorang sekretaris untuk membantu saya dalam
menyelesaikan pekerjaan saya di perusahaan tersebut.

Mungkin kriteria saya dalam memilih seorang sekretaris sama dengan banyak laki laki lajang pada
umumnya di kota jakarta ini. Kecantikan adalah utama, kulit putih bersih, paras yang ayu, serta mungkin
kemolekan atas lekuk tubuhnya.

“Iya… masuk.” Terdengar ketukan diluar pintu ruangan saya.

“Maaf pak. Apakah bapak mau memulai untuk menyeleksi calon sekretaris.”

“Hmmm… suruh masuk.” Perintah Irwan tanpa menoleh kepada bawahannya.

Beberapa saat kemudian terdengar kembali suara ketukan di pintu ruangan tersebut.

“Masuk…”

“Siang pak…”

“Hmmm… silahkan perkenalkan siapa kamu.† Sahut Irwan tanpa terlalu memperdulikan
kehadiran calon pelamar tersebut di hadapannya yang masih berdiri. Saat itu Irwan memang sedang asik
membaca berita berita fresh news di Forum kecintaannya di Bluefame.com.
“Tolong sebutkan nama kamu… umur kamu… sekarang kamu tinggal dimana… dan apa pendidikan
terakhir kamu serta dari universitas mana.† Tanya kembali Irwan yang tak memperdulikan wanita
yang kini duduk di depan mejanya.

“Nama saya Sarah Pradipta, saat ini saya berusia 21 tahun. Saya tinggal di perumahan Jatinegara
Kaum, Jakarta Timur. Saya merupakan Lulusan D3 jurusan sekretaris pada universitas Swasta
Trisakti.” Jawab Sarah dengan lancar tanpa merasa gugup bila sedang interview.

Saat itu sarah mengenakan baju yang sungguh menawan. Blazer hitam dipadu kemben putih tanpa
memakai Bra yang menahan buah dada yang berukuran 36B hingga terlihat jelas sekali terbentuk puting
susunya pada pakainannya. Rok ketat pendek yang memamerkan kemulusan kulit pahanya yang putih,
seakan memancing setiap tangan untuk menjamah serta merasakan kehalusannya. Dengan postur
tubuh sekitar 170 cm yang cukup tinggi bagi wanita seperti Sarah. Terkadang banyak sahabatnya yang
bertanya kepadanya, mengapa ia lebih memilih untuk menjadi seorang sekretaris dibandingkan menjadi
seorang model karena Sarah memiliki segala kriteria seorang model papan atas. Paras wanita indo
antara Belanda-Jawa. Bola mata coklat dipadu dengan Rambut berombak merah bata sepunggung, kulit
putih bersih. Memiliki leher yang jenjang, dengan sedikit rambut halus yang tumbuh di lehernya.
Lekukan tubuh yang mengiurkan setiap mata yang memandang. Seakan akan mengundang terjangan
setiap laki laki yang memandangnya bila sedang berjalan. Memang selama ini Sarah sangat menjaga
kebugaran tubuhnya dengan erobik rutin di sebuah gym Selebritis Fitnnes dibilangan Kelapa Gading,
Jakarta Utara.

Sepintas Irwan tertuguh dengan hadirnya bidadari yang berdiri dihadapannya saat itu. Tanpa kembali
memperdulikan fresh news yang paling ia suka bila membuka forum Bluefame.com.

Tatapannya bagaikan menelanjang Sarah, menatap dan menilai setiap lekukan tubuh Sarah saat itu.

“Pak… apakah ada yang salah dengan pakaian yang sekarang saya kenahkan. Apakah bapak kurang
berkenan dengan pakaian ini.” Tutur Sarah setelah menyadari tatapan Irwan yang menatapnya dari
ujung kaki hingga ujung rambut.

“Ooh… tidak tidak ada yang salah, hmmm… saya suka dengan penampilan kamu… apakah kamu
sudah berkeluarga saat ini.” Tanya Irwan yang ingin mengetahui status pelamarnya saat itu.
“Belum pak… Saat ini saya ingin memfokuskan untuk karier saya, oleh karena itu saya tidak ingin
menjalin sebuah hubungan dengan siapapun.† Jawab Sarah dengan menundukkan wajahnya
menatap ke bawah karena malu atas pertanyaan itu. Atau mungkin karena malu atas tatapan Irwan
yang terus menatapnya.

“Selain kemampuan dibidang kesektretarisan. Kamu memiliki kemampuan apa lagi. Mungkin ini agak
mengherankan, namun ini sebetulnya sangat diperlukan sekali bagi seorang sekretaris saya.”

“Hmmm… dilain bidang kesekretarisan… mungkin saya juga bisa memberikan sesuatu yang lebih
untuk bapak… namun bila bapak juga mengingginkannya.”

Perlahan Sarah berjalan mendekati tempat Irwan, dengan menampilkan paras muka nakalnya Sarah
membuka retsleting celana Irwan dan mengeluarkan naga saktinya keluar dari sarangnya. Di
genggamnya batang kemaluan Irwan dengan jari jari lentiknya. Perlahan dikocok kocok batang kemaluan
itu naik turun seirama. Sesekian detik kemudian naga yang tertidur itu terbangun dan mengeliak dengan
urat urat yang menonjol di tubuhnya.

Dengan lidah nakalnya Sarah memulai permainannya dengan menjilat kepala kemaluan yang ia genggam
itu. Memasukkan kemaluan Irwan dengan diameter cukup besar dan panjangnya sekitar 17 – 20
sentimeter itu ke dalam mulutnya. Dengan lahap Sarah menelan habis batang kemaluan itu. Mengoral
dengan menaik turunkan sambil tangan sebelah kanannya membelai kantung kemenyan Irwan.

Merasa kemaluannya sedang di oral oleh Sarah dengan nikmatnya, tangan sebelah kanan Irwan pun
turun mencari bongkahan buah surga yang menjulang mengemaskan ke dalam genggaman tangannya
yang kekar berotot itu.

Merasa tak ingin sensasi ini terganggu, Irwan melepaskan genggaman buah dada Sarah yang kini telah
mengelantung di luar baju dalamnya dan mengapai telphonenya serta memberitahukan bawahannya
bahwa untuk saat ini ia tak ingin diganggu serta memberitahukan bahwa ia telah menerima Sarah
sebagai sekretarisnya yang baru. saat ini ia memberitahukan juga bahwa ia sedang memberikan tugas
kepada Sarah tentang tugas tugasnya sebagai sekretarisnya.

Setelah menaruh kembali gagang telphone tersebut Irwan kembali mencari mainannya yang tadi sempat
tertunda.

Kemudian Sarah melepaskan kulupannya dan menanyakan kemungkinan apakah Irwan mengingginkan
sensasi yang lebih dari permainan ini dan yang merupakan tanda terima kasih karena ia telah diterima
untuk berkerja di perusahaan ini.
Sarah duduk di atas meja kerja Irwan dan merenggangkan kedua kakinya tepat dihadapan Irwan yang
menampilkan celana dalam putih dengan model renda.

Menurunkan celana dalam berendanya yang membungkus lipatan gundukan daging montok itu
dihadapan Irwan yang mulai terpanah dengan pemandangan yang kini ia saksikan.

Tak ingin berlama lama memandangnya. Irwan langsung memendamkan kepalanya di dalam
selangkangan Sarah dan melahap harumnya liang kemaluan Sarah yang terawat itu. Ternyata selain
merawat kebugaran tubuhnya. Sarah juga tak lupa merawat liang kewanitaannya dengan segala ramuan
ramuan tradisional yang berasal dari ibunya yang keturunan orang Jawa.

Keharuman terpancar di dalam selangkangannya, memberikan sejuta rangsangan terhadap Irwan.

“Sshhhhh…. mmmmm….” rintih Sarah mendahakkan kepalanya menatap ke atas menikmati


setiap jengkal jilatan Irawan terhadap vaginanya.

Sluup… sluup… terdengar suara jilatan Irwan yang sedang menikmati.

“Sssshhh…. Pak. Ooohh….” erang kembali Sarah saat Irwan memainkan klitorisnya dan mengigit
halus serta menekan nekan kepala Irwan tanpa memperdulikan bahwa Irwan adalah atasannya saat itu.

Jilatan demi jilatan menjelajahi vagina Sarah, hingga tak sanggup lagi Sarah menahan lebih lama rasa
yang ingin meledak didalam dirinya.

Nafas yang makin memburu… sahut menyahut didalam ruangan yang cukup besar itu. Beruntung
ruangan Irwan kedap suara, jadi tak kwatir sampai terdengan oleh karyawannya di luar sana.

Beberapa menit kemudian Sarah mengejang sambil mendesah keras serta meluruskan kedua kakinya
yang jenjang itu lurus tepat di belakang kepala Irwan yang sedang terbenam menjilati bongkahan vagina
Sarah. Akhirnya Sarah mencapainya dengan keringat disekujur tubuhnya. Meskipun ruangan tersebut
Full AC namun Sarah masih merasa kepanasan di sekujur tubuhnya saat itu. Mungkin karena pengaruh
hawa nafsu yang kini menjalar didalam dirinya atas rasa yang barukali ini ia dapatkan.

Masih dengan posisi Sarah duduk di atas mejanya. Irwan membuka seluruh celana serta celana
dalamnya dan membebaskan sepenuhnya naga sakti yang ia banggakan itu.

Menyadari hal itu Sarah menaikan lebih tinggi Rok ketatnya hingga ke pinggangnya yang ramping dan
merenggangkan kedua pahanya yang siap akan dinikmati oleh atasan barunya.

Irwan mengenggam batang kemaluannya dan mengosokannya diantara bibir vagina Sarah yang telah
basah bercampur liur Irwan dan mani Sarah yang tadi keluar.
Perlahan Irwan menekan kepala kemaluannya ke dalam vagina Sarah yang menantang ingin segera di
ganjal oleh batang kemaluaan besar berurat Irwan. Vagina yang hanya dihiasi bulu bulu halus berbentuk
V diatas liangnya. Semakin membuat gemas Irwan yang memandangnya. Dengan dibantu Sarah yang
membuka kedua pahanya semakin lebar, mempermudah kemaluan Irwan untuk segera menerobos
masuk.

“Pak… plan… pelan Pak. Sakit.” Ujar Sarah ketika merasakan mahkota keperwanannya ini akan
segera dilahap oleh atasannya. Dengan mimik muka Sarah yang mengigit bibir sensualnya.

“Tahan sebentar yah… setelah ini kamu akan merasakan sebuah sensasi yang tak mungkin kamu
dapatkan ditempat lain selain dengan saya.

Sarah hanya mengangguk kecil kepada Irwan yang melanjutkan dorongannya untuk segera mendobrak
pintu surganya yang masih rapat tertutup itu.

Dengan kedua tangan yang memegang kedua sisi meja Irwan, Sarah menahan dorongan Irwan yang
terus berusaha.

Akhirnya usahanya membuahkan hasil. Kepala kemaluannya memasuki vagina Sarah perlahan lahan dan
semakin dalam. Setelah terasa seluruh dari batang kemaluannya masuk semua. Irwan tak langsung
menariknya kembali. Sesaat didiamkan dulu batang kemaluannya didalam vagina sempit Sarah yang
perawan itu. Menikmati remasan remasan otot vagina Sarah terhadap batang kemaluannya.

Sensasi wajah Sarah yang menahan sakit yang dirasakan semakin membuat Irwan semakin meluap
birahinya untuk lebih lanjut menyetubuhi Sarah.

Pelan pelan Irwan menarik kembali batang kemaluannya dari dalam vagina Sarah dan hanya menyisakan
kepalanya saja dan kembali menekan masuk terus dan berulang ulang hingga Sarah merasakan birahinya
kembali bangkit bersamaan dengan gesekan gesekan yang dibuat oleh Irwan kepada liang
kewanitaannya.

“Pak… lebih cepat dong pak dorongannya.† Ujar Sarah meminta agar Irwan semakin cepat
memompa vaginanya.

Setiap tekanan yang dilakukan Irwan terhadap vagina Sarah, mengakibatkan klitorisnya ikut tergesek
dan menimbulkan sensasi nikmat yang begitu indah.
Merasa Vagina Sarah telah dapat menerima kehadiran batang kemaluannya yang besar ini, maka
pompaan Irwan pun semakin genjar keluar masuk kedalam vagina Sarah.

Tak terasa pergumulan ini berlangsung selama 30 menit lamanya. Hingga Sarah telah keluar sebanyak 4
kali.

“Pak… sssshhh…. please pak… nikmatnya batang kemaluan bapak ini. Trus pak….† desah Sarah
semakin mengila atas rasa yang ia dapatkan ini.

“Paaaakkk… Sarah tidak kuat lagi…. Aaakkkhhh…”

Mendengar seruhan Sarah yang sedikit lagi mencapai puncaknya, maka Irwan pun tak ingin lebih lama
lagi. Kali ini Irwan ingin mengakhiri dengan bersama sama.

“Tahan sebentar Sarah… kita sama sama keluarinnya. Jangan dikeluarin dulu… tahan.† Perintah
Irwan yang semakin genjar memompa vagina sarah yang tak memperdulikan perih yang dirasakan Sarah
pada bibir vaginanya yang semakin memerah itu.

Akhirnya….

“Aaaakkkhhh… Saaaarrraaah.” Erang Irwan yang bersamaan dengan erangan sarah pada saat itu
memanjang sambil saling berpelukan dalam dekapannya masing masing.

Anita ( 20 tahun )

Seusai persenggamahan mereka. Sarah bergegas mengenakan seluruh pakaiannnya dan merapikan
pakaian yang agak lesuh itu karena pergumulannya dengan Irwan atasan barunya. Tak lupa Sarah
mengambil secarik Tissue basah dari tas kecilnya dan membersihkan vaginanya dari bekas bekas sperma
yang di muncratkan Irwan didalam liang kewanitaannya.
Sepulang kerja Irwan menawarkan untuk mengantar sekretaris barunya Sarah pulang ke rumahnya yang
berada di perumahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.

Setibanya Sarah dan Irwan didepan rumahnya. Sarah dikejutkan dengan hal yang membuat Sarah untuk
meninggalkan Irwan sendiri dirumahnya bersama dengan adiknya Anita. Kepergian Sarah yang tiba tiba
itu dikarena ada salah satu keluarganya yang sakit keras malam itu juga.

Dan Sarah tak sungkan meminta pertolongan Irwan untuk menunggunya di rumahnya bersama Anita
adiknya yang masih kuliah di Universitas Gunadarma. Karena mereka hanya tinggal bertiga di rumah itu,
sedangkan ayahnya Sarah telah meninggal dunia sekitar 4 tahun yang silam. Bersama dengan ibunya
yang kini menjanda.

Dengan spontan Irwan menawarkan Sarah untuk mengunakan mobil Jaguarnya untuk menemani ibunya
ke rumah saudaranya malam itu. Tawaran Irwan pun tak sia sia kan. Sarah bersama ibunya berangkat
menuju rumah saudaranya yang berada cukup jauh daritempat tinggalnya dengan mengunakan mobil
Jaguar yang Irwan tawarkan.

Kecantikan Anita tak kalah dengan kecantikan kakaknya. Paras muka Anita mungkin dapat dikatakan
lebih menawan dan mempesona dibandingkan dengan kakaknya Sarah. Dengan kulit yang sama putih
serta berambut hitam lurus sebahu, dihiasi bibir dan mata yang menantang laki laki disekitar komplek
perumahannya. Postur tubuh Anita lebih pendek dibandingkan dengan kakaknya. Sekitar 165 cm dengan
sepasang buah dada berukuran 36 C lebih besar diatas kakaknya. Sepasang bongkahan pantat menawan
yang dipadu dengan pinggulnya yang langsing.

Postur tubuh Anita membuat Darah muda Irwan kembali terbakar setelah mengetahui kemolekkan
tubuh adik Sarah ini.

“Mimpi apa aku kemarin malam… hingga hari ini aku dikelilingi oleh bidadari cantik seperti Sarah dan
Anita. Sungguh beruntungnya diriku hari ini.† Kata Irwan dalam hatinya. Ketika merasa
keberuntungan berpihak kepadanya saat ini. Pertama mendapatkan seorang sekretaris secantik Sarah
serta mendapatkan kenikmatan menyetubuhi Sarah siang tadi didalam ruangannya.

“yuk masuk… kita tunggu mama dan kak Sarah didalam saja.† “Oh yah, perkenalkan nama saya
Anita, umur saya 20 tahun nanti bulan depan. Anita panggil siapa yah sama….” Oceh Anita yang terus
menerus sambil berjalan kedalam rumahnya.

“Nama saya Irwan Direktur disalah satu Perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang ekspor
impor. Sekaligus merupakan atasan baru kakakmu Sarah. Panggil saja kak Irwan.† Ujar Irwan buru
buru karena belum sempat memperkenalkan namanya sebari tadi karena ocehan Anita wanita yang
membuat mata Irwan terus terpanah dengan goyangan pantatnya ketika berjalan tepat dibelakangnya.

“Oh… jadi boss baru kak Sarah yah… wah kak Sarah beruntung sekali yah memiliki boss yang baik hati
serta tampan seperti kak Irrrrwaaan…” “Anita juga mau bila nanti kerja memiliki boss setampan
kakak Irwan.” Ujar Anita yang panjang lebar.

“Kak… sebentar yah, Anita mau menyegarkan badan Anita dulu. Bau nih, seharian kena terik
matahari. Kak Irwan kalau mau minum ambil saja sendiri, jangan malu malu anggap saja seperti rumah
kakak sendiri.” Kata Anita sambil memainkan matanya yang nakal ke arah tatapan Irwan.

Gila sungguh mengiurkan tubuh Anita adiknya Sarah ini. Beruntung sekali bila ada pria yang akan
menjadi kekasihnya kelak nanti. Tak kalah dengan kakaknya Sarah.

Merasa haus… Irwan berjalan mencari kulkas untuk mengambil sebotol minuman ringan menghapus
dahaganya.

Sambil kembali duduk di sofa ruang tamu keluarga Sarah. Irwan kembali dikagetkan dengan kehadiran
Anita yang hanya mengenahkan gaun tidur putih tipis tiga jari dari lututnya, samar samar menampakkan
seluruh lekukkan tubuhnya dibalik gaun yang seksi itu.

Begitu indah pemandangan yang sekarang Irwan saksikan, sayang bila matanya harus mengedip meski
hanya sekejap. Anita mengunakan gaun putih dengan celana dalamnya hitam model G-String dipadu
dengan Bra berwarna hitam segitiga yang hanya menutupi puting susunya saja.

Tak terasa naga yang bersembunyi didalam celana katun Irwan kembali mengeliak dengan hebat hingga
membentuk tonjolan yang cukup besar pada luar celananya.

“Loh kok malah bengong sih… apa ada yang salah yah dengan baju tidur yang Anita pakai ini atau
mungkin kakak kurang menyukainya.” Ujar Anita setelah melihat tatapan Irwan yang kaget
melihatnya keluar dari dalam kamarnya yang masih dengan rambutnya yang masih basah karena mandi
tadi.

“Tidak… tidak ada yang salah dan saya suka kok dengan gaun tidur kamu… hanya saja hhhmmmm…
” jawab Irwan dengan gugup karena tertangkap basah melihat kearah buah dada nya serta ke arah
selangkangannya.
“Hanya saja… apa? Kok diam sih. Atau mungkin karena kakak kaget malihat Anita mengenahkan gaun
tidur dengan dalamanya yang terlihat jelas yah.† Sahut Anita sambil mengoda Irwan yang merasa
malu karena melihatnya begitu seksi.

Dengan agak gugup Irwan menjawab “Hanya saja kamu terlihat begitu sangat dewasa di bandingkan
dengan saat kamu mengenakan kaos dan celana jeans.† Tutur Irwan.

“Trus setelah itu…”

“Trus kamu juga sangat seksi sekali mengenahkan gaun tidur itu. Kakak sangat mengagumi
keindahan tubuhmu.”

Tiba tiba deringan Handphone Anita berbunyi. Ternyata yang menelphone itu adalah kakaknya. Sarah.

“Hallo… kenapa Kak Sarah.” Sahut Anita menjawab panggilan itu.

“Anita. Mungkin kakak tidak bisa pulang malam ini karena paman ternyata sedang mengalami
pendarahan, saat ini paman sedang dirawat intensif dirumah sakit RSCM, Salemba. Kak Irwan masih
disana tidak? Suruh saja ia menginap dirumah kita, karena hari semakin malam dan mustahil ada taksi
yang berkeliaran jam segini. Kak Irwan nanti persilahkan saja untuk tidur di kamar kakak saja.† Ujar
Sarah memberitahukan bahwa ia serta ibunya tak dapat pulang malam ini.

“Iya… kak Irwan masih disini sedang ngobrol dengan Anita.† Jawab Anita kembali.

“Anita ingat yah… kak Irwan adalah milik kakak. Jadi jangan kamu sekali kali berbuat yang bukan
bukan terhadapnya malam ini. Ingat pesan kakak yah.† Ancam Sarah yang memfokuskan
pembicaraannya untuk tidak mengusik kehadiran Irwan malam ini disaat ia tak ada disana.

“Oke boss… bagi bagi dong kalau punya cowok setampan ini kak…† ejek Anita kepada Sarah di
telphone.

“Awas kamu kalau macam macam yah…”


“Gimana… apakah Sarah pulang malam ini…† Tanya Irwan yang ingin tahu apakah Sarah pulang
malam ini.

“Kak Sarah tidak dapat pulang malam ini, dan kakak diminta untuk menginap saja disini dan tidur di
kamarnya nanti malam.” Ujar Anita sambil meletakkan Handphonenya di atas meja tamu setelah
mengakhiri pembicaraan itu.

“Kak kayaknya ada sesuatu yang menonjol tuh di balik celana kak Irwan… kayaknya besar banget!
” sambil menhampiri Irwan yang duduk depannya dan duduk tepat disampingnya.

“Ah gak ini bisa lah… kalau liat wanita cantik bergaun tidur sexy serta transparan lagi… yah gini deh
akibatnya. Gak bisa kompromi, minta jatah…† canda Irwan menutup malunya karena adik kecilnya
menonjol dibalik celananya.

“Kayaknya kalau diusap usap sama tangan Anita mungkin bisa lebih besar lagi yah… ih jadi pengen
nih liat itunya kak Irwan.” Seru Anita sambil memegang batang kemaluan Irwan diluar celana
panjangnya.

Karena merasa mendapatkan angin segar dari perbincangan yang mulai menjurus ke hubungan badan.
Maka tak sungkan sungkan Irwan mulai meraba halus paha Anita yang putih mulus itu. perlahan namun
semakin berjalan menuju titik temu nikmatnya.

Antara bibir Irwan dan Anita saling berpangutan, mendesah, nafas yang memburu karena nafsu yang
menjadi.

Tak kala desahan Anita semakin menjadi saat tangan kekar Irwan mulai menyusup di balik celana dalam
G-string yang dikenakan Anita. Mengorek… mencari dimana gerangan daging lebih tersebut… setiap
gesekan yang dilakukan Irwan membuat Anita mendesah bagaikan setan kepanasan dengan mulut yang
engap engapan layaknya manusia yang kekurangan oksigen.

Merasa tak ingin disaingi kegesitannya. Anita pun segera melancarkan serangannya. Membuka gesper
yang melingkar pada pinggang Irwan dan menurunkan retsleting celana serta langsung membuka
seluruh kain yang membalut bagian bawah Irwan.

Dengan posisi Anita berjongkok di bawah. Anita dengan bebasnya menikmati batang kemaluan Irwan
bertubi tubi, layaknya seorang anak kecil yang sedang menemukan mainan barunya. Tak henti hentinya
Anita mengulup kepala serta batang kemaluan Irwan… naik turun keluar masuk mulutnya.
Terasa sekali ngilu kepala kemaluan Irwan saat Anita mengesikkan batang kemaluannya pada sisi gigi
rahangnya, kanan kiri dan terus bergantian.

“Gila nih cewek… kayaknya Anita lebih berpengalaman dibandingkan dengan kakaknya Sarah… pintar
sekali ia mempermainkan batang kemaluanku… sungguh nikmat sekali, meski terkadang rasa ngilu
bertubi datang namun nikmatnya gak bisa di utarakan dengan kata kata.† Guyam Irwan dalam hati
sambil menikmati setiap jengkal batang kemaluaanya di hisap oleh Anita.

Lalu tak ingin akan berakhir sampai disini… Irwan menarik tubuh Anita dan disuruhnya mengangkang
tepat di atas mukanya.

Dengan gencar Irwan menyapu vagina Anita yang sama sama nikmatnya dengan Sarah. Namun vagina
Anita seakan menebarkan bau yang sungguh membuat Irwan semakin gencar dan lahap menjilati liang
kewanitaannya hingga setiap cair yang keluar dari sela bibir kemaluannya yang montok itu, tak dibiarkan
sia sia oleh Irwan.

Dibukanya kedua belah bibir kemaluan Anita dengan jari telunjuk Irwan, kemudian dengan leluasa lidah
Irwan bermain… berputar putar… dan menekan nekan menerobos liang kewanitaan Anita yang
berwaran merah muda itu. sungguh rasa dan sensasi yang berbeda.

Merasa mereka berdua hampir sama sama akan sampai, maka di turunkan tubuh Anita yang semula
mengangkang di kepalanya dan berjongkok tepat di atas batang kemaluannya yang tegang menunjuk ke
atas tepat dibawah bibir vagina Anita berada.

Hanya dengan sedikit tekanan pada bibir vagina Anita. Batang kemaluan Irwan berhasil menerobosnya
tanpa harus bersusah payah seperti vagina milik kakaknya Sarah.

Sesaat ketika batang kemaluan Irwan telah tertancap penuh didalam vagina Anita.

“Uuuuhhh… kak. Mmmmhhh… nikmatnya punya kakak yang besar ini.”

“Sssshhhh…. mmmmhhh… pantas kak Sarah takut tinggalin kak Irwan sendiri di sini dengan Anita.
Ternyata kak Sarah tergila gila dengan punya kak Irwan yang sungguh perkasa ini…† ujar Anita sambil
mengoyangkan pinggulnya maju mundur… berputar putar merangsang batang kemaluan Irwan yang
mengaduk liang kewanitaannya.
“kalau begini nikmatnya… Anita mau selama 1 bulan nonstop dient*t setiap hari sama kak Irwan
yang ganteng dan perkasa ini.” Goda Anita dengan bahasa yang mulai berbicara kotor. Layaknya
pelacur yang haus akan sodokan sodokan kejantanan laki laki.

Kenyataannya ternyata Anita sudah tak perawan lagi seperti kakaknya Sarah saat pertama kali Irwan
menyetubuhinya siang tadi di dalam kantornya.

“uuuhh… kak… uuuuhh… kak. Gendong Anita kedalam. Please…† pinta Anita sambil mencium
puting susu Irwan yang berbulu itu.

“Dengan senang hati sayang… kak akan memberikan kepuasan yang kamu inginkan. Asal kamu tak
memberitahukan kepada kakak mu Sarah.† Sahut Irawan sambil berdiri dengan mengendong Ani ta di
pangkuannya tanpa melepaskan batang kemaluannya keluar dari dalam vagina Anita.

Setiap gerakan langkah yang diambil oleh Irwan mengendong Anita menuju kamarnya. Desahan dan
erangan Anita semakin menjadi karena hentakan hentakan yang diakibatkan oleh sodokan yang
mementok hingga rahim Anita.

Namun sensasi yang begitu nikmatnya… begitu beringasnya Anita kala bersenggama dengan Irwan, tak
sungkan sungkan Anita mengigit pundak Irwan hingga bertanda…

Hingga tiba pula didalam kamarnya… Irwan merebahkan tubuh Anita diatas ranjang springbednya dan
menekukkan salah satu kaki jenjang mulus Anita ke atas dan yang satunya tetap di bawah. Dengan posisi
ini batang kemaluan Irwan dapat dengan leluasa menhujam keluar masuk vagina Anita tanpa merasa
terhalangi oleh bongkahan pantatnya yang bulat padat berisi itu.

“plak… plak… plak…” suara yang muncul ketika hentakan yang di lakukan oleh Irwan menyodok
vagina Anita bertubi tubi.

“Kak… truuus… beri Anita kenikmata seperti kakak berikan buat kak Sarah…”

“uuuhhh… kak. Nikmatnya. Uuuhhh….† erang Anita yang mengila sambil mencakar punggung
Irwan.
Irwan tak memperdulikan Anita. Sekarang yang ada di pikirannya adalah mengalahkan Anita di atas
ranjang. Irwan ingin merasa selalu perkasa diatas ranjang meski dengan wanita manapun, tentunya
masuk kategori seleranya.

Seakan Irwan tak memberi ruang istirahat untuk Anita sesaat. Irwan terus menyodok batang
kemaluannya tak henti henti… hingga Anita sendiri wanita yang haus akan seks ini merasa heran atas
keperkasaan yang ada dalam diri Irwan.

Dengan postur tubuh yang tegap kekar, tinggi, tampan, serta memiliki kedudukan yang tinggi disalah
satu perusahaan swasta.

Akhirnya Anita pun terkapar tak berdaya mengimbangi kekuatan seksual Irwan yang hingga saat ini
masih terpacu menyetubuhinya tanpa merasa lelah sedikitpun.

“Kak… Aaannita tidak tahan lagi… kak. Aaakkkhhh…. Anita sampai….† Erang Anita panjang yang
menyatakan ia akan telah mencapai puncak kenikmatannya yang ke 3 semenjak pertama kali vaginanya
di aduk aduk oleh tangan Irwan yang kekar itu.

Tak memperdulikan keadaan Anita yang telah lemas ditindih tubuhnya… Irwan tetap terus menhantam
vagina Anita bertubu tubi… masuk keluar tak henti hentinya…

Namun tak lama kemudian Irwan merasakan denyut denyut yang keras sekali pada pangkal
kemaluannya. Lalu Irwan pun mencabut batang kemaluannya dari dalam liang vagina Anita dan sambil
tetap mengocok kemaluaannya Irwan membimbing batang kemaluaannya ke mulut Anita dan
memasukkan kemaluaannya hingga menumpahkan seluruh spermanya. Tak sedikitpun sperma yang
tersisa atau tertumpah keluar dari mulut Anita. Karena Irwan menyuruh Anita untuk menikmati setiap
tetes sperma yang keluar dari kemaluannya. Kalau tidak maka Irwan tak’kan mengulanggi
persetubuhan ini lagi kepada Anita. Meski Irwan sendiri memiliki kelebihan dalam hal seks yang lama
dengan lawan jenisnya.

Tak terasa Irwan melirik jam yang masih melekat di lengan tangannya. Hampir selama tiga jam
persenggamahan mereka berlangsung. Kelelahan dan keletihan baru terasa setelah ia merebahkan
tubuhnya di samping Anita yang tergulai lemas tampa sehelai benangpun.

Waktu itu hari jumat, aku pulang dari rumah teman SMA. Biasa, habis nonton film porno. Soalnya
temanku kost sendiri, jadi amanlah buat nonton-nonton. Sampai di rumah, suasananya sepi. Aku kira
keluargaku pergi semua. Baru saja aku mau mencari kunci pintu, kakak perempuanku Lia, 20 tahun,
membukakan pintu.
“Ngga kuliah to Mbak?” tanyaku.

“Ngga, ada temenku tuh yang datang.” jawab kak Lia santai.

Waktu aku masuk ke ruang tamu, kulihat teman kakakku, Agnes, sedang nonton TV. Aku nggak tahu film
apa itu. Aku masuk kamar buat ganti baju. Saat itu aku ngga bayangin yang ngeres-ngeres. Pada saat aku
keluar dari kamarku, Agnes menyapaku.

“Eh, Ro, filmmu ini bagus lho!”

“Eh, film apa emang?” tanyaku kaget.

“Ini, masa sama punya sendiri ngga tahu.”

Karena memang bingung, aku dekati Agnes, mau tahu film yang dia maksud.

“Eh… ini ya?” jawabku kaget setengah mati. Soalnya film yang sedang dia tonton adalah film porno yang
kupinjam dari temanku seminggu yang lalu. Astaga, pikirku, aku lupa mengembalikan.

“Kak… kok bisa tahu, darimana ya?” jawabku agak malu.

“Tadi kakakmu ngambil dari kamarmu, emang kalian belum pernah nonton bareng ya?” jawab Agnes.

“Ya… belum sih, aku cuma pinjem bentar dari temen?” kataku.

Tiba-tiba kakakku muncul. Agnes bertanya kepada kakakku, “Dari mana, Li?”

“Ini beli jus di warung.”

Agnes terus bertanya kepada kakakku, “LI, adikmu ini mbok diajak nonton sekalian, biar bisa
dipraktekin.. haha…”

Aku kaget mendengar pertanyaan Agnes. Langsung pikiranku mulai ngeres.

“Wah, ini sih kesempatan gue,” pikirku.

“Ngapain Ro? Nyengir-nyengir sendiri, mulai ngeres tuh pikiranmu, ngga apa ding. Kan udah gede. Kamu
sudah pernah ngeseks kan Ro?” tanya Agnes menggoda.

“Wah, jangan sampai hilang nih kesempatan,” pikirku.

“Eh, belum sih, tapi emang pingin, he..he.”

“Kalo gitu sini Ro, mumpung ada kita berdua.” goda Agnes.
Kakakku hanya senyum-senyum melihat aku. Wah, Mbak Lia ternyata nafsu juga nih.

“Ya deh, tapi entar Mbak, jadi kebelet kencing nih.”

“Wah, udah ngaceng tuh punyamu, Ro. Eh, Mbak Agnes ikut ya? Kita mulai di kamar mandi aja ya?”

“Eh Lia, entar ya, gue pinjem adikmu.” kata Agnes yang sudah bernafsu.

“Ha.. ayo deh,” jawabku.

Begitu aku mau kencing, Agnes langsung mengelus burungku dari belakang. Wah asyik nih pikirku. Agnes
hanya diam sambil mengelus burungku yang sudah keluar air kencing.

“Sini aku bersihin.”

Aku sih mau aja. Agnes langsung jongkok di depanku dan menjilat kepala burungku sekalian dikulum-
kulum sampai masuk ke mulutnya. Kupegangi kepala Agnes dan kugerakkan kepalanya ke kanan-kiri.
Kemudian dia berdiri dan langsung mencium bibirku dengan semangat. Lidahnya dimainkan di mulutku,
aku pun mengikuti permainannya saja. Tanganku mulai kugerakkan ke buah dadanya yang montok. Aku
putar-putar tanganku dan kudorong-dorong susunya.

Agnes mendesih pelan, “Ahh…”

Kubuka bajunya sampai lepas dan kelihatan susunya yang dibungkus BH putih. Kualihkan mulutku ke
sekitar susunya. Kucium-cium dan kemudian kulepas BH-nya.

“Wah, putingnya besar nih pikirku.”

Aku langsung mengulum putingnya dengan lembut dan tangan kiriku menggosok-gosok susunya yang
satu lagi.

“Ah.. Terusss.. Ro,” rintih Agnes sambil tangannya terus memainkan burungku. Setelah agak lama
kumainkan susunya, aku berjongkok mau membuka celana jeansnya.

Tiba-tiba Mbak Lia muncul dan ngomong, “Eh, diterusin di kamarku yok, TV-nya udah kupindah ke sana.
Masak aku cuma liat doank.”

“I..ya deh, yuk Ro kita pindah.. Aaah…” jawab Agnes dengan gelinya karena tanganku mengenai lubang
kemaluannya.

Setelah selesai kulepas celana Agnes dan tentu saja aku sudah telanjang, kugendong Agnes di depanku
dengan lidahku memainkan putingnya.
Agnes mendesah, “Ahh…ah..ehh.”

Kubaringkan di ranjang kakakku dan kulihat kakakku sudah melepas bajunya. Kudatangi Mbak Lia. Agnes
hanya diam saja dengan tangannya menggosok-gosok lubang kemaluannya sendiri. Langsung kucium
mulut Mbak Lia dan kumainkan susunya dengan gerakkan memutar dan meremas.

“Ehh… Srrp,” suara kakakku dengan mulut kami masih berciuman.

Tangan kakakku yang satu memegang pantatku dan yang satunya memegang burungku yang semakin
besar saja rasanya. Lalu kuangkat kedua kaki kakakku dan kubaringkan pelan di ranjang. Dengan posisi
aku di atas, kedua kaki kakakku melingkar di pinggangku, dan kugoyangkan pinggulku biar burungku
bergesekkan dengan lubang kemaluannya. Lalu kuarahkan mulutku ke lubang kemaluan kakakku dan
kujilat-jilat, kemudian kumasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya. Sementara itu tanganku
bergerilya di atas susunya, kuremas-remas.

“Ah.. Ayo terusss.. shh…” rintih kakakku.

Kemudian Agnes berdiri dengan lubang kemaluannya mengarah di mulut Mbak Lia dan menggoyangkan
pantatnya di kepala kak Lia. Kakakku pun langsung menjilat-jilat lubang kemaluan Agnes dengan
semangat. Suara rintihan mereka membuatku semakin nafsu. Dan langsung kuarahkan burungku ke
dalam lubang kemaluan kakak. Kaki kirinya kuangkat dan ku desak burungku untuk masuk ke lubang
kemaluannya. Kugerakkan maju mundur dan kadang memutar sampai burungku basah oleh lendir dari
lubang kemaluan kakakku.

“Crp.. crep.. slokkk…” suara gesekan burungku dengan lembut.

“Emm.. ahhh.. Terus Ro..o.”

Semakin cepat ku dorong pantat dan tiba-tiba kurasakan burungku menegang keras dan kurasakan air
maniku keluar deras di dalam lubang lubang kemaluan kakakku.

“Ahhhh.. ahhh.. uhhh!” desahku.

“Uhh… ehhha…” jerit kakakku yang juga mencapai orgasme.

Selama orgasme kutekan pantatku sampai burungku paling dalam dan kugerakkan maju mundur dan
memutar. Kudiamkan beberapa saat di dalam karena burungku berkurang ketegangannya. Setelah
kembali tegak kukeluarkan dan aku berdiri menuju ke Agnes yang masih mengerang keasyikan karena
lubang kemaluannya masih dikulum mulut kakakku. Dengan posisi kakakku telentang, Agnes tetap
menggerakkan pantatnya di kepala Mbak Lia, aku pegang kepala Agnes dan kuarahkan mulutnya ke
burungku yang masih basah. Agnes langsung mengocok burungku dengan tangannya dan mengulum
kepala burungku. Aku merasakan tegangan yang tinggi saat kugerakkan burungku maju mundur ke
mulut Agnes, sampai Agnes kadang-kadang agak tersendak karena burungku masuk sangat dalam.
Begitu aku merasa mau orgasme, kupegangi kepala Agnes, kugerakkan dengan agak cepat dan tangan
Agnespun mendorong pantatku ke depan.

“Creet… creett.. cprott,” suara air maniku yang memuncrat ke dalam mulut Agnes. Aku mendesah
dengan agak keras. Dan kulihat Agnes dengan susah payah berusaha menelan seluruh pejuhku agar
jangan sampai tumpah ke ranjang.

“Hukk..uhuk.” kudengar Agnes terbatuk-batuk karena kesulitan menelan pejuhku.

“Haa.haa.haaa, Enak ya Mbak rasanya?” tanyaku menggoda.

“Seperti ..emmm” jawabnya.

Kemudian dia memegangi burungku yang kembali melemah agar tegak kembali sambil di kocok-kocok.

Ah..enak sekali rasanya pikirku dan aku melirik ke arah film porno yang sampai ke adegan di mana si
cewek menungging dan yang cowok memasukkan burungnya dari belakang. “Eh… Mbak seperti itu ya
posisinya?” pintaku.

“Oke deh,” jawab Agnes.

Nah sekarang giliran kamu, Nes, pikirku. Saat aku berusaha memasukkan burungku ke lubang
kemaluannya lewat bawah, Mbak Lia berdiri dengan kedua kakinya di antara punggung Agnes. Aku dan
mbak Lia berciuman dengan memainkan lidah di mulutku, kadang menjilat bibirku, sementara tanganku
masih memegangi pinggang Agnes untuk mendorong burungku. Agnes dengan gerakan maju
mundurnya membuat aku keenakkan. Agnes mendesah cepat dan keringat kami bertiga semakin
banyak. Kemudian kuarahkan tanganku ke buah dada Agnes yang menggantung karena posisinya yang
nungging. Kuremas-remas dan kugerakkan ke banyak arah. Sementara pinggangku terus memompa agar
burungku terus keluar masuk ke lubang kemaluannya. Ciumanku dengan Mbak Lia semakin seru dan
penuh nafsu. Sesekali kuarahkan tanganku ke buah dada kakakku yang ukurannya hampir sama
besarnya dengan punya Agnes. Tibalah saatnya aku orgasme ketiga kalinya. Dengan segera tanganku
memegang pinggang Agnes dan kudorong pantatku dengan cepat.

“Crepp…creeep….” suara selangkanganku berbenturan dengan pinggiran lubang kemaluannya.

Dan, “Crut…” air maniku memuncrat derasnya di dalam lubang kemaluan Agnes.

Kami berdua mendesah keras karena Agnes pun mencapai orgasme. Cukup lama aku merasa orgasme
sehingga kutekan pantatku ke depan dan kugerakkan burungku yang ada di dalam lubang kemaluannya.
Setelah beberapa saat kukeluarkan burungku yang basah dan Mbak Lia pun dengan spontan memegang
burungku dan menjilati bekas air maniku yang bercampur dengan lendir lubang kemaluan Agnes.
Kami pun beristirahat dengan tiduran telanjang tanpa satu helai pakaian. Aku di tengah dan mereka di
sampingku. Tanganku masing-masing memegang buah dada Mbak Lia dan Agnes sementara entah
tangan siapa memegangi burungku yang mulai bergerak-gerak lagi.

Saya memiliki seorang adik yang bernama Lionel. Dia berusia 12 tahun dan bersekolah di salah satu SMP
di Jakarta Timur. Beberapa bulan yang lalu, Lionel datang mengunjungiku karena dia sedang dalam
liburan selama 1 bulan dan saya tidak begitu tahu liburan apa, yang pasti saya senang sekali karena
adikku datang dari Jakarta. Di saat itu, Lionel datang bersama temannya yang bernama Lyndon. Lionel
berkata bahwa dia sempat singgah 1 hari di Singapura karena dia mesti menjemput Lyndon yang sedang
sekolah SMP juga di Singapura dan bersama-sama pergi ke Roma, Italy.

Disaat adikku dan temannya datang, Erick kebetulan sedang tugas di luar negeri sehingga saya bisa
menyempatkan untuk pergi berjalan-jalan bersama adikku dan temannya. Setelah seharian saya
menemani Lionel dan Lyndon, saya merasa lelah sekali sehingga saya memutuskan untuk beristirahat
setelah kami bertiga selesai mengelilingi kota Roma.

Di saat saya sedang terlelap tidur, tiba-tiba saya merasakan ada 2 orang laki-laki yang sedang
menggerayangi tubuh saya dan membuat saya terbangun dari tidur dan melihat apa yang sedang terjadi.
Saya sempat kaget karena saya menemukan tubuh saya dalam keadaan telanjang total dan saya melihat
Lionel sedang mengulum payudara saya yang sebelah kiri sedangkan Lyndon, temannya sedang
mengemut payudara saya yang sebelah kanan sambil tangannya mulai nakal karena mulai
menggerayangi bagian sensitif saya yaitu di sekitar kelamin dan klitoris.

Saat itu saya teringat sekali bahwa ada 2 pikiran yang berlainan berkecamuk di dalam diri saya. Di satu
pihak, saya tidak mau bercinta dengan adik saya sendiri sedangkan di lain pihak, saya semakin
terangsang dengan permainan mereka apalagi Lyndon semakin liar memainkan tangannya di bagian
klitorisku sehingga membuat saya mendesah-desah sambil mengelus-elus leherku yang cukup jenjang.

Adikku mulai menghentikan aksinya dan mulai mendekati kelaminku dan dia mulai menjilati liang
kenikmatanku dengan lidahnya yang masih kecil. Saya merasakan kenikmatan yang belum pernah
kudapatkan dari seorang bocah kecil dan saya mengetahui bahwa mereka sedang mempelajari cara
memuaskan seorang wanita karena Lionel menjilati liang kewanitaan saya sambil kadang-kadang
melihat ke buku pornonya yang memperlihatkan gambar seorang wanita telanjang dan sekali-kali
memperlihatkan ke temannya. Saya kurang mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka
karena saya mulai merasakan getaran-getaran hasrat yang membuatku ingin bercinta dengan adikku
sendiri.

Saya langsung berkata kepada Lionel, “De, kamu entotin Cici ya.. Cici udah nggak tahan nih”. Dengan
polos, Lionel menjawab, “Gimana caranya, Ci?”. Dengan tenang kemudian, saya menyuruh Lionel untuk
berbaring dan saya menyuruh temannya untuk pindah tempat sebentar. Saya mulai mengarahkan
batang kemaluan Lionel yang masih kecil tetapi sudah menegang dan mulai memasukkannya ke dalam
lubang kelaminku. Saya melihat Lionel mulai meringis merasakan sensasi dan ketika dia mendesah-
desah karena kenikmatannya berada di dalam liang kenikmatanku, saya mulai menggoyangkan tubuhku
sehingga Lionel mulai menggelinjang merasakan kenikmatan.

Di saat saya sedang berada di atas Lionel, Lyndon kemudian mendekati saya dan memasukkan batang
kemaluannya yang juga telah menegang ke dalam mulutku. Dengan lahapnya, saya terus mengulum
batang kemaluan Lyndon sementara saya masih menaik-turunkan badan saya yang berada di atas tubuh
Lionel sehingga secara nafsu, Lionel langsung mengelus-elus payudara saya sehingga saya merasakan
sesuatu kenikmatan yang pernah saya dapatkan dengan Erick, Polly dan Herman.

Tidak beberapa lama, mungkin karena Lionel baru pertama kali, tiba-tiba dia mempercepat gerakannya
dan dia memeluk saya erat sekali dan saya telah dapat merasakan cipratan sperma yang keluar
membasahi liang kenikmatan saya dan di saat yang bersamaan saya juga mengalami nikmatnya surga
dunia sambil terus mengulum batang kemaluan Lyndon yang masih berada di dalam mulut saya.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba Lyndon meminta gilirannya dan dia langsung berbaring di sebelah saya.
Dengan cara yang sama, saya mulai berada di atas Lyndon dan mulai memasukkan batang kemaluan
yang sudah tegak berdiri ke dalam selangkangan saya yang masih memerah dan masih ada cairan
kenikmatan dari adik kandung saya. Saya memasukkan batang kemaluan Lyndon perlahan-lahan dan
saya telah dapat melihat perbedaan ekspresi wajah Lyndon ketika batang kemaluannya telah memasuki
goa kenikmatan saya. Lyndon meringis kenikmatan dan dia memeluk saya dan mengulum bibir saya.
Dengan nafsunya, Lyndon menggenjot tubuh saya yang berada di atasnya sambil sekali-kali memainkan
payudara saya yang cukup besar. Saya masih terus bercinta dengan Lyndon sampai titik kenikmatan
penghabisan yang dia muncratkan ke dalam liang kewanitaanku.

Adikku dan temannya telah KO karena kehabisan tenaga tetapi saya masih belum puas karena
sejujurnya saya termasuk cewek *********. Saya dapat mengerti mereka cepat klimaks karena mereka
masih belajar dan saya senang mereka cepat belajar. Saya sempat menanyakan ke mereka berdua
kenapa mereka nekad menggauli saya padahal saya tidak menyuruhnya. Rupanya, mereka sama persis
seperti Herman Irwanto karena mereka mengetahui bahwa saya gila seks ketika mereka membaca situs
favorit mereka yang beralamat di http://www.17thn dan saya sempat kaget mendengar alamat URL
yang mereka sebutkan karena saya selalu mengirimkan pengalaman-pengalaman gila saya ke alamat
tersebut dan sekarang mereka telah mengorbankan keperjakaan mereka karena mereka ingin mencicipi
kelamin Florence Kim yang sangat menyukai seks.

Saya mengharapkan saya dapat mengenal banyak orang-orang Indonesia yang tinggal di Roma dan
tentunya mereka mesti menyukai permainan seks bebas. Kisah ini terjadi secara nyata dan beberapa
minggu setelah kejadian saya bercinta dengan adik saya dan temannya, saya merasakan mual-mual dan
saya sempat kaget karena saya dinyatakan hamil oleh dokter. Saya tidak tahu mesti berkata apa kepada
Erick karena bayi yang saya kandung belum tentu adalah milik Erick karena saya pernah bercinta dengan
banyak orang dan mudah-mudahan ini bukan bayi Polly atau saya bisa menjadi gila jika ini beneran bayi
Polly. Saya sangat menyesal tetapi semuanya telah terlambat.

Mula mula gue ingin memperkenalkan diri. Nama gue Daron. Gue ada kesempatan belajar di Malaysia
karena ayah gue bekerja di sana. Ketika itu gue berumur 15-16 kira-kira kelas 1 SMA. Pertama kali masuk
skolah ada upacara bendera. Waktu lagi kenalan ama temen-temen baru ada cewe’ datang dari arah
pintu gerbang dengan terburu-buru, soalnya semua murid sudah berbaris. Gue liatin tuh cewe’…”OK
jugak nih…”. Setelah gue tanya temen gue ternyata die kakak kelas. Umurnya 17an kira-kira kelas 3 SMA.
Namanya Molly.

“Cute juga nama doi”.

Tiba -tiba dari belakang ade rekan sekelas megang bahu gue.

“Ngapain loe nanyain tentang kakak gue?”.

Buset dah, kaget gue. Gue cuma takut dipukulin soalnya die ‘gangster’ di sekolahan.

“Ah…enggak kok. Nanya doank” kata gue dengan gementar.

Balik dari sekolah gue terus ngebayangin tuh cewe. Gue nggak bisa ngilangin die dari pikiran gue. Gila
cantik banget. Bibirnya yang kecil dan tipis, buah dadanya yang montok (mungkin boleh dibilang lebih
besar dari ukuran teman sebayanya), betisnya yang putih dan mulus, pokoknya absolutely perfect. Gue
cuma bisa ngebayangin kalo-kalo die mau ama gue.
Di suatu pagi yang cerah (gue belajar kalimat kayak gini waktu kelas 4 SD), gue ama nyokap pergi ke
deretan toko-toko di deket rumah. Maksudnya sih mau nyari toko musik, soalnya gue mau belajar main
gitar. Setelah kira-kira 1 bulan baru gue tau bahwa guru gitar gue sama ama adiknya Molly. Terus guru
gue tu nyaranin kita berdua ngadain latihan bersama di rumahnya. Gue girang banget. Mungkin ada
kesempatan gue ngeliatin wajah cantik kakaknya. Yah… walaupun kagak “buat” ngeliat wajahnya juga
udah cukup.

Waktu liburan semester adiknya (biar lebih gampang gue tulis Jason) ngundang gue ke rumahnya untuk
latihan gitar barengan. Terus gue tanya ada siapa aja di rumahnya.

“Gue ama kakak gue doank kok” jawabnya. Wah… berdebar-debar nih rasanya. Tapi gue juga rasa diri
gue sendiri bodoh. Soalnya die aja kagak kenal gue, malahan cuma ngobrol sekali-sekali melalui chatting.
Tapi gue ngak peduli.

Jason sebenarnya belom mastiin kapan gue bisa dateng ke rumahnya. Tapi gue ngak peduli dateng ke
rumahnya hari itu karena gue cuma ada waktu hari itu. Sampai di depan pagarnya gue neken bell.
Kelihatannya sepi. Tiba-tiba pagar terbuka (pagar automatik nih) terus kakaknya muncul.

“Nyari siapa?”.

“Jason” gue bilang.

“Wah, maaf, Jasonnya nggak ada tuh.”

Wah…. sekarang baru gue sadar suara Molly ternyata lembut lagi ‘cute’.

“Oh.. ya udah, terima kasih.”

Gue muterin badan gue, belagak mau pergi gitu. Tiba-tiba suara yang lembut itu terdengar lagi.

“Eh… nggak masuk dulu? Daripada capek bolak-balik mendingan tunggu di sini.”

Wah!! Peluang emas!

Terus gue masuk dan dihidangin minuman dingin ama Molly. Terus dia duduk dihadapan gue ngajakin
gue ngobrolin sesuatu. Dalam sekelip mata, pemandangan di depan gue menjadi sangat indah.
Kebetulan dia memakai baju T-Shirt tipis dan skirt pendek jadi gue bisa ngeliat bahagian pahanya yang
putih mulus. Sekali-sekala gue ngelirik ke bagian dada dan pahanya. Gue rasa sih dia tau tapi dia belagak
nggak peduli.

“Kapan Jason balik?” tanya gue.


“Nggak tau kayaknya sih nanti jam 6″

Gue ngelirik jam tangan gue. Sekarang jam 2 petang.

Kira-kira selama 15 menit kami ngobrol kosong. Tiba-tiba ntah gimana jam di meja sebelahnya jatuh.
Kami terkejut dan dia terus membereskan benda-benda yang berselerak. Dari belakang gue bisa ngeliat
pinggulnya yang putih mulus. Tiba tiba jeritan kecilnya menyadarkan lamunan gue. Ternyata jarinya
terluka kena kaca. Naluri lelaki gue bangkit dan terus memegang jarinya. Tanpa pikir panjang gue isep
aja darah yang ada di jarinya. Waktu darahnya udah beku gue mengangkat wajah gue. Ternyata selama
ini die ngeliatin gue. Tiba-tiba dia ngomong

“Ron, kok lu ganteng banget sih?”

Gue hanya tersipu-sipu. Terus gue diajakin ke tingkat atas untuk ngambil obat luka. Waktu duduk di
sofa, gue usapin aja tuh ubat ke jarinya. Tiba-tiba datang permintaan yang tidak disangka-sangka.

“Ron, cium gue dong, boleh nggak?”.

Gue bengong doank nggak tau mo jawab apaan. Tapi bibirnya udah deket banget ama bibir gue.
Langsung gue lumat bibir mungilnya. Dia memejamkan matanya dan gue nyoba untuk mendesak lidah
gue masuk ke dalam mulutnya. Dia membalas dengan melumat bibir gue. Tanpa sadar tangan tangan
gue udah merayap ke bagian dadanya dan meremas-remas payudaranya yang montok dari luar
pakaiannya. Dia mendesah lirih. Dan mendengarnya, ciuman gue menjadi semakin buas.

Kini bibir gue turun ke lehernya dan kembali melumat dan menggigit-gigit kecil lehernya sambil tangan
gue bergerak ke arah skirt pendeknya dan berusaha meraba-raba pahanya yang putih dan mulus. Tiba-
tiba tangannya membuka resleting celana gue dan coba meraih anu gue. Gue semakin ganas. Gue elus-
elus celana dalamnya dari luar dan tangan gue satu lagi meremas-remas payudaranya yang montok. Dia
mendesah dan melenguh.

Akhirnya gue berhenti melumat bibir dan lehernya. Gue coba melepaskan t-shirtnya yang berwarna
pink. Tetapi tangannya mencegah.

“Ke kamar gue aja, yuk!”

Ajaknya sambil menuntun tangan gue. Gue sih ikut aja. Gue kunci pintu kamarnya dan langsung gue raih
t-shirtnya hingga dia hanya mengenakan bra putih dan skirt birunya. Gue kembali melumat bibirnya dan
coba membuka kaitan branya dari belakang. Sekarang die bener-bener telanjang dada. Langsung gue
lumat payudaranya. Gue remas-remas dan gue jilatin puting kiri dan kanannya.
Tanpa disadari dia mengerang.

“ummh….ahhh..!”

Gue malah lebih bernafsu. Tiba-tiba tangannya yang lembut meraih penis gue yang sangat besar. Kira-
kira 14 cm panjangnya. Dia langsung mengelus-elus dan mulai mengocok penis gue itu. Gue mengerang

“Ahhh…..Molly….terusin…ahhh!”

Kira-kira 15 menit gue melumat payudaranya. Sekarang gue nyoba ngebuka skirt hitamnya. Setelah
terlepas gue tidurin dia di ranjang dan kembali melumat bibirnya sambil mengusap-usap vaginanya dari
luar cdnya dan tangan gue yang satu lagi memelintir puting payudara kanannya.

“Ahhh… Daron… ummhhh!” Erangnya.

Akhirnya kami berdiri. Dia melepaskan baju dan celana gue dan meraih penis gue yang sangat tegang.
Dia nyuruh gue duduk. Terus dia jongkok di depan gue. Dia nyium kepala penis gue dan menjilatnya.
Kemudian die berusaha mengulum dan menghisap penis gue yang besar. Gue mengerang keenakan.

“Ummhhh…Molly…..!!”

Akhirnya gue nggak tahan dan menyuruhnya berhenti. Gue nggak mau keluar terlalu awal.

Terus perlahan-lahan gue lepasin celana dalam putihnya dan memandang sebuah lubang berwarna
merah jambu dengan bulu-bulu yang halus dan tidak terlalu banyak di sekelilingnya. Langsung gue
tidurin dan gue kangkangin kakinya. Kelihatan vaginanya mulai merekah. Gue yang udah nggak tahan
terus menjilati dan menghisap-hisap bahagian selangkangan dan menuju ke arah vaginanya. Gue isep
dan jilatin klitorisnya. Molly menggelinjang keenakan sambil mendesah dan mengerang.

“Awwhh… uhhh… Darroooonn..!!!

Tiba tiba orgasme pertamanya keluar. Tubuhnya menggelinjang dan dia menjambak rambut gue dan
sprei di ranjangnya.

Kemudian gue melebarkan kedua kakinya dan mengarahkan penis gue ke arah lubang kenikmatannya.
Sebelum gue masukkin gue gesekin dulu penis gue di pintu lubang vaginanya. Dia mendesah
kenikmatan. Akhirnya gue dorong penis gue ke dalam vaginanya. Terasa agak sempit kerana baru 1/3
dari penis gue masuk. Perlahan-lahan gue tarik lagi dan gue dorong sekuat-kuatnya. Ketiga kalinya baru
berhasil masuk sepenuhnya.
“Aawwhhh……sakit, Ron!!”

Dia mengerang kesakitan. Maka gue berhenti sejenak nunggu rasa sakit dia hilang. Akhirnya gue mulai
bergerak maju mundur. Semakin lama gerakan gue semakin cepat. Terasa penis gue bergesekan dengan
dinding vaginanya. Kami berdua mengerang kenikmatan.

“Ahhh…Molly….enakk!!!”

“Mmhhh…awwwhhh…Ron, terus, cepet lagi!”

Gue semakin bernafsu dan mempercepat genjotan gue. Akhirnya dia menjerit dan mengerang tanda
keluarnya orgasme ke dua.

Lantas kami berdiri dan gue puter badannya hingga membelakangi gue (doggy style). Gue tundukkin
badannya dan gue arahin penis gue ke arah vaginanya dan gue genjot sekali lagi. Kedua payudaranya
berayun-ayun mengikut gerakan genjotan gue. Gue pun meremas-remas pantatnya yang mulus dan
kemudian ke depan mencari putingnya yang sangat tegang. Kami berdua banjir keringat.

Gue puter putingnya semakin keras dan payudaranya gue remas-remas sekuat-kuatnya.

“Ahhh, Daron…..gue pingin keluar…..!!” jeritnya.

Terus gue percepat gerakan gue dan die menjerit untuk orgasmenya yang kali ketiga. Gue pikir-pikir gue
ni kuat juga ya…. Tapi gue juga merasa mo keluar sekarang. Gue nggak sampai hati ngeluarin sperma gue
di vaginanya. Langsung gue cabut penis gue dari vaginanya dan gue puter badannya. Gue arahin penis
gue ke mulutnya yang langsung mengulum dan melumat penis gue maju mundur. Gue mengerang
kenikmatan

“Akhhh..Mol, gue keluar…!!!”

Gue semburin sperma gue didalam mulutnya dan ditelannya. Sebagian mengalir keluar melalui celah
bibirnya. Terus penis gue dibersihin dan dijilatin dari sisa-sisa sperma.

Kemudian gue ngeliat jam di meja. Pukul 5.30!! Mati kalau nggak cepet-cepet. Selepas kami memakai
baju semula dia ngucap terima kasih ke gue.

“Makasih,Ron! Belum pernah gue ngrasa sebahagia ini. Sebenarnya dari pertama kali gue ngeliat loe gue
udah suka” Katanya.
“Oh, emang mungkin jodoh kali soalnya waktu ngeliat loe di gerbang sekolah gue juga udah suka.” kata
gue.

“Tapi gimana dengan adik loe?”

“Nggak apa-apa, dia juga nggak bakalan marah. Adik gue bentar lagi datang. Jadi latihan bareng nggak?”

“Nggak,ah. Males, udah letih latihan tadi” kata gue sambil tersenyum.

Dia pun balas tersenyum. Akhirnya gue balik rumah dengan perasaan gembira. Mimpi gue udah
tercapai.

Cerita 17Tahun : Baby sitterku sayang. Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang
mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan belanja-
belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang bernama Marni. Aku panggil dengan
Mbak Marni.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di Jakarta. Pada waktu itu aku dan
kawan-kawanku main ke rumahku, sementara papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe
dan Aponk main ke rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh
Aponk, yang memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di rumahnya. Aponk membawa
4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang
sedang menonton, waktu itu usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak
berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.

Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di dalam VCD porno yang
kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup
rapat dan tidak ketahuan oleh keempat temanku.

“Maaf yah, gue mau ke belakang dulu…”

“Ya… ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah”, jawab keempat temanku.

“Ya, nanti kututup rapat”, jawabku.

Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan nafas yang tersengal-
sengal.

“Hmm.. hmmm, Mas Ton”, Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi berdirinya.

“Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?” tanyaku keheranan.


Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal yang tadi kutonton di VCD
porno.

Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah terhadap Mbak Marni.

“Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala.”

“Hmm.. hmmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny”, jawabnya.

“Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny”, ancamku, sembari aku pergi
turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di lantai atas.

Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, “Mbak Marni, kamu ngintipin saya dan
teman-teman itu maksudnya apa?” tanyaku.

“Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny.”

“Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas”, tanyaku dan memang Mbak Marni ke atas tanpa
membawa minuman.

“Hmmm.. Hmmm..” ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.

Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari olehnya, aku melihat dan
membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku
memberanikan diri untuk melakukan permainan yang telah kutonton tadi.

“Sini Mbak”

“Lebih dekat lagi”

“Lebih dekat lagi dong..”

Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku, terasa payudaranya yang
ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga
Mbak Marni berada di selangkanganku.

“Mas Tonny mau apa”, tanyanya.


“Mas, mau diapain Mbak”, tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk didekatkan ke
selangkanganku.

“Udah, jangan banyak tanya”, jawabku sembari aku melingkari kakiku ke pinggulnya yang seksi.

“Jangan Mas.. jangan Mas Tonny”, pintanya untuk menghentikanku membuka kancing baju baby
sitterku.

“Jangan Mas Ton, jangan.. jangan..” tolaknya tanpa menampik tanganku yang membuka satu persatu
kancing bajunya.

Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku, putih mulus dan mancung
terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara
Mbak Marni dengan kedua tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan
kemerah-merahan.

“Jangan.. jangaaan Mas Tonny”

“Akh.. akh… jangaaan, jangan Mas”

“Akh.. akh.. akh”

“Jangan.. Mas Tonnn”

Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting susunya yang belum
pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun. Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang
ranum ke dalam mulutku sehingga terasa sesak dan penuh mulutku. “Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan
ber..” tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting susunya dengan gigiku,
kugigit pelan-pelan. “Ohk.. ohk.. ohk..” desahan nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang
tangan Mbak Marni untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi aba-aba,
Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok dari ujung kemaluanku sampai
pangkal kemaluan.

“Okh.. okh.. Mbak.. Mbaaak”

“Terusss.. sss.. Mbak”

“Masss.. Masss.. Tonnny, saya tidak kuat lagi”


Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni tiduran di bawah meja makan.
Mbak Marni telentang di lantai dengan payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan
untuk meraba selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan kuraba-raba, aku
merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku
merasakan adanya bulu-bulu halus yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.

“Mbak, dibuka yah celananya.” Mbak Marni hanya mengangguk dua kali. Sebelum kubuka, aku mencoba
memasukkan telunjukku ke dalam liang kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan
kugerakkan telunjukku seperti aku memanggil anjingku.

“Shs.. shss.. sh”

“Cepat dibuka”, pinta Mbak Marni.

Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat kemaluannya yang masih orisinil dan
belum terjamah serta bulu-bulu yang teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang
kutonton dan kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan lidahnku di
sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku dan kuberanikan lidahku untuk memainkan
bagian dalam liang kewanitaannya. Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang
kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.

“Masssh.. Masss..”

“Mbak mau kellluaaar…”

Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan “keluar”, tetapi aku semakin giat memainkan daging tumbuh
tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku,
kulihat liang kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan liang
kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan kuarahkan batang kemaluanku ke
lubang senggamanya, karena sejak tadi kemaluanku tegang. “Slepp.. slepp” Aku merasakan kehangatan
luar biasa di kepala kemaluanku.

“Mass.. Masss pellannn donggg..” Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang surganya. “Sleep.. sleep” dan,
“Heck.. heck”, suara Mbak Marni tertahan saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang
kewanitaannya. “Mass.. Masss.. pelaaan..” Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak
mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. “Heck.. heck.. heck.. tolong.. tolllong
Mass pelan-pelan” tak lama kemudian, “Mas Tonnny, Mbaaak keluaaar laaagi” Bersamaan dengan itu
kurasakan desakan yang hebat dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan
Mbak Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke dalam liang
kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga agak tersengal-sengal, tak lama
kemudian, “Croot.. crooot” spermaku masuk ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.

Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni lemas di sampingku. Dalam
keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya.
Dengan sigap Mbak Marni menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai
habis ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa kusadari teman-temanku
teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu aku keluar tadi. “Tonnny.. tolong bukain dong,
pintunya” Maka cepat-cepat kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan
aku naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas mamaku pulang naik taksi.
Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh mamaku lalu kusuruh pulang.

Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu papa pulang. Aku ke kamar
Mbak Marni untuk meminta maaf, atas perlakuanku yang telah merenggut keperawanannya.

“Mbak, maafin Tonny yah!”

“Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok”

“Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir tetangga”, jawab Mbak Marni.
Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang
merawatku semenjak usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main berdiri, main
di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni bersedia melakukannya.

Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku dan aku ingat waktu itu
aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku, karena hubunganku dengan Mbak Marni yang
cantik wajahnya dan putih kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami
untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.

Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum mendapatkan wanita
yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca, sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku
sebagai salah satu pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku tersayang
dan bagaimana kabarnya

Dari semua gadis itu, Lia bisa digolongkan berbeda. Penampilannya yang tomboy lah yang membuatnya
berbeda. Meski begitu tidak ada yang membantah kalau Lia jugalah gadis yang paling menawan dalam
rombongan itu. Lia memiliki wajah bulat dengan hidung mancung. Matanya sedikit sipit karena ada
darah campuran Cina di dalam tubuhnya. Giginya putih bagaikan mutiara membuat senyumnya terlihat
menawan. Rambutnya dipotong pendek makin mengesankan sifatnya yang tomboy, meskipun justru
bagi sebagian orang Lia terlihat semakin manis dan feminin dengan potongan rambut pendeknya. Hal itu
masih ditambah dengan tubuh yang langsing tapi padat dan putih bersih. Tinggi badannya yang 169 cm
tidak tampak terlalu jangkung karena proporsinya yang ideal. Jika dia berjalan, maka yang menjadi
perhatian, terutama kaum lelaki adalah pantatnya yang padat dan payudaranya yang terlihat kenyal
meski tidak terlalu besar. Pakaiannya yang hampir selalu ketat membuat cetakan menonjol di bagian-
bagian itu.

Siang itu, di tengah cuaca yang panas menyengat, terlihat Lia berjalan sendirian menyusuri jalan desa
dengan langkah agak terburu-buru. Dia memakai pakaiannya yang ketat, kaus warna putih yang pas
sebatas pinggang dan celana jins yang juga ketat yang jika bergerak membuatnya repot setengah mati
karena bagian pinggangnya yang putih mulus jadi terbuka, mengintip diantara sela-sela pakaiannya. Lia
terlihat membawa setumpuk map yang berisi kertas, yang membuatnya agak repot.

Tanpa diduga dari arah belakang, sebuah mobil jeep butut berwarna putih kusam –tampak kotor
berdebu- dan berkarat di sana-sini berhenti tepat di depannya. Seorang pria menengok dari jendela
mobil. Pria itu sudah cukup tua, terlihat dari wajahnya yang gemuk berminyak sudah berkerut, dan
rambutnya yang agak botak hampir semuanya beruban. Kumisnya yang juga sebagian beruban tampak
melintang sebesar jempol. Pria itu memakai seragam pegawai kelurahan.

“Lho Neng Lia..” kata bapak itu sambil nyengir. Karena terkejut Lia menoleh cepat, sampai seolah
lehernya terpuntir.

“Oh.. Pak Kades..” kata Lia agak kaget. Pria itu rupa nya adalah Kepala Desa. Saat perkenalan, Lia
tahu namanya adalah Wirya, sering disapa dengan sebutan Kades Wirya. Lia tidak terlalu mengenal
Kades Wirya, tapi dia sering mendengar penduduk membicarakannya. Desas-desus yang Lia sering
dengar adalah, Kades wirya adalah seorang mata keranjang yang doyan kimpoi cerai. Dari cerita orang
Lia pernah mendengar kalau istri Kades Wirya sudah lama meninggal, tapi dia masih memilii beberapa
istri simpanan di desa lain. Benar atau tidaknya Lia tidak tahu, dan tidak peduli.

“Neng Lia mau ke mana?” tanya Kades Wirya, dengan nada ramah dibuat-buat.

“Eh.. itu..” Lia jadi agak gugup. “Saya mau ke kecamatan. Ada laporan yang harus saya ambil
buat program nanti.”

“Oh..” Kades Wirya mengangguk mengerti. “Kalau begitu kebetulan. Saya juga mau ke
kecamatan, ada pertemuan dengan Pak Camat. Neng ikut Bapak saja sekalian.”

Lia agak bimbang sesaat mendengar tawaran itu. Tapi setelah dipikir-pikir dia akhirnya menerima
tawaran itu, mengingat jarak ke kantor kecamatan, apalagi jarang ada kendaraan umum yang bisa
ditumpanginya. Penduduk biasa menggunakan sepeda atau berjalan kaki kalau ke kecamatan.
Sementara Lia yang terbiasa dimanja teknologi jelas tidak akan mau membuang tenaganya untuk jalan
kaki kalau ada yang bersedia memberinya tumpangan.
Sepanjang perjalanan, Kades Wirya lebih banyak diam. Hanya sesekali ida bercerita tentang masa
lalunya. Lia hanya mendengarkannya sambil lalu. Dari apa yang didengarnya, Pak Kades ini sebetulnya
sedang ingin memamerkan dirinya waktu masih muda. Tapi Lia tidak menyadari kalau selama perjalanan
itu Kades Wirya tidak hanya bercerita, tapi juga beberapa kali mencuri-curi mengamati bagian-bagian
tubuhnya.

Mereka baru saja mencapai batas desa ketika mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba berdecit-decit dan
berjalan tersendat-sendat dengan suara mesin benderum kasar. Sesaat kemudian asap tipis mengepul
keluar dari kap mesin diiringi dengan matinya mesin mobil secara total.

“Kenapa mobilnya Pak?” tanya Lia.

“Tidak tahu Neng.” Kades Wirya menggelengkan kepalanya dengan sedikit gugup. “Kayaknya
sih mesinnya ngadat.”

“Bisa diperbaiki nggak Pak? Soalnya kita kan musti ke kecamatan..† Lian betanya dengan nada
sedikit cemas.

“Wah, nggak tahu Neng, saya bukan ahli mesin..† jawab Pak Kades pelan. Lia makin cemas, dia
melihat ke atas, cuaca mulai gelap karena mendung.

“Kalau begitu sebaiknya saya pergi ke kecamatan sendiri saja.† Kata Lia setelah memeutuskan.
Tapi Pak Kades mencegah langkah Lia sambil mencekal pergelangan tangannya.

“Jangan Neng. Soalnya sebentar lagi hujan. Lagipula kantor kecamatan masih jauh dari sini.† Ujar
Pak Kades.

Lia mendadak menjadi gelisah mendengar ucapan Pak Kades Wirya, apalagi dia melihat cuaca yang
memburuk. Dan tepat seperti perkiraan Pak Kades, gerimis mulai turun membuat pola bintik-bintik
basah pada baju yang mereka pakai.

“Wah.. sial..” Pak Kades memaki pendek sambil menoleh ke arah Lia. “Kita sebaiknya cari
tempat berteduh Neng. Kebetulan rumah saudara saya ada di dekat sini.”

Lia yang tidak tahu harus berbuat apa menghadapi situasi seperti ini tampaknya hanya bisa menurut.
Mereka berlarian menyusuri jalan yang mulai becek oleh siraman air hujan yang makin lama makin
lebat. Tak berapa lama mereka sampai di sebuah rumah kecil separo tembok dan separo kayu. Rumah
itu terletak agak menjorok dan jauh dari rumah-rumah yang lain, bahkan bisa dibilang itulah rumah satu-
satunya yang ada di sekitar situ. Agak jauh ke belakang rumah sudah berbatasan dengan hutan yang
menjadi pembatas desa.

Keduanya basah kuyup saat masuk ke rumah itu. Rumah itu ternyata tidak dikunci. Pak Kades
membimbing Lia masuk ke rumah kecil itu. Mereka memasuki ruang depan yang kecil dan suram karena
jendelanya tertutup. Hanya ada sepasang kursi kayu dan sebuah meja kayu kusam di situ. Lantainya
terbuat dari ubin dingin agak berdebu. Pak Jamal meraih lampu minyak di meja dan menyalakannya.
Seketika ruangan jadi terang oleh nyala lampu.

Eh.. Pak Kades.. apa ada kain atau baju ganti buat saya?† tanya Lia polos setelah menggigil karena
bajunya yang basah kuyup. Pak Kades tidak langsung menjawab, dia untuk sesaat hanya memandangi
Lia dengan tubuhnya yang indah sedang terbalut kaus basah, kaus itu begitu basahnya sehingga
menempel di kulit Lia membuat kaus itu menjadi semi transparan sehingga Pak Kades bisa melihat lekuk
tubuh Lia yang mulus. Selama beberapa detik Pak Kades memandangi tubuh Lia dengan sorot mata yang
aneh.

“Oh.. ya.. ada.” Pak Kades menjawab, tapi suaranya menjadi berubah, tidak seperti suara Pak
Kades yang asli, seolah Pak Kades sedang menahan sesuatu yang menggebu di dalam tubuhnya. “Di
dalam kamar situ.” Pak Kades menunjuk kamar yang ada di sebelah ruang depan.

Tanpa berpikir panjang lagi Lia langsung bergegas masuk ke kamar itu. Kamar itu sempit dan sesak oleh
sebuah ranjang kayu berlapis kasur usang berseprai usang yang warnanya sudah tidak jelas. Di dekatnya
ada sebuah lemari kecil dari kayu yang sama usangnya. Lia melihat ada sebuah jendela dengan terali
besi kokoh tepat di seberang pintu kamar. Tidak ada daun jendela di sana, hanya ada sebuah tirai tipis
berwarna putih kekuningan, sinar matahari yang suram tertutup mendung menerobos masuk.

Lia mengaduk isi lemari usang itu. Di sana ditemukannya sebuah kemeja berwarna putih yang
kelihatannya terlalu besar untuknya, dan itu adalah satu-satunya pakaian bersih yang ada di sana karena
sisanya hanya kain-kain tua yang sudah bau apak.

Untuk sesaat dipandanginya kemeja itu seperti menimbang apakah cocok untuk dirinya. Kemudian
tanpa memperhatikan kiri kanan, Lia mulai melepaskan kaus dan celana jinsnya yang sudah basah
kuyup, sekarang hanya tinggal BH dan Celana dalam berwarna putih berenda-renda yang tampak sangat
lembut. Sekujur tubuhnya yang seksi itu nyaris telanjang, payudaranya yang sekal dan padat terlihat
menonjol dengan putingnya yang membayang di balik mangkuk BH nya, sementara pinggangnya yang
ramping ditambah pinggul yang bulat padat bertemu membentuk segitiga yang tertutup celana dalam.
Saat Lia baru saja akan memakai kemeja yang didapatnya di lemari, Tiba-tiba Pak Kades menyerbu
masuk lalu menutup pintu dan menguncinya. Tubuh Lia saat itu masih terbalut bra dan celana dalam. Lia
kaget bercampur marah.

“Ada apa, Pak? Saya kan baru ganti pakaian…?” katanya dengan nada melengking, campuran antara
marah dan malu. Tapi Pak Kades menanggapinya dengan seringai liar.

“Tenang saja Neng… Bapak cuman pingin melihat keindahan tubuh Neng Lia dari dekat… Soalnya jarang
sekali Bapak ketemu wanita secantikNeng Lia… Bapak hanya ingin lihat…” kata Pak Kades dengan kalem..

“Keluar Pak… Jika tidak saya akan berteriak…” jawab Lia sengit sambil menutup dengan kemeja di
tangannya, belahan payudaranya yang menonjol dari sela-sela BH nya.

“Ayolah Neng.. Jangan marah begitu… Silakan berteriak sekerasnya… Tidak ada yang akan menolong
Neng Lia di sini…”
“Jangan Pak, Jangan..” Lia mundur menjauhi Pak Kades. “Tolong Pak.. jangan sakiti saya..†

“Tenang Neng, Bapak tidak akan menyakiti Neng Lia kalau Neng Lia nurut sama Bapak,† jawab Pak
Kades masih dengan ketenangan yang sama seperti sebelumnya. Mendengar itu Lia benar-benar nekad
melaksanakan ancamannya untuk berteriak, tapi Pak Kades menggelengkan kepala.

“Percuma juga Neng teriak, tempat ini jauh dari mana saja.† Kata Pak Kades. “Lagipula kalau
Neng teriak, apakah penduduk akan percaya pada Neng yang orang asing? Mereka tentu lebih percaya
pada saya.”

Hal inilah yang tidak diperhitungkan oleh Lia, seketika itu Lia menghentikan usahanya untuk berteriak.

“Ma.. maksud Bapak…?” Lia mulai gemetar.

“Gampang saja kan Neng? Bapak bisa dengan mudah memutarbalikkan fakta, Bapak bisa saja
menuduh Neng berbuat mesum di tempat terlarang. Mereka pasti lebih percaya pada Bapak, karena
Bapak adalah Kepala Desa.”

Lia seolah kehilangan keseimbangan, tubuhnya mendadak lemas, kakinya menjadi gemetar. Dia tidak
berpikir sampai sejauh itu. Otaknya mendadak buntu oleh ketakutan dan kekalutan.

“Bagaimana Neng..?” tanya Pak Kades dengan senyum penuh kemenangan. Lia diam saja. Hatinya
terasa sedih dan sakit. Pak Kades menganggap diamnya Lia sebagai tanda setuju, karena itulah dia
segera meraih tangan Lia dan membawa Lia ke arah tubuhnya untuk dipeluknya. Lia terpaksa menurut
karena tak bisa melawan. Dalam pelukan Pak Kades, Lia menangis membayangkan petaka yang akan ia
alami. Tapi Pak Kades tidak mempedulikan tangisan Lia, dia meraih dagu Lia dan mengulum bibirnya
yang kecil mungil. Lia berusaha mengatupkan bibirnya agar tidak bisa dikulum oleh Pak Kades. Namun
segala upayanya sia-sia. Pak Kades mendekap tubuhnya dengan begitu erat. Secara spontan, gadis itu
pun berusaha melepaskan dirinya. Apa daya, rontaan tubuh Lia di dalam pelukan Pak Kades malah
menimbulkan kontak dan gesekan-gesekan dengan tubuhnya yang pada gilirannya malah semakin
memberikan kenikmatan dan menaikkan birahinya.

Tiba-tiba dengan sekali sentakan Pak Kades berhasil menarik BH Lia sampai terlepas dari tubuhnya, Lia
menjerit kecil, payudaranya yang bulat dan padat menggantung telanjang begitu menggairahkan.
Bentuknya sangat bagus dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar.

“Whuua..ternyata lebih indah dari yang Bapak bayangkan, mimpi apa Bapak bisa merasakan
pentilnya gadis kota secantik Neng Lia..† pujinya ketika melihat payudara Lia yang sudah tidak
tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudara Lia yang mulus
terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada puting susunya. Pak Kades berganti-
ganti melumat dan mengulum puting susu Lia . Lia mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya
mulai hilang, dirinya sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat. Lia selama ini belum
pernah berhubungan dengan laki-laki sampai sejauh ini, dengan pacarnya dia hanya berani berciuman,
karena itu mendapat perlakuan Pak Kades, desakan birahinya perlahan meledak.
Perlahan Pak Kades membaringkan tubuh Lia di atas kasur yang lusuh itu sambil terus meremas-remas
kedua belah payudaranya. di hadapan Pak Kades sekarang tampak sepasang paha yang panjang dan
mulus yang berakhir pada celana dalam putih berenda. Lalu dengan kasar Pak Kades menarik celana
dalam Lia sampai lepas. Dan Lia sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat terbaring di depan Pak
Kades.Pak Kades memandangi kemulusan tubuh telanjang itu dengan takjub.

“Ohh.. tidak Bapak sangka ternyata Neng Lia lebih cantik jika ditelanjangi seperti ini, “ kata Pak
Kades dangan deru nafas memburu. Lalu Pak Kades mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang itu
dengan bibir dan tangannya. Bibir Lia yang merah segar tidak henti-hentinya dilumat sementara tangan
Pak Kades tidak berhenti menggerayangi dan meremas payudara Lia. Pak Kades lalu menjilati bagian
perut Lia yang rata dan licin. Kemudian dia membuka paha Lia lebar-lebar hingga terkuaklah liang vagina
Lia yang licin tak berbulu. Rupanya Lia secara rutin selalu mencukur rambut kemaluannya.

Lalu Pak Kadespun mendekatkan wajahnya dan menyapu liang vagina itu dengan lidahnya yang panjang
juga kasar. Lidah Pak Kades mencari klitoris yang ada di sela liang itu. Lisa masih terus menangis namun
kini tubuhnya telah terbuka seluruhnya dan gairah yang dari tadi ia tahan akhirnya meledak juga.

“Oohhh… aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…† Tanpa sadar Lia mulai mendesah merasakan
kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan. Pak Kades mengetahui Lia mulai terangsang makin buas
menggeluti tubuh yang putih mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Lia dan membenamkan wajahnya ke
vagina Lia. Bibir dan lidahnya terus-menerus mengorek liang kemaluan Lia, sementara tangannya yang
kekar dan berbulu meremas-remas payudara mulus Lia.

“Oooooooohhhhhhh………….” Tak tahan lagi Lia akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya


mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas lagi, dari vaginanya mengucur cairan bening kewanitaan.

Melihat calon korbannya sudah tidak berdaya, Pak Kades tersenyum puas karena berhasil menaklukkan
gadis kota itu. Pak Kades meluia mmebuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat, penisnya
yang sudah tegang mengacung dengan begitu keras. Lalu dengan gerakan kasar, Pak Kades menarik
tubuh Lia yang bugil di atas ranjang, perlahan diangkatnya tangan Lia ke atas, lalu Pak Kades melebarkan
kedua belah kaki Lia sehingga mengangkang lebar, membuat tubuh Lia sekarang seperti sebuah huruf X,
huruf X yang sangat membangkitkan nafsu karena terbuat dari tubuh seorang gadis cantik dengan kulit
putih mulus dalam keadaan bugil di atas ranjang.

Pak Kades semula haya menatap keindahan tubuh bugil yang ada di depannya dengan berkali-kali
meneguk ludah. Dia lalu naik ke atas ranjang dan menempatkan dirinya tepat di antara kedua kaki Lia.
Pak Kades sekarang sudah siap sepenuhnya untuk menyetubuhi Lia. Sementara Lia yang baru saja
mengalami orgasme hanya bisa pasrah. Orgasmenya telah membuat tubuhnya tidak mampu lagi
mematuhi perintah otaknya, yang bekerja sekarang hanyalah dorongan seksnya yang menggelora.
Pelan-pelan Pak Kades mulai merebahkan dirinya menindih tubuh mulus Lia sambil sesekali mencium
bibir Lia. Lia hanya menggeliat sesaat tapi kemudian dia mulai merasakan nikmatnya sentuhan liar dari
bibir Pak Kades di bibirnya. Pak kades lalu membimbing penisnya dengan tangan kanan menuju ke liang
vagina Lia. Sentuhan ujung penis Pak Kades di bibir vagina Lia membuatnya menggeliat. Lia mengetahui
sebentar lagi keperawanannya akan direnggut secara paksa, tapi dia sudah terlanjur dikuasai nafsu
birahi sehingga dia tidak melawan sedikitpun. Dan perlahan tapi pasti, Pak Kades mulai mendorong
pantatnya maju, membuat penisnya menyeruak masuk ke dalam vagina Lia secara perlahan-lahan. Lia
meringis menahan sakit pada vaginanya. Vaginanya yang masih perawan terlalu sempit untuk dimasuki
penis Pak Kades yang berukuran di atas rata-rata itu. Pak Kades sendiri merasa kesulitan saat
memasukkan penisnya ke dalam vagina Lia. Dia merasakan jepitan vagian Lia begitu kuat, seperti
melawan desakan penisnya, tapi dengan satu dorongan kuat, penis Pak Kades akhirnya amblas
seluruhnya di dalam vagina Lia.

“Ahhhkk………….” Lia merintih kecil merasakan sesuatu yang besar memenuhi liang vaginanya
yang sempit. Perlahan air matanya mengalir membasahi pipinya yang mulus.

“Ehhh…… akhirnya masuk juga..” Pak Kades mengerang lirih. “Gila, tempiknya Neng Lia masih
kenceng banget..”

Tapi Pak Kades hanya membiarkan penisnya terbenam di dalam vagina Lia. Selama tiga menit tidak ada
pergerakan apapun dari Pak Kades. Rupanya Pak Kades sedang memberikan waktu agar Lia dapat
mengambil napas dan agar Lia terbiasa dengan keadaan dimana penis Pak Kades yang besar berada
didalam vaginanya. Pak Kades sendiri sebenarnya sedang meresapi nikmatnya jepitan lian vagina Lia
yang masih perawan itu untuk beberapa lama. Baru kemudian secara perlahan Pak Kades mulai
menggoyangkan pantatnya, membuat penisnya tertari keluar dari Vagina Lia. Lia merintih saat penis itu
lolos dari vaginanya. Tapi rintihannya berubah menjadi jeritan kecil saat Pak Kades mendesakkan
penisnya dengan gerakan liar. Lia menggigit bibirnya merasakan sakit tapi sekaligus kenikmatan pada
vaginanya. Pak Kades lalu mulai melakukan gerakan memompa untuk menggenjot vagina Lia dengan
penisnya, mula-mula pelan, tapi saat vagina Lia mulai terbiasa oleh penisnya, Pak Kades mulai
mempercepat genjotannya. Badan Lia terguncang-guncang keras maju mundur, kakinya mengejang-
ngejang dan menyentak-nyentak, tangannya dengan keras memegangi seprei sampai berantakan, kedua
payudaranya bergoyang cepat, kepala terdongak ke atas dan bibirnya terkatup rapat antara menahan
sakit dan sensasi yang dirasakan di dalam vaginanya.

Melihat hal itu Pak Kades menjadi makin bernafsu, sambil terus menggenjot vagina Lia, dia juga
menciumi dan menjilati payudara Lia sambil sesekali bibirnya mengulum puting susunya seperti bayi
yang sedang menyusu pada ibunya. Kenyotan bibir Pak Kades pada payudara Lia menimbulkan sensasi
baru dalam tubuh Lia membuat gerkannya menjadi semakin liar.

“Aaahhh..ooohhhhh… aaahhhh… ooohhhh..† desahan keras Lia mulai terdengar manja. Rasa sakit
pada vaginanya sudah dilupakan dan digantikan oleh kenikmatan yang luar biasa.

Setelah selama sepuluh menit, Pak Kades merasa bosan dengan gaya konvensional itu, dia perlahan
bangkit. Dia tertegun saat melihat bercak darah di sekitar vagina Lia.

“Astaga, jadi Neng Lia masih perawan ya..?† tanya Pak Kades yang dijawab Lia oleh anggukan
lemah.
“Wah.. kalu begitu Bapak beruntung banget hari ini, bisa memerawani seroang gadis kota, cantik
lagi..” kata Pak Kades senang. Lia hanya diam saja mendengar ocehan Pak Kades.

“Nah sekarang Neng Lia ganti gaya doang..” pinta Pak Kades. Dia menyuruh Lia menungging di
atas ranjang, lalu kembali diserangnya vagina Lia dari belakang seperti seekor anjing. kedua tangan
kekarnya memegang pinggul Lia dan menariknya hingga posisi pantat Lia kini merapat dengan pinggul
Pak Kades mambuat penis Pak Kades membenam seluruhnya di dalam vaginanya. Lia menjerit lirih,
matanya terpejam sambil menggigit bibirnya sendiri dan badannya kembali menegang keras.

Lalu mulailah Pak Kades menggenjot kembali vagina Lia dengan kedua tangan memegangi pinggul Lia.
Dia mulai memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian makin cepat sehingga
membuat tubuh Lia tersodok-sodok dengan kencangnya.

“Aahh.. aahh.. aahhh.. oohh….. oohh..” Lia kembali menjerit-jerit saat Pak Kades menggenj otnya lagi.
Tubuhnya sekarang basah oleh keringat. Payudaranya yang menggantung indah bergoyang-goyang
seirama genjotan Pak Kades. Perlahan Pak Kades mulai menjamah payudara Lia dari belakang, sambil
terus menggenjot vagina Lia, Pak Kades juga meremas-remas payudara Lia. Erangan-erangan Lia
semakin keras, badan dan kepala semakin bergoyang-goyang tidak beraturan mencari titik-titik nikmat di
dalam vaginanya. Tidak tahan lagi, lia akhirnya mengejang dan mengerang.

“AAHHHHHHHHHHGGHHHH…………” kembali Lia mngalami orgasme, kali ini bahkan lebih dahsyat
dari sebelumnya. Melihat Lia orgasme lagi, Pak Kades makin brutal. Dia mendorong Lia sampai
tersungkur lalu membalikkan tubuh Lia dengan kasar dan dipentangkannya kaki Lia selebar yang dia
mampu sambil diangkat ke atas sehingga kaki Lia sekarang membentuk huruf V membuat vagina Lia
terkuak sangat lebar. Pak Kades lalu kembali melesakkan penisnya ke dalam vagina Lia dan kembali
menggenjotnya, kali ini gerakannya sangat liar dan tidak teratur membuat tuuh Lia tersentak-sentak
dengan kasar.

“AHHKHHH… OOOHHHHHHKK.. AAHHHHH……..” Lia menjerit-jerit merasakan penis Pak Kades


menggenjot vaginanya dengan kasar, kepalanya bergoyang keras ke kiri dan ke kanan, matanya
terpejam sambil menggigit bibirnya menahan sakit dan nikmat yang luar biasa. Tak tahan mendapat
rangsangan sedemikian hebat, tubuh Lia kembali mengejang sampai melengkung ke atas membuat
tulang rusuknya menjiplak di kulitnya.

“AAAAAAAAAGGGGGGGGGGGGGGGGGGGH… … … ..† teriak Lia saat mengalami orgasme untuk


ke sekian kalinya. Bersamaan dengan itu Pak Kades juga menekan keras penisnya ke dalam vagina Lia.

“AAGGHHHHHHHH… ” Pak Kades melenguh keras, sensasi yang sedari tadi ditahan akhirnya
dilepaskan dengan sangat dahsyat sambil memuncratkan spermanya ke dalam vagina Lia. Keduanya
kembali lemas setalah mengalami orgasme secara bersamaan. Pak Kades ambruk sambil mendekap
tubuh mulus Lia.

“Oohhhh…. Bapak sangat puas Neng…† Pak Kades berbisik di telinga Lia, lalu sambil mencium
bibir Lia, Pak Kades bangkit meninggalkan Lia terbaring tanpa busana di atas ranjang.
Pak Kades lalu memakai pakaiannya lagi. Dia kemudian mendekati Lia yang masih terbaring di atas
ranjang.

“Ingat ya Neng.. Neng harus menuruti setiap keinginan Bapak, kalau tidak Neng bakal celaka..
mengerti kan Neng..?”

Lia hanya menjawabnya dengan anggukan lemah.

“Sekarang Neng Lia mandi yang bersih ya..† kata Pak Kades. Dia lalu menarik tangan Lia sampai Lia
bangun dari ranjang. Lalu dibimbingnya Lia yang masih dalam keadaan bugil menuju kamar mandi di
belakang. Di sana di amenyuruh Lia mandi sebersih-bersihnya untuk menghilangkan bekas-bekas
perkosaann yang melekat di tubuhnya. Lia kemudian dibawanya ke kamar lagi. Dia diijinkan memakai
pakaian lagi, tapi satu-satunya pakaian yang boleh dipakainya hanyalah celana dalam, sedangkan tubuh
bagian atasnya dibiarkan telanjang.

Pak Kades lalu berjalan keluar dari kamar sambil tertawa penuh kemenangan. Dia kembali ke ruangan
depan, di sana dia duduk santai di kursi sambil merokok.

Tak seberapa lama, dua orang laki-laki setengah baya tampak masuk ke dalam rumah, sebagian baju
mereka yang lusuh terlihat basah. Yang seorang bertubuh kurus dan bungkuk dengan rambut tipis
beruban banyak, matanya agak juling dan giginya sebagian sudah ompong. Yang satu lagi berkulit hitam
dengan wajah cacat seperti bekas terbakar dan agak cekung, rambut, kumis dan janggutnya jarang-
jarang dan beruban di mana-mana. Melihat mereka, Pak Kades bangkit dari duduknya.

Aman! Jupri! Dari mana Kalian?” tanya Pak Kades.

“Tadi kami pergi ke rumah istri Pak Kades yang satu lagi, tapi karena hujan, kami jadi tertahan di
sana,” Aman yang bungkuk menjawab.

“Iya Pak Kades..” timpal si Jupri.

“Dan dia bilang apa?” tanya Pak Kades

“Yah.. dia bilang sih mau balik ke Pak Kades..† jawab Aman lagi.

“Hehehehehe..” Pak Kades tertawa. “Bagus.. bagus.. tidak sia-sia kalian bekerja padaku..†

“Kalau gitu kami dapat hadiah dong pak..† kata Aman sambil nyengir.

“Hadiah?” Pak Kades berpikir sesaat. “Oh.. ya, kalian akan dapat hadiah, hadiah yang sangat
menyenangkan.”

Pak Kades masuk kembali ke dalam kamar diikuti tatapan Aman dan Jupri yang bertanya-tanya dalam
hati seperti apa hadiah yang akan mereka terima. Dan sesaat kemudian, seolah mata mereka meloncat
dari tempatnya, mereka melotot leber-lebar saat Pak Kades keluar dari kamar sambil menuntun seorang
gadis yang sangat cantik yang nyaris dalam keadaan telanjang bulat, hanya sehelai celana dalam yang
masih melekat di badannya.
Aman dan Jupri melongo seperti kemasukan jin menyaksikan pemandangan yang sangat indah itu, Lia
yang begitu cantik dan nyaris telanjang berdiri di depannya. Tubuhnya yang seksi terlihat begitu
menggairahkan, apalagi Pak Kades melarang Lia untuk menutupi payudaranya membuat payudara yang
indah itu menggantung bebas, polos dan telanjang.

“Nah.. kalian suka dengan hadiah ini?† Pak Kades mendorong Lia ke depan, membuatnya nyaris
terjungkal.

“Ohh.. suka banget Pak..” Aman menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari tubuh mulus
Lia. “Ini hadiah yang paling indah..”

“Bahkan Neng Ani, kembang desa sebelahpun nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dia..†
Jupri menambahi.

“Kalau begitu, selama satu hari ini, kalian boleh nikmati dia..† kata pak Kades ringan, yang
disambut dengan tawa puas dari mereka berdua.

“Di dalam saja Man.. “ kata Jupri sambil menunjuk ke kamar. “ada kasurnya.. enak kan kalau
nanti dia kita entotin di kasur..”

Aman setuju dengan usul Jupri, keduanya membimbing Lia masuk lagi ke dalam kamar dam negunci
pintunya.

Kedua orang penjaga rumah itu sekarang berjalan mengelilingi Lia sambil berkali kali berdecak
mengagumi keindahan dan kemulusan tubuh Lia.

“Astaga… mulusnya.. montoknya..” Aman berdecak sambil membelai paha Lia yang putih. Lia
berdesir merasakan rabaan tangan kasar itu pada pahanya.

“Iya nih Man..” Jupri manambahi sambil meremas pantat Lia.

“Nama Neng siapa sih..? Kok cantik banget..† tanya Aman sambil membelai payudara Lia dengan
kurang ajar. Lia merintih sesaat sambil meneteskan air mata. Dia meras sangat terhina diperlakukan
seperti itu, tapi dia sama sekali tidak kuasa untuk menolaknya.

“Lia Pak..” jawab Lia pelan dengan sedikit tersedu.

“Oh.. namanya Lia.. cantik, secantik orangnya..† kata Aman sambil meremas payudara Lia,
membuat Lia merintih kecil. “Kalau nggak keliru, Neng Lia kan cewek kota yang lagi KKN di sini ya..?
”

“Ahhhhhh… iya Pak… Oohhhhhhhh……† Lia menjawab sambil mendesah karena pada saat itu
Aman kembali meremas kedua payudaranya sementara pada saat yang sama, Jupri sedang sibuk
meremasi pantatnya sambil sesekali membelai selangkangan Lia yang masih tertutup celana dalam.

“Neng Lia suka ngentot nggak..? “ tanya Aman lagi. Lia hanya mengangguk pasrah.
“Ditanya kok Cuma ngangguk saja, jawab dong Neng..† kata Aman lagi.

“Ehh.. iya.. Pak… saya.. suka ngentot..† jawab Lia sambil terbata, menahan desakan nafsunya yang
kembali bangkit akibat belaian dan cumbuan pada paudara dan selangkangannya.

“Neng Lia mau nggak ngentot sama kami?† tanya Aman kalem sambil terus mencumbui payudara
Lia.

“Iyaa… mau.. mauuu…” Lia menjawab sambil mengerang, rupanya dia sudah hampir mencapai
klimaksnya lagi. Persetubuhannya dengan Pak Kades membuat nafsu birahinya begitu mudah
dibangkitkan.

Jupri yang sedari tadi mengusap-usap kemaluan Lia merasakan jari tangannya menjadi basah,
menandakan vagina Lia sudah siap untuk dimasuki oleh penis, tapi Jupri ingin membuat Lia mengalami
orgasme, karena itu tiba-tiba dia memelorotkan celna dalam Lia sampai ke batas lutut lalu
merenggangkan kaki Lia sehingga selangkangannya terbuka. Lia yang sudah terlanjur terangsang tidak
menolaknya, dia bahkan secara sukarela membuka pahanya. Jupri langsung menyerang kemaluan Lia
yang terbuka dengan jari-jarinya sambil sesekali menusuk dan mengocok-ngocok jarinya di dalam liang
vagina Lia. Lia menjerit tertahan setiap kali jari Jupri mengocok vaginanya. Tidak tahan lagi, Lia akhirnya
mengejang. Lia benar-benar sudah kembali mencapai orgasmenya, membuat vaginanya sangat basah.

“Heheheh… enak kan Neng..? Neng suka nggak digituin?† tanya Aman sambil cengengesan,
seolah perbuatannya terhadap Lia barusan hanyalah sekedar permainan anak-anak yang tidak berarti.

Lia masih terengah-engah merasakan orgasmenya yang meledak lagi. Dia hanya bisa mengangguk
menjawab pertanyaan itu.

“Sekarang giiran Neng yang muasin kami ya..† kata Aman. Kemudian Aman dan Jupri membuka
pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat. Kedua penis mereka menegang keras. Hitam, besar dan
panjang.

“Sekarang Neng emutin dong kontol kami..† kata Aman santai. Lia untuk sesaat memalingkan
mukanya menghindari menatap kedua penis itu. Tapi mau tidak mau, Lia harus menuruti mereka. Maka
perlahan Lia mulai berlutut di hadapan Aman dan Jupri. Serentak kedua penis itu mengacung tegak di
depan wajah Lia. Perlahan Lia mulai melingkarkan genggamannya pada penis kedua penjaga rumah itu.
Besarnya pas satu genggaman tangan Lia yang mungil. Lalu Lia mulai melakukan gerakan mengocok
penis mereka, dan secara bergantian, Lia kemudian mengulum penis mereka.

“Ahhhhgghh…..” Aman mulai mengerang merasakan belaian tangan dan bibir Lia pada penisnya.
Dengan tangan kanannya Bella memegang batang penis Aman, dan tangan kririnya menggenggam penis
Jupri, sementara kepalanya bergerak maju mundur berirama dengan berusaha membuka rahangnya
lebar-lebar agar giginya tidak bersentuhan dengan kepala penis mereka. Secara bergantian Bibir Bella
terus mengulum maju mundur pada kepala dan batang penis Aman dan Jupri, sedangkan lidahnya terus
begerak menjilati dan membasahinya.
‘Oohhhh… Aaahhhh…. Aooooohhh….” Aman dan Jupri mengerang-erang nikmat merasakan setiap
sensasi pada penis mereka. Tapi tiba-tiba Aman menyuruh Lia menghentikan kuluman pada penisnya.
Dia berjalan ke belakang dan berdiri di belakang Lia. Lia yang masih sibuk mengulum penis Jupri menjadi
tegang, apalagi saat Aman menyuruhnya berdiri. Masih dengan tangan dan mulut sibuk mengulum dan
mengocok penis Jupri, Lia berdiri. Hal itu memaksanya berdiri sambil menungging, dan memang itulah
yang diinginkan oleh Aman. Dia kemudian menyuruh Lia merenggangkan kakinya. Tiba tiba Lia merasa
ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Aman sedang menjilati bongkahan pantatnya yang
montok. Tubuh Lia menggelinjang, apalagi waktu mulut Aman bertemu dengan vaginanya, lidah itu
beraksi dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.

“Ahhhghhh… ohhh..” Lia menreang pelan, nyaris saja dia menggigit penis Jupri. Jupri melihat
payudara Lia yang bergantung indah itu sekarang bergoyang-goyang, tanpa pikir panjang lagi, Jupri
mulai meraih payudara lembut itu dan mulai meremasnya pelan, membuat Lia makin terangsang.

Tiba-tiba Lia menghentikan kulumannya pada penis Jupri dan mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak
penis Jupri dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Aman sedang berusaha
mendorong penisnya masuk ke dalam liang vaginanya.

“Aahhhh… oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat penis itu


pelan-pelan memasuki vaginanya. Tapi dengan cepat Jupri yang tidak mau kenikmatannya berkurang
meraih wajah Lia dan kembali memaksanya mengulum penisnya.

Lia merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya.
Aman mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik
oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Lia menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke
belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu teredam karena Jupri menekan
kepalanya dan menyuruhnya mengulum penisnya kembali. Lia pun mencoba kembali berkonsentrasi
pada penis Jupri di tengah sodokan-sodokan Aman yang makin kencang.

“Pelan-pelan aja Man, ntar anu saya kegigit gimana ?† kata Jupri melihat Lia agak kesulitan
mengulum penisnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.

“Hehehe…maaf deh Pri, keenakan sih sampai lupa..† Aman terkekeh lalu mulai mengurangi
sedikit kecepatannya. Dengan begitu Lia bisa lebih mudah melayani penis Jupri sambil mengimbangi
gerakan Aman. Lia mengombinasikan hisapan dengan kocokan tangan pada penis Jupri membuat Jupri
merem melek merasakan kenikmatan yang tiada taranya itu.

Hampir limabelas menit lamanya Lia diperlakukan sedemikian rupa. Tubuhnya yang putih mulus
sekarang kembali basah oleh keringat. Tiba-tiba Aman melepaskan penisnya dari liang Vagina Lia.
Perlahan dia mengarahkan penisnya ke bagian anusnya.

“Jangann..! Jangan di situ.. mmpphh..† Jerit Lia yang langsung teredam oleh sodokan penis Jupri
pada mulutnya. Aman sendiri tidak peduli dengan ucapan Lia barusan, dia berusaha mati-matian
mendesakkan penisnya ke dalam anus Lia.
“AAHHKK..” Lia sontak mengejang dan mendongakkan kepalanya, penis Jupri terlepas begitu saja
dari kulumannya. Aman rupanya telah berhasil memasukkan penisnya ke dalam anus Lia. Selama
beberapa saat Aman membiarkan saja Lia menggeliat-geliat, seperti ingin menyiapkan anusnya agar bisa
menerima sodokan Aman. Aman lalu mulai menarik kembali penisnya keluar. Lia meringis sekali lagi, air
matanya makin deras mengalir, sakitnya luar biasa seolah anusnya sedang diledakkan oleh kekuatan
yang sangat besar, tapi pada saat yang sama, Lia juga merasakan sensasi tersendiri dari perbuatan Aman
tersebut.

Pelan-pelan Aman mulai mendorongkan penisnya lagi. Lalu dengan gerakan pelan, Aman mulai
menggenjot penisnya pada anus Lia. Lia merintih-rintih setiap kali Aman menyodok anusnya. Tapi
setelah agak lama, dia merasakan anusnya bisa menampung penis Aman. Jeritannyapun mulai berubah
menjadi erangan-erangan lirih. Aman perlahan mulai meningkatkan tempo genjotannya sehingga
membuat tubuh Lia terguncang-guncang. Tiba-tiba Aman melingkarkan kedua lengannya ke ketiak Lia
dan menarik bahunya sehingga kedua lengan Lia sekarang terkunci oleh lengan Aman dan terentang ke
samping, membuat Lia terpaksa melepaskan kulumannya pada penis Jupri. Dalam posisi seperti itu
Aman kemudian menarik tubuhnya ke atas ranjang sehingga keduanya terlentang di atas ranjang
dengan posisi tubuh Lia ada di atasnya.

Melihat hal itu, Jupri ikut maju, dipentangkannya kedua belah paha Lia dan ditekuknya ke arah samping
sehingga mengangkang seperti kodok, membuat vaginanya terkuak lebar.

“Oohhh… janganh.. ahhh…” Lia menyadari apa yang akan dilakukan oleh Jupri pada vaginanya.
Pelan-pelan Jupri mula mendekatkan penisnya ke vagina Lia. Dan.

“AAHHHHHKKK…” Lia menjerit saat penis itu menembus liang vaginanya. Sekarang dua batang
penis besar memasuki tubuhnya dari depan dan belakang. Lia meronta-ronta hebat saat secara
bergantian Aman dan Jupri menggenjot tubuhnya. Tubuh putih itu menggeliat-geliat di dalam himpitan
kedua penjaga rumah buruk rupa itu. Dan sambil menggenjot vagina Lia, Jupri juga sibuk menciumi dan
melumat bibir Lia. Lia merasa tersiksa dihimpit kedua penjaga rumah yang memperkosanya dengan
brutal, tapi sebenarnya Lia juga merasakan sebuah sensasi hebat yang bergolak dari dalam tubuhnya,
bagaikan api besar yang membara dan meledak-ledak di dalam tubuhnya, membuat Lia akhirnya
tenggelam dalam permainan seks bertiga itu. Apalagi ternyata Aman dan Jupri sangat lihai dalam urusan
seks, membuat sensasi dalam tubuh Lia meledak.

“aahhh… ahhhh… mau nyampe…….. oohhh… udaaaahhh… oohhh… udaaahhh…† Lia merintih-
rintih merasakan orgasmenya setiap saat bisa meledak. Tapi kelihaian Aman dan Jupri dalam
bersenggama membuat mereka bisa menahan orgasme Lia. Mereka tidak ingin Lia selesai dengan
mudah. Setiap kali Lia akan meledakkan orgasmenya, setiap kali pula mereka menghentikannya dengan
bermacam cara, seperti dengan menghentikan genjotan penisnya, atau menjambak rambut Lia sampai
kesakitan dan melupakan dorongan orgasmenya. Lia benar-benar dibuat takluk oleh kedua penjaga
rumah itu. Wajahnya sampai merah keunguan merasakan sensasi orgasmenya berulang kali berhasil
digagalkan. Entah berapa lama tubuh Lia berada di dalam himpitan dan genjotan kedua penjaga rumah
itu. Lia sendiri sampai terlalu payah untuk merintih, tubuhnya sekarang hanya tergetar dan menggeliat
setiap kali hendak orgasme.

“Gimana rasanya dientot berdua Neng? Ngomong dong..† kata Jupri sambil terus menggenjot
vagina Lia.

“Eeegghh… ennaaakkk… Oohhhh… Nikmathh… Ahhhhh…..† jawab Lia sambil membiarkan kedua
puting payudaranya dijilat dan digigit kecil oleh Jupri.

“Apa Neng mau kalau saya hamili..?” tanya Jupri.

“Ehhkkhh…. iyaahhh… mauuhhh… oohhh…† Lia menjawab asal saja. Mendengar hal itu Jupri
makin bersemangat menggenjotkan penisnya, seolah dia berharap benar-benar bisa menghamili gadis
kota secantik Lia. Sampai akhirnya Jupri tidak tahan lagi untuk meledakkan orgasmenya.

“AAGGGHHH……….” Jupri mengerang dan mengejang kuat, seketika spermanya menyembur deras
membanjiri rahim Lia. Jupri menggelepar merasaksn kenikmatan luar biasa yang diperolehnya dari
tubuh mulus Lia.

Setelah Jupri selesai, giliran Aman sekarang menggenjot vagina Lia yang sekarang ditelentangkannya di
atas ranjang. Aman memang puny atenaga ekstra, mungkin sudah lebih dari satu jam dia menyetubuhi
Lia, tapi belum sedikitpun ada tanda dia bakal selesai. Tubuh Lia yang sudah lemas hanya bisa terhentak
mengikuti setiap gerakan Aman yang menggenjot vaginanya. Sambil terus menggenjot vagina Lia, Aman
juga sibuk mencium dan melumat bibir Lia. Karena sudah pasrah, Lia pun ikut membalas ciumannya,
lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.

“Ahhh… ahhhh…. oohhhhh… oohhhh…† Lia mengerang lirih setiap kali Aman menyodokkan
penisnya secara brutal.

Lia menggeliat antara sakit bercampur nikmat, perlakuan Aman yang kasar ternyata justru membuat
gejolak birahi Lia kian meledak. gaya bercinta jon yang barbar justru menciptakan sensasi tersendiri. Di
ambang klimaks, tanpa sadar Astrid memeluk tubuh Aman dan memberikan ciuman di mulutnya.
Selama hampir lima menit kedua bibir itu saling bersatu seperti terikat oleh benang yang tidak kelihatan
sampai akhirnya Lia mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram punggung
Aman dan menancapkan kuku-kukunya ke punggung itu membentuk bilur bilur kemerahan.

“AHHHHHHHHKKHHHHHHHHH……….” Lia menjerit keras. Orgasme yang sebegitu lamanya


tertahan akhirnya meledak juga, Lia mencengkeram punggung Aman dengan begitu kuat. Tubuhnya
melengkung seperti busur, kakinya menendang-nendang ke segala arah dengan tidak terkendali.
Sungguh dahsyat orgasme yang didapatnya. Selama beberapa detik lamanya tubuh Lia yang mulus itu
melengkung dan menegang, vaginanya berdenyut dengan sangat kuat mencengkeram penis Aman
seolah ada sebuah tangan raksasa yang menjepit penis itu dan menghancurkannya.
Aman tidak bisa bertahan mendapatkan cengkeraman vagina Lia yang berdenyut hebat itu. Tubuhnya
ikut menegang. Aman menyodokkan penisnya dengan kuat, seolah mencoba menahan ejakulasinya
untuk terakhir kali, tapi dia tidak mampu lagi bertahan.

“OOHHKKKKKKKHHH…….” Aman melenguh panjang seperti banteng, tanpa bisa ditahan,


spermanya menyembur deras dan kembali mengisi rahim Lia. Perlahan tubuh mereka kembali melemas.
Aman langsung ambruk kelelahan menindih tubuh mulus Lia yang juga kepayahan. Ketiganya terkapar
tidak berdaya setelah mencapai kepuasan seksual secara hampir bersamaan. Perlahan keduanya tertidur
dalam satu ranjang.

Malam sudah hampir turun saat Lia membuka matanya. Tubuhnya teras sangat letih dan sakit seperti
ada serombongan orang yang baru saja memukuli tubuhnya. Dirasakannya ada sesuatu menindih
tubuhnya. Ternyata kedua penjaga rumah itu masih tertidur di sampingnya dengan tangan mereka
memeluk tubuhnya. Tangan Aman bahkan masih mencengkeram payudaranya.

Dengan gerakan pelan, Lia menyingkirkan kedua tangan nakal itu dengan harapan keduanya tidak
terbangun, tapi harapannya buyar saat Aman tiba-tiba membuka matanya.

“Lho.. sudah bangun ya Neng..?” katanya sambil tersenyum. Sontak Lia mendekap kedua b elah
payudaranya yang masih telanjang.

“Ngapain juga ditutupin Neng, entar paling kebuka lagi..† kata orang di sebelahnya. Jupri rupanya
sudah bangun juga.

“Benar tuh Neng..” kata Aman sambil berusaha melepaskan dekapan tangan Lia dari
payudaranya, begitu juga dengan Jupri. Lia hanya bisa menangis tapi tidak kuasa menolaknya,
payudaranya kembali menggantung bebas telanjang.

“Neng emang cantik dan pintar..” kata Aman sambil meremas-remas payudara Lia sebelah kiri,
sedangkan Jupri menikmati payudara Lia yang sebelah kanan.

“Iya nih.. Neng jago banget lho ngentotnya, Bapak jadi ketagihan nih..† timpal Jupri. Lia hanya
mendesah pelan merasakan payudaranya digumuli oleh kedua pria itu. Keduanya lalu menyuruh Lia
untuk mandi bersama mereka, sambil mandi, sesekali mereka juga meraba dan meremas-remas
payudara dan pantat Lia, Jupri bahkan nekad menyabuni bagian selangkangan Lia membuat Lia
mendesah tertahan.

Selesai mandi, mereka mengijinkan Lia untuk berpakaian, tapi hanya celana dalam saja yang boleh dia
pakai sementara tubuhnya yang lain tetap diharuskan telanjang. Lia lalu dibawa ke ruangan tengah. Di
sana sudah ada Pak Kades yang menunggu.

“Wuah.. sudah cantik lagi Neng kita satu ini..† komentar Pak Kades melihat Lia yang sudah bersih.
Wajahnya yang tanpa polesan kosmetik terlihat justru semakin cantik, apalagi saat itu Lia hanya
memakai celana dalam saja, sehingga tubuhnya yang mulus terbuka, membuatnya menjadi semakin
mengundang selera.
“Nah.. malam ini Neng Lia Bapak minta untuk menjadi pelayan kami. Neng Lia harus melayani kami
apa saja, mulai dari urusan dapur sampai urusan kasur.† Kata Pak Kades. “Dan sekarang Neng
ambilin makanan di dapur sana..”

“I.. iya Pak..” jawab Lia tersedu, air matanya kembali mengalir.

“Sudah, jangan nangis, sana cepat ke dapur!† perintah Pak Kades. Lia dengan gugup menurut.
Beruntung Lia tidak disuruh memasak pula, seumur hidup Lia tidak pernah menginjakkan kakinya ke
dapur apalagi memasak, sebagai anak orang kaya semuanya selalu siap di depannya tanpa perlu
bersusah payah.

Lia membawa makanan dari dapur ke ruang tengah. Tapi dia lupa membawa piring dan sendoknya
membuat Pak Kades marah. Lia segara berlari kembali ke dapur dengan tergesa-gesa.

Sambil makan, mereka bertiga menyuruh Lia untuk menari sebagai hiburannya. Lia terpaksa
melakukannya, diiringi musik dangsut yang diputar dari sebuah radio mini Lia mulai menari telanjang
dengan gerakan luwes. Lia terbiasa dugem sehingga gerakan-gerakannya mengalir begitu lancar. Ketiga
orang pria bejat itu bertepuk tangan sambil bersuit suit menikmati keindahan tubuh telanjang Lia yang
sedang meliuk-liuk erotis.

“Ahh.. yaa.. bagus Neng.. terus aja narinya,† Kata Pak Kades sambil tetap makan. Mereka serasa
sedang makan di restoran atau kafe dengan adanya hiburan merangsang itu. Mereka paling suka saat Lia
menari seperti penari striptease sambil berpura-pura melakukan mastrubasi dengan meremas-remas
payudaranya sendiri.

Puas dengan tarian telanjang itu, merekapun menyuruh Lia berhenti. Lia yang kekelahan langsung
terpuruk di lantai. Apalagi dia belum makan. Kepalanya terasa pusing.

“Oh.. Neng mau makan ya..?” tanya Pak Kades setelah mengetahui Lia melihat ke atas meja,
dimana di situ terhidang makanan yang masih tersisa.

“Iya Pak..” kata Lia penuh harap.

“Kalau Neng mau makan ada syaratnya Neng..† kata Pak Kades. “Turunin celana dalamnya
Neng..”

Lia terkejut mendengar ucapan Pak Kades. Dia menggeleng sambil ketakutan.

“Terserah kalau Neng nggak mau nurunin celana dalamnya, nggak dapat makanan.† Kata Pak
Kades kalem.

“Iya Pak.. baik ..” Lia berkata cepat. Dia segera memelorotkan celana dalamnya sendiri sampai
sebatas lutut. Vaginanya sekarang telanjang.

“Hehehehehe… Neng memang pintar.† Kata Pak Kades sambil memelototi vagina yang licin bersih
itu. “Sekarang pegangan ke meja. Lalu renggangin kakinya.† Perintah Pak Kades sambil menunjuk
ke arah meja. Liapun menurut membuat tubuhnya membungkuk deangan pantat menungging. Lia tahu
sebentar lagi dirinya kembali akan diperkosa, tapi sedapat mungkin dia berusaha pasrah.

“Hehehehe.. pintar.” Kata Pak Kades. “Kalau mau makan, Neng lia harus bersedia dientotin
sama kita.” Tambahnya. ”Tapi kali ini Neng boleh pilih siapa berhak ngentotin Neng.†

Sejenak Lia merasakan kebingungan yang luar biasa, memilih sesuatu yang buruk dari yang terburuk
bukan pilihan yang mudah. Sampai akhirnya Lia menjawab.

“Saya pilih Pak Kades saja..” jawab Lia tersendat.

“Kenapa pilih saya?” tanya Pak Kades yang membuat Lia kebingungan tidak tahu harus menjawab
apa.

“Ehh.. karena.. karena Bapak ganteng sih..† jawab Lia sekenanya. Pak Kades tertawa mendengar
jawaban seadanya itu.

“Bagus kalau begitu, sekarang siap ya Neng..† kata Pak Kades sambil berjalan menuju ke belakang
Lia. Vaginanya yang sudah terbuka sepetinya sudah siap dimasuki oleh penis lagi. Pak Kades langsung
memasukkan penisnya ke dalam liang vagina Lia. Dan perlahan Pak Kades menggenjot vagina Lia dengan
penisnya. Lia merintih-rintih kesakitan karena vaginanya belum siap menerima penis yang disodokkan
dengan ganas. Tapi Pak Kades tidak peduli. Dia hanya ingin mereguk kenikmatan seksual dari tubuh
mulus gadis kota itu sebanyak mungkin. Dan setelah sepuluh menit disetubuhi, Liapun akhirnya kembali
terangsang meskipun itu di luar kehendaknya.

“AHHHHH……… AHHHH………” Lia mengerang keras sambil menggeliat liar, tubuhnya menegang,
tangannya mencengkeram meja dengan kuat dan kemudian perlahan mengendur lagi lalu melemas
kehabisan tenaga, rupanya Lia kembali mengalami orgasme. Pak Kades yang sedang menggenjotnya pun
semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Lia ikut tertekan. Beberapa detik
kemudian dengan erangan penuh kepuasan, Pak Kades menumpahkan spermanya di dalam rahim Lia,
genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vagina Lia nampak menetes cairan sperma
yang kental, lalu Tubuh Lia kembali melemas. Tubuh Lia langsung terpuruk di lantai setelah Pak Kades
melepaskan pegangannyna pada pinggul Lia.

“Hehehehe.. sekarang Neng baru boleh makan,† kata Pak Kades dengan wajah puas.

“Oh.. belum Pak..” Aman mencegah. “Neng cantik ini musti ngocokin kontol saya sama Jupri
dulu.”

“Wah.. benar.. benar itu Man.. tapi jangan dimasukin ke tempiknya ya?† Pak Kades
menyetujuinya.

Lia tersedu-sedu, hanya untuk bisa makan dia harus merelakan dirinya digagahi tiga orang pria buruk
rupa. Tapi Lia tidak punya pilihan lain selain menuruti setiap kemauan mereka. Dia segera melakukan
perintah Aman saat kedua penis besar itu menyodor di mukanya. Lia melakukannya dengan sebaik-
baiknya dengan kedua tangan maupun bibir dan mulutnya. Secara bergantian mulutnya mengulum
penis mereka bergantian, sementara kedua belah tangannya tidak berhineti mengocok batang penis
mereka.

“Sedot teruss Neng… Ooohhhh…iyah…. begitu…ohhh.. !† kedua orang penjaga rumah buruk
rupa itu melenguh sambil meremas rambut Lia. Seperti sebelumnya, Lia kembali menunjukkan
keahliannya mengisap penis kedua orang itu. Kali ini Aman dan Jupri tidak menahan diri lagi, saat
mereka mencapai klimaksnya, mereka memaksa Lia menengadah, lalu mereka berdua mengocok penis
masing-masing tepat di depan wajah Lia. Dan sesaat kemudian Aman dan Jupri mengerang kuat, lalu
sperma merekapun akhirnya menyembur dahsyat menyemprot sekujur wajah Lia, wajah yang cantik itu
sekarang menjadi berlumuran sperma kental mereka berdua. Sebagian sperma mereka mengalir masuk
ke dalam mulut Lia, tapi mereka melarang Lia untuk memuntahkannya, akhirnya Lia terpaksa menelan
sebagian sperma yang membasahi wajahnya. Barulah setelah itu mereka mengijinkan Lia untuk makan.

Maka sepanjang hari itu, sampai menjelang subuh, Lia dipaksa terus menerus merelakan tubuhnya
dijadikan sarana pelampiasan nafsu seksual ketiga pria bejat itu. Ketiganya menyetubuhi Lia dengan
berbagai macam gaya yang bisa mereka praktekkan. Lia sendiri tidak ingat sudah berapa kali ketiganya
memperkosa dirinya karena hampir tiap jam mereka memaksanya untuk bersenggama secara bergiliran.
Dirinya tidak ubahnya sebuah piala bergilir yang dipaai untuk memuaskan nafsu binatang ketiga orang
itu. Lia merasa dirinya lebih hina daripada seorang pelacur yang paling rendah sekalipun, sebagai anak
orang kaya harus merelakan tubuhnya dinikmati oleh tiga orang pria yang sangat jauh bedanya dengan
dirinya.

Selepas Makan Siang, telepon genggamku bergetar hebat, menampilkan nomor +62266xxxxx di
layarnya. 0266, dari kota manakah itu ? Pikirku dalam hati. Dengan hati-hati kutekan tombol
“Answer”, lalu terdengar suara halus dari ujung sebelah sana.

“… Kang, ini Euis (bukan nama asli). Masih ingat ? …†.

Jantungku seakan berhenti mendengar nama itu. Dari mana dia tahu nomor telepon genggamku ini ?
Segera berkelebat bayangan dalam pikiranku, bagaimana ia kuperawani satu minggu yang lalu, di
sebuah penginapan di Selabintana. Mukanya yang manis, tubuhnya yang mungil dan seksi, dan matanya
yang menatapku lekat-lekat sambil berlinang air mata saat kegadisannya kurenggut malam itu.

“… Ee, tentu masih dong. Apa kabar ? Gimana juga khabar Nyai ? …”

jawabku dengan suara yang kubuat setenang mungkin.

“… Baik Kang, kok nanyain Nyai terus sih ? …”

lanjutnya dengan nada suara yang kurang senang.

“… Kang, kapan mampir ke sini lagi, Euis kangen ingin ketemu lagi dengan akang …† lanjutnya.
Aku tersentak menyadari akan keadaan yang sulit dan serba salah, yang akan kuhadapi selanjutnya.
Kangen ? Ini bahaya, ini tidak boleh terjadi. Aku selalu berusaha untuk tidak meninggalkan kesan
mendalam dalam setiap petualangan-petualangan nakalku. Aku tidak ingin terlibat lebih lanjut dengan
gadis dan wanita yang pernah berhubungan denganku. Tubuh dan nafsuku mungkin saja kuumbar dan
dimiliki sesaat oleh beberapa gadis dan wanita, tapi hati dan cintaku hanya untuk istriku seorang. Aku
memang egois, seperti kaum laki-laki pada umumnya. Ingin kuputuskan komunikasi ini, tapi tidak tega.
Bagaimanapun, gadisku ini sudah berkorban dengan menyerahkan miliknya yang sangat berharga
padaku. Aku masih punya sedikit rasa untuk tidak “mencampakkan† dia begitu saja. Mungkin saja
kata kangen itu hanyalah selubung dari maksud-maksud lain dibaliknya, kebutuhan akan materi
misalnya. Mungkin saja lembaran yang kusisipkan ke dalam tas sekolahnya saat itu dianggap belum
cukup untuk menebus apa yang telah ia berikan padaku. Dan beberapa kata mungkin lain yang muncul
bergantian dalam pikiranku. Aku sampaikan padanya bahwa nanti sore aku akan berangkat ke ibu kota
melalui kotanya, untuk menghindari kemacetan di jalur Puncak. Aku sampaikan juga kemungkinan untuk
bisa bertemu dengannya, setelah sampai ke kotanya nanti malam. Euis memberiku sebuah nomor yang
dapat kuhubungi, nomor yang dikeluarkan oleh salah satu operator selular di negeri ini.

Selepas jam kantor dan sedikit persiapan di rumah, akupun mengarahkan mobil kecil biruku
meninggalkan kota tempat tinggalku. Kekuatan dan kecepatan mesinnya yang dahsyat tidak
kumanfaatkan kali ini. Aku ingin santai sambil menikmati perjalanan. Mataku yang terlatih melirik kekiri
dan kekanan sepanjang perjalanan, berharap mendapatkan sesuatu yang bisa membawaku ke
petualangan dan pengalaman lain yang mendebarkan. Kondisi lalu lintas yang lancar membuat
perjalananku kali ini tidak menemui hambatan yang berarti. Saat adzan Magrib berkumandang, aku
telah sampai di kota Cianjur untuk sejenak beristirahat sambil menikmati minuman ringan yang dingin.
Aku masih menimbang-nimbang untuk menentukan arah mana yang akan kuambil, lewat Puncak atau
Sukabumi. Ingatanku pada Euis menjadi salah satu alasan hingga aku memilih jalur alternatif kedua.
Siapa tau aku bisa melanjutkan petualangan dengannya lagi. Nafsuku bangkit seketika, membuat
kemaluanku membesar dan mengeras. Cukup menyakitkan di balik celana Jeansku yang cukup ketat.
Kuambil minuman energy dari lemari es sebelum kutinggalkan toko itu. Siapa tau aku membutuhkan
energy “lebih” malam ini. Dengan kecepatan penuh, kuarahk an mobilku menuju kota Sukabumi.

Beberapa kilometer menjelang masuk kota, kucari nama Euis dari dalam Address Book telepon
genggamku, lalu kuhubungi. Kamipun sepakat untuk bertemu di toko “Y…†, salah satu swalayan
besar dan terkenal yang ada di kota itu. Suaranya yang halus dan ceria membuatku tidak sabar untuk
segera menemuinya. Kutekan pedal gas mobilku dalam-dalam, membuatnya berlari dengan kecepatan
sangat tinggi. Sampai di tujuan, kuparkir mobilku di tempat yang mudah untuk keluar, lalu akupun
masuk ke dalam toko yang besar dan sangat ramai itu. Diantara keramaian orang yang akan berbelanja
atau sekedar berjalan-jalan, kulihat Euis berdiri sendirian sambil membaca tabloid remaja. Malam itu
Euis mengenakan kaos ketat berwarna merah dipadukan dengan celana Jeans biru, serasi dengan
kulitnya yang tidak terlalu putih. Lekuk tubuhnya yang ramping dan seksi semakin jelas terlihat. Ia
membawa Travelling Bag yang tidak terlalu besar, yang digeletakkan di lantai sebelah kakinya. Kuhampiri
dia lalu kutegur.
“… Ech, Kang… kok lama sekali ?…“

tanyanya manja. Kucium keningnya, kuambil tasnya lalu kulingkarkan tanganku di pinggangnya menuju
Food Court. Kami berdua menyantap makan malam sambil saling bercerita kesana kemari. Setelah
kuperhatikan lebih seksama, Euis memiliki mata yang sangat indah. Mata yang bening dan berbinar-
binar itu sering kudapati menatapku lekat-lekat, entah apa yang ada dalam pikirannya. Dari
pembicaraan, kuketahui bahwa dia sudah pamit pada kedua orang tuanya untuk kembali ke Bogor.
Alasannya adalah ingin menyiapkan diri sebelum kembali ke sekolah hari Senin yang akan datang. Dia
memintaku untuk mengantarkannya ke tempat kostnya di kota Bogor, yang tentu saja langsung
kusanggupi dengan senang.

Dalam perjalanan, Euis lebih banyak diam. Sesekali dia mengusap pipiku, kepalaku, sambil berkata :

“… Euis kangen Kang …”

Kalimat yang membuat hatiku kembali khawatir. Petualangan ini sudah mulai membahayakan pikirku.
Euis juga bercerita bahwa dia tidak dapat melupakan apa yang terjadi di malam itu. Ia sama sekali tidak
menyesal, malah dengan terus terang dia mengatakan ingin mengulanginya lagi suatu waktu. Sudah
ketagihan rupanya. Di satu ruas jalan yang cukup sepi, ia mencuri cium bibirku sambil berkata :

“… Kang, maukah menemani Euis malam ini ? …”

tanyanya, membuat birahiku bangkit membuat kemaluanku mengeras dan membesar. Sambil
tersenyum, kutatap dia sambil bertanya :

“… Dimana kita akan menginap malam ini ? …”

yang dijawabnya dengan :

“… terserah, Kang …”.

Terbayang sudah di dalam pikiranku tubuh ramping telanjang yang tergeletak pasrah, siap menerima
serbuan kenikmatan yang akan kuberikan. Kuaktifkan telepon selularku menghubungi rumah mertuaku,
untuk memberi khabar bahwa aku batal datang malam ini. Sambil terus berusaha konsentrasi untuk
mengarahkan mobilku, otakku bekerja keras mencari dimana kira-kira tempat yang nyaman dan aman
untuk menginap malam ini. Ada dua alternatif yang terbersit dalam pikiranku, LIDO atau sekalian di kota
Bogornya. Yang pasti, aku tidak ingin melakukannya di tempat kost, untuk menghindari hal-hal negatif
yang mungkin saja terjadi. Karena LIDO penuh di akhir minggu, aku memutuskan untuk menuju ke Hotel
“P….” di Bogor, yang sudah mendapat konfirmasi kamar setelah kuhubungi m elalui telepon.
Kutekan pedal gas dalam-dalam, membuat mesin 1600cc menggerung keras dan berlari dengan
kecepatan sangat tinggi.
Setelah melalui prosedur Check-In seperti biasanya, sampailah kami dalam kamar di Lantai 5 Hotel
bintang tiga yang cukup megah di Kota hujan ini. Setelah memberi tip sekedarnya pada RoomBoy yang
mengantar, segera kupeluk dia sambil tetap berdiri dan kucium bibirnya penuh nafsu. Dengan nafas
memburu, Euis membalas ciumanku sama ganasnya. Lidahnya yang kasar dan hangat menyapu rongga
mulutku, membuat nafsu birahi semakin tinggi. Kumasukkan tanganku menyusup ke bawah kaos
merahnya, menyapu kulit punggungnya yang halus. Kutelusuri kulit punggungnya yang halus dari kiri ke
kanan, atas ke bawah, sangat perlahan dan hati-hati. Dalam hati aku berniat untuk memberikan
kenikmatan yang tidak akan pernah ia lupakan, beberapa kali, berulang-ulang malam ini. Klik, tanganku
yang terlatih berhasil melepas pengait BH-nya. Lalu tanpa kesulitan yang berarti, kuloloskan kaos merah
ketat itu dari tubuhnya yang kemudian langsung kulempar jauh-jauh entah kemana. Kudengar nafasnya
semakin memburu dan mulai terdengar rintihan-rintihan lemah di antara pergumulan dua lidah yang
saling berkait dan memilin. Kulihat matanya terpejam, membuat bulu matanya yang lentik teranyam
indah.

“… Euis sayang, kita mandi dulu yuk …”

kataku, yang dijawab dengan anggukan dan senyum manis. Aku tidak ingin terganggu oleh bebauan
yang kurang sedap dari kewanitaannya saat bercinta nanti. Sambil berpelukan, kami menuju kamar
mandi.

Sesuai standar hotel bintang tiga pada umumnya, ruang kamar mandi yang cukup besar itu tertata
sangat rapi, bersih dan wangi, dilengkapi dengan BathTub dan air hangat. Kusumbat lubang
pembuangan air, kemudian kubuka besar-besar kran air panas dan dingin, untuk mengisi BathTub
dengan air. Otakku bekerja mencari-cari apa yang akan kulakukan terhadap Euis selama mandi
berendam nanti. Kulihat Euis sudah membuka Jeans dan celana dalamnya, menampilkan tubuh mungil
dan seksi dalam keadaan telanjang bulat. Dengan takjub kuperhatikan payudaranya yang baru tumbuh
dengan putting yang coklat kehitaman. Belum terlalu besar tetapi terlihat kencang dan kenyal.
Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang belum terlalu banyak, sungguh membuat kepalaku
berdenyut-denyut menahan nafsu. Ia menghampiriku, kemudian membuka kancing kemejaku satu
persatu. Dengan perlahan, dibukanya pengait ikat pinggangku, kancing celana jeansku, lalu
diturunkannya retsluiting perlahan-lahan. Aku melepas kemeja dan baju dalamku, sementara Euis
menurunkan celana jeansku, sekalian dengan celana dalamnya. Kemaluanku langsung mengacung keras,
mempertontonkan kepalanya yang merah muda mengkilat beserta tonjolan otot-ototnya yang
kehitaman. Dalam keadaan masih berjongkok, kulihat Euis menatap kebanggaanku itu dengan ekspresi
muka yang tidak kumengerti. Sebenarnya aku ingin segera memasukkannya ke dalam mulut gadisku itu,
dan membiarkannya melahap dan menjilatinya. Tapi kutahan karena belum bersih dan mungkin berbau
kurang sedap. Kutarik Euis untuk berdiri, lalu kembali kuciumi bibirnya dan kutelusuri rongga mulutnya
dengan lidahku. Euis kembali menikmatinya sambil menutup mata dan merintih perlahan,

“… eegghh …”.


Sambil tetap berciuman, kubimbing dia mendekati BathTub lalu masuk ke dalamnya. Air yang agak
terlalu hangat membuat kemaluanku terasa ngilu, membuatnya sedikit melemas dan mengkerut. Kami
saling menyabuni, sambil sesekali berciuman. Aku belum ingin melakukan apapun terhadapnya, selain
memeluk dan menciumnya dalam-dalam.

Setelah hampir satu jam berendam, kami sepakat untuk selesai. Air hangat membuat tubuh kami terasa
segar dan bersih. Ia mengambil handuk, kemudian mulai membersihkan tubuhku terlebih dahulu.
Dengan nakal ia menggodaku. Sambil menghanduki kemaluanku, diremasnya agak keras membuatku
berteriak kaget. Seiring dengan bangkitnya nafsu, kemaluanku langsung membesar dan mengeras.
Kurebut handuk dari tangannya, kemudian kuhanduki tubuhnya dengan tergesa-gesa. Kucium bibirnya
sambil kugendong tubuhnya yang mungil keluar kamar mandi. Kuhempaskan Euis ke atas tempat tidur
yang empuk dan besar, kemudian kutindih dengan tubuhku yang besar dan kekar. Kamipun kembali
berciuman, saling mengait dan memilin lidah, membuat nafsu dan birahi semakin menggelora. Batang
kemaluanku semakin besar, keras dan berdenyut-denyut.

Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, pindah ke keningnya, kemudian dengan perlahan dan hati-hati,
turun ke bawah. Kuciumi kedua matanya, bulu matanya, hidungnya, dan kedua pipinya bergantian.
Kuciumi telinganya, belakang telinganya, kemudian kutelusuri lehernya yang semakin mendongak ke
atas. Nafasnya semakin memburu sambil merintih pelan,

“… aaaccchhh …”.

Dengan menggunakan lidah, kutelusuri bahunya secara perlahan, turun ke bawah melalui belahan
dadanya menuju payudara. Kudaki bukit kembar itu dengan lidah, kuputari putingnya yang mengeras,
sebelum akhirnya kukulum dan kumain-mainkan dengan lidah. Sesekali kuhisap agak kuat membuat
kepalanya semakin mendongak ke atas. Tangan kananku meremas payudaranya sebelah lagi. Dengan
ibu jari dan telunjuk, kujepit dan kupelintir putingnya, sambil sesekali kutarik ke atas dan kulepaskan.
Euis semakin meracau tidak jelas. Kepalanya terlempar kekiri dan kekanan menahan nikmat. Matanya
yang tertutup dan bibirnya yang sedikit terbuka, menghadirkan pemandangan yang sangat merangsang.

Puas mengeksplorasi kedua payudaranya, kulanjutkan penelusuran tubuhnya. Dengan lidah, kuturuni
tubuhnya perlahan dan hati-hati. Dari dada, turun ke perut lalu kujilati pusarnya. Euis menggelinjang
kegelian, sementara kedua jari tangannya meremas kepalaku dengan gemas. Lidahku turun semakin
kebawah, ke paha, turun lagi perlahan sampai ke ujung kaki kanannya. Seluruh tubuhnya wangi sabun
cair antiseptik yang selalu kubawa kemanapun juga. Berpindah ke kaki kiri, arah perjalanan berbalik. Dari
ujung kaki, kuciumi kakinya naik ke atas. Melewati tungkai, lutut, paha terus ke atas sampai ke gundukan
kewanitaannya yang terlihat sudah sangat basah. Kubuka lebar kedua pahanya, menyingkap belahan
kemaluan yang ditumbuhi bulu tipis dan jarang. Bagian dalamnya yang berwarna merah dan basah
membuatku tidak tahan untuk segera melahapnya. Perlahan kujilati permukaannya, kemudian dengan
lidahku yang kasar dan hangat, kukuakkan belahan itu, mencari tonjolan ujung syaraf yang kupastikan
akan mendatangkan kenikmatan yang amat sangat baginya. Kuputar-putar lidahku sambil sesekali
kuhisap, membuat Euis merintih semakin keras. Jari-jari tangannya semakin ganas meremas dan
mencakar kulit kepalaku. Rintihan semakin keras, nafasnya semakin memburu, disertai dengan gerakan
pinggul ke kiri ke kanan ke atas ke bawah tidak beraturan, semakin lama semakin menggila. Tiba-tiba
pahanya menjepit kepalaku dengan kuat. Dengan kepala mendongak keatas dan jari tangan meremas
kepalaku dengan kuat, Euis berteriak :

“ … AAACCCHHH !! …”.

Kemudian tubuh mungil telanjang itu tergolek lemas, telentang pasrah. Gadisku sudah mencapai puncak
kenikmatannya yang pertama. Kudaki tubuhnya, kupeluk dirinya lalu kucium keningnya. Matanya yang
bulat dan bening menatapku lekat-lekat, menyiratkan kepuasan dan kenikmatan yang amat sangat. Satu
ronde pergumulan sudah berhasil kulalui dengan sempurna.

Tidak ingin membuang waktu lama-lama, sambil berbaring menyamping kuelus tubuhnya yang
telanjang. Sebelah tanganku memeluk lehernya, sementara yang bebas menelusuri tubuhnya mulai
telinga, leher, bahu lalu ke payudara. Kuremas gundukan kenyal menggemaskan itu, kemudian kupelintir
putting coklat kemerahan yang sudah kembali mengacung tegang. Berganti-ganti, kiri dan kanan,
perlahan dan hati-hati. Nafasnya kembali memburu menandakan birahinya bangkit kembali. Ditariknya
tubuhku menindih tubuhnya, kemudian diciumnya bibirku. Lidahnya kembali menguak dan menyentuh
rongga mulutku dengan ganas. Tangannya yang halus secara naluriah mengelus dan bermain di putting
payudaraku, menimbulkan sensasi yang menyenangkan dan nikmat. Mungkin belum banyak yang tau
kalau payudara pria, walaupun kecil tetapi memiliki tingkat sensitif yang sama baiknya dengan milik
wanita. Tanganku bergerak turun, mengelus gundukan lembut berbulu halus. Jari tengahku menguak
belahan basah dan hangat, lalu kugerakkan naik turun menggosok klitorisnya. Euis kembali merintih dan
mengerang keras. Deru nafasnya kembali memburu tidak beraturan. Tidak mau kalah, tangannya yang
halus lembut beralih ke batang kemaluanku, meremas, mengelus dan menggerakkannya maju mundur,
menimbulkan kenikmatan yang membuatku ikut merintih. Dengan sangat perlahan, kumasukkan jari
tengahku ke dalam rongga lembut dan hangat, membuat Euis merintih keras :

“… eegghh …”.

Kutelusuri dinding bagian dalam rongga kewanitaannya, sambil sesekali kutekan agak keras. Aku selalu
membayangkan, apa saja yang ada di dalamnya. Ujung jariku dapat merasakan adanya dua tonjolan,
sebentuk saluran dan lainnya. Mungkin itu adalah peranakan dan saluran telurnya. Kutekuk jariku
menekan dinding bagian atas. Kutekan jariku berulang-ulang sedikit keras, membuat kepala Euis kembali
terlempar ke kiri ke kanan dengan liar. Karena sudah cukup pengalaman, dengan cepat aku dapat
menemukan titik ujung syaraf yang mampu membuat wanita seakan terbang ke awang-awang. Letak
dan bentuknya tidak sama pada semua wanita, tetapi yang pasti, begitu berhasil ditemukan, gerakan
tubuh wanita akan menggila menahan nikmat. Aku merubah posisi dengan berbaring telungkup di
antara kedua pahanya. Sementara jariku terus menekan-nekan titik kenikmatan itu, lidahku bermain di
pusat kenikmatan lainnya, menggosok, memutar dan sesekali menghisapnya. Euis semakin menggila.
Suara rintihannya tidak terkendali lagi. Untunglah tadi aku sempat menghidupkan televisi dan
mengeraskan suaranya. Walaupun begitu, aku yakin suara rintihan gadisku ini terdengar sampai ke
lorong luar. Tapi, aku tidak peduli. Yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana caranya membuat
gadisku ini kewalahan dan kepayahan menerima serangan kenikmatan yang bertubi-tubi. Bagiku,
keberhasilan membawa pasanganku ke puncak kenikmatan yang tidak terhingga merupakan
kebahagiaan. Tubuh Euis terangkat tinggi, terduduk, menggelinjang liar, sebelum akhirnya kembali
terhempas pasrah, telentang tidak berdaya. Dari rongga kewanitaannya menetes cairan bening dan
hangat. Aku berhasil membuatnya ejakulasi. Sesuatu yang tidak semua wanita dapat mengalaminya.
Satu ronde permainan lagi berhasil kulalui dengan sempurna.

Setelah kubiarkan beberapa saat beristirahat dalam pelukanku untuk memulihkan tenaganya yang
sudah terkuras habis, aku kembali melancarkan serangan kenikmatanku pada Euis. Kutindih tubuh
mungilnya, kemudian kukulum dan kupelintir putting payudaranya dengan lidahku, berganti-ganti, kiri
dan kanan. Euis kembali menggeliat dan merintih. Nafasnya kembali memburu menandakan bahwa
nafsu birahinya sudah kembali bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku sambil mengelus kulit
punggungku. Tanganku yang satu menyangga berat tubuhku agar tidak memberati tubuh mungilnya,
sedangkan yang bebas bergerak ke bawah mengarah ke kemaluannya. Kuelus gundukan dan bulu
kemaluannya dengan perlahan, sementara jari tengahku kembali berusaha menguak celah hangat dan
lembab. Masih cukup basah oleh cairan dari pergumulan sebelumnya, ditambah dengan rangsangan
yang diterimanya saat ini. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah mengeras sempurna dengan
tangan, kugosok-gosokkan ke klitorisnya, sebelum perlahan-lahan kutekan masuk. Euis merintih keras
dan mengerutkan kening saat batang kemaluanku perlahan menguak paksa rongga kewanitaannya.
Kukunya menancap kuat di punggungku menandakan Euis sedang menahan rasa, entah sakit, nikmat,
atau gabungan dari keduanya. Kumasukkan seperempatnya, kemudian kutarik lagi beberapa kali,
sebelum kutekan lebih masuk. Setengahnya, tiga perempatnya, dan tiba-tiba aku tidak peduli apakah
Euis kesakitan atau tidak. Aku ingin membenamkan seluruhnya. Kutekan perlahan tapi pasti, sampai
terasa bahwa batang kemaluanku sudah menyentuh ujung dalam rongga kewanitaannya. Euis seakan
menjerit :

“… Heegghhh …”.

Kukunya semakin kuat menghunjam punggungku, dan kulihat ekspresi mukanya yang agak kesakitan.
Kudiamkan sesaat. Sambil kucium matanya yang agak lembab dengan air mata, kutanyakan padanya :

“… Sakit, sayang ?? …”.

Euis diam. Tidak mengangguk, tetapi tidak juga menggeleng. Kumundurkan pinggulku menarik batang
itu keluar, kemudian kuhunjamkan lagi dalam-dalam. Euis merintih :

“… AAACCCHHH …”.


Setelah beberapa kali ayunan, kulihat ekspresi mukanya sudah mulai tenang. Rintihan kesakitan sudah
berganti dengan rintihan nikmat yang perlahan tapi sering, seiring keluar masuknya batang kemaluanku.
Tubuhnya bergiyang keatas ke bawah terdorong oleh gerakan pinggulku maju mundur. Aku semakin
semangat menggoyang, menguak dan mengoyak rongga lembut dan hangat itu. Kenikmatan tiada tara
yang kurasakan membuatku ikut merintih secara tidak sadar

“… Aacchh… hhh… uuhhh …†.

Kulihat Euis sudah mulai dapat menikmatinya. Pinggulnya digerakkan ke kiri ke kanan ke atas ke bawah,
kadang berputar liar. Dinginnya udara AC tidak mampu membendung keringatku. Begitupun Euis.
Kulihat di belahan dadanya terdapat butiran-butiran keringat, yang membuat tubuhnya basah
menggairahkan. Euis berteriak dan berkata :

“… Addduhhh, jangan… sakiiitt …”

saat kucoba menarik kedua kakinya dan meletakkan di pundakku. Rupanya kedalaman rongga
kewanitaannya menjadi dangkal sehingga tidak sanggup menerima hunjaman batang keras dan lumayan
panjang. Aku hampir lupa bahwa Euis baru tiga kali bersetubuh, sehingga kemaluannya belum terbiasa.
Jemari Euis semakin liar mencakar punggungku, sementara kepalanya kembali terhempas ke kiri dan ke
kanan. Bola matanya mendelik ke atas, hingga warna hitamnya hampir tidak kelihatan. Dengan teriakan
yang cukup keras :

“… AAACCCHHH!!! …”,

tubuhnya melengkung ke atas, sebelum akhirnya terhempas lemas. Rongga hangat dan lembut itu
berdenyut kuat, sebelum akhirnya berhenti. Ach, gadisku sudah menyerah lagi. Kuteruskan gerakanku
menyodok dan menguak rongga kewanitaannya. Kadang kuputar pinggulku, membuat Euis merintih.
Tubuhnya telentang pasrah, membuat payudaranya membusung menantang. Kukulum dan kuhisap
keras putting payudaranya, sambil kupercepat irama gerakan pinggulku, maju mundur. Tekanan yang
sangat hebat kurasakan di ujung kemaluanku, semakin kuat, semakin kuat, dan tanpa mampu kutahan,
kuhunjamkan batang itu dalam-dalam lalu kumuntahkan lahar sperma sebanyak-banyaknya memenuhi
rongga kewanitaannya. Aku sudah kehilangan pikiran sehat untuk tidak melepaskannya di dalam.
Kenikmatan birahi yang amat sangat membuatku tidak peduli lagi. Tubuhku terasa lemas seakan tanpa
tulang. Kuhempaskan tubuhku menindih tubuhnya yang basah, sementara batang kemaluanku yang
masih tertancap di rongga kewanitaannya, belum berhenti berdenyut. Kucium bibirnya, sambil
kuucapkan :

“… Terima Kasih sayang …”.

“… Sama-sama Kang, nikmat sekali. Ampun Kang, Euis capek sekali. Euis sudah tidak kuat lagi
…”.

Ucapan selanjutnya langsung membuatku tersengat :

“… Gimana kalau Euis sampai hamil Kang ? Euis takut …”
katanya. Aku belum dapat menjawabnya. Kucium bibirnya, lalu kutarik keluar kemaluanku yang mulai
lemas. Kulihat seprei putih tempat tidur bernoda darah, bercampur sperma dan cairan lain. Mungkin
masih ada sisa-sisa selaput dara yang belum terkoyak pada saat pertama dulu. Aku bangkit berdiri
menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan setiap kali selesai
bersetubuh.

Malam itu, kami tidur berpelukan kelelahan, masih dalam keadaan telanjang. Bangun pagi kami
melakukannya lagi, tidak kalah seru dengan pergumulan semalam. Begitupun setelah makan pagi
sebelum CheckOut. Sebenarnya aku berfantasi dan ingin mencoba beberapa posisi dengannya. Tapi
gadisku ini masih belum terbiasa. Ia masih merasa kesakitan. Pada saat makan pagi, diam-diam
kumasukkan Pil Anti Hamil yang sudah dihancurkan ke dalam Juice Alpukatnya, yang diminum habis
olehnya tanpa curiga. Mudah-mudahan obat itu bekerja dengan baik. Di luar dugaanku, Euis menolak
keras dan agak marah saat kutawarkan sejumlah uang, kalau-kalau ia membutuhkannya.

Setelah mengantarkan Euis ke tempat kost, aku melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

Nama saya Eva M, 22 tahun, saya seorang mahasiswi yang sedang kuliah di Coventry, saya mengambil
jurusan ilmu sosial. Masih ingat, kan? Dan sekarang saya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya,
jadi saya tidak lagi menceritakan tentang hasil riset saya bersama 2 teman saya. Hehehee..

Kejadian ini terjadi beberapa waktu yang lalu tepatnya 02/16/01 pada saat saya sedang sangat horny
dengan pelukan dari seorang pria. Entah mengapa, sejak SMP saya mempunyai libido yang sangat besar,
saya tidak pernah puas dengan seks yang telah saya lakukan. Saya sering melakukan hubungan seks
dengan pacar saya, William. Saya melakukan setiap kami bertemu, tetapi sekarang rasanya tidak
mungkin untuk memuaskan nafsu seks saya andai saya hanya terpaku pada dia sebab dia sekarang
berada di Hawai, sedangkan saya ada di Inggris.

Beberapa kali saya memuaskan nafsu birahi saya sendiri dengan vibrator yang saya miliki selama ini.
Untuk pembaca ketahui, saya telah mempunyai vibrator 2 buah dengan bentuk dan ukuran yang
berbeda. Sengaja saya tulis ini dalam bahasa Indonesia, sebab saya sungguh tidak ingin berkesan
sombong apabila saya menulis ini dalam bahasa Inggris, dan maafkan saya apabila cerita saya ini tidak
seperti cerita yang ada di dalam situs ini selama ini, saya akui jujur bahwa saya tidak pandai untuk
menggambarkan apa yang saya rasakan dalam berhubungan seks demikian pula pada lawan jenis saya.
Maafkan pula bahwa saya tidak dapat menggambarkan seberapa besar atau panjang kemaluan lawan
jenis saya.
Begini ceritanya, beberapa hari yang lalu, saat saya sedang sangat horny untuk melakukan hubungan
seks, saya mencoba untuk melakukannya dengan vibrator yang telah saya miliki, namun pada saat saya
sedang melakukan itu, saya merasa bosan dengan apa yang sedang saya lakukan pada saat itu, sehingga
saya putuskan untuk menghentikannya. Sejenak saya berpikir, apa yang harus saya lakukan. Entah
berapa lama saya berpikir, tiba-tiba muncul ide untuk menelpon Raymond (teman setanah air), dan saya
mengatakan pada dia bahwa saya sedang horny.

Pembaca, saya berani mengatakan ini pada Raymond sebab selain penisnya cukup besar dan dia pun
cukup hebat dalam berhubungan seks, saya dan dia sepakat bahwa kami saling mengisi layaknya suami
istri, kesepakatan ini kami sepakati sejak hubungan seks kami yang pertama kali, entah kapan saya tidak
ingat dengan pasti. Saya dan Raymond telah beberapa kali melakukan hubungan seks. Kami tidak
memiliki komitmen apapun, maksudnya, Raymond tetap hidup bebas dan saya pun tetap hidup bebas,
kami tidak berkomitmen bahwa kami berstatus pacaran.

Singkat cerita, akhirnya Raymond datang ke flat saya, waktu itu pukul 17:45 menit, ia lebih cepat 15
menit dari janjinya sendiri. Pada saat dia datang, dia masuk begitu saja seperti yang biasa dia lakukan.
Dia langsung duduk di sofa dsn menonton TV yang sudah saya nyalakan sebelumnya. Setelah menutup
pintu dan mengambil dua red wine glasses serta satu botol red wine Aussie (Souvinon ‘97) yang isinya
kurang lebih setengah, saya duduk di samping Raymond.

Raymond begitu dingin, tidak seperti biasanya, kami sempat saling berdiam dengan seribu bahasa,
hingga akhirnya dia mulai membuka pembicaraan dan mengatakan pada saya bahwa sesungguhnya dia
sedang malas untuk melakukan hubungan seks. Saya katakan sekali lagi sama dia bahwa saya sedang
horny dan saya benar-benar ingin berhubungan seks sambil merangkulnya dan mengesun pipi kirinya.

“Mond, sorry ya kalo kamu sedang ngga horny tetapi aku sekarang bener-bener lagi pengeenn.. dech”
kata saya pada dia.

“Tolong ya, pleasee..” lanjut saya.

Tanpa dikomando olehnya, saya beranjak dari tempat duduk, lalu menyalakan video VHS saya untuk
menayangkan blue film. Entah berapa lama, dia tetap pada sikapnya, dia bersikap begitu dingin, dia
hanya mengubah tempat duduknya dan sesekali menuang red wine, lalu menuangnya pada gelasnya
dan meminumnya beberapa teguk. Hingga pada akhirnya, nafsu seks saya sendiri semakin menggebu-
gebu dengan ditambahnya visualisasi yang ditampilkan pada TV saya sendiri. Saya memperhatikan
Raymond, saya lihat wajahnya, saya lihat sorot matanya, dan saya pun melihat kemaluannya yang masih
terbungkus dengan blue jeans. Tampaknya dia mulai terangsang dengan apa yang sedang dia lihat,
terlihat dari penisnya yang mulai mengeras dan rasanya mau keluar dari celana jeansnya itu.

Semakin dahsyatnya nafsu saya hingga akhirnya saya pun memulai untuk melakukan hubungan seks
dengannya. Pertama-tama saya sun dengan lembut pipi kirinya dan saya raba penisnya, saya elus, dan
sesekali sedikit saya remas. Saya tidak lama melakukan hal itu, sebab Raymond membalasnya dengan
membuka celana jeansnya, lalu membuka resletingnya. Saya tahu apa yang dia inginkan. Saya pun
membantunya untuk membukakan jeans itu sebab Raymond agak sulit dengan posisinya sambil duduk,
saya bantu menurunkan celana jeans serta celana dalamnya yang berwarna coklat. Setelah dia
menanggalkan celananya, saya langsung berjongkok di depannya lalu saya pun langsung menggenggam
penisnya dan langsung saya jilat, kulum serta kocok dengan lembut. Sungguh saya sudah tidak bisa
menahan gejolak yang ada di dalam diri saya, saya benar-benar menikmati apa yang sedang saya
lakukan, saya benar-benar bisa ikut merasakan seperti yang sedang dirasakan oleh Raymond. Saya
kulum penisnya, sesekali saya jilat pada ujungnya sedangkan tangan kanan saya, menaik-turunkan kulit
penisnya dengan lembut, saya pun sesekali memasukkan salah satu jari saya pada lubang duburnya.
Sambil saya kulum, sesekali saya lihat wajahnya, dia tampak menikmati kuluman serta hisapan saya. Dia
memejamkan mata dan sesekali mendesah pelan.

Dia sesekali memegang kepala saya sambil mendesah kenikmatan. Dia sesekali melihat apa yang sedang
saya lakukan sambil berusaha menjamah payudara saya yang masih terbungkus dengan pakaian saya
dan bra di dalamnya. Dia pun tampak sesekali bergetar. Sungguh saya tidak peduli dengan apa yang dia
lakukan, saya senang dengan reaksinya atas apa yang saya lakukan terhadap dia. Beberapa kali saya
merasakan rasa asin dari beberapa hisapan saya, hingga akhirnya penis yang sedang saya kulum itu
sangat keras dan berada pada posisi puncaknya. Saya tersenyum melihat apa yang saya lihat, sebab
metode yang baru dan sedang saya lakukan membuahkan hasil.

Entah berapa lama saya mengulum penisnya, dan akhirnya saya pun menyudahinya. Saya berdiri dan
melepaskan semua pakaian yang ada di tubuh saya, Raymond pun membuka kemejanya yang bercorak
kotak-kotak, lalu duduk kembali pada posisinya semula. Tampak payudara saya dan kulit saya yang putih
serta bulu yang tumbuh halus di daerah atas kemaluan saya. Untuk pembaca ketahui, saya memiliki
ukuran 34B-28-38 dengan postur tinggi 169-170 cm. Setelah saya melepas semua pakaian saya, saya lalu
berdiri di atas sofa, saya arahkan kemaluan saya pada wajah Raymond. Rasanya Roymond tahu apa yang
saya inginkan, dia pun langsung memegang kemaluan saya dengan tangan kirinya, lalu saya angkat kaki
kiri saya hingga akhirnya kemaluan saya tepat berada di depan wajah Raymond. Dia hisap, dia jilat dan
dia mainkan klitoris saya, juga dimasukkannya salah satu jarinya pada vagina saya. Saya begitu
menikmati permainan Raymond dengan sesekali mendesah. Sungguh hebat permainan tangan dan
lidahnya pada kemaluan saya hingga saya pun mengoyang-goyangkan kecil pinggul saya ke kiri dan ke
kanan .
Saya pun tidak tahu persis berapa lama saya melakukan hal ini, hingga akhirnya saya mengangkat tubuh
saya hingga menjauhkan kemaluan saya pada wajah Raymond. Saya pun menarik Raymond untuk
berdiri, dan saya turun dari sofa yang barusan saya naiki. Sambil berpaling, membelakangi Raymond,
saya menarik tangannya menuju salah satu sudut flat saya yang ada jendelanya dan telah saya buka
sedikit jendela tersebut. Setelah membelakangi tubuh Raymond sehingga saya menghadap keluar,
namun saya tetap memegang penisnya, saya arahkan penis itu pada vagina saya, sedang tangan kanan
saya memegang salah satu bagian dari jendela.

Ooh.. rasanya sulit diungkapkan dengan kata-kata pada saat senjata itu masuk dalam liang surga saya,
saya begitu bergejolak, nafsu seks saya semakin memburu, nafas dan detak jantung saya sudah tidak
beraturan. Saya maju mundurkan pantat saya dengan sesekali menggoyangkan ke kiri atau ke kanan
atau memutar-mutar kecil pinggul saya, demikian pula yang dilakukan oleh Raymond, dia maju
mundurkan kemaluannya sehingga terdengar suara dari gesekan antara pantat saya dengan daerah
perutnya Sungguh, sekali lagi saya katakan bahwa saya benar-benar menikmati apa yang sedang saya
lakukan, saya benar-benar menikmati hubungan seks yang sedang terjadi pada saya saat itu.

Beberapa kali saya dan Raymond mendesah karena tidak dapat menahan rasa nikmat yang kami rasakan
dari hubungan seks ini. Sesekali Raymond berusaha untuk meremas payudara saya yang menggantung
ke bawah dan memilin dengan lembut puting saya, dia pun sesekali memasukkan salah satu jarinya pada
lubang anus saya. Ngilu rasanya pada saat ia melakukan ini, tetapi rasa ngilu itu tetap tidak dapat
menghilangkan rasa nikmat yang saya rasakan dari vagina saya. Perasaan nikmat yang menjalar pada
seluruh tubuh saya makin lama makin memuncak. Saya menikmati setiap dorongan senjata Raymond
pada lubang surga saya, saya pun menikmati setiap tarikan seolah ingin mengeluarkan kejantanan itu
dari milik saya. Rasa nikmat saya akhirnya mencapai puncak, dan saya sudah tidak dapat menahan
semua itu hingga saya katakan pada Raymond bahwa saya ingin orgasme.

Ketika saya mengatakan bahwa saya orgasme, Raymond pun menarik tubuh saya sehingga wajah kami
begitu dekat, lalu dia mencium bibir bagian luar saya. Saya pun menekan dalam-dalam vagina saya
hingga menelan semua batang kejantanannya. Sungguh rasa nikmat yang tidak dapat diungkapkan
dengan kata-kata apa yang sedang saya alami saat itu. Semua syaraf yang ada di tubuh saya beberapa
detik lamanya menegang bersamaan dengan lendir yang menyembur dari klitoris saya. Beberapa detik
saya diam berdiri pada posisi saya hingga akhirnya saya kembali pada posisi saya semula memegang
salah satu sudut jendela sedangkan Raymond melanjutkan untuk memompa penisnya di dalam lubang
nikmat saya.
Pada saat-saat pertama setelah saya orgasme, saya merasa lemas namun saya tetap melakukan
hubungan seks, dia tetap mengeluar-masukkan penisnya dalam vagina saya. Saya merasa hampa dan
lemas. Pada saat itulah saya hanya berdiam diri dan merasakan dorongan-dorongan yang dilakukan oleh
Raymond, saya tidak lagi memutar-mutar pinggul saya ataupun ikut memaju-mundurkan pantat saya.

Akhirnya saya pun memegang batang kejantanan Raymond, lalu melepaskannya dari dalam vagina saya,
saya ingin mengulum dan menghisap penisnya agar saya dapat membangkitkan nafsu seks saya lagi.
Saya pun berbalik badan, lalu saya berjongkok hingga akhirnya penisnya itu tepat di depan wajah saya.
Saya kulum penis itu, saya hisap dan saya jilat juga pada daerah ujung penis Raymond, masih terasa
lendir saya pada penis Raymond, namun saya tidak peduli, saya tetap hisap, kulum dan kocok penis itu.

Mungkin terlalu bernafsunya saya untuk membangkitkan nafsu seks kembali lagi, hingga akhirnya tanpa
terasa sudah berapa lama saya melakukan itu. Roymond mengatakan bahwa dia ingin klimaks.
Mendengar itu, saya langsung berdiri dan menyuruhnya untuk tiduran di karpet, sedangkan saya akan
berada di atasnya. Saya pegang penisnya lalu memasukkan ke dalam liang nikmat saya dengan posisi
saya tetap membelakangi Raymond, saya menaik-turunkan badan saya. Mula-mula pelan-pelan namun
makin lama makin cepat hingga payudara saya yang agak besar ini bergoyang-goyang secepat seperti
yang saya lakukan. Semakin cepat saya menaik-turunkan tubuh saya hingga makin cepat pula gerakan
penis itu keluar masuk dalam vagina saya dan akhirnya Raymond mengatakan lagi pada saya bahwa dia
ingin keluar.

Pertama-tama saya tidak terlalu peduli hingga akhirnya Raymond mengatakannya dengan agak teriak
bahwa dia sudah tidak tahan lagi. Cepat-cepat saya ambil posisi untuk dapat mengulum penis Raymond,
memang benar, dalam hitungan detik setelah beberapa kali saya sempat mengulumnya, Raymond
menyemburkan beberapa kali spermanya hingga beberapa diantaranya mengenai pipi dan sekitar bibir
saya. Saya tetap mengulumnya, saya telan semua sperma Raymond hingga bersih dan saya jilat
beberapa kali pula lubang yang ada di ujung penisnya. Beberapa kali tubuh Raymond bergetar atas
perlakuan saya.

Dan kami pun akhirnya membasuh tubuh kami di dalam kamar mandi. Saya sempat membilas beberapa
kali tubuh saya dengan air. Keluar dari kamar mandi, kami pun berpakaian kembali. Kami duduk di sofa
semula dan menikmati red wine yang ada di gelas kami masing-masing. Saya memeluk manja Raymond,
kalau saya perhatikan, dia adalah pria yang tidak bisa dinilai jelek, baik itu wajahnya juga bentuk
tubuhnya. Mungkin banyak cewek yang tergila-gila sama dia andai dia tinggal di Indonesia. Cerita 17
tahun : Wanita Indonesia 1: Ina. Pembaca yang budiman, seri yang saya tulis berikut ini adalah benar-
benar kejadian yang pernah saya alami sendiri ditambah dengan sedikit bumbu penyedap. Beberapa
wanita yang pernah berhubungan dengan saya kebetulan berasal dari suku dan etnis yang berbeda.
Umumnya usianya lebih tua dari saya, namun beberapa ada yang seumur bahkan lebih muda dari saya.
Saya tidak bermaksud untuk melecehkan atau menghina siapapun. Pengalaman ini saya sampaikan
semata-mata hanya untuk berbagi pengalaman saja, tanpa ada maksud lainnya.

Kali ini saya akan bercerita tentang Ina, seorang wanita berdarah campuran Aceh-Melayu.

*****

Entah bagaimana awalnya sepulang dari kantor aku tahu-tahu sudah berada di Stasiun Tanah Abang.
Padahal rumahku di kawasan Jakarta Timur. Waktu itu, 1994, Stasiun Tanah Abang lagi direnovasi.
Kulihat seorang wanita sedang asyik menelepon dari telepon umum koin di dalam stasiun. Aku
mendekat dengan tidak menyolok, seolah-olah aku antri mau menelpon. Kuamat-amati dari dekat
wanita tadi. Wajahnya bulat, rambut ikal sebahu, kulit agak gelap tapi bersih, tidak terlalu cantik alias
STD, badannya montok, kurasa sedikit overweight namun badannya kelihatan kencang, tinggi sekitar
163 cm, dada 34 B.

Satu koin telah habis dan dia memasukkan koin berikutnya. Ternyata sampai koin kedua habis dia masih
belum selesai berbicara. Dia menatapku dan memberi isyarat apakah aku punya koin dan dia boleh
minta koinku. Kuulurkan dua koin kembalian naik mikrolet tadi. Dia mengangguk dan dengan gerakan
bibir dia katakan terima kasih. Belum habis satu koin dariku tadi dia sudah menutup pembicaraannya.
Dikembalikannya satu koin kepadaku, tapi kutolak dengan isyarat tangan.

“Terima kasih koinnya” dia membuka percakapan, “Silakan kalau mau telpon” lanjutnya.

“Tadinya sih memang mau telpon, tapi tiba-tiba aku ingat kalau orang yang kutuju lagi keluar kota”
jawabku cari alasan. Aku memang tidak ada niat telepon, hanya karena kulihat dia dari jauh agak OK
makanya kudekati.

“Kelihatannya penting amat telponnya tadi, tapi sorry bukan aku mau tahu urusan orang” kataku.

“Iya, telpon ke adikku. Besok ada acara keluarga, rame-rame sebulan sekali” jawabnya ramah.
“Ohh iya, aku Anto” kuulurkan tanganku.

“Ina” sahutnya pendek menyambut tanganku. Busyet, keras amat jabatan tangannya. Jangan-jangan kuli
angkat stasiun pikirku.

Kami keluar dari ruangan stasiun dan berdiri di teras. Kembali basa-basi standar orang timur terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan baku seperti dari mana? Mau ke mana? Dengan siapa? Meluncur begitu saja.
Kuamati sekali lagi dari atas ke bawah dengan cermat. Meskipun tidak terlalu cantik, kelihatannya OK
juga kalau diajak bergumul di atas ranjang.

Kuberanikan diriku untuk mengajaknya ke wisma kecil di depan stasiun. Kupikir untung-untungan aja.
Kalau dia marah, ya tinggal aja. Kalau mau, itu dia yang diharapkan.

“Ina mau ikut saya” tanyaku memancing.

“Ke mana?”

“Itu tuh ke depan situ ” sambil tanganku menunjuk ke arah wisma.

Wisma tersebut memang kelihatan bukan seperti tempat penginapan tapi lebih mirip kafe dengan
belahan bambu yang disusun sebagai dinding depan. Kelihatannya cukup bersih bagi sebuah hotel
melati. Dan aku sangat yakin bahwa wisma tersebut dipakai untuk lembur “short time” bagi pasangan
selingkuh ataupun pasangan cinta kilat yang ada di sekitarnya.

“Boleh aja” akhirnya dia menjawab setelah sekilas melihat ke arah wisma.

Kami masuk ke wisma dan membayar di kasir. Ternyata betul dugaanku, kamar wisma ini disewakan per
jam. Kami masuk ke dalam kamar. Ina terlihat agak kaget ketika melihat isi kamar, sebuah ranjang single
bed dan sebuah almari pakaian.

“Lho, kita mau ngapain di sini? Jangan macam-macam padaku” tanyanya menatapku.

“Lah, tadi katanya mau diajak ke sini, sekarang kok tanya lagi” sahutku tenang.
“Kukira tadi ini kafe, kamu mau ngajak makan atau minum di sini. Ternyata.. ” Ina kelihatannya mau
protes.

“OK, aku nggak biasa maksa wanita. To the point saja, kita mau making love di sini, kalau keberatan ya
kita cabut aja,” kataku.

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengatupkan bibirnya.

“Baiklah kalau begitu, saya juga tidak keberatan kalau kamu ngajak ML sekarang. Jadi apa sekarang?”

Ina merebahkan tubuhnya ke ranjang. Aku mengikuti menjatuhkan tubuhku di sampingnya.

“Tadinya kalau kamu mau macem-macem kuhajar kamu. Aku atlet Tae Kwon Do dan pernah ikut seleksi
daerah” katanya datar.

Situasi sudah aman terkendali. Kulihat dari nada bicaranya dia udah jinak.

“Gak lah, kan tadi sudah kubilang aku nggak suka maksa orang”.

Tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama kuselusupkan tanganku kiriku dari bawah badannya dan
memeluk bahu kirinya. Kuremas lembut dan kuelus-elus. Ina kelihatan makin santai dan mulai
menikmati. “Yess.. ” sorakku dalam hati. Kami diam beberapa saat.

“Berapa umurmu?” tanyaku memecah kesunyian.

“Kenapa emangnya?”

“Nggak pa-pa, kalau nggak mau kasih tau”.

“Tiga puluh, kamu berapa? Dua delapan?” tanyanya agak ragu.

“Belum, baru dua lima kok”.


“Wajahmu kelihatan lebih dewasa dibanding umurmu, tadinya kusangka malahan seumurku”.

“Kamu punya suami In?” tanyaku.

“Aku punya, tapi bukan suami resmi. Kami hidup bersama tanpa nikah. Dia kerja sebagai DJ di Mabes,
aku waitress di tempat yang sama. Sekarang aku lagi ada masalah sama dia. Aku mau cari kontrakan
sendiri “.

Kueratkan pelukanku seolah-olah ikut menanggung bebannya dan memberikan simpatiku. Ia


melepaskan diri dari pelukanku dan bangkit berdiri.

“Sebentar To, aku ke kamar mandi dulu”.

Beberapa saat kemudian terdengar suara siraman air. Ina keluar dari kamar mandi dan duduk di tepi
ranjang. Kupeluk dia dari belakang, tanganku kulingkarkan di pinggangnya. Kusibakkan rambutnya,
kucium dan kugigit tengkuknya dengan gigitan kecil. Berdasarkan pengalamanku dengan gigitan kecil di
tengkuk, aku akan dapat menguasainya tanpa dia merasa tertekan.

“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil berdiri dan membuka kancing bajunya satu
persatu.

Ia membuka baju dan kemudian celana panjangnya. Kini ia tinggal mengenalan pakaian dalam saja,
semuanya berwarna hitam. Bra dan celana dalamnya dari bahan transparan sehingga dapat kulihat
puting dan padang rumput di bawah perutnya. Ada sedikit gumpalan lemak di perut dan pahanya.

“Ayo To, atau kamu cuma mau lihatin aku terus” tangannya menarik tanganku.

Aku berdiri dan kuangkat kedua tanganku ke atas. Ia mengumam ” Dasar manja”. Tangannya kemudian
membuka kancing bajuku dan menariknya hingga terlepas, lalu kemudian membuka ikat pinggangku dan
akhirnya menarik ritsluiting dan dengan perlahan ia menarik celanaku ke bawah. Kini kami sama-sama
hanya mengenakan pakaian dalam saja.
“Kamu sering ke sini ya?” tanyanya. Sebuah pertanyaan standar lagi, dan rasanya dia dan juga wanita
lainnya pasti tahu jawabannya.

“Ah nggak” kataku.

“Nggak percaya, kok tahu ini sebuah wisma, padahal kelihatannya dari luar seperti kafe”.

“Kamu nggak perhatikan sih. Ada kok papan namanya kecil di atas pintu masuk”

“Kamu masih perjaka?” ia bertanya lagi.

“Emangnya kenapa. Jujur saja aku nggak perjaka lagi?”

“Eehhngng, .. ” Ia mendesah ketika lehernya kujilati dalam posisi berdiri.

Ina mendorongku ke ranjang dan menindihku. Tanganku bergerak kebelakang punggungnya membuka
pengait bra-nya. Kini terbukalah dadanya di hadapanku. Buah dadanya besar dan kencang. Putingnya
berwarna coklat dan keras.

Ina memainkan lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku. Bibirnya agak tebal dan kaku. Ina kurang mahir
dalam berciuman bibir. Lidahnya memainkan lidahku. Aku tidak mau aktif, paling sesekali gantian
mendorong lidahnya. Tangan kananku memilin puting serta meremas payudaranya.

Ina menggerakkan tubuhnya agak ke atas. Payudaranya pas sekali di depan mulutku. Segera kuterkam
payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.

“Aaacchh, Ayo Anto.. Teruskan Anto.. Teruskan”. Ia mengerang..

Kemaluanku mengeras. Ina menekankan selangkangannya pada selangkanganku. Kemaluanku agak sakit
jika dia terlalu keras menekanku. Puting dan payudaranya semakin keras. Kusedot payudaranya
sehingga semuanya masuk ke dalam mulutku, putingnya kumainkan dengan lidahku. Dadanya mulai naik
turun dengan cepat pertanda nafsunya mulai naik. Napasnya terputus-putus.

Tangan Ina menyusup di balik celana dalamku, kemudian mengelus, meremas, mengocok dan
menggoyang-goyangkan meriamku. Ditariknya celana dalamku dan dilepaskannya ke bawah. Kini aku
dalam keadaan bugil.
Ina menggerakkan bibirnya ke arah leherku, mengecup, menjilati leherku dan menggigit kecil daun
telingaku. Hembusan napasnya terasa kuat. Dia mulai menjilati putingku dan tangannya bermain-main
dengan bulu dadaku. Aku terangsang hebat sekali. Kugelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan
ini. Kupeluk pinggangnya kuat-kuat.

Tangannya lalu membuka celana dalamnya sendiri dan melemparkannya ke dekat kaki. Tangan kiriku
bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak lebat dan tidak panjang. Kubuka bibir
luar dan bibir dalam vaginanya. Jari tengahku masuk sekitar 2 cm dan menekan bagian atas organ
kewanitaannya menonjol seperti kacang. Setiap aku mengusapnya Ina mengerang tertahan. Aku tidak
mau jariku terlalu masuk ke dalam, cukup hanya masuk satu ruas dan mengusap serta menekan dinding
atas vaginanya. Aku pernah baca tentang G-Spot, tapi aku juga tidak terlalu berharap untuk
menemukannya pada wanita yang kukencani. Aku percaya bahwa setiap wanita punya titik rangsangan
yang unik.

“Oouuhh.. Aaauhh.. Ngngnggnghhk”

Kulepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya semakin ke bawah, menjilati bulu dada dan
perutku. Tangannya masih bermain-main di kejantananku. Dengan bahasa tubuh kuisyaratkan agar dia
mau menghisap meriamku. Entah kenapa kali ini dengan Ina aku ingin sekali melakukan oral sex.
Biasanya aku menyerahkan pada inisiatif lawan mainku. Dia hanya menggeleng dan bibirnya terus
menyusuri perut dan pinggangku.

Ina kembali bergerak ke atas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri
mengeras. Badannya kurasakan memang kencang dan keras, maklum atlet. Kugulingkan badannya
sehingga aku berada di atas. Kembali kami berciuman. Tapi memang Ina kurang bisa bermain dengan
bibirnya sehingga ciuman kami juga tidak terlalu nikmat. Kuisap-isap puting susunya sehingga dia
mendesis dan memekik perlahan dengan suara sengau.

“SShh.. Ssshh .. Ngghh..

Perlahan lahan kuturunkan pantatku sambil memutar-mutarkannya. Penisku bagian ujung lebih besar
daripada pangkalnya. Kepala penisku digenggam dengan telapak tangannya, dan digesek-gesekkan di
mulut vaginanya. Terasa hangat dan mulai berair. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke
dalam vaginanya. Kuminta dia untuk melepaskan tangannya dari penisku. Aku ingin memasukkan tanpa
bantuan tangan, hanya dengan daya ketegangan dan kekerasan penis. Ina merenggangkan kedua
pahanya dan sedikit mengangkat pantatnya. Kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya.
Kugesek-gesekkan di bibir luarnya sampai terasa keras sekali. Ina hanya merintih dan memohon padaku
untuk segera memasukkannya semua.

“Ayolah Anto, please.. Pleasse.. ”

Aku mencoba untuk menusuk lebih dalam, tetapi ternyata masih agak sulit. Akhirnya kukencangkan otot
Kundaliniku dan kali ini.. Blleessh. Usahaku berhasil.

“Ouhh.. Ina ouhh,” kini aku yang setengah berteriak.

Aku bergerak naik turun. Perlahan-lahan saja kugerakkan, sambil mencari posisi dan saat yang tepat. Ina
mengimbangi dengan memutar pinggulnya. Kepalanya mendongak ke atas dan bergerak ke kanan kiri.
Kedua tanganku bertumpu menahan berat badanku. Ketika lendirnya sudah membasahi vaginanya
kupercepat gerakanku. Kadang-kadang kubuat tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut
vaginanya.

Kuhentikan gerakanku, kurebahkan tubuhku di atasnya. Kini penisku kukeraskan dengan cara seolah-
olah menahan kencing hingga terasa mendesak dinding vaginanya. Kutunggu reaksinya. Aku mengharap
agar ia juga melakukan kontraksi dinding vaginanya. Ia hanya terpejam dan bola matanya memutih
setiap penisku berkontraksi. Ternyata ia tidak terlatih untuk melakukan kontraksi otot kemaluannya.
Beberapa saat kami dalam posisi itu tanpa menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluanku saja yang
bekerja sambil saling berciuman dan memagut bagian tubuh lawan main kami.

“Anto, .. Sedap.. Nikmat sekali.. Ooouuhh” desisnya sambil menciumi leherku.

Kuputar kaki kanannya melewati kepalaku sehingga aku berada di belakangnya. Kuputar tubuhnya lagi
sampai aku menindihnya dalam posisi kami berdua tengkurap di ranjang. Dalam posisi ini gerakanku
naik turunku menjadi bebas. Tangannya meremas-remas tepi ranjang. Kuciumi tengkuk dan lehernya.
Ketika kucium lehernya di bagian samping, kepalanya terangkat dan mulutnya mencari-cari bibirku.
Kusambut mulutnya sebentar. Kuatur gerakanku dengan ritme pelan namun kutusukkan dengan dalam
sampai kurasakan kepala penisku menyentuh mulut rahimnya. Ketika penisku menyentuh rahimnya Ina
mengangkat pantatnya sehingga tubuh kami merapat.

Kupegang pinggulnya dan kutarik sehingga pantatnya terangkat ke belakang. Ina tahu keinginanku.
Kepalanya ditaruh miring di atas bantal dan pantatnya menggantung dalam posisi nungging. Doggie
Style!! Kupegang pinggulnya dengan kuat. Pantatku kugerakkan maju mundur dan terkadang memutar.
Ina juga mengimbanginya dengan menggerakkan pantatnya maju mundur. Bunyi paha beradu
memenuhi seluruh ruangan kamar. Kadang kujulurkan tanganku ke depan untuk memainkan
payudaranya.

“Plok.. Plok plok plok.. ”

“Anto.. Ayo lebih cepat lagi.. Ayoo”

Kupercepat gerakanku dan Ina juga mengimbanginya. Kulirik jam dinding. Sudah setengah jam lebih
kami bertempur. Kupikir sebentar lagi akan kutuntaskan permainan ini.

“Lebih cepat lagi, oohh.. Aku mau keluar aacchhkk.. ”

Akupun merasa ada yang mau terlepas dari laras meriamku. Aku selalu mau mencapai puncak dalam
posisi konvensional. Kucabut meriamku dan kugulingkan lagi tubuhnya kembali dalam posisi
konvensional. Tidak mungkin dalam posisi doggie style kembali ke konvensional tanpa mencabut penis.
Kumasukkan kembali penisku dengan perlahan dan dengan ketegangan yang penuh. Ina memelukku
erat. Kakinya membelit pahaku, matanya terpejam, kepalanya terangkat.

Kuubah gerakanku, kugerakkan dengan pelan dan ujung penisku saja yang masuk beberapa kali. Dan
kemudian kutusukkan sekali dengan cepat sampai seluruh batang terbenam. Matanya semakin sayu dan
gerakannya semakin ganas. Aku menghentikan gerakanku dengan tiba-tiba. Payudaranya sebelah
kuremas dan sebelah lagi kuhisap kuat-kuat. Tubuh Ida bergetar “Ayo jangan berhenti, teruskan..
Teruskan lagi ” pintanya.
Aku merasa wanita ini hampir mencapai puncak. Kugerakkan lagi pantatku dengan gerakan yang cepat
dan dalam. Bunyi seperti kaki yang berjalan di tanah becek makin keras bercampur dengan bunyi desah
napas yang memburu

“Crrok crok crok.. “.

“Ayolah Anto, aku mau kelluu.. “.

Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya

“Sekarang.. Sayang.. Sekarang..!!”

Tubuhnya menegang, dinding vaginanya berdenyut kuat, napasnya tersengal dan tangannya memukuli
punggungku. Kukencangkan otot perut dan kutahan, terasa seperti ada aliran yang mau keluar. Aku
berhenti sejenak dalam posisi kepala penis saja yang masuk vaginanya, kemudian kuhunjamkan cepat
dan dalam.

Crot Crott.. Crott, beberapa kali spermaku kutembakkan. Kami saling berteriak tertahan untuk
menyalurkan rasa kepuasan.

“Yess.. Achh.. Auuhhkk”.

Pantatnya naik menyambut hunjamanku dan tubuhnya gemetar, pelukan dan jepitan kakinya semakin
erat sampai aku merasa sesak, denyutan di dalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku.
Beberapa saat kami berdiam untuk memulihkan tenaga. Kucabut meriamku dan kami membersihkan
diri.

“Kamu OK In, hanya satu kekuranganmu. Kurang romantis dan kurang lihai bermain bibir” kataku
memuji sekaligus mengkritik.

“Yach, memang itulah kemampuanku” jawabnya.


“Di dalam arena pertandingan mungkin aku babak belur kena tendanganmu, tapi di atas ranjang jangan
coba-coba, kamu tahu sendiri hasilnya kan? Makanya jangan macam-macam denganku ” kataku
bercanda.

Kami keluar dari hotel dan pulang bersama-sama karena kebetulan rumah kami searah. Setelah itu kami
masih sering bikin janji untuk berkencan. Pernah sekali kukerjain dia di kamar kontrakannya di lantai II,
sementara yang punya rumah tinggal di lantai I. Lucunya ketika masih dalam keadaan bugil dan
berhimpitan dia dipanggil karena ada telepon buatnya. Kubilang terima dulu telponnya deh, tapi dia
bilang biar saja, lagi tanggung katanya. Sampai akhirnya waktu kami berpisaHPun dia masih belum mahir
untuk melakukan french kiss. Erangannya ketika kami bercinta selalu membuat adrenalinku berpacu.
Satu hal keistimewaannya adalah kenikmatan yang luar biasa ketika doggie style.

Cerita 17tahun : Wanita Indonesia 5: Titin. Tanah Sunda sudah dikenal dengan gadis cantiknya sejak dari
dulu. Bahkan konon di jaman penjajahan Belanda banyak tuan-tuan pemilik perkebunan yang
mengawini wanita Sunda di sekitar lokasi perkebunan untuk dijadikan istrinya. Aku mengenal Titin dari
hobi jalan malam di sekitar SM-Merdeka dan Siliwangi-Sukasari di Bogor.

Ketika sedang nongkrong di Wartel dekat pintu masuk Taman Topi ada wanita yang mondar-mandir
didekatku. Dia mengenakan pakaian seragam sebuah pabrik. Kukira dia lagi nunggu temannya. Tidak
lama kemudian ada seorang wanita lagi yang datang dan mendekatinya. Mereka bicara dengan suara
keras dan nada tinggi seperti sedang memperdebatkan sesuatu. Aku tidak mau ikut campur dengan
pembicaraan mereka. Toh aku juga tidak tahu ujung pangkalnya.

Setelah dilerai oleh Satpam, wanita yang datangnya belakangan akhirnya pergi dengan masih tetap
memaki-maki wanita pertama dalam bahasa Sunda. Aku yang hanya sedikit tahu bahasa Sunda masih
belum bisa sepenuhnya menangkap apa yang sedang terjadi di dekatku. Aku mulai tertarik dan
memperhatikan mereka. Wanita pertama tadi hanya diam saja, meskipun raut mukanya menunjukkan
kekesalan. Kudekati dan kutanya,

“Kenapa Teh, maaf kelihatannya lagi berantem. Apa sih masalahnya?”

“Nggak pa-pa kok. Dia menuduhku ada hubungan dengan suaminya. Padahal aku berhubungan dengan
suaminya hanya sebatas urusan pekerjaan,” katanya.

“Ya sudah, teteh kelihatannya masih kesal. Minum es dulu yuk biar tenang,” kuajak dia untuk duduk
minum di kafe yang banyak terdapat di sana.
Kami pesan es buah. Kutawarkan untuk makan tapi dia menolaknya.

“Terima kasih Aa. Saya teh sudah nggak ada nafsu makan dan lagian masih kenyang,” katanya halus.

Akupun maklum saja. Mungkin setelah bertengkar tadi meskipun perut lapar jadi tidak ada selera
makan. Setelah pesanan kami datang, ia mengaduk gelasnya perlahan-lahan dengan sendoknya.

“Sudah tenang sekarang. Kalau boleh tahu, apa sih masalah sebenarnya?” tanyaku.

“Saya memang belakangan ini sering jalan dengan suaminya untuk urusan pekerjaan. Eh dianya
cemburu ketika ketemu kami di Cibinong,” jawabnya.

“Kan bisa dijelasin ama suaminya?”

“Sudah, tapi dia nggak terima. Dibilang saya gatel, wanita murahan dan lain-lainnya. Daripada saya
ladenin, nanti jadi makin rame saya tinggal pulang aja ke kantor. Eh dia belum puas dan telpon ke
kantor. Katanya tungguin nanti malam di Wartel sini agar bisa selesai. Sampai di sinipun saya masih
dimaki-maki. Untung dilerai sama Satpam”.

Akhirnya aku tahu dia bernama Titin dan bekerja sebagai supervisor produksi di salah satu pabrik tekstil
yang memang banyak terdapat di sekitar Cibinong. Rumahnya di sekitar Biotrop. Suaminya minggat
dengan perempuan lain enam bulan lalu. Jadi statusnya sekarang menggantung. Janda tidak,
bersuamipun tidak juga. Dia belum punya anak. Janda kembang gantung, pikirku. Badannya ramping
cenderung kurus, kulitnya bersih dengan dada membusung di balik seragamnya. Ada keindahan
tersendiri melihat seorang wanita dalam pakaian seragam. Eksotis.

Entah kenapa kalau ketemu wanita seringkali statusnya janda. Tapi sebenarnya akupun tidak mau
merusak keperawanan seorang gadis. Bagiku berat bebannya. Lebih enjoy dengan janda atau gadis yang
sudah tidak perawan. Tidak usah mengajari lagi.

“Aku mau pulang, tapi pikiranku suntuk. Dibawa tidurpun pasti nggak mau,” katanya lagi.

“Kalau gitu kita jalan ke Puncak aja yuk. Menenangkan pikiran,” ajakku.

“Boleh, tapi jangan kemalaman ya!”


“Nggak, kan rumahmu juga nggak terlalu jauh ke Puncak”.

Aku mulai berpikir, pasti kami nggak akan kemalaman, paling-paling kepagian. Kamipun segera
menghabiskan minuman dan segera berangkat ke Puncak. Sampai di daerah Cibogo, ia minta turun dan
mengajak berjalan kaki menyusuri jalan raya. Para GM yang sedang menjerat mangsa menawarkan
penginapan pada kami. Aku hanya menatap Titin dan ternyata dia cuek aja dengan tawaran GM tadi.

Dinginnya udara Puncak mulai terasa. Ia mulai kedinginan dan mendekapkan kedua tangannya di
dadanya.

“Dingin?” tanyaku.

Titin hanya mengangguk saja. Sambil jalan kulingkarkan tangan kiriku pada bahu kirinya. Ia
menggelinjang sedikit, sepertinya menolak pelukanku. Tapi tanganku tetap dibiarkan di bahunya.
Bahkan tangan kanannya melingkar di pinggangku dan mencubitku. Aku menggerakkan pinggulku sedikit
kegelian. Sampai di depan sebuah wisma kami berhenti.

“Masuk yuk!” ajakku.

“Mau ngapain. Katanya nggak sampai malam,” jawabnya. Ada nada keraguan atau mungkin juga kepura-
puraan.

“Ngapain aja terserah kita dong. Lagian kalau dua orang berbeda jenis masuk ke hotel ngapain?”
pancingku.

“Tidur aja. Kamu merem, saya merem. Aman kan,” katanya.

“Nggak mau. Kalau kamu merem aku melek, sebaliknya kalau kamu melek aku yang merem, supaya ada
yang jaga,” kataku melempar umpan semakin dalam.

“Ayo. Tapi kamu janji jangan macam-macam. Awas nanti,” katanya mengancamku.

Dari suaranya umpanku sudah termakan. Tinggal tarik ulur tali saja agar ikannya tidak terlepas. Kami
masuk ke dalam kamar. Kuperiksa sebentar kelengkapannya. Jangan sampai lagi tanggung room boy
datang antar kekurangannya. Aku minta air putih saja untuk di dalam kamar. Meskipun udara dingin,
aku yakin nanti pasti perlu minum. Titin masuk ke dalam kamar mandi dan sebentar kemudian terdengar
suara air yang keluar dari jepitan pintu gua. Wsshh dan tak lama suara guyuran air.

Aku keluar kamar, berdiri di teras kamar sambil melihat suasana. Sepi, karena memang bukan week end.
Aku masuk lagi ke dalam kamar. Kebetulan Titin pun keluar dari kamar mandi. Pintu keluar dan pintu
kamar mandi berdekatan posisinya. Kupandangi wajah Titin, kupegang tangannya dan dengan sekali
tarikan ia sudah ada dalam pelukanku. Ia sedikit meronta, tapi rasanya hanya penolakan pura-pura.

“Jangan.. Jangan!”

Kalau memang dia tidak mau, pasti kami berdua tidak akan sampai ke kamar ini. Kucium bibirnya yang
tipis. Lemas sekali bibirnya sehingga terasa kenikmatan mulai menjalar, meskipun ia belum membalas
ciumanku. Kulepaskan lagi ciumanku dan kutatap matanya.

“Aku mohon.. Jangan.. Jangan. Jangan disini sayang!” Ia mengakhiri kata-katanya dengan menyerbu bibir
dan mukaku kemudian menarikku ke ranjang.

“To, aku merasa kesepian dan kedinginan. Kamu mau berikan kehangatan?”

Rasanya terbalik pertanyaan itu. Mestinya aku yang tanya apakah dia mau bercinta denganku.

“Pasti. Kita akan sama-sama puas malam ini”.

“Terima kasih To. Aku.. Aku..”.

Sambil berkata begitu ia langsung mencium bibirku. Akupun langsung membalas ciumannya. Bibir kami
saling berpagut, lidah kami saling mendorong dan menjepit saling sedot. Cukup lama kami
menikmatinya. Bibirnya memang benar-benar terasa sangat lemas sehingga dapat kupermainkan dan
kuputar-putar dengan mulutku.

“Ayo puaskan aku sayang.. Ah. Ah.” suaranya hanya mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher
dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Kusingkapkan roknya, benar-benar mulus sekali pahanya.
Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika sampai di celana dalamnya, kutekankan jari
tengahku ke belahan di tengah selangkangannya dan ku gesek-gesekkan.

“Ah sayang. Kamu nakal sekali”.

Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya dari luar.
Tangannya pun tak mau ketinggalan memegang bahkan mencengkeram keras kejantananku dari luar.
Terasa sakit tapi aku dapat menikmatinya.

“Kita tidak akan kemalaman sekarang, tapi kepagian,” bisikku menggodanya.

“Biarin aja, saya besok shift siang jam 3″.

Dengan ganasnya aku menciuminya, seperti seekor kucing yang sedang melahap dendeng. Tangannya
bergerak ke bawah dan terus ke bawah. Ia membuka kancing bajuku dan melepasnya. Kini setiap jengkal
tubuhku bagian atas tak luput dari ciumannya. Kemudian ia membuka resleting celanaku dan langsung
mencengkeram penisku.

“Anto, punya kamu boleh juga. Tidak besar tapi keras sekali. Apa ada wanita lain yang pernah
merasakannya?”

Pertanyaan itu lagi. Kenapa setiap wanita mau tahu apakah pria yang dikencaninya pernah tidur dengan
wanita lain.

“Ada, aku bukan perjaka lagi,” jawabku tenang, yang penting adalah apa yang terjadi sekarang ini. Dan
lagi kelihatannya ia hanya sekedar bertanya tanpa mempedulikan jawabanku.
Belum selesai kata-kataku, ia telah mengocok dan kadang meremas kejantananku. Pintar sekali ia
memainkan adik kecilku. Beberapa menit kemudian tegangan pada kejantananku sudah maksimal. Tiang
bendera sudah tegak berdiri, siap untuk melaksanakan apel malam. Kudorong tubuhnya ke ranjang dan
kemudian akupun langsung menerkam tubuhnya.

“Sabar sayang, buka bajunya dulu donk.”

Kamipun membuka pakaian kami masing-masing. Setelah telanjang bulat, langsung kubaringkan ia.
Kuciumi senti demi senti tubuh mulusnya. Dari atas ke bawah sampai kepada paha dalamnya.
Kurenggangkan kedua pahanya. Tercium aroma khas yang dipunyai seorang wanita. Kurenggangkan
labia mayora dan labia minoranya dengan jempol dan telunjukku.

“Ayo sayang.. Puaskan.. Aku.. Ya.. Ohh. Oohh.” Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap
habis biji kacangnya dengan mulutku, kadang kusedot, kuhisap, dan kugigit dengan lembut.

“Ah.. Ennak ssayang.. Kamu ppinnttarr. Ohh.. Oohh”

Aku sudah tidak mempedulikan kata-katanya. Aku makin asyik dengan mainanku. Kulepaskan mulutku
dan kutindih dia. Kumasukkan jari tengah kiriku ke dalam lubang perlahan lahan. Tubuhnya meronta-
ronta seperti orang kesetanan, kedua payudaranya bergoyang kencang. Aku pun meraih payudaranya
itu. Dengan tangan kananku, kupelintir puting susunya yang sebelah kiri dan mulutku kini menggigit
halus puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat
kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.

Kuhentikan permainan tanganku dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang kenikmatannya.
Tanpa kesulitan aku segera menembus guanya. Terasa basah dan hangat. Kugerakkan pinggulku dan ia
membalas dengan memutar pinggulnya dan menaik turunkan pantatnya mengimbangiku. Satu kakinya
menjepit pahaku dan kaki lainnya dibuka lebar dan disandarkan ke dinding kamar. Kuciumi leher dan
dadanya. Beberapa kali kugigit kecil kulit dadanya sampai meninggalkan bekas kemerahan.

“Ciumi leher dan pundakku! Aku sangat terangsang kalau dicium di situ,” rintihnya.
Kuikuti kemauannya dan sampai akhirnya ia menggelinjang hebat, kedua tangannya mencengkeram
keras kepalaku. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam dan
akhirnya ia mencapai orgasmenya. Ia terkulai lemas. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan
tangannya.

Kemudian aku turun dari tubuhnya dan membiarkannya beristirahat sebentar. Setelah napasnya pulih ia
naik ke atas tubuhku dan mulai mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua
payudaranya. Terkadang kugigit putingnya bergantian. Ia hanya mengeluh merasakan nikmatnya.
Beberapa menit kemudian ia sudah terangsang lagi.

“Ayo sayang. Aku sudah siap memuaskanmu di babak kedua..”

“Kita lakukan dengan berdiri,” kataku berbisik di telinganya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.

Kuangkat tubuhnya berdiri di samping ranjang. Kami masih saling berciuman dengan ganas. Ia kemudian
mengangkat kaki kirinya ke atas ranjang, kudorong sedikit sampai ia mepet ke dinding kamar. Tangannya
membimbing meriamku memasuki guanya. Pantatnya sedikit disorongkan ke depan dan perlahan lahan
meriamku masuk, sampai..

Blesshh..

Semuanya sudah terbenam di dalam guanya. Oh hangatnya.

“Ayo sayang, goyang.. Sayang ohh.. Ohh”

Kedua tangannya memegang pantatku dan membantu gerakan pinggulku maju mundur. Rasanya nikmat
sekali bercinta sambil berdiri. Badannya ia lengkungkan ke belakang sehingga meriamku dengan leluasa
menobrak-abrik guanya. Pinggangnya juga bergerak-gerak mengimbangi gerakanku. Mulutku tetap
melakukan aktivitas di bagian atas tubuhnya. Kadang berciuman, kadang menyedot dan mengulum
putingnya. Cukup lama aku mengocoknya, akhirnya kupercepat kocokanku ketika kurasakan lahar panas
akan keluar.
“Tin, oh.. Aku mau keluar. Di keluarin dimana nih ohh. Oohh”.

“Tunggu sebentar. Aku juga mau keluar, ohh. Ooohh sama-sama ya sayang.. Ohh.. Di dalam aja nggak
apa-apa. Ohh barengan yah.”

Akhirnya kutumpahkan spermaku di dalam guanya. Aku mencapai klimaks duluan. Titin tidak bisa
mencapai klimaks yang kedua meskipun ia masih berusaha menggerakkan pantatnya maju mundur
karena meriamku sudah berangsur-angsur melemas dan akhirnya terlepas sendiri dari dalam guanya.

Kami rebah berdampingan di ranjang. Ia memelukku dan menciumku. Kuakui wanita satu ini memang
luar biasa. Tidak dengan setiap orang aku dapat melakukannya dengan berdiri. Aku sudah coba. Tapi
dengan Titin meskipun dia jauh lebih pendek dariku ternyata aku bisa melakukannya.

“Sorry Tin. Aku nggak tahan lagi. Nanti kita akan mulai lagi dengan santai dan saling menunggu sehingga
bisa mencapai klimaks bersama-sama. Terima kasih ya sayang. Kamu benar-benar hebat.”

“Nggak apa-apa. Aku sudah dapat duluan. Kamu juga hebat. Malam ini masih panjang. Kita tidak usah
tidur sampai pagi supaya dahagaku terpuaskan”.

Akhirnya sisa malam kami lalui dengan berpelukan. Ia tersenyum kemudian menciumku dan
merebahkan kepalanya di dadaku. Malam itu kami masih melakukannya lagi tiga kali sampai pagi. Sekali
kami lakukan di lantai beralaskan selimut. Ternyata ketika bermain di lantai kami bisa merasakan nikmat
yang luar biasa. Gairah kami seakan-akan meledak sampai seluruh badan terasa sakit dan ngilu. Tetapi
setelah mandi pagi gairahku kembali menyala dan aku masih sempat sekali lagi bergumul dengannya.

Kami pulang dengan membawa kepuasan dan rasa lelah yang luar biasa. Seharian kuhabiskan dengan
tidur-tiduran. Bahkan aku tidak sempat makan siang. Setelah itu aku masih sempat dalam dua
pertemuan merasakan kehebatannya bercinta dalam posisi berdiri. Akhirnya dia pindah kos dan aku
kehilangan jejak

Namaku Cindy, seoarang wanita keturunan, berusia 27 tahun dan aku memiliki seorang anak dari suami
yang sangat kusayangi. Akan tetapi ada satu sifat dari diriku yang tidak dapat kukendalikan, aku merasa
bahwa aku tidak dapat hidup dan bercinta hanya dengan satu laki-laki, aku senang menggoda dan
bercinta dengan laki-laki yang kuanggap menarik, dan setelah itu meninggalkannya untuk kembali pada
suamiku.
Agustus 1989

Dari SMP aku sudah mulai merasakan kejanggalan ini, dan yang mendukung sifatku ini adalah aku selalu
dikelilingi oleh laki-laki yang menarik. Pertama kali aku melakukan masturbasi adalah sewaktu aku
berusia 13 tahun, aku suka memainkan puting buah dadaku dan klitorisku sambil berimajinasi
merasakan nikmatnya bercinta. Dan dari masturbasi seperti ini, aku mendapatkan kepuasan yang
membuatku mencapai orgasme.

Pacar pertamaku waktu aku berusia 15 tahun adalah Rio, dia lebih tua 5 tahun dari aku, dia sudah cukup
berpengalaman dalam hal seks, karena dia tahu aku suka berfantasi, maka dia sering mencium dan
mengulum bibirku dengan penuh birahi. Apabila kebetulan orangtuaku sedang pergi, kami sering
melakukan oral seks di kamarku atau di ruang tengah.

Aku paling terangsang bila dia melumat putingku, menjilatinya sampai basah dan tangan satunya
memainkan klitorisku. Karena aku terangsang, maka kuberanikan diri untuk memegang penisnya.
Kurasakan benda itu semakin mengeras dan mengeras. Kumasukkan tanganku ke dalam celananya,
kubelai buah zakarnya, pangkal penis dan kepalanya. Dia mengerang, ujung kepala penisnya
terasabasah, kumainkan dengan jari telunjukku, dia semakin kencang mengulum putingku, dan aku pun
mendesah nikmat. Kemaluanku mulai berdenyut-denyut, cairan nikmat itu semakin banyak keluar dan
aku semakin tidak tahan.

Kudorong badan Rio sehingga posisiku berada di atasnya, kutarik celananya dan kelihatanlah penisnya
yang keras, tegak menantang. Aku belum pernah melihat penis sebelumnya, oleh karena itu aku cukup
kaget, tetapi nafsuku untuk mengulum penis Rio lebih besar daripada rasa kagetku. Kupegang pelan
batang penisnya, tanganku naik turun perlahan mengikuti irama erangan Rio, kubelai dan kuciumi
hingga puas. Rio menggelinjang keenakan. Kujilat dari pangkal ke atas, kukulum dan kusedot-sedot
perlahan, kumainkan dengan lidahku, kugigit perlahan, erangan Rio semakin menjadi-jadi.

“Shh.., Rio nggak tahan lagi, Cindy.. Rio mau keluar..!” katanya waktu itu.

Aku tidak dapat menjawab, karena mulutku sedang mengulum batang penisnya, aku hanya mendesah,
menjilat, menggigit dan menyedot. Kemaluanku kembali berdenyut-denyut. Sambil mengulum penis Rio,
kumainkan puting buah dadaku bergantian dengan klitorisku. Aku pun sudah hampir mencapai orgasme,
kugeser posisi tubuhku hingga membentuk posisi 69, dan Rio dengan cepatnya mejilatserta mengulum
vaginaku.
“Ahh.., Cindy.. Keluarkan punyamu Sayang.. Aku sudah nggak bisa nahan lebih lama lagi, aku mau
keluaarr.. Ouch.. ahh.. ahh.. ahh..!” erangan Rio dan eranganku semakin kencang dan menyemburlah air
mani dari penisnya di dalam mulutku.

Aku masih mengulum, menyedot dan menjilat sisa-sisa air maninya, penis Rio berdenyut-denyut dan
setiap kali kusedot, dia menggelinjang. Rio juga mejilat-jilat kemaluanku dan mengulumnya.

“Ohh.., it feels so good..” batinku saat itu.

Aku pun tergeletak di samping Rio sambil masih memainkan putingku yang basah terkena cairan
maninya, rasanya putingku masih mengeras dan masih minta untuk dikulum dan dihisap, kemaluanku
pun masih berdenyut-denyut, rasanya masih ada yang mengganjal meminta untuk dilampiaskan.
Akhirnya dalam posisi telentang, tangan kananku kumainkan di kemaluanku dan tangan kiriku memilin-
milin putingku, kugesek-gesek dan kutekan tangan kananku di kemaluanku semakin cepat dan cepat
sambil memejamkan mata dan membayangkan penis di dalam vaginaku.

Rio yang dari tadi memperhatikanku mulai beringsut mendekatiku dan berbisik, “Mau aku bantu
sayang..? Biar kamu dapat kepuasan lebih..?”

Aku hanya mendesah mengiyakan dan mulai menjerit kecil saat Rio menggigit pelan putingku,
dimainkannya satu persatu. Dihisap pelan, dimainkan dengan lidah, digigit, dijilat sampai akhirnya
kemaluanku bertambah basah dan ada sesuatu yang mendesak ingin mencapai puncak kenikmatan.
Tubuhku mengejang dan Rio semakin liar meremas kuat payudaraku. Aku terkulai dan tercapai sudah
keinginanku untuk mendapatkan multi orgasme.

Dua tahun kemudian.

Saat ini aku sudah putus dengan Rio dan aku mempunyai seorang pacar yang usianya jauh lebih tua dari
aku, 9 tahun bedanya. Menurutku dia seorang laki-laki yang cukup berpengalaman, terutama dalam hal
seks, akan tetapi dia menganggapku anak kecil yang sama sekali belum mengerti tentang nikmatnya
seks. Walaupun aku masih tetap perawan (dengan Rio aku hanya melakukan oral), tetapiaku benar-
benar ingin merasakan nikmatnya berhubungan badan. Namanya Donnie, aku sangat menyukai
tangannya yang kekar dan pantatnya yang bulat berisi, entah mengapa, aku selalu terangsang apabila
melihat tangan yang kekar dan pantat yang berisi. Aku ingin sekali dia menyetubuhiku, dan aku berpikir
bagaimana caranya dia tergoda olehku.
Waktu itu hari Minggu, dan kedua orangtuaku sedang bepergian ke luar kota. Aku tinggal di rumah
hanya dengan pembantuku. Aku baru saja bangun tidur waktu kudengar pembantuku menerima telpon
dari Donnie, dan Donnie mengatakan bahwa dia akan tiba di rumahku 10 menit lagi. Mungkin karena
sudah beberapa hari ini produksi hormonku meningkat, aku merasa terus-menerus terangsang dan
bernafsu sekali. Kuambil baju tidurku bewarna hitam yang berupa tank top dengan belahan dada rendah
dan transparan, sehingga memperlihatkan payudaraku yang montok dan kenyal, putingku yang
mengeras menonjol keluar seperti sedang mempersiapkan diri untuk dikulum. Kuganti celana dalamku
dengan g-string warna hitam senada dengan atasannya. Kuoleskan sedikit parfum kesukaan Donnie di
belakang telinga dan belahan dadaku.

Aku berpesan kepada pembantuku, apabila Donnie datang, suruh saja langsung masuk ke kamarku,
karena aku agak sedikit pusing. Aku kembali berbaring di atas tempat tidur, menutup kembali selimutku
dan berpura-pura tidur sambil menunggu kedatangan Donnie. Tidak lama kemudian dia datang. Setelah
pembantuku menyampaikan pesanku, kudengar perlahan-lahan dia masuk ke dalam kamarku. Bau
harum menyegarkan dan merangsang datang dari tubuhnya, dia duduk di pinggir ranjang sambil
membelai kepalaku dan membisikkan sesuatu di telingaku.

“Hi, Honey.. Kata bibi kamu sakit..? Pusing kenapa Sayang..?” katanya pelan dan manis sekali.

Aku menggelinjang dan membalikkan tubuhku menghadap dia. Sekilas sempat kulihat dia menelan
ludah karena pahanya tersenggol oleh payudaraku, kusandarkan kepalaku di pahanya dan kutarik sedikit
selimutku ke bawah, sehingga dia dapat melihat jelas gundukan dua bukit putih dan kenyal milikku.
Kupeluk pinggangnya sehingga posisi wajahku menghadap ke perut dan kemaluannya, lalu kemudian
aku bangkit dan duduk di pangkuannya.

Kupeluk lehernya, kubisikkan di telinganya dengan desahan nafasku yang hangat, “Aku pusing karena
kamu nggak dateng-dateng..”

Donnie membalas pelukanku dengan erat, diciuminya pundak dan leherku sambil berbisik, “Mmmh,
kamu sexy sekali, baumu sungguh merangsang, kamu tau aku paling nggak bisa tahan kalo kamu pake
parfum ini.. Nanti kalo aku nggak tahan gimana..?”

Aku mengeratkan pelukanku dan menempelkan payudaraku ke dadanya sambil kugesek-gesekkan,


kucium belakang telinganya, kujilat lehernya.

“Kalo nggak tahan, ya dikeluarin ajaa.. aahh..!”


Aku mengubah posisiku menjadi menghadap ke arahnya dengan kedua kakiku menjepit pinggulnya.
Kuremas rambutnya yang hitam, semerbak wangi kelelakiannya membuat kemaluanku berdenyut-
denyut. Donnie mengangkatku dan menidurkanku di atas ranjang, dia menciumi dadaku, membuka tali
tank top-ku dengan mulutnya satu persatu, menyembullah payudaraku. Dia mulai menghisap dan
menjilat putingku, sementara tangan yang satunya meremas payudaraku yang satunya.

“Ouch.., Donnie.. aku paling terangsang kalo putingku dikerjain, aku bisa lakukan apa saya yang kamu
minta, asal jangan berhenti menjilat dan menghisap putingku.. Ahh.. Ssshh..!”

Donnie semakin bernafsu mendengar kata-kata dan eranganku, kemaluannya sudah mulai mendesak
dari celananya, kurasakan hal itu dan aku pun tidak tahan untuk tidak memegang kemaluannya. Kubuka
resleting celananya dan kumasukkan tanganku ke dalamnya, kurasakan cairan hangat di ujung kepala
penisnya dan hangat batangnya, dia mengerang nikmat sambil menggigit puting payudaraku. Setelah itu
dia menciumi seluruh tubuhku hingga aku terangsang hebat.

Dia memang sangat berpengalaman dalam hal ini, setelah itu aku berpindah ke depan kemaluannya dan
mulailah aku melakukan aksiku membuat lelaki tergila-gila. Kucium ujung penisnya, kujilat cairan yang
terasa gurih, kumasukkan kepala penisnya ke dalam mulutku, kuhisap-hisap dan kumainkan dengan
lidahku. Donnie masih meremas dan memilin-milin putingku sambil mengerang nikmat, kumasukkan lagi
penisnya lebih dalam ke dalam mulutku sambil kukocok-kocok dengan mulutku naik turun. Pertama
perlahan, semakin lama semakin cepat. Donnie semakin kuat meremas payudaraku dan kemudian dia
menarikku ke atas tubuhnya.

Donnie melepas celana dalamku dan aku duduk di atas kemaluannya, kugesek-gesekkan vaginaku di atas
penisnya sambil menggoyang-goyangkan tubuhku dan meremas serta memainkan putingku. Aku
mengerang, dan Donnie tampaknya sudah sangat terangsang oleh gerakan tubuhku. Dia duduk dan
diangkatnya aku hingga penisnya berdiri dan siap menusuk ke liang kemaluanku.

Aku memeluknya dan membisikkan, “Honey, I’m still virgin, so do it smoothly, because I want to feel the
excitement..”

“Sure, sweetheart.. I’ll do this very, very gently so you won’t forget this moment..”

Perlahan dia mulai memasukkan batang penisnya, terasa sempit sekali dan terasa panas, akan tetapi
karena didorong oleh nafsuku yang sudah tidak tertahankan dan Donnie melakukannya dengan sangat
berhati-hati, lama kelamaan seluruh batang penisnya telah masuk ke dalam liang vaginaku dan terasa
nikmat sekali. Ouch.., Donnie mulai menggerak-gerakkan pantatnya yang sexy dan aku mulai
menggoyang-goyangkan pinggulku. Cairan yang keluar dari kemaluanku memang sangat membantu,
terasa sempit, menjepit namun tidak sakit. Donnie semakin cepat menggerakkan penisnya, maju dan
mundur. Aahh, rasanya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, terlalu nikmat untuk diucapkan.
Peluh membasahi kedua tubuh kami, hawa dingin yang keluar dari AC sudah tidak dapat mendinginkan
kami yang sedang dibakar gairah.

Sambil menggoyangkan tubuhnya, Donnie kembali menghisap puting payudaraku dan membuatku gila.
Rasanya aku tidak ingin dia melepaskan hisapannya. Kupeluk dia dan kujilat lehernya, kukulum bibirnya
sambil mengerang nikmat.

Donnie membisikkan sesuatu padaku, “Rubah posisi yuk, sayang.. Aku yakin dengan posisi ini kamu
bakalan ketagihan make love..”

Donnie kemudian mengangkat dan memutar tubuhku, sehingga aku membelakanginya, dia melakukan
dogie style yang pada saat itu aku belum pernah membayangkan sampai kesitu.

Donnie kembali memasukkan batang penisnya ke vaginaku dan maju mundur, dari perlahan hingga
semakin cepat. Pengalamanku kali ini luar biasa, belum pernah aku merasakan kenikmatan yang seperti
ini. Memang betul kata Donnie, ini akan membuatku ketagihan. Semakin cepat
Donniemenggerakkannya, semakin aku terangsang dan merasakan sesuatu kenikmatan luar biasa yang
berbeda dengan yang kurasakan pada waktu masturbasi maupun oral.

Donnie memelukku dari belakang, meremas payudaraku dan membisikkan, “Ahh.. aku mau keluar..
kamu luar biasa, kamu bisa membuat aku begitu terangsang dan aku nggak mau kehilangan kamu.. ahh..
ahh.. ahh..”

Bersamaan dengan keluarnya mani Donnie, aku pun merasakan yang sama, cairan hangat milik Donnie
membasahi vaginaku. Bau khas kejantanan itu menyetuh penciumanku. Aku mengatakan bahwa aku
tidak menyesal melakukan hal ini, karena ini timbul dari keinginanku, tetapi Donnie mengatakan
berulang kali bahwa dia tidak mau kehilangan diriku.

Setahun kemudian.

Aku berpisah dengan Donnie, karena aku tertarik dengan lelaki lain. Aku tidak mau menghianati Donnie
dengan melakukan affair, oleh karena itu kuputuskan Donnie. Apabila Anda tertarik untuk mengikuti
pengalaman saya selanjutnya, stay tune di situs 17Tahun.
Ini adalah pengalamanku beberapa bulan lalu di tempat kost pacarku Nina. Aku sudah terbiasa keluar
masuk di tempat kost itu baik itu bersama Nina atau sendirian. Kadang aku juga nginep kalau
kemalaman. Kost ini memang nggak ada yang ngawasi, pemiliknya hanya datang sebulan sekali ambil
duit.

Suatu hari aku datang ke kost Nina, sialnya pas saat itu Nina sudah keburu pergi ke Bromo bersama
teman kuliahnya. Dalam hatiku aku mengumpati si Nina yang nggak lagi pamit kek atau ngasih tahu
seperti biasanya. Mentang-mentang dia ada yang naksir lagi trus aku mulai nggak dianggap lagi.

Sore itu iseng-iseng aku nyalakan komputer di kamar Nina, ntar biar aku masukin virus makro-nya MS-
Word lagi biar ilang semua ketikan dia. Tapi aku main DOOM dulu biar medongkolku agak berkurang.
Belum lima belas menit aku main tiba-tiba pintu kamar yang nggak aku kunci terbuka. Eva dengan celana
pantai dan kaos dagadunya sudah menerombol masuk ke kamar Nina. Waduh aku kena jadi sembur
monster Doom deh.

“Hai mas,… sedang apa ?” si Eva teman sekost nya Nina datang, wah si Eva nih pasti minta tolong
ngetik lagi.

“Minta tolong dong mas,…” pintanya sambil berganyut di daun pintu. Aku pura-pura nggak mau

“Aduh,.. aku bener-bener capek sekarang Va,… kalau kamu sendiri mau pake komputer ini pake aja”
Eva memonyongkan bibirnya, aku tahu dia nggak lancar ngetik maklum nggak sering make komputer.

“Tolonglah mas,… aku nggak bisa ngetik lancar nih apalagi ini banyak rumusnya, bisa-bisa dua lembar
selesai dua hari “. Memang sih kalo MSWord pake rumus mesti klak-klik terusan ngerjakannya.

“Kamu bawa ke rental saja deh, ntar disana ada kok yang mau ketikin”.

“Penuh,… besok sudah harus dikumpulin” jawabnya singkat.

“Duh mahasiswa, kebiasaan pake acara dadakan tuh,… Oke aku ketik tapi nanti kamu harus pijitin aku.
Bagaimana ?” aku mengajukan penawaran.

“Nanti kalo ketahuan Nina ?” Eva memandang langit-langit dan aku memandangi pahanya.

“Enggak,… kan Nina lagi ke Bromo”


Singkatnya penawaranku diterima dan aku langsung ketik naskah punya Eva. Baru dua paragraf aku
ketik, aku jadi teringat kalau aku juga pernah ketik naskah semacam ini untuk Nina. So jadi tinggal Copy
dan Paste lalu Edit sedikit dan selesai.

“Di print sekalian nggak nih Va ?” tanyaku pada Eva yang malah asik bolak-balik majalah punya Nina.

“Lho kok cepet sekali, nggak ada yang salah ketik apa ?” ia bangkit dan mendekat ke arah monitor
memeriksa naskah itu. Eva agak membungkuk membaca hasil ketikanku di monitor. Eh ada kesempatan
baik, leher kaosnya jadi turun dan aku bisa melirik tetek milik Eva. Luar biasa, sekilas saja aku bisa
pastikan tetek milik Eva masih kencang.

“Eh nakal ya,…” aduh ketahuan deh. Eva segera bangkit dan menutup leher kaosnya. Aku nyengir-
nyengir saja. Tapi dia nggak serius tuh marahnya, Eva malah senyum-senyum malu sambil memaksakan
diri melotot.

“Ntar aku bilangin Nina lho, mas suka ngintip” ancamnya lagi.

“Ah bukannya kamu yang suka ngintip kalo aku pas tidur sama Nina”, aku balikan kata sambil
menyalakan printer. Memang Eva pernah ketahuan ngintip pas aku sedang minta jatah biologis sama
Nina.

“Nih ” empat lembar naskah itu sudah tercetak dan aku serahkan sama Eva.

“Trims ya mas,…. Jadi nggak pijit nya ?”

“Oh ya jadi dong,…”

Aku tiduran di ranjang dan Eva memijiti punggungku. Pintu aku tutup tapi nggak aku kunci. Aku
melepaskan baju yang aku pakai, aku bilang takut kusut. Pijatan Eva terasa enak sekali malah seperti
sudah prof. Dari leher sampai pinggang diurut dengan seksama.

“Va,… kamu cerita sama Budi (pacarnya Eva) nggak ?” tanyaku membuka kebisuan.

“Cerita apa ?”

“Tentang yang kamu intip itu”

“Ah ya enggak dong ”


“Bener ?”

“Iya,..!!!”

Dua puluh menit aku dipijitin sama si Eva lalu dia mengeluh capek. Aku menawarakan diri untuk gantian
pijit.

“Ah enggak ah, geli,…”.

“Tapi enak lho Va percaya deh” mulanya dia nolak tapi akhirnya mau juga. Aku bangkit sambil aku geser
dia untuk naik ke ranjang. Aku pijit mulai dari lehernya lalu turun ke punggung dan pinggang. Aku
perhatikan paha bagian belakang Eva mulusnya bukan main, putih lagi.

“Va kamu pernah nggak main sama Budi ?” aku beranikan diri untuk masuk ke dalam topik yang rada
ngeres.

“Main apaan ?”

“Main kayak aku sama Nina”

“Ehm,… mulai aneh-aneh ya,…”

“Cuma nanya kok ”

“Kalo pernah kenapa dan kalo belum pernah juga kenapa ?”

“Yah nggak apa-apa, cuma pingin tahu aja, kamu tahu aku sama Nina, aku juga kepingin tahu kamu
dengan Budi”

“Nggak ah,… nggak aku jawab”

“Ah berarti pernah nih”

“Lho kok bisa ambil kesimpulan?”

“Iya biasanya kalo belum pernah pasti jawabnya tegas belum”

“Terus, kalo aku sudah pernah main sex begitu sama Budi kenapa juga”

“Yah,… barangkali,….” Aku sengaja nggak nerusin kata-kataku.

“Barangkali apa ?!”


“barangkali aku boleh coba”

“Ah nggak mau,….”

“Kenapa,…”

“Aku takut, punya mas besar sekali”

“Justru yang besar itu yang enak tahu ”

“Ah masak ?” Eva memutar badannya dari yang tadinya telungkup jadi telentang. Aku nggak buang
waktu lagi, aku segera menindihnya. Eva gelagepan ketika aku serang teteknya yang membuat aku
penasaran dari tadi. Aku ciumi lehernya sampai dia terengah-engah kehabisan nafas. Ketika aku
dapatkan bibirnya tanganku mulai melepasi kaos dan celana pantai sekalian cd-nya. Aku tangkap
gundukan daging di selangkangannya dan dengan jari tengahku aku gosok lipatan dagingnya yang sudah
becek dengan lendir. Eva jadi Ahhh uhhhh sambil menggelinjang ke kanan dan ke kiri.

Tiba tiba Eva jadi buas, ia mendorong tubuhku dan duduk diatas perutku membelakangi aku. Dengan
terburu-buru ia melepaskan ikat pinggang celana yang aku pakai. Aku ngeri takut kalau resleting
celanaku makan korban. Dan sebentar saja Eva sukses menurunkan celana yang aku pakai sebatas lutut.
Dan bongkahan daging yang sedari tadi sudah membengkak diselangkanganku menyembul keluar. Eva
meremasnya kuat-kuat sebelum ia memundukkan pantatnya ke arah mukaku dan “slup” bongkahan
dagingku itu sudah masuk dalam mulutnya. Nggak nyangka, Eva yang selama ini aku kira diem eh
ternyata,…. Boleh juga permainannya.

Aku juga nggak tinggal diam, memiaw Eva yang hampir tanpa bulu itu sudah terpampang didepan
mukaku dan aku hisap serta jilati sepuasnya. Lidahku aku julurkan mencoba menerobos ke dalam lobang
memiaw Eva. Sejenak ia melepaskan kulumannya dan menengadah sambil merancu “Ehhh lagi mas
ehhh terus terus yah yang itu ehhhh” ….

Aku nggak tahan lagi didiemin barangku. Segera aku dorong pantat Eva sehingga ia telungkup lagi dan
aku arahkan rudal scottku ke balik pahanya.

“Agak diangkat dikit dong Va” pintaku supaya Eva agak nungging. Ia menuruti sambil membuka
selangkangannya lebih lebar. Dan aku mulai membenamkan rudalku dalam memiawnya. Ia meringis dan
katanya punyaku lebih besar dari pada milik si Budi. Tapi ketika aku mulai membenamkan lebih dalam
lagi Eva melotot dan mengaduh kesakitan. Mungkin karena ia baru pertama kali ini mendapatkan the
real penis macam punya aku. Aku diamkan sebentar sambil menenangkan Eva. Kalau gara-gara ini
akhirnya di cancel wah rugi dong aku.

Aku mulai pelan pelan menarik dan membenamkannya lagi sampai Eva terbiasa. Nggak seberapa lama
kok, lima enam kali memiaw Eva sudah bisa adaptasi dengan punyaku. Meskipun begitu lobang memiaw
Eva masih terasa menggenggam batang dagingku erat sekali. Jadi ingat rasanya seperti pertama aku
memperawani si Nina dulu. Nggak sampai sepuluh menit Eva sudah kejang melepaskan orgasmenya
yang pertama. Ah dasar pemula sih. Aku berhenti sejenak disaat aku sudah sampai pada tujuh puluh
lima persen hampir orgasme.

Aku bangkitkan lagi gairahnya dengan meremas kedua puting tetek Eva dari belakang. Berhasil, Eva
mulai menggoyangkan lagi pantatnya dan aku nggak buang waktu lagi, aku segera mengayunkan ke
depan dan kebelakang mengimbanginya. Eva orgasme sampai empat kali sebelum yang kelimanya aku
dan Eva orgasme bareng-bareng. Aku hamburkan semua spermaku dalam memiaw Eva yang berdenyut
kuat dan aku tertidur.

Aku bangun sekitar pukul setengah sembilan dengan kemaluan masih menancap dalam memiaw Eva.
Aku bangunkan dia dan,… asiknya si Eva jadi minta lagi. Malam itu aku ganti ganti style mulai dari
frontal, berdiri, doggy style juga dengan duduk diatas kursi. Aku bermalam di tempat kost itu kali ini
bukan di kamar Nina tapi di kamar Eva. Aku jadi nggak kesepian lagi meski Nina ke Bromo sampai empat
hari dan empat hari itu aku dan Eva menggunakan kesempatan sebaik-baiknya.

Eva pindah kost setelah dua minggu sejak itu. Tempat kost baru Eva sejenis dengan tempat kost
sebelumnya bebas keluar masuk. Aku dapat dua jatah satu dengan Nina satu lagi dengan Eva. Terus
terang aku lebih suka main dengan Nina yang lebih prof daripada Eva. Beberapa hal yang aku suka pada
tubuh Eva adalah memiawnya yang nggak terlalu banyak bulu dan teteknya yang begitu ranum, sedang
yang aku suka pada Nina adalah teknik main sexnya yang luar biasa. Sorry nggak sempat aku ceritakan
disini, mungkin lain kali. Buat Budi aku minta maaf telah melanggar kebunmu, habis menurut Eva kamu
kurang bersungguh-sungguh dan selalu ketakutan dengan kehamilan. Kan ada tekniknya supaya nggak
hamil tanpa harus ketakutan ,…

Halo saya pengemar situs 17tahun. Saya ingin menyumbangkan cerita tapi cerita ini hanya rekaan
semata jadi tidak ada hubungannya dengan nama, tempat, dan kejadian sebenarnya. Untuk
memudahkan ceritanya maka saya akan menggunakan diri saya sendiri sebagai pelaku dalam cerita ini.
Nama saya Jeffry dan saya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS di salah satu kota besar di Indonesia,
dan hari ini adalah hari pertama saya datang ke kota ini karena besok perkuliahan saya sudah dimulai.
Sesudah sampai dari kampung, maka saya segera menuju tempat kost saya karena saya sendiri
sebenarnya belum mengenal kost baru itu. Sesampainya saya segera menekan bel tapi kemudian
terdengar dari rumah sebelah seorang wanita setengah baya memanggil saya dan berkata,

“Kamu Jeffry yach?”

Dan saya menjawabnya,

“Iya, kok tahu?” tanya saya penuh rasa ingin tahu.

Lalu wanita itu segera berkata,”Nggak, saya adalah ibu kost rumah ini dan saya tinggal di sebelah sini.”

Lalu saya bergumam,

“Ooh..”

Setelah itu ibu ini segera membawa saya untuk masuk dan mengenalkan tempat kost ini.

Setelah di dalamnya ibu itu segera menerangkan keadaan rumahnya, rumah ini terdiri dari 4 tingkat dan
di dalam sudah ada penghuninya yaitu sepasang suami istri yang menyewa tingkat 2, seorang wanita
yang menghuni tingkat 3 dan 3 orang mahasiswa dari luar kota yang menghuni tingkat 4 yang terdiri dari
4 ruangan kamar 3×2 meter dan kami masing-masing menempati kamar-kamar ini, dan kamar untuk
saya tepat menghadap ke arah tempat jemuran. Setelah itu saya pun berkenalan dengan para
mahasiswa ini dan malamnya ketika kami sedang menonton TV (yang di letakkan di tingkat 3) tercium
oleh saya wangi parfum yang sangat mengoda. Ternyata seorang wanita yang saya taksir berusia sekita
35 tahun naik ke atas dan dialah yang menghuni kamar di tingkat 3 ini.

Lalu saya pun segera berkenalan dengannya dan dia bernama Eva, tapi dilihat dari bentuk tubuh dan
wajahnya dia tak beda dengan wanita usia 20-an. Wajahnya terlihat sangat manis belum lagi dada dan
pinggulnya yang sangat menantang. Sungguh membuat saya menelan ludah. Lalu saya tahu dari ketiga
temen saya kalau Mbak Eva ini bekerja di salon dan mungkin saja menjadi simpanan seorang pria, lalu
saya mengangguk tanda mengerti.

Tak terasa saya sudah tinggal di kost itu hampir 2 minggu dan kalau di pagi hari rumah itu selalu kosong
karena selain ketiga teman baru saya itu kuliahnya pagi, Mbak Eva juga selalu keluar rumah dan
sepasang suami istri itu juga jarang pulang ke rumah ini. Singkatnya kalau pagi hari saya selalu sendirian,
dan pagi ini saya bangun tentu saja suasana sunyi senyap dan saya melihat keluar jendela yang
menghadap ke tempat jemuran tampak oleh saya dijemur celana dalam yang berwarna hitam dan tentu
saja saya tahu kalau itu adalah celana dalam Mbak Eva, tapi entah kenapa timbul niat saya untuk
melihat CD itu dari dekat. Lalu saya pun segera keluar dan setelah melihat situasi cukup aman saya
segera mengambilnya ke dalam kamar saya dan di dalamnya saya segera mencium CD itu dan tercium
wangi deterjen yang harum. Belum puas dengan tindakan itu, saya segera menurunkan celana sekaligus
dengan CD saya dan segera memakai CD itu dan tampak oleh saya sangat memikat yaitu terdapat renda
di sekelilingnya dan sekitar selangkangannya terdapat jala-jala yang kalau dipakai oleh Mbak Eva tentu
akan tampak di jala-jala ini bulu kemaluannya.

Langsung saja kemaluan saya segera menegang dan setelah mengembalikan CD-nya ke tempat semula.
Saya segera masuk ke kamar mandi untuk mandi dan tentu saja saya segera melakukan onani untuk
memuaskan nafsu saya. Setelah kejadian itu saya hampir setiap pagi mempunyai kegiatan rutin yaitu
mengamati CD Mbak Eva dan tentu saja memakainya sambil melihat keindahannya, dan tak lama
kemudian saya sudah hampir dapat mengetahui jumlah CD Mbak Eva (mungkin karena selalu
mengamati CD-nya), CD Mbak Eva berjumlah sekitar 6 potong dan setiap potongnya mempunyai
keunikannya baik dalam coraknya maupun warnanya sepeti warna hitam berenda, warna pink dengan
lipatan lipatan kecil, dan warna kuning kilat. Tapi yang paling menarik menurutku adalah CD warna
putihnya yang setengahnya yaitu bagian depannya terdiri dari renda dan bagian belakangnya terbuat
dari sutra. Selain itu saya juga suka CD-nya berwarna biru langit dan di depannya yaitu tepat di arah
selangkangannya terdapat gambar seekor kucing dalam gaya memberikan tanda “peace” (lucu juga CD
ini dalam pikiranku).

Semuanya berjalan lancar hingga suatu pagi ketika bangun tentu saja saya segera melihat keluar dan
tampak oleh saya CD Mbak Eva. Lalu saya bermaksud untuk mengambilnya untuk diamati. Begitu
melepas jepitan jemurannya dan mengambilnya tiba-tiba terdengar ada suara orang naik ke atas dan
tentu saja saya terkejut dan segera melempar CD-nya ke lantai lalu saya bermaksud kembali ke kamar
saya, tapi baru sampai di pintu saya melihat Mbak Eva sedang memakai baju tidur terusannya dan Mbak
Eva bertanya kepada saya, “Lho baru bangun yach?” lalu saya mengiyakannya dan bertanya, “Mbak Eva
nggak kerja hari ini?” dan dijawab, “Nggak, malas tuh,” dan saya segera masuk ke kamar saya dengan
perasaan was-was lalu tak berapa lama kemudian terdengar pintu kamar saya diketuk, dengan perasaan
berdebar saya membuka pintunya.

Tampak di luar Mbak Eva dan dengan mata tajam Mbak Eva berkata, “Boleh saya masuk? saya ingin
bicara sama kamu,” dan saya pun membiarkan Mbak Eva masuk lalu Mbak Eva masuk dan bertanya
sama saya,

“Kamu tadi mau mengambil celana dalam saya yach?”


“Nggak kok.”

“Apanya yang nggak, buktinya itu CD saya terjatuh di lantai padahal saya sudah menjepitnya dengan
kuat.”

Seperti sudah tak dapat disembunyikan saya pun mengakui kalau saya yang mengambilnya. Lalu Mbak
Eva berkata lagi,

“Sudah berapa lamu kamu melakukan ini?”

“Sudah hampir 2 minggu Mbak.”

“Apa yang kamu lakukan dengan CD saya?”

“Saya menciumnya lalu memakainya, itu saja kok nggak ada yang lain.”

Lalu Mbak Eva tersenyum dan berkata, “Apa enaknya kamu mencium dan memakainya, kamu mau
nggak melihat saya yang memakainya dan mencium wangi yang sesungguhnya?”

Seperti mendapat kesempatan emas lalu saya berkata, “Ah.. Mbak jangan bercanda ah..”

Dan Mbak Eva berkata, “Nggak, saya nggak bercanda, saya serius, kalau kamu nggak mau yach sudah,
Mbak mau turun,” sambil Mbak Eva membalikkan badannya.

Tapi saya segera menarik tangannya dan segera berkata, “Saya mau kok Mbak!”

Sedangkan tangan saya satunya lagi segera menarik rok baju tidurnya ke atas dan tampak oleh saya CD-
nya yang menjadi kesukaan saya yaitu CD berwarna putih dengan renda di bagian depan dan bagian
belakangnya terbuat dari sutra.

Lalu Mbak Eva berkata, “Ih.. kamu jangan gitu ah..’” tapi saya segera mencium bibirnya yang mengoda
itu dan Mbak Eva membalasnya dengan hisapan dan gigitan kecil dan tangannya memegang kemaluan
saya yang sudah mulai mengeras itu, lalu saya melepas ciuman saya sedangkan tangan Mbak Eva masih
di kemaluan saya meskipun cuma dari luar celana tidur saya.

Kemudian saya segera mendorong tubuh Mbak Eva untuk merapat di dinding, dan kemudian tangan
saya mulai bergerilya di daerah sensitifnya dan tentu saja dari luar CD-nya tapi tak lama kemudian
karena tak sabar saya segera memasukkan tangan saya ke dalam CD-nya dan menyentuh kemaluannya,
Mbak Eva mendesah “Uuh.. geli Jeff.. tapi nikmat sekali.. terus.. enak sekali.. uh.. ah..” Lalu tak lama
kemudian kemaluan Mbak Eva sudah mulai basah. Karena sudah terangsang maka Mbak Eva segera
mendorong tubuh saya ke tempat tidur dan dengan segera Mbak Eva memeloroti celana saya dan CD
saya, lalu dengan pelan dia menjilat kepala kemaluan saya yang sudah menegang itu kemudian
memasukannya ke dalam mulutnya hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya dan menghisapnya
seperti menghisap es batangan. Tanpa sadar karena keenakan saya mendesah, “Uh.. enak sekali Mbak..
isap terus Mbak.. jangan berhenti..!” Lalu tangan saya mulai menjambak rambutnya dan menekan
kepalanya terus, sedangkan kaki saya mulai menegang karena keenakan, lalu Mbak Eva menghentikan
kegiatannya.

Kemudian Mbak Eva mulai membuka baju piyamanya dan tampaklah oleh saya sepasang buah dadanya
yang sangat menantang terbungkus oleh BH yang unik sekali, tapi seperti sudah tidak tahan Mbak Eva
segera melucuti BH-nya dan melepas CD sutranya. Tampaklah oleh saya pemandangan yang sangat
indah dengan buah dada yang bulat dan pentilnya yang berwarna kecoklatan menantang dan paha yang
mulus tapi yang paling menggoda adalah bagian selangkangan yang ditumbuhi pelindung alami yang
cukup lebat tapi terbentuk dan terawat sangat rapi, sungguh membuat saya menelan ludah.

Lalu Mbak Eva naik ke atas tubuh saya, dan dalam posisi jongkok kemudian mengarahkan lubang
kemaluannya ke arah kepala kemaluan saya. Begitu tersentuh, saya dan Mbak Eva menjerit pelan
bersamaan, “Uuh..” dan dengan pelan Mbak Eva menekan lubang kemaluannya dan kepala kemaluan
saya amblas ke dalamnya meskipun tidak terlalu susah tapi untuk ukuran wanita seperti Mbak Eva
kemaluannya termasuk sangat sempit, dan Mbak Eva berteriak, “Aduh.. sakit sekali.. tapi terasa nikmat,”
dan saya tak hentinya menjerit, “Terus Mbak.. nikmat sekali kemaluannya.. terus Mbak..” lalu Mbak Eva
makin menekan turun tubuhnya dan tak lama kemudian maka masuklah seluruh batang kemaluan saya
yang termasuk ukuran besar itu ke dalam lubang surgawinya. Kemudian tubuh Mbak Eva segera
menimpa badan saya dan berteriak, “Aduh sakit sekali.. uh.. aduh.. uh.. ahh..” Sesudah istirahat hampir
5 menit lamanya Mbak Eva mulai bangkit dan batang kemaluan saya tentu saja masih di dalam lubang
kemaluannya. Lalu Mbak Eva mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur sambil tangannya
menopang pada tubuh saya dan terdengar suara tubuh kami berbenturan, “Piak pret piak..” dan dengan
gerakan yang liar Mbak Eva menaiki tubuh saya dan sambil terus menggoyang tubuhnya dan terus
berpacu untuk mencapai puncak kenikmatan dunia dan terus mendesah, “Uuh.. ah.. ah.. nikmat sekali..
uh.. ah..” Sedangkan tangan saya tak hentinya meremas buah dadanya dan memainkannya.

Lalu sesudah hampir 10 menit Mbak Eva berkata, “Saya mau sampai..”

Saya pun berkata, “Saya juga Mbak.. tahan sebentar lagi..”

Tak lama kemudian terdengar Mbak Eva menjerit “Uuh.. saya sampai.. uh..”

Dan saya juga merasa bendungan saya sudah jebol dan mendesah, “Uh.. saya juga.. nikmat sekali.. ahh..
enakk..” dan terasa adanya cairan hangat di kemaluan saya, lalu Mbak Eva jatuh lemas di tubuh saya,
sedangkan kemaluan saya juga belum dicabut keluar karena kami sudah lemas sesedah pertempuran
yang hebat tersebut. Lalu setelah hampir 15 menit Mbak Eva bangkit dan sambil tersenyum berkata,
“Nikmat sekali Jeff.. kamu hebat dech..” dan saya berkata, “Sekali lagi dong Mbak.. yach..!” tapi Mbak
Eva berkata, “Lain kali aja yach, Mbak capek..’ Lalu saya mengiyakannya dengan sangat kecewa.

Lalu Mbak Eva bangkit dan bermaksud mengambil pakaiannya, tapi melihat bukit kemaluannya Mbak
Eva, nafsu saya bangkit kembali. Lalu saya menarik tangan Mbak Eva serta mendorongnya merapat ke
dinding lalu saya jongkok dan saya benamkan kepala saya ke selangkangan Mbak Eva dan dengan pelan
saya menjilatinya, dan Mbak Eva mendesah, “Aduh.. geli.. ah.. udah dech!” sambil tangannya menekan
kepala saya, tapi saya tidak menghiraukan peringatannya sambil terus memainkan lidah saya di
kemaluannya. Setelah seluruh bulu kemaluan Mbak Eva basah, saya beralih ke klitorisnya dan Mbak Eva
mendesah hebat sambil menjambaki rambut saya, “Uuh.. terus.. enak sekali.. sungguh.. ah.. ahh..
ehmm..” dan terus saja lidahku bermain di klitoris dan lubang kemaluannya. Tak lama kemudian
jambakan Mbak Eva makin dahsyat dan menjerit serta mencapai orgasme keduanya, “Aduh.. saya
sampai.. terus Jeff.. uh.. ehm.. uh.. hu..” dan saya segera menghisap habis seluruh cairan kemaluannya.

Setelah agak lama Mbak Eva mulai tenang dan setelah itu saya bangkit tapi tubuh Mbak Eva seperti
kehilangan keseimbangan dan mau jatuh, untung saya segera menangkapnya dan dia berkata, “Huh..
kamu ini, Mbak lemas sekali gara-gara kamu..”

Dan saya berkata, “Sorry Mbak, soalnya saya nafsu sekali melihat Mbak, tapi Mbak Eva musti janji yach,
lain kali Mbak harus menebus kekurangan hari ini.”

Mbak Eva berkata, “Iya dech.. Mbak janji tapi sekarang Mbak musti istirahat, Mbak capek sekali, kalau
nanti sudah pulih Mbak pasti melayani kamu lagi, tapi sekarang sebagai hukuman kamu musti nemenin
Mbak ke bawah, soalnya Mbak lelah sekali nanti jatuh lagi.”

Saya berkata, “Beres Mbak!”

Setelah mengantar Mbak Eva ke tempat tidurnya saya mencium pipinya dan berkata, “Selamat
beristirahat Mbak!” Mbak Eva tersenyum. Sebelum keluar dari kamarnya, tangan saya pun meremas
buah dadanya yang empuk sedangkan tangan satu lagi bergerilya di dalam CD-nya dan memainkan bukit
kemaluannya. Mbak Eva segera melototkan matanya kepada saya dan saya segera berlari keluar dengan
tersenyum dan Mbak Eva berkata, “Dasar kamu ini nggak pernah puas yach.. dan tolong kunci
pintunya..!” dan saya menjawabnya penuh kepuasan, “Beres Mbak..’ Lalu saya kembali ke kamar tidur
saya lagi. cerita ini bermula ketika gw ma cewek gw lg bokinan di daerah puncak. tepatnya di daerah
kebon teh yg namanya gw lupa. ketika itu gw ma cewek gw lagi duduk berduaan di sebuah bangku yg di
payungi pepohonan besar, dan yg paling penting tuh tempat sepi bgt soalnya bukan hari libur.
alkisah, setelah lama ngobrol. cewek gw bilang klo dia tuh ngantuk, ya udah gw suruh aja dia tidur.
Lagian gw kasihan juga ma cewek gw, keliatannya dia ngantuk. waktu pun berlalu, cewek gw tidur pules
sambil bersandar di dada gw. entah kenapa saat itu otak gw jadi rada aneh, dan entah kenapa mata gw
jadi tertuju ke dua belah dada cewek gw yg nyembul di balik kemeja pink nya.

ga tau setan dari mana yg lewat, gw memberanikan diri buat nyentuh payudara cewek gw secara
perlahan. perlu dijelaskan, perlahan disini bukan mencet tapi cuma nyolek dikit soalnya gw takut gitu.
lagian gw belom pernah ngelakuin yg kayak gitu. tapi lama2 gw jd pengen lebih dan lebih. dan akhirnya
gw beranikan diri buat meremas remas payudara cewek gw yg secara jujur gw akui ukurannya
proporsional bgt!!!. gw seakan mendapat angin segar ketika mengetahui cewek gw cuma bergumam
”eh…,eh….emm…” alias dia ga sadar/masih tidur. perlahan gw buka kancing kemejanya satu persatu
waw…. baru kali ini gw ngeliat pemandangan langsung kayak gitu, selain proporsional kulitnya juga putih
dan lembut. akhirnya gw pun semakin panas, gw coba nurunin bra yg dia pake. bra yg dia pake tuh yg ga
pake tali, jadi tinggal diturunin doang. dan putingnya itu warnanya pink merah muda gitu, anjrit!!! gw
jadi nepsong berat. ketika gw pencet dan gw pelintir pelan, cewek gw ngedesah ”ehh…,emm…,aahh…,
dan dia rada gerak gitu. spontan gw jadi salting karena gw ngeri dia bangun. tapi ternyata tidak. dan
dengan keberanian penuh gw coba isep putingnya ”nyemm…,nyemm…” dan baru saat itu gw ngerasain
nikmatnya yg namanya puting cewek. dahsyat bro…!!!tetapi karena keasikan gw ga memperhatikan
keadaan, ga sadar ternyata cewek gw bangun dan dia langsung berontak ” eh… kamu lagi ngapain…!!!
jangan kurang ajar gitu dong..!!! sumpah saat itu gw bingung setengah mati!!! dalam hati gw ”wah bisa
di PHK nih gw”. tapi berhubung setan di kepala gw dah numpuk, gw ga peduli ma rintihan cewek gw.
sambil gw paksa gw terus isep puting cewek gw sambil sesekali gw gigit kecil. cewek gw cuma bisa
”ahh…,jangan di…,ahh…”. tapi ajaibnya lama2 cewek gw ngelunak gitu, dan dia jadi pasrah ngebiarin gw
ngelakuin itu semua. mungkin udah kerasa enak kali ya…???

lama-lama gw semakin ga terkendali, tangan kanan gw yg dari tadi megangin payudara cewek gw yg
sebelah kanan jadi menjalar ke bawah. sambil menerobos rok nya yg berwarna putih, disitu gw belai2
selangkangannya yg hangat dan mulai basah, wah ternyata kayak gini toh rasanya. maklum pertama kali.
saat itu cewek gw berusaha ngeluarin tangan gw tapi gw cuek aja. terus aja gw belai dari lembut sampe
rada kasar gitu. dan cewek gw cuma mendesah ga jelas ”ahh…,emm…,eng…,egh….,”. akhirnya gw selipin
tangan gw untuk menyentuh vaginanya yg ditumbuhi bulu2 halus. wah… enak banget rasanya, jadi ga
sabar pengen nyobain dalemnya. trus gw masukin jari gw ke celah2 lubang vaginanya. cewek gw makin
bereaksi, pinggulnya mulai bergoyang2 gitu. terus kepala gw yg masih ngisep putingnya di teken abis ke
payudaranya. setelah lama ge mainin gw ngerasa cewek gw ngejang gitu dan jari gw ngerasa ada cairan
yg keluar dari vaginanya. oh… mungkin dia orgasme, jadi gini klo cewek orgasme, baru tau gw. dari situ
cewek gw udah pasrah abis, langsung aja gw jongkok di hadapannya dan gw naikin kedua kakinya ke
atas bangku dan gw buka lebar2 kedua belah pahanya yg padat. lalu gw buka celana dalamnya yg juga
berwarna pink. tanpa jijik (lagi kayak gitu mana inget gw jijik apa enggak) gw jilatin vaginanya, pokoknya
gw terapin semua ilmu yg gw dapet dari baca buku bokep ampe film2 bokep. dan cewek gw tuh
menggelinjang ga jelas sambil mulutnya terus mengeluarkan suara2 yg ga jelas
”aahhh…,aaahhh….,eehhh….,”. lama2 tubuhnya bergetar persis seperti yg kaya pertama dan lidah gw
ngerasain suatu cairan rasanya agak ga jelas gitu. dan kali ini gw rasa agak banyak gitu, setelah itu dia
jadi bener2 lemes. si joni alias otong gw yg dari tadi nyodok pengen keluar akhirnya gw keluarin. ketika
mau gw masukin ke lobang cewek gw, cewek gw langsung nutup pahanya. ” tolong jgn dimasukin di,
belum saatnya” begitu katanya sambil mengiba. gw jadi ga enak hati, tapi dah tanggung dikeluarin nih!!!
akhirnya gw bujuk cewek gw, dan akhirnya dia mau tapi ga dimasukin tapi di gesek2 doang diluar alias
peting. gw ngerti soalnya buat dia keperawanan itu adalah segalanya. ya udah akhirnya gw peting deh.
setelah beberapa lama peting, gw ngerasa klo gw mo bucrat, dan ahh… gw keluarin deh cairan kentel
warna putih ke vaginanya. rasanya puas bgt!!! abis itu gw duduk bareng ma dia. sambil istirahat gw
ambil tisu yg ada di tasnya dan gw bersihin vaginanya yg basah. tapi gw jadi pengen disepong nih. cewek
gw gak mau tapi sekali lagi berkat rayuan maut, dia pun mau. wow… rasanya enak banget, bibirnya yg
tipis dan mungil mengulum penis gw. rasanya anget gitu. setelah bersih. gw segera merapikan celana
dan baju ga yg acak2an begitu juga ma cewek gw. akhirnya gw balik deh ke rumah setelah gw anterin
cewek gw dulu ke rumahnya. bener2 pengalaman pertama yg takSelama 5 tahun berjalan, aku hidup
bersama tante wisi, dan aku harus menikahi cici, aku sekarang bekerja sebuah perjalan wisata, kami
merasa pernikahan yang baru berjalan sekitar 7 bulan ini, dan hidup kami bagiah aku dengan cici, kami
tak perlu memakai kondom lagi, cici pun mulai hamil sambil kulia, dia tidak malu walaupun hamil sambil
kulia, selama ini aku dan cici masih sempat datang kerumah tante wisi, selama aku kuliah di semester 6
aku sudah tidak tinggal di rumah tante wisi, sebab 3 tahun lalu tante wisi berencana ingin menikah
dengan duda, dan pernikah mereka berlangsung. Selama pernikah tante sudah di karunia seorang anak
1 dan kami sangat rukun sekularga.

Hinga suatu saat ada pertemuan keluarga, yang mengharuskan kami ngumpul dirumah gadang atau
rumah keluarga, di situlah kami bercerita bersama mengenang masa lalu, dimana kami sangat di beri
perhatian, selam bercerita aku melihat tante wisi sangat bahagia, dengan anaknya sehinga, lupa ama
kami, aku tetap berama cici, yang mangkin hari semangkin sayang. Aku pergi kebelakang rumah dan
melihat pematang sawah yang menguning, aku berdiri sambil merokok, dan tante wisi menghampiri ku,
nanda sayang…, suara yang mengingikat aku meneteskan air mata, eh nanda sayang kau sedih kenapa,
eh tante ngak Cuma ingit tante, nanda sayang ama tante juga cici, kamu cici bahagiah bener tante lihat,
eh nanda kita duduk disana yuk sambil cerita dan…, ayo ngapain tante, banyak orang di depan ananti
malah kita di gebukkin, hehee… kamu masih kaya dulu sayang, kami duduk di dekat sawah dan
bercerita, dalam cerita ada salah obrolan yang membuat ku sok.

Nanda semalam, tante main ama om, tapi tak sepuas dengan mu, nanda tante ada problem, apa tuh
tante masalahnya, semalam kan tante eh bukan udah 2 malem tante main, tapi si om nebak di dalam
dan masalahnya, kamu jangan marah ya, air mani om tante keluar dikamar mandi tante hanya mau
punya tidak banyak, jadi apa masalahnya apa tante.., tante ingin punya anak dari kamu satu.., HAH.. apa,
ya sayng kamu mau ya…, tante udah pesan kamar hotel buat besok, tante mau anak dari kamu ya…,
iya deh tapi tante masih kaya dulu ngak…, tenang aja sayang, iya malam ini aku ngak maen ama cici
deh, eh ya cici gimana, mainnya, muantep tante.. heheh.,

Keesok hari kami pun udah dikamar hotel sekitar jam 1 siang, kami melepas rindu, sambil bercerita dan
bermeseraan, tanpa basah basih aku langsung nyosor duluan, dan mulai meraba tante yang masih
megenakan baju kerja aku juga mengenakannya, kami berciuman seperti dulu, dan mebuka baju satu,
nanda sayang kamu hari bebas, iya tante ngak perlu pake kondom, tante walau udah hampir 40 tante
masi seperti dulu, sayang kamu tau hari ini tante ultah, itu makanya minta ama kamu, (dalam hati wah
sama kaya dulu aku dengan cici bisa gile nih), aku mulai merapa tetenya dan merasa air asi yang begitu
hangat, tante…, sekarang punya tante wangi.., iya terus jilat sayang.. enak sayang.., auuhh..
ouu..ouuhh.. gimana tante enak sayang…, enak nandaaa..aaahh air vagina pun mulai mengalir dari
lubang panas tak bertuan.., ahh..aaaaahhh…aahh, sini nanda sayang tante cun.., muaacch.. tante
sekarang…, kamu lebih garang sekarang tante blum bilang iya tapi anu kamu udah didalam, abais udah
lama ngak kena…, terus sayang tante udah lama ngak rasa kenagan yang tante impikan…, aku masi
diatas tubuh tante, kali bener2 lama ku bikin sampai aku bener lemas…, udah hampir 15 mnt lebih
diatas tubuh tante… nanda teru.. terus.. aauuu… sayangg.. ouuhhmm.. ehhmmm… tante mau
keluar, nanda juga tante ahh..ahhh.. crot crot ..crot ..crot hampir 5 kali tembakan air mani bersarang di
vagina tante, ahh… ahh…ahh…, sayang kuuu ananda ahhh..ahh..aouuhh, ahhhh…. Sayang makasi
ya, iya tasnte.

hari pun udah jam 2:30, kami terpask istirah kali bener2 perjuang yang mantap, kami bercerita seperti
biasa, dan tante pun memulai membuka semuanya, nanda kkamu jangan kaget ya.., tante tau semua
yang kamu lakukan sebelum nikah ama cici, gaya kamu ama cici tante ngerti kalian kasmaran. Maka dari
itu tante ingin ka;ian tetap bersatu, tapi itu sudah terjadi tante seneng kok, anak mu juga kasi sayang ku,
makasi ya tante.., kami segera menuju kamair mandi hotel, dan tak tahan kami main dengan posisi
berdiri tangan ku memmeluk tante dari belakang, tangan kiri meremas dadanya, ah..auu.. ehhmm…
terus remas nanda…, lama2 buah dadanya mangkin megeras aku merasa semangkin tegang,

lalu ku tunggikan badannya lalu kumasukan kemluanku ke vaginanya, ah..aahh… ahh.. trus masukan,
iya tante aku semangkin megoyang maju mundur dan ku lihat dari kaca wastafel buah dada yang
bergoya yang telah mengeras, ahh…ahh.., aduh tante enak.., iya terus nanda, vagina semangkin licin,
organesme semangkin memuncak, ahh..nnandaa…ahh..ouuhhh.., aku pun mencabut dan
menrebahkan tante tate di lantai dan menidurinya, ahh…terus..masukan sayang..ahh..buat aku
melayang sayang, iya tante … aku megoyang maju mundur secepat mungkin dan kurasakan vagina
yang semangkin memanas seperti lava gunung yang baru meletus vagina yang semangkin mengigit
gigit,…ahh…ahh tante aku mau keluar aahh… ouuhh..aahh…ahhh crot…crot..aku pun
menembak didalam yang kedua kalinya, ahh…ahhh..sambil tetap mengoyang tante pun mulai
mencapai organesme yang kedua, nanda..terus goyang betar lagi tante keluar,
ahh..ahhh…ouhh…aaaaacccchhh…,iyaa taantte..aaahhh..aahh, aahhh, ouu, huu.., makasi ya sayang
aku pun tertidur diatas badan tante dan tante langsung memeluk ku, makasi ya nanda ini akan jadi anak
kita.., kami segera berkmas dan meningalkan hotel, dan kejadian kami jalankan sampai hidup seperti
biasa samapi sekarang. Kenalkan, nama saya Setiowati, umur saya 22 tahun,

saya baru lulus dari Akademi Perawat di salah satu

kota kecil di Jawa Timur. Sekarang saya bekerja di

Rumah Sakit Swasta di kota Y, baru satu bulan ini saya

bekerja.

Saya tinggal di rumah Tante, secara keseluruhan saya

sudah tinggal 6 bulan di kota ini, untuk mencari

kerja, untunglah akhirnya saya mendapat pekerjaan di

Rumah Sakit tersebut. Sebagai orang baru di Rumah

Sakit ini, saya banyak mendapat teman dan kenalan

baru. Salah satunya adalah Kepala Bangsal Bedah,

atasan saya langsung, dimana saya ditempatkan. Ibu

Winantu kami memanggilnya, umurnya hampir 40 tahun,

akan tetapi sampai sekarang belum menikah juga,

walaupun kalau saya lihat sebenarnya Kepala Bangsal

saya ini wajahnya cantik, bentuk badannya sensual dan

kulitnya putih pula. Saya mendengar selentingan kabar

dari teman-teman disini, kalau Ibu Winantu sebenarnya

simpanan salah satu dokter Kebidanan dan Kandungan

yang juga bekerja di Rumah Sakit yang sama. Sebagai

Kepala Bangsal Bedah, Ibu Winantu sangat disegani,

karena selain secara fisik lebih besar dari rata-rata

perawat bangsal Bedah, juga mulutnya sangat pedas,

terutama untuk perawat-perawat yang lain. Yang lebih


menarik pula, gelang dan cincin berlian di tangan.

juga jam tangannya yang bertuliskan “Cartier”.

Pantaslah kalau gossip itu benar, Ibu Winantu simpanan

salah satu dokter kaya yang juga bekerja di Rumah

Sakit ini.

Sebagai perawat, kami kadang bergiliran bertugas jaga

24 Jam, kebiasaannya di bangsal saya yang bergiliran

jaga adalah perawat senior dan yunior, tidak

terkecuali saya dan Ibu Winantu. Pada suatu hari, saya

mendapat jadwal tugas jaga bersama Ibu Winantu,

Sebenarnya saya sangat takut, karena selain saya masih

baru, saya juga “ngeri” padanya.

Ada yang membuat saya terkejut, ketika semua perawat

teman-teman saya selesai bertugas jam 14.00, tinggal

kami berdua sebagai perawat jaga hari itu.

“Dik Wati” Ibu Winanti memanggil sambil tersenyum

“Iya, bu”, kaget saya. Sebelum ini, terutama ketika

bertugas pagi hari, tidak pernah sekalipun Ibu Winantu

memanggil saya dan teman-teman yang lain dengan

sebutan “Dik”, apalagi memanggilnya sambil tersenyum.

Mimpi apa saya ini ?.

“Ini, statusnya dilengkapi dan periksa ulang Suhu dan

Tensi untuk kamar 9 dan 10″

“Iya, Bu”, saya seperti kerbau dicocok hidung.

Segera saya lakukan perintahnya. Setelah selesai,


menyusul perintah-perintah “manis” yang lain, saya

hanya bisa menuruti. Walaupun saya iri juga padanya,

karena Ibu Winantu hanya duduk manis di meja counter

depan Bangsal Bedah sambil menonton TV.

Akhirnya selesai juga perintah-perintah “Sang Ratu”,

jam sudah menunjukkan jam 17.00, saatnya jadwal

kunjung pasien. Pada saat ini biasanya perawat jaga

saatnya untuk beristirahat dan mandi sampai selesainya

jadwal kunjung pasien.

Saya kelelahan, tapi inilah resikonya sebagai perawat

yunior. Saya masuk ke kamar jaga perawat, dan

merebahkan diri untuk tidur-tiduran sebantar sambil

beristirahat.

Tidak berapa lama kemudian Ibu Winantu masuk ke kamar

juga, dia juga ikutan rebahan di tempat tidur yang

lain. Mulailah dia menginterogasiku.

“Sudah punya pacar, dik ?

“Dulu, Bu”

“Dulu waktu sekolah di Akper juga tinggal di asrama

Akper ?”

“Iya”

Ibu Winantu tertawa,

“Kenapa Bu, kok tertawa ?”

“Hayo, dulu waktu di asrama sering nonton BF

bersama-sama, tho ?”
“Iya, kok ibu tahu ?”

“Saya dulu waktu masih sekolah juga sama saja dengan

dik Wati”

Setelah itu malahan Ibu Winantu cerita mengenai BF

dengan detail dan cerita-cerita mengenai main

kucing-kucingan memasukkan cowok ke asrama dan hal-hal

porno lainnya, sambil tertawa-tawa. Walaupun geli

ditelinga mendengarnya, saya menanggapinya dengan

malu-malu karena itulah yang juga kami sering lakukan

di asrama. Walaupun saya menjadi tidak jenak, akan

tetapi senang juga mendengarkan cerita-cerita itu

sambil mengingat masa-masa sekolah.

“Dik Wati, pernah “main” dengan pacarnya ?”

“Belum, Bu”

“Oh.nanti saya ajarin”

“Baik, Bu”, jawab saya asal-asalan, saya pikir itu kan

hanya cerita-cerita omong kosong, walaupun saya juga

tidak punya niat serius mendapat pelajaran dari Ibu

Winantu.

“Saya mandi dulu, Bu”

“Ya, nanti saya menyusul”

Saya mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Wah,

asyik juga, kalau Bu Winantu mau mandi bersama saya.

Karena dulu waktu di asrama, saya sering pula mandi

berdua dengan teman-teman, sebagaimana pula dengan


teman-teman yang lain. Kadang kami sering kagum

dengan badan dan tetek teman yang lain, walaupun

sering mandi bersama tidak pernah terjadi seperti yang

ada di BF, apa itu namanya ? lesbian ?.

Ditengah saya mandi, terdengar ketukan di pintu.

“Siapa, yaa ?”

“Saya, dik” suara Ibu Winantu menyahut

Saya bukakan pintu kamar mandi, tentu saja saya dalam

keadaan telanjang. Ibu Winantu langsung masuk ke kamar

mandi, dan melepas bajunya satu persatu. Saya berhenti

mandi dan hanya memandanginya, saya berdebar-debar

ingin melihat “peralatan” Ibu Winantu.

Ternyata betul dan nyatalah Ibu Winantu sekarang sudah

telanjang pula bersama saya di kamar mandi. Kulitnya

putih mulus, teteknya agak besar, mungkin cup B,

perutnya rata dan rambut kemaluannya lebat. Dibanding

kulit saya yang lebih coklat dan rambut kemaluan saya

yang hanya sedikit sekali, saya iri juga.

“Kenapa dik ?”Ibu Winantu membangunkan lamunan sesaat

saya, sambil tersenyum.

“Ndak, Bu, ndak apa-apa”

“Oh, rambut yang bawah hanya sedikit yaa”, sambil

tangannya menjulur mengelus memek saya. Saya

terkesiap, ada perasaan aneh pada memek saya ketika

tangannya mengelus lembut memek saya. (saya teringat


dulu ketika di asrama, kadang kalau mandi bersama

teman yang lain, sering guyonan mengelus memek teman

lain seperti itu, tapi tidak ada rasa apa-apa). Secara

refleks pula saya menarik napas panjang dan menutup

mata.

“Kenapa dik ?, enak ?”

Saya membuka mata dan tersipu malu.

“Oh…, belum pernah yaa” Ibu Winantu tersenyum,

sambil matanya menyempit memperhatikan saya.

Saya juga hanya tersenyum sambil menggigit bibir. Saya

ingin Ibu Winantu mengelus memek saya lagi seperti

tadi, kata saya dalam hati.

Saya merasa itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba Ibu

Winantu berjongkok di hadapan saya dan mulai menjilati

memek saya. Saya terkaget-kaget dan keenakan. Sambil

berdiri, saya sandarkan punggung saya ke tembok kamar

mandi. Saya tidak bisa dan tidak mau menolaknya, saya

ingin menikmatinya. Ibu Winantu sangat ahli menjilati

memek saya, dengan lembut dia membuka lebar paha saya

dan membuka pelan-pelan bibir kemaluan luar saya. Saya

merasakan sangat nikmat dibawah sana, di kemaluan

saya, ketika lidah Ibu Winantu menjilat-jilat kemaluan

bagian dalam saya, sungguh enak dan nikmat sekali,

terutama ketika bibirnya yang basah menjilati klitoris

saya. Saya menutup mata menikmatinya, tetek saya juga


ikut mengeras, kedua tangan saya meremas bahu Ibu

Winantu yang berjongkok di depan saya. Saya menutup

rapat-rapat bibir saya terdiam, sambil menggigit

kencang bibir saya, enak sekali, enak sekali, enak

sekali.

Hanya napas saya makin lama makin berat, dan makin

lama saya makin merasa kemaluan saya makin basah dan

makin basah.

“Ooohhhhhhhhhh…”, saya mendesah agak keras, saya

merasa melayang dan lupa segala dalam sesaat. Kemaluan

saya bagian dalam terasa berdenyut-denyut

berkepanjangan, tubuh saya serasa melayang dengan

segala rasa yang pernah saya alami. Untuk pertama

kalinya saya merasa mulai mengetahui kemaluan saya

sendiri dan kenikmatannya yang luar biasa. (itu

namanya orgasme, yaa).

“Sudah, dik ?” suara Ibu Winantu menyadarkanku

“Maaf, Bu”, sambil saya memeluk tubuh telanjang Ibu

Winantu yang sudah kembali berdiri dihadapan saya.

Saya merasa ingin dibelai dan disayangi, disamping

tubuh saya yang mendadak lemas, setelah merasakan

puncak kenikmatan tadi.

“Tidak apa-apa” Ibu Winantu masih tersenyum “Wajar

saja, tidak usah khawatir” Ia melanjutkan. Sambil


dipeluknya tubuh saya yang juga telanjang. Dia raih

kepala saya, dan diciumnya bibir saya dengan lembut,

lidahnya juga masuk kedalam mulutku, menjilati lidah

saya. Untuk pertama kalinya pula saya merasakan ciuman

dari seorang wanita, apalagi wanita matang dan

berpengalaman seperti Ibu Winantu. Ternyata lebih

nikmat dan halus, dibanding ketika pertama kalinya

saya merasakan ciuman dari seorang cowok.

“Ayo dik, lekas mandinya” “Nanti malam giliran saya

ya”, Ibu Winantu tersenyum penuh arti pada saya.

Saya mengangguk pelan, dan ingin “waktu” itu segera

datang.

Malam itu, setelah tugas-tugas sebagai perawat telah

selesai, di kamar tidur perawat saya belajar

“melayani” Ibu Winantu, ternyata indah sekali. Sungguh

hari itu, sore dan malam yang tidak terlupakan.

Sejak saat itulah pula, Ibu Winantu menjadi mentor

saya. Saya selalu menunggu waktu-waktu tugas bersama

lagi dengan Ibu Winantu dan kencan-kencan kami lainnya

di luar jam dinas Rumah Sakit, berbagi waktu dengan

“suami” tidak resmi Ibu Winantu, dokter Calvinus,

seorang dokter Kebidanan dan Kandungan.


Kira-kira empat bulan lalu, aku pindah dari rumah kontrakanku ke rumah yang aku beli. Rumah yang
baru ini hanya beda dua blok dari rumah kontrakanku. Selain rumah aku pun mampu membeli sebuah
apartemen yang juga masih di lingkungan aku tinggal, dari rumahku sekarang jaraknya 3 km. Selama aku
tinggal di rumah kontrakan, aku mengenal seorang pembantu rumah tangga, sebut saja Yarmi. Dia juga
pelayan di toko milik majikannya, jadi setiap aku atau istriku belanja, Yarmi-lah yang melayani kami. Dia
seorang gadis desa, kulit tubuhnya hitam manis namun bodinya seksi untuk ukuran seorang pembantu
rumah tangga di daerah kami tinggal, jadi dia sering digoda oleh para supir dan pembantu laki-laki, tapi
aku yang bisa mencicipi kehangatan tubuhnya. Inilah yang kualami dari 3 bulan lalu sampai saat ini.

Suatu hari ketika aku mau ambil laundry di rumah majikan Yarmi dan kebetulan dia sendiri yang
melayaniku.

“Yarmi, bisa tolong saya cariin pembantu…”

“Untuk di rumah Bapak…?”

“Untuk di apartemen saya, nanti saya gaji 1 juta.”

“Wah gede tuh Pak, yach nanti Yarmi cariin… kabarnya minggu depan ya Pak.”

“Ok deh, makasih yah ini uang untuk kamu, jasa cariin pembantu…”

“Wah.. banyak amat Pak, makasih deh..”

Kutinggal Yarmi setelah kuberi 500 ribu untuk mencarikan pembantu untuk apartemenku, aku sangat
perlu pembantu karena banyak tamu dan client-ku yang sering datang ke apartemenku dan aku juga
tidak pernah memberitahukan apartemenku pada istriku sendiri, jadi sering kewalahan melayani tamu-
tamuku.

Dua hari kemudian, mobilku dicegat Yarmi ketika melintas di depan rumah majikannya.
“Malam Pak…”

“Gimana Yar, sudah dapat apa belum temen kamu?”

“Pak, saya aja deh.. habis gajinya lumayan untuk kirim-kirim ke kampung.”

“Loh, nanti Ibu Ina, marah kalau kamu ikut saya.”

“Nggak.. apa-apa deh Pak, nanti saya yang bilang sama Ibu.”

“Ya, sudah kalau ini keputusanmu, besok pagi kamu saya jemput di ujung jalan sini lalu kita ke
apartemen.”

“Ok… Pak.”

Keesokan pagi kujemput Yarmi di ujung jalan dan kuantarkan ke apartemenku. Begitu sampai Yarmi
terlihat bingung karena istriku tidak mengetahui atas keberadaan apartemenku.

“Tugas saya apa Pak…?”

“Kamu hanya jaga apartemen ini, ini kunci kamu pegang satu, saya satu dan ini uang, kamu belanja dan
masak yang enak untuk lusa karena temen-temen saya mau main ke sini.”

“Baik Pak…”

Dengan perasaan agak tenang kutinggalkan Yarmi, aku senang karena kalau ada tamu aku tidak akan
capai lagi karena sudah ada Yarmi yang membantuku di apartemen.

Keesokannya sepulang kantor, aku mampir ke apartemen untuk mengecek persiapan untuk acara besok,
tapi aku jadi agak cemas ketika pintu apartemen kuketuk berkali-kali tidak ada jawaban dari dalam.
Pikiranku khawatir atas diri Yarmi kalau ada apa-apa, tapi ketika kubuka pintu dan aku masuk ke dalam
apartemenku terdengar suara dari kamar mandiku yang pintunya terbuka sedikit. Kuintip dari sela pintu
kamar mandi dan terlihatlah dengan jelas pemandangan yang membuat diriku terangsang. Yarmi sedang
mengguyur badannya yang hitam manis di bawah shower, satu tangannya mengusap payudaranya
dengan busa sabun sedangkan satu kakinya diangkat ke closet dimana tangan satunya sedang
membersihkan selangkangannya dengan sabun.

Pemandangan yang luar biasa indah membuat nafsu birahiku meningkat dan kuintip lagi, kali ini Yarmi
menghadap ke arah pintu dimana tangannya sedang meremas-remas payudaranya yang ranum
terbungkus kulit sawo matang dan putingnya sesekali dipijatnya, sedangkan bulu-bulu halus menutupi
liang vaginanya diusap oleh tangannya yang lain, hal ini membuat dia merem-melek. Pemandangan
seorang gadis kira-kira 19 tahun dengan lekuk tubuh yang montok nan seksi, payudara yang ranum
dihiasi puting coklat dan liang vagina yang menonjol ditutupi bulu halus sedang dibasahi air dan sabun
membuat nafsu birahi makin meningkat dan tentu saja batangku mulai mendesak dari balik celana
kantorku.

Melihat nafsuku mulai berontak dengan cepat kutanggalkan seluruh pakaian kerjaku di atas sofa,
dengan perlahan kubuka pintu kamar mandiku, Yarmi yang sudah kembali membelakangiku, perlahan
kudekati Yarmi yang membasuh sabun di bawah shower. Secara tiba-tiba tubuhnya kupeluk dan kuciumi
leher dan punggungnya. Yarmi yang terkaget-kaget berusaha melepaskan tanganku dari tubuhnya.
“Akh.. jangan Pak.. jangan.. tolong Pak…” Karena tenaganya lemah sementara aku yang makin bernafsu,
akhirnya Yarmi melemaskan tenaganya sendiri karena kalah tenaga dariku. Bibir tebal dan merekah
sudah kulumatkan dengan bibirku, tanganku yang satu membekap tubuhnya sambil menggerayangi
payudaranya, sedangkan tanganku yang satunya telah mendarat di pangkal pahanya, vaginanya pun
sudah kuremas.

“Ahhh.. ahhh.. jja. jjangan.. Pak…”

“Tenang sayang.. nanti juga enak…”

Aku yang sudah makin buas menggerayangi tubuhnya bertubi-tubi membuat Yarmi mengalah dan Yarmi
pun membalas dengan memasukkan lidahnya ke mulutku sehingga lidah kami bertautan, Yarmi pun
mulai menggelinjang di saat jariku kumasukan ke liang vaginanya. “Arghh.. arghh… enak.. Pak.. argh…”
Tubuh Yarmi kubalik ke arahku dan kutempelkan pada dinding di bawah shower yang membasahi tubuh
kami. Setelah mulut dan lehernya, dengan makin ke bawah kujilati akhirnya payudaranya kutemukan
juga, langsung kuhisap kukenyot, putingnya kugigit. Payudaranya kenyal sekali seperti busa. Yarmi makin
menggelinjang karena tanganku masih merambah liang vaginanya. “Argh.. akkkhh… akhh… terus.. Pak…
enak… terus…” Aku pun mulai turun ke bawah setelah payudara, aku menjilati seluruh tubuhnya, badan,
perut dan sampailah ke selangkangannya dimana aku sudah jongkok sehingga bulu halus yang menutupi
vaginanya persis di hadapanku, bau harum tercium dari vaginanya.

Aku pun kagum karena Yarmi merawat vaginanya sebaik-baiknya. Bulu halus yang menutupi vaginanya
kubersihkan dan kumulai menjilati liang vaginanya. “Ssshh.. sshh.. argh.. aghh… aw… sshhh.. trus… Pak..
sshh… aakkkhh…” Aku makin kagum pada Yarmi yang telah merawat vaginanya karena selain bau
harum, vagina Yarmi yang masih perawan karena liangnya masih rapat, rasanya pun sangat
menyegarkan dan manis rasa vagina Yarmi. Jariku mulai kucoba dengan sesekali masuk liang vagina
Yarmi diselingi oleh lidahku. Rasa manis vagina Yarmi yang tiada habisnya membuatku makin
menusukkan lidahku makin ke dalam sehingga menyentuh klitorisnya yang dari sana rasa manis itu
berasal. Yarmi pun makin menggelinjang dan meronta-ronta keenakan tapi tangannya malah menekan
kepalaku supaya tidak melepaskan lidahku dari vaginanya.

“Auwwwhhh… aahhh… terus.. sedappp… Pakkkh…”

“Yar… vaginamu sedap sekali… kalau begini… setiap malam aku pingin begini terus…”

“Mmm.. yah.. Pak.. terus.. Pak… oohhh…”

Yarmi makin menjerit keenakan dan menggelinjang karena lidahku kupelintir ke dalam vaginanya untuk
menyedot klitorisnya. Setelah hampir 30 menit vagina Yarmi kusedot-sedot, keluarlah cairan putih
kental dan manis serta menyegarkan membanjiri vagina Yarmi, dan dengan cepat kujilat habis cairan itu
yang rasanya sangat sedap dan menyegarkan badan.

“Ooohhh… ough… arghhh… sshh.. Pak, Yarmi… keluar.. nihhh… aahhh… sshh…”

“Yar… cairanmu… mmmhh… sedap.. sayang… boleh.. saya masukin sekarang… batang saya ke vagina
kamu? mmhh.. gimana sayang…”

“Hmmm… boleh Pak.. asal.. Ibu nggak tahu…”

Yarmi pun lemas tak berdaya setelah cairan yang keluar dari vaginanya banyak sekali tapi dia seakan siap
untuk dimasuki vaginanya oleh batangku karena dia menyender dinding kamar mandi tapi kakinya
direnggangkan. Aku pun langsung mendempetnya dan mengatur posisi batangku pada liang vaginanya.
Setelah batangku tepat di liang vaginanya yang hangat, dengan jariku kubuka vaginanya dan mencoba
menekan batangku untuk masuk vaginanya yang masih rapat.

“Ohhh… Yarmi.. vaginamu rapat sekali, hangat deh rasanya… saya jadi makin suka nih…”

“Mmmmhh… mhhh.. Pak.. perih.. Pak… sakit…”

“Sabar.. sayang.. nanti juga enak kok, sabar ya…”

Berulang kali kucoba menekan batangku memasuki vagina Yarmi yang masih perawan dan Yarmi pun
hanya menjerit kesakitan, setelah hampir 15 kali aku tekan keluar-masuk batangku akhirnya masuk juga
ke dalam vagina Yarmi walaupun hanya masuk setengahnya saja. Tapi rasa hangat dari dalam vagina
Yarmi sangat mengasyikan dimana belum pernah aku merasakan vagina yang hangat melebihi
kehangatan vagina Yarmi membuatku makin cepat saja menggoyangkan batangku maju-mundur di
dalam vagina Yarmi.
“Yar, vaginamu hangat sekali, batangku rasanya di-steam-up sama vaginamu…”

“Iya.. Pak, tapi masih perih Pak…”

“Sabar ya sayang…”

Kukecup bibirnya untuk menahan rasa perih vagina Yarmi yang masih rapat alias perawan sedang
dimasuki batangku yang besarnya 29 cm dan berdiameter 5 cm, wajar saja kalau Yarmi menjerit
kesakitan. Payudaranya pun sudah menjadi bulan-bulanan mulutku, kujilat, kukenyot, kusedot dan
kugigit putingnya. “Ahh.. ahhh.. aah.. aww… Pak… iya Pak.. enak deh.. rasanya ada yang nyundul ke
dalam memek Yarmi.. aahh…” Yarmi yang sudah merasakan kenikmatan ikut juga menggoyangkan
pinggulnya maju-mundur mengikuti iramaku. Hal ini membuatku merasa menemukan kenikmatan tiada
tara dan membuat makin masuk lagi batangku ke dalam vaginanya yang sudah makin melebar.

Kutekan batangku berkali-kali hingga rasanya menembus hingga ke perutnya dimana Yarmi hanya bisa
memejamkan mata saja menahan hujaman batangku berkali-kali. Air pancuran masih membasahi tubuh
kami membuatku makin giat menekan batangku lebih ke dalam lagi. Muka Yarmi yang basah oleh air
shower membuat tubuh hitam manis itu makin mengkilat sehingga membuat nafsuku bertambah yaitu
dengan menciumi pipinya dan bibirnya yang merekah. Lidahku kumasukan dalam mulutnya dan
membuat lidah kami bertautan, Yarmi pun membalas dengan menyedot lidahku membuat kami makin
bernafsu. “Mmmhh… mmmhhh… Pak.. batangnya nikmat sekali, Yarmi jadi.. mmauu… tiap malam
seperti ini.. aaakh… aakkhh.. Paaakkhh.. Yarmi keeluuaarrr.. nniihh…”

Akhirnya bobol juga pertahanan Yarmi setelah hampir satu jam dia menahan seranganku dimana dari
dalam vaginanya mengeluarkan cairan kental yang membasahi batangku yang masih terbenam di dalam
vaginanya, tapi rupanya selain cairan, ada darah segar yang menetes dari vaginanya dan membasahi
pahanya dan terus mengalir terbawa air shower sampai ke lantai kamar mandi dan lemaslah tubuhnya,
dengan cepat kutahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Sementara aku yang masih segar bugar dan
bersemangat tanpa melihat keadaan Yarmi, dimana batangku yang masih tertancap di vaginanya.
Kuputar tubuhnya sehingga posisinya doggy style, tangannya kutuntun untuk meraih kran shower,
sekarang kusodok dari belakang. Pantatnya yang padat dan kenyal bergoyang-goyang mengikuti irama
batangku yang keluar-masuk vaginanya dari belakang.

Vagina Yarmi makin terasa hangat setelah mengeluarkan cairan kental dan membuat batangku terasa
lebih diperas-peras dalam vaginanya. Hal itu membuatku merasakan nikmat yang sangat sehingga aku
pun memejamkan mata dan melenguh. “Ohhh… ohhh.. Yar.. vaginamu sedap sekali, baru kali ini aku
merasakan nikmat yang sangat luar biasa… aakkh.. aakkhh… sshhh…” Yarmi tidak memberi komentar
apa-apa karena tubuhnya hanya bertahan saja menerima sodokan batangku ke vaginanya, dia hanya
memegangi kran saja. Satu jam kemudian meledaklah pertahanan Yarmi untuk kedua kalinya dimana dia
mengerang, tubuhnya pun makin merosot ke bawah dan cairan kental dengan derasnya membasahi
batangku yang masih terbenam di vaginanya. “Akhhh… aakkhh… Pak… Pakkhh… nikmattthhh…”

Setelah tubuhnya mengelepar dan selang 15 menit kemudian gantian tubuhku yang mengejang dan
meledaklah cairan kental dari batangku dan membasahi liang vagina Yarmi dan muncrat ke rahim Yarmi,
yang disusul dengan lemasnya tubuhku ke arah Yarmi yang hanya berpegang pada kran sehingga kami
terpeleset dan hampir jatuh di bawah shower kamar mandi. Batangku yang sudah lepas dari vagina
Yarmi dan masih menetes cairan dari batangku, dengan sisa tenaga kugendong tubuh Yarmi dan kami
keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur dan langsung ambruk ke tempat tidurku secara
bersamaan.

Aku terbangun sekitar jam 10.30 malam, itupun karena batangku sedang dikecup oleh Yarmi yang
sedang membersihkan sisa-sisa cairan yang masih melekat pada batangku, Yarmi layak anak kecil
menjilati es loli. Aku usap kepalanya dengan lembut. Setelah agak kering Yarmi bergeser sehingga muka
kami berhadapan. Dia pun menciumi pipi dan bibirku.

“Pak.. Yarmi puas deh… batang Bapak nikmat sekali pada saat menyodok-nyodok memek Yarmi, Yarmi
jadi kepingin tiap hari deh, apalagi di saat air hangat mengalir deras di rahim Yarmi… kalau Bapak
gimana? Puas nggak.. sama Yarmi…?”

“Yar.. Bapak pun puas sekali.. Bapak senang bisa ngebongkar vagina Yarmi yang masih rapat.. terus
terang… baru kali ini Bapak puas sekali bermain, sejak dulu sama istriku aku belum pernah puas seperti
sekarang… makanya saya mau Yarmi siap kalau saya datang dan siap jadi istri kedua saya… gimana..?”

“Saya mah terserah Bapak aja.”

“Sekarang saya pulang dulu yach.. Yarmi… besok aku ke sini lagi…”

“Oke… Pak.. janji yach… vagina Yarmi maunya tiap hari nich disodok punya Bapak…”

“Oke.. sayang…”

Kukecup pipi dan bibir Yarmi, aku mandi dan setelah itu kutinggal dia di apartemenku. Sejak itu setiap
sore aku pasti pulang ke tempat Yarmi terlebih dahulu baru ke istriku, sering juga aku beralasan pergi
bisnis keluar kota pada istriku, padahal aku menikmati tubuh Yarmi pembantuku yang juga istri keduaku,
hal ini sudah kunikmati dari tiga bulan yang lalu dan aku tidak tahu akan berakhir sampai kapan, tapi aku
lebih senang kalau pulang ke pangkuan Yarmi.

Ohhhh.. Yarmi, pembantuku? Istri keduaku?


Banu mendekatkan kedua tangannya ke pahaku lalu menarik celana dalamku ke bawah. Aku
mengangkat pantatku sedikit untuk memudahkan dirinya menelanjangiku. Tak sampai hitungan menit,
celana dalamku sudah lepas dari tubuhku. Kini kami berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat.
Sekarang Banu benar-benar terpana melihat pemandangan paling indah yang tidak pernah dilihat atau
bahkan diimpikan sepanjang hidupnya. Di hadapannya, sebuah vagina yang bersih karena tidak ada
bulu-bulunya terpampang jelas di depan matanya. Aku melihat keragu-raguan di matanya. Seperti
seorang guru yang sedang mengajari muridnya, aku dekatkan kepala Banu ke vaginaku.

“Jangan bengong aja Nak. Cium memek ibu, jilat memek Ibu. Lakukan apa saja Nak,” aku menyuruh
Banu untuk melakukan aksinya.

Tak lama, Banu mendekatkan kepalanya ke vaginaku dan mulai menciumi permukaan vaginaku. Aku
mendesah pelan. Lima menit setelah puas menciumi seluruh permukaan vaginaku, Banu mengeluarkan
lidahnya dan mulai menjilati vaginaku. Aku merasakan permukaan yang kenyal dan basah yang
menyentuh vaginaku. Perasaanku semakin tidak karuan saja. Tangan kananku berusaha membantu.
Dengan dua jari aku berusaha membuka vaginaku sehingga sekarang tidak hanya permukaanya saja
yang tersapu oleh lidah Banu, tetapi lidah Banu juga mulai masuk ke dalam vaginaku. Banu bahkan bisa
menggigit-gigit kecil.

Nafasku semakin tidak beraturan. Tanpa diperintah, Banu memasukkan dua jari tangan kanannya ke
vaginaku. Aku semakin tidak karuan saja. Dia mengocok-ngocok vaginaku sambil tetap menjilatinya.
Pantatku bergoyang-goyang tidak karuan. Tidak puas hanya menjilati vaginaku saja, saat pantatku
terangkat Banu juga menjilati lubang pantatku. Aku sebenarnya ingin melarangnya karena itu
menjijikkan tetapi aku tidak sanggup karena nafsu sudah menguasaiku. Tidak sampai lima belas menit
kemudian aku merasakan ada dorongan kuat dalam diriku.

“Ahh.. Ibuu mauu keluuaar.. Naakk..” teriakku mendekati orgasmeku yang pertama.

Serr.., ser.., air maniku muncrat keluar. Seakan tidak ingin mengecewakan Ibunya, Banu membuka
mulutnya lebar-lebar untuk menampung muncratan air maniku. Beberapa semprotan sempat mengenai
wajahnya. Mulutnya menggembung seakan tidak muat menampung banyaknya air maniku yang
memang sudah tidak keluar selama beberapa hari. Aku mengira Banu akan menelan air maniku, tetapi
ternyata pikiranku salah.
Setelah yakin bahwa vaginaku sudah tidak mengeluarkan mani lagi, Banu mendekatkan kepalanya ke
kepalaku. Aku masih belum tahu apa maksudnya. Tangan kanan Banu memegang pipiku memintaku
untuk membuka mulutku. Aku dapat menebak apa maunya, dan entah mengapa aku mau saja membuka
mulutku lebar-lebar. Banu membuka mulutnya sedikit demi sedikit. Dan sedikit demi sedikut pula,
setetes demi setetes air maniku yang sudah ditampung Banu di mulutnya menetes ke mulutku. Aku
menerima tetesan demi tetesan.

Tak lama, Banu mendekatkan mulutnya dan menciumku dengan mulut yang sedikit terbuka. Air mani
yang sudah berpindah tempat ke mulutku dipermainkannya. Lalu Banu membalik tubuhku sehingga kini
aku berada di atas tubuhnya sambil kedua mulut kami masih tetap menyatu. Dalam posisi di atas Banu,
mau tidak mau air maniku yang sudah berada di mulutku kembali mengucur ke mulutnya karena mulut
kami berdua membuka. Tak menyia-nyiakannya, kali ini Banu langsung menelan semua air maniku yang
tadi kami buat mainan di mulut kami berdua. Ditelannya semua air mani itu tanpa sedikitpun yang
tersisa untukku.

“Aahh.. Segar sekali air mani Ibu.. Enak Bu..,” kata Banu sambil tersenyum di sela daesah nafasnya yang
masih tidak teratur.

“Kamu suka Nak? Ibu senang kalau kamu menyukainya. Peju kamu juga enak kok,” kataku menimpali,
sambil tersenyum kepadanya.

Tak berlama-lama, aku turun ke bagian selangkangannya. Aku pegang kontolnya yang masih tegang
seperti tiang bendera. Aku pegang kontol Banu dengan tangan kananku. Tidak menunggu lama, aku oral
lagi kontol Banu. Banu kembali mendesah-desah mendapat perlakuan itu lagi. Aku memajumundurkan
mulutku yang sedang menghisap kontol anakku. Sepuluh menit kemudian, aku minta Banu untuk berdiri
dari sofa. Aku tidur telentang di sofa menggantikan dirinya.

“Masukkan kontolmu sayang. Memek Ibu sudah pengen ngerasain kontol gedemu,” pintaku kepada
Banu sambl menyibakkan lubang vaginaku untuk memudahkan penetrasi yang akan dilakukan Banu.

Banu memegang kontolnya dan bersiap-siap untuk mencobloskan ke vaginaku. Diusap-usapkannya


ujung kontolnya di pintu masuk vaginaku dan.. Breess..

“Aahh..,” teriakku ketika kontol gede itu menembus vaginaku.


Sleep.. Sleep.. Plok.., suara kocokan kontol banu di vaginaku.

“Enaakk.. Yaangg.. Teruss.. Kontolmu gede.. Naak..” aku meracau tidak karuan.

Banu tidak berkata apa-apa. Hanya desahan-desahan yang semakin keras yang keluar dari mulutnya.
Keringat deras membasahi tubuhnya. Aku pandangi wajahnya. Betapa tampannya anakku ini, dalam hati
aku berpikir. Aku menggoyangkan pantatku untuk mengimbangi permainan Banu. Aku mengusap
keringat yang membasahi wajahnya dengan kedua tanganku. Mungkin ini adalah kasih sayang seorang
ibu.

Lima belas menit kemudian, aku meminta Banu untuk mencabut kontolnya dari vaginaku. Banu
melakukannya walaupun dengan keraguan. Lalu aku memintanya untuk tidur telentang di sofa. Setelah
Banu tiduran, aku mengangkangi selangkangannya. Aku pegang kontol Banu, lalu aku mencoba untuk
mengepaskan ke lobang vaginaku. Setelah aku rasa tepat, aku turunkan pantatku dan.., Bleess..

Kontol Banu kembali memasuki sarangnya. Aku menaikturunkan tubuhku untuk mengocok kontol Banu.
Kedua gunung kembarku bergoyang naik turun seperti mau lepas. Aku pegang tangan Banu dan aku
arahkan ke payudaraku. Banu sudah mengerti apa yang aku mau. Sambil menggerakkan pantatnya naik
turun menyambut vaginaku, kedua tangan Banu bergerak aktif meremas-remas payudaraku. Hal ini
semakin menambah rangsangan buatku dan..

Seerr.. Seer.. Seerr.., aku mengalami orgasme yang kedua. Tetapi Banu tampaknya tidak peduli dengan
itu. Dia tetap saja menaikturunkan pantatnya. Aku biarkan saja dia meski sebenarnya aku ingin istirahat.

“Bu, ganti posisi donk, Ibu turun dulu,” kali ini Banu yang meminta untuk berganti posisi.

Aku lepaskan jepitan vaginaku yang basah karena sudah orgasme. Banu berdiri dari sofa.

“Sekarang Ibu berdiri menghadap sofa, lalu berpegangan ke sofa,” pinta Banu.
Aku yang masih tidak mengerti apa maksudnya mengikuti saja apa maunya. Setelah aku berposisi
menungging sambil berpegangan ke sofa, Banu memasukkan kontolnya ke vaginaku dari belakang.

“Aahhggh.. Hebatt.. Kamu naakk..”, aku menjerit lagi.

Kali ini dengan posisi yang belakangan aku ketahui bernama “Doggy Style” kami berdua melanjutkan
‘olahraga’ seks kami. Dari belakang Banu meremas-remas dan mengusap-usap pantatku. Ruangan ini
dipenuhi dengan suara-suara erotis yang menandakan dua insan sedang beradu kenikmatan. Tak hanya
meremas pantatku, dari belakang Banu juga meremas-remas kedua payudaraku. Aku pun tidak mau
kalah. Vaginaku meremas-remas kontolnya yang sedang berada di dalamnya. Pantatku pun tidak mau
tinggal diam. Aku memutar-mutar pantatku untuk menambah sensasi yang dirasakan oleh Banu.
Rupanya apa yang aku lakukan itu membuat pertahanannya runtuh juga. Aku pun tidak bisa lagi
menahan orgasmeku yang ketiga.

“Sayaangghh Ibu mau keluaarr laggii..,” aku menjerit keras ketika aku merasakan akan orgasme untuk
yang ketiga kalinya. Seerr.. Seerr.. Aku merasakan vaginaku basah oleh air maniku sendiri.

“Buu.. Aku juugaa mauu keluaarr..,” teriak Banu. Mendengar itu aku segera saja meminta Banu untuk
mencabut kontolnya.

“Cabut kontolmu sayang.. Ibu mau minum air pejumu lagi..,” aku memintanya.

Banu segera mencabut kontolnya. Aku segera saja berbalik dan memasukkan kontolnya ke mulutku. Aku
tidak peduli dengan air maniku yang masih menempel di kontolnya. Toh, rasanya juga enak. Sepuluh
menit aku mengocok kontolnya dalam mulutku dan..

Croot.. Croot.. Croot.., sperma Banu menyemprot ke dalam rongga mulutku. Tidak sebanyak yang
pertama memang, tapi aku tidak peduli. Semua sperma yang disemprotkan kontol Banu aku telan. Gurih
dan wangi. Aku semakin menyukai rasa sperma dari anak-anakku. Setelah kontolnya tidak lagi
mengeluarkan sperma, aku jilati kontolnya untuk membersihkannya.
Banu lalu duduk di sofa dengan nafas yang tidak karuan. Aku memandangnya, dan dia pun
memandangku. Aku tersenyum kepadanya, begitu juga dia. Aku suruh dia mendekat. Aku peluk dia
seperti seorang kekasih yang lama tidak bertemu.

“Terima kasih Nak. Ma’af, Ibu melakukan ini kepadamu. Kamu suka?” aku bertanya kepadanya.

“Banu bahagia sekali meskipun Banu tidak tahu mengapa Ibu melakukan ini. Tapi Banu tidak peduli.
Banu sayang sama Ibu,” jawab Banu sambil tersenyum.

“Tapi, bolehkah Banu melakukan ini lagi sama Ibu?” tanya anakku itu. Aku tersenyum mendengar
pertanyaannya. Toh, ini semua aku yang memulai.

“Tentu saja sayang. Kapanpun kamu mau, selama tidak ada orang,” jawabku sambil mengelus
kepalanya.

Selama kedua saudaranya tidak ada di rumah, aku dan Banu terus melakukan hubungan sedarah itu.
Kami melakukannya di tempat tidur, di dapur, di kamar mandi di mana saja asal memungkinkan. Aku
pasti akan menceritakan kelanjutan hubungan yang kami lakukan selama kedua saudaranya tidak ada di
rumah dalam tulisan selanjutnya.

Aku masih ingat, waktu itu masih klas 4 SD. Jadi aku dan kawan-kawan sama sama berkhitan. Takut juga
aku. Setelah berkhitan, luka kemaluanku dirawat. Seminggu, luka kemaluanku masih belum sembuh.
Tiap hari harus dibersihkan lukanya. Untunglah ada Bude Is, adik Ibuku, membantu membersihkan luka
kemaluanku. Malu juga aku rasanya. Tahu sendirilah, menunjukkan kemaluanku, kan?

“Nggak apa-apalah, sebab Andi masih anak-anak. Baru berumur 10 tahun.” kata Bude Is.

Bude Is berumur 32 tahun. Setiap pagi dia menolong mencucikan luka bekas khitananku, memberi obat
dan membalutnya dengan perban. Kata Ibuku, aku tidak boleh malu. Dia Budeku sendiri. Aku ini
badannya saja yang besar. Seperti murid yang berumur lebih dari 12 tahun saja. Aku suka sekali main
bola kaki. Jadi, badanku kuat dan kekar. Bude Is bekerja di Kantor kelurahan di kota Pekanbaru.

Aku tahu bahwa Budeku ini baru saja diceraikan oleh suaminya. Rupanya, suaminya sudah kimpoi
sebelum kimpoi dengan dia. Dia tidak mau dimadu katanya. Jadi dia minta cerai setelah perkimpoian
berjalan baru 6 bulan. Kasihan juga dia. Dulu dia datang ke rumah dengan berderai airmata. Ibu dan
Bapak kasihan juga melihatnya. Karena rumah kami kecil, tidak ada lagi kamar kosong, jadi Ibu
menyuruhku tidur sekamar dengan Bude Is. Jadi tidak menjadi masalah bagiku, karena dia Budeku
sendiri. Lagi pula aku anak saudaranya, dan masih anak-anak lagi. Badanku saja yang besar, tapi umurku
masih kecil. Belum tahu apa-apa.

Bude Is pun dapat mengajariku pelajaran Matematik. Sekarang aku sudah tidak suka menonton TV lagi.
Bila hari sudah malam setelah makan, aku langsung masuk kamar untuk membaca buku. Ibu
menyuruhku belajar, dan Bude Is mengajarkan jika aku mendapat kesulitan di dalam pelajaranku. Ibu
suka aku belajar dengan Bude Is. Dulu Bude Is hendak menjadi guru, tapi dia lebih suka menjadi pegawai
pemerintahan.

Bude Is memang agak cantik. Sekali lihat seperti Krisdayanti. Tinggi semampai, bidang dadanya luas,
pantatnya lebar. Padat. Dadanya montok dan berisi. Suaranya lembut dan pandai membujuk dan
memanjakan. Dulu dia orang paling cantik di kantornya. Setelah itu ada pemborong konstruksi /
bangunan yang senang sama dia. Itu sebabnya dia mau kimpoi. Tapi setelah kimpoi baru diketahui
bahwa orang tersebut sudah kimpoi dan mempunyai anak. Bude Is tidak suka ditipu dan dimadu, dan
minta cerai.

Bude Is bila tidur, dia suka memeluk guling dan mengempitkanya di sela pahanya. Kadang-kadang aku
melihat kainnya tersibak, sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus. Aku tidak ambil pusing karena
dia Budeku sendiri. Memang kulitnya putih mulus. Tidak seperti Ibuku, kulitnya coklat. Bapak Budeku
adalah keturunan Cina. Nenekku keturunan Melayu. Nenek kimpoi setelah ayah Budeku meninggal,
setelah itu Ibuku lahir. Jadi Bude Is lebih tua 3 tahun dari Ibuku.

Setelah 3 minggu, luka kemaluanku sudah baikan. Libur sekolahku pun sudah berakhir. Aku harus ke
sekolah lagi. Tiap pagi Bude Is membangunkanku. Dia selalu lebih pagi. Pagi-pagi dia selalu
memandikanku. Dia menyabuni badanku, menggosok daki di badanku. Kami pun mandi sama-sama.
Sebab aku anak-anak dan masih kecil, jadi aku mandinya telanjang saja. Bude Is berkemben saja jika
mandi. Dia pakai kain basah yang sudah lusuh. Kain itu diikat dari atas dada sampai ke pangkal paha atas
lutut. Putih mulus kulit pahanya.

Setelah selesai mandi, dia menolongku mengenakan pakaian sekolah. Habis itu dia pun mengenakan
bajunya dengan ditutupi pintu lemari yang ada kaca cerminnya. Mula-mula dia tanggalkan handuk yang
melilit tubuhnya dari kamar mandi, dan menggantikanya dengan pakaian kerjanya. Setelah itu dia
memakai celana dalamnya. Aku tidak dapat melihatnya. Lama-lama aku sudah lupa untuk melihat
badannya. Aku tahu, dia bertelanjang bulat di belakang pintu lemari kaca itu. Kadang-kadang aku
berkhayal juga, gimana bentuk tubuhnya bila Bude Is tidak memakai pakaian. Tentu sangat seksi sekali
tubuhnya.

Malam itu aku tidur lebih awal. Menjelang tengah malam cuaca agak panas. Memang di kamarku tidak
ada kipas angin, apalagi yang namanya AC. Lagi pula cuaca waktu itu musim panas. Maka malam-malam
pun terasa panas. Aku dengar Bude Is gelisah. Panas. Setelah itu dia bangun. Aku pura-pura tidur. Mata
kututup rapat-rapat. Kuintip, dia lagi membuka bajunya. Setelah itu dia buka celana dan celana
dalamnya. Dia letakkan di sudut kamar. Kemudian dia berkemben menggunakan sarung. Dia naik ke
tempat tidur dan tidur di sebelahku.

Kali ini dia tidur dengan gaya yang lain. Dia tidur menyonsang. Kepalanya ke ujung kakiku, dan kakiku
dekat wajahnya. Bila udara sudah agak dingin, barulah rasa kantuk datang. Hampir saja aku tertidur
lelap, tiba-tiba aku rasakan pantatku kena peluk. Aku terjaga. Rupanya Bude Is memeluk pantatku. Dia
tidak sadar. Setelah itu kepalaku terasa kena jepit oleh pahanya. Dia kira aku ini bantal guling agaknya.
Bantal guling ada di belakang dia. Boleh jadi dia benar-benar tidak sadar.

Cahaya lampu di beranda luar masuk dari ventilasi ke dalam kamar tidur, sehingga aku dapat melihat
paha mulus Bude IS. Putih semua. Aku mau memejamkan mata kembali. Tetapi kalau aku mulai tertidur,
Bude Is mulai gelisah. Dia merapatkan kepalaku di bawah perutnya. Mmhh..! Ada bau yang masih asing
bagiku, sepertinya berasal dari pangkal pahanya Bude Is. Belum pernah aku mencium bau seperti itu.
Seperti wangi sabun mandi bercampur dengan sedikit pesing. Makin lama baunya makin makin
mengusikku. Bila aku gerakkan kepala, maka dia makin kuat menjepit. Bagiku, bau itu masih asing.
Akhirnya aku tertidur sampai pagi.

Besok pagi dia membangunkanku. Seperti biasa, kami mandi sama-sama lagi. Seperti tidak ada kejadian
apa-apa. Dia berbuat seperti biasanya. Dia mandikan aku. Dia gosok kemaluanku.

“Sudah sembuh lukanya,” kata Bude Is, “Nggak usah diberi obat lagilah.” katanya.

Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, “Sakit nggak..?”

Aku geleng kepala, “Nggak.” kataku.

Dia pun tersenyum melihatku.

“Andi, kalau mandi harus disabuni setiap hari seperti ini.” katanya.
Diambilnya sabun, digosok ke tapak tangannya, dan langsung diusapkannya ke batang kemaluanku.
Sekali dua kali, tidak apa-apa, ketika dia gosok berulangkali aku merasakan kenikmatan. Kemaluanku
menjadi tegang dan terasa mau kencing.

Aku bilang ke Bude, “Nanti dulu Bude, Andi mau kencing.”

Dia pegang batangnya dan mengarahkannya. Dan aku pun kencing. Setelah itu dia cuci. Tidak ada sedikit
pun berprasangka yang lainnya, karena aku masih kecil.

Selesai dia memandikan aku, dia pula sekarang yang mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya,
payudaranya dan celah pahanya dengan sabun. Sampai berbusa badannya karena sabun. Baru aku tahu
bagaimana bentuk payudara perempuan. Aku pernah melihat payudara Ibuku waktu menyusui adik, tapi
lembek saja. Payudara Bude Is beda. Bagus dan putih. Padat. Kelihatan waktu dia menggosok payudara
dan di sela-sela bawah payudaranya. Aku lihat ketiaknya ada bulu sedikit. Tapi kadang-kadang kain
basahnya terangkat waktu dia menggosok payudaranya.

Aku lihat ke bawah perutnya ada bulu. Banyak dan lebat. Dipandanginya wajahku. Aku melihat ke arah
lain, berpura-pura tidak melihat ke bawah perutnya. Dia tersenyum. Aku pun tersenyum. Bude Is tidak
marah. Aku tidak mau melihat lama-lama. Aku malu untuk melihat. Karena aku masih kecil. Lagi pula aku
merasakan suatu kenikmatan yang lain rasanya. Dia siram badannya. Kemudian dia berjongkok.
Diangkatnya kain basahannya sampai-sampai nampak pantatnya. Uuhh putihnya. Dia buang air kecil
membelakangiku. Berdesir bunyinya. Aku tidak perduli, karena memang selalu begitu.

Lalu aku tanya, “Apa sebabnya perempuan kalau buang air kecil bunyinya lain?”

Bude menjawab, “Besok Bude tunjukkan apa sebabnya.”

Aku tanya, “Kapan?”

Dia jawab, “Nantilah.”

Bila aku mendengar dia kencing hari itu, aku merasa perasaanku menjadi lain. Habis itu dia cebok dan
berdiri. Kami masuk ke kamar. Dia pakaikan baju dan celanaku. Setelah itu dia berpakaian. Seperti itulah
tiap hari.

Malam ini, sekali lagi cuaca panas. Bude Is terbangun. Dia buka baju lagi, dan menggantikan dengan
sarung. Ketika tidur, dia pun menjepit kepalaku seperti malam kemarin. Aroma itu kembali mengusikku.
Tapi agak lain dari malam kemarin. Ketika dia memeluk pinggulku, aku merasakan kemaluanku
menyentuh mulutnya. Kemudian aku merasakan ujung kemaluanku seperti dijilat. Geli sekali rasanya.
Kukepitkan pahaku untuk melindungi kemaluanku. Tapi tidak bisa karena kepala Bude Is menghalangi
pahaku. Lama-lama aku biarkan saja.

Aku rasa mula-mula dia menjilat kepala kemaluanku, setelah itu ada rasa sepertinya kepala kemaluanku
masuk ke dalam mulutnya. Aku rasakan lidahnya menjilat dan menguit-nguit kepala kemaluanku di
dalam mulutnya. Uhh.., gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kemaluanku, aku menjadi tegang. Aku
mengerang menahan geli. Aku mendengar suara berdecap-decap sepertinya sedang menghisap ujung
kemaluanku, ada suara “Crup.., ceruppp..”

Bude Is menyedot kepala kemaluanku beserta air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa, kutahan
saja. Aku merasakan hendak kencing.

Lama juga Bude Is berbuat seperti itu, tapi kutahan, sebab terlalu geli. Pantatku bergoyang gelisah. Tapi
Bude Is memeluk pantatku kuat-kuat. Aku tidak dapat bergerak. Terpaksalah aku biarkan saja. Ketika aku
sudah tidak tahan lagi, aku kencing dalam mulutnya. Banyak sekali. Aku rasakan nikmat sekali kencing di
dalam mulut Bude Is. Waktu kencing, kurasakan seperti dalam khayalan saja rasanya. Kututup mataku.
Dalam gelap itu, aku tidak melihat apa-apa.

Saat itu juga aroma dari pangkal paha Bude Is bertambah kuat. Rasanya ingin aku untuk mendekatkan
hidungku ke sumber aroma tersebut. Habis itu badanku terasa letih. Lama-lama aku tertidur sampai
pagi. Esok paginya dia bangunkan aku. Seperti biasa, kami mandi bersama-sama lagi. Apa yang terjadi
tadi malam, seakan kami tidak ingat saja. Bertingkah seperti biasa.

Seperti biasa, Bude memandikan aku. Kemaluanku dibersihkan dan digosok.

Aku tanya sama Bude, “Kenapa tadi malam aku kencing tapi rasanya lain sekali, Bude?”

Dia jawab, “Itu tanda kau sudah besar.”

Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, “Sakit nggak..?”

Aku menggeleng kepala, “Nggak.” kataku.

Dia pun tersenyum padaku, katanya, “Lain kali Bude ajarkan bagaiman caranya Andi bisa kencing enak..”

Aku menganggukkan kepala.


Seperti itulah setiap malam. Aku tidak ceritakan kepada siapa pun. Karena dia Budeku sendiri. Dia sangat
sayang padaku. Lagi pula dia seperti guruku sendiri. Pada hari Sabtu awal bulan, Bapak dan Ibuku
hendak pulang ke kampung dengan adik yang belum sekolah.

Ibu berkata padaku, “Ibu dan Bapak bersama adik mau ke kampung. Satu minggu lamanya. Karena Andi
sekolah, maka Andi sama Bude aja di rumah. Lagi pula Bude Is kan kerja. Dia tidak cuti.”

Aku jawab, “Nggak apa-apalah. Lagipula Bude Is ada menemani.”

Sore itu Bude Is mengajakku nonton film bioskop. Dia baru gajian. Setelah itu kami makan sate dan
jalan-jalan. Dibelikannya aku baju dan celana dalam. Sedangkan Bude membeli BH warna merah kusam
dengan celana dalam warna hijau pucat dan body-lotion juga sabun mandi cair wangi. Parfum satu
botol. Kemudian setelah sore kami pulang. Sekalian dia beli kipas angin merk Sharp. Hari memang
panas.

Sesampai di rumah, Bude Is menyiapkan makanan. Kami makan sama-sama. Setelah makan, Bude Is
mau mandi. Aku pun juga mau mandi, sebab badanku berkeringat habis jalan-jalan. Lengket rasanya.
Kami masuk kamar mandi. Seperti biasa aku buka baju, disiram dan disabuni badanku. Kali ini dia pakai
sabun cair yang dibeli tadi. Dia pun menyiram badannya dan bersabun juga. Busanya banyak sekali. Dia
suruh aku duduk mencangkung di tepi bak air dalam kamar mandi. Kemudian dia tuang sabun cair itu ke
telapak tangannya. Digosoknya semua badanku. Wangi sekali aroma sabunnya. Banyak busanya.
Selangkangku juga Bude bersihkan dengan menggosok sabun yang di tangannya, aku merasa geli.

“Kalau Andi geli, tutup saja matanya, ya..!” kata Bude dengan suaranya yang lembut.

Aku menutup mata. Aku rasakan batang kemaluanku tegang. Lain rasanya. Tidak seperti biasanya,
karena dia sudah biasa mengobati kemaluanku setelah berkhitan dulu. Waktu dia menggosok batang
kemaluanku, aku rasa enak sekali. Geli. Badanku lemah, lututku menggigil seakan mau terduduk. Karena
takut jatuh, aku pegang kain kemben di tubuh Bude. Entah bagaimana kainnya terlucuti. Copot. Melorot
sampai ke pusarnya.

Dia bilang, “Nggak apa. Biarkan.. Bude pun mau menyabuni badan juga.”

Bude biarkan badan atasnya terbuka. Dia hanya mengikat kain basahannya di bawah perutnya. Di bawah
pusarnya. Perutnya kelihatan. Ikatannya longgar saja. Kelihatan pusar dan payudaranya. Berayun-ayun
dan bergoyang-goyang di depan mataku. Aku nikmati pemandangan itu. Sebab betul-betul terpampang
di depanku. Alamak, besar juga payudara Bude Is. Sshhh..! Seperti buah semangka besarnya.
Di tengah-tengahnya ada puting sebesar jari kelingking. Di sekelilingnya ada lingkaran sebesar duit coin
seratus besar, ketika aku lirik ke atas perutnya yang putih. Warnanya coklat. Kontras dengan warna kulit
Bude Is yang memang putih mulus. Jadi jelas sekali beda antara coklat sekeliling putingnya dengan kulit
payudaranya yang putih. Sshh.., geram aku dibuatnya. Belum pernah aku melihat payudara wanita
sejelas di depan mataku seperti saat ini. Ibuku waktu menyusui adik pun, selalu ditutup dengan
selendangnya atau Ibu pergi ke kamar menyusukan adik, tetapi kali ini justru Bude
mempertontonkannya padaku.

Tengah aku berkata dalam hati, Bude Is mengambil sabun cair lalu dituangkan ke tanganku.

“Untuk apa Bude?” tanyaku.

Bude menyuruhku menggosok badannya, menggosok payudaranya. Kemudian disuruh menggosok


perutnya, pusarnya. Terus balik ke payudaranya, sampai ke ketiak-ketiaknya. Kulihat ketiak Bude ada
bulu. Bulunya sedikit dan halus. Sementara itu, dia terus menggosok paha dan kemaluanku. Aku rasa
geli-geli enak. Sshh.., desisku menahan rasa nikmat dan geli.

Kain basahan mandinya dibuka sekarang. Tanggal semua. Tenggorokanku terasa kering tiba-tiba. Aku
menelan ludah. Sshh.., geramku. Aku belum pernah melihat perempuan telanjang di depanku. Adikku
pun belum pernah melihatku lihat telanjang. Bude menyuruhku menggosok bawah pusarnya. Awalnya
aku rasa tidak mau. Malu aku rasanya. Aku tatap wajahnya.

Bude berkata, “Gosoklah di bawah perut Bude. Nggak apa-apa. Bude nggak marah kok.”

Aku pun menggosok kemaluan Bude. Tapi aku tidak lihat di situ. Malu aku.

Aku tidak melihat apa pun. Tanganku gemetaran ketika aku mulai meraba kemaluannya. Rasanya
kemaluannya agak kesat. Aku rasa itu bulu kemaluannya. Bude Is merapatkan dadanya ke wajahku.
Wajahku menempel di antara dua payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah kehitaman. Aku
tidak berani lihat ke bawah, aku malu melihat kemaluannya. Aku tahu ada banyak bulu disana. Ihhh..,
geram aku. Lagi pula aku takut Bude marah. Bude menggosok aku, aku pun menggosok dia.

Bude menyuruhku meremas-remas payudaranya. Rasanya kenyal-kenyal empuk. Kulihat Bude Is


memejamkan mata. Dadanya bergemuruh berdegup kencang seperti orang habis berlari kencang.
Kemaluanku makin kuat dipegangnya. Bude menyorong tarik batang kemaluanku. Ketika aku menggosok
kemaluannya, dan meremas payudaranya, menghisap puting payudaranya, kurasakan kenikmatan
tersendiri. Kenyal dan lembut terasa di mulutku. Aku ikuti apa yang disuruh Bude.

Tidak lama setelah itu, Bude menarik tanganku dan meletakkannya ke bawah perutnya. Bude
menyuruhku memainkan daging sebesar kacang tanah. Bude menyuruhku menguit-guit. Aku pun
mengnarik-narik daging kecil yang sudah agak keras itu. Tapi aku belum juga berani melihat ke bawah.

Bude bilang, “Kalau nggak mau melihat, aku boleh tutup mata.”

Aku memainkan daging kecil itu dengan tangan kiri. Disodorkanya payudaranya ke mulutku dan
disuruhnya menghisap putingnya. Sedangkan tangan kananku dibawanya meremas payudaranya yang di
sebelah kanan. Aku hanya mengikuti. Bude pun meneruskan mengurut-urut dan mengocok-ngocok
kemaluanku. Lama juga kami melakukan itu. Terasa nikmat bagiku.

Tiba-tiba aku mendengar Bude Is menarik nafas dalam-dalam. Panjang sekali. Dia memeluk tubuhku.
Ditekannya payudaranya ke tubuhku. Aku lemas karena didekap kuat. Badannya tegang mengeras,
seperti orang ngejan.

Dia melenguh seperti orang sakit kepala, “Uhh.. sstt..!” mulutnya mendesis seperti orang menahan rasa
perihnya luka.

Disuruhnya aku menggosok daging kemaluannya lebih cepat. Aku pun lebih cepat memaikan dan
menggosoknya.

Aku mengangkat wajahku. Tapi ditekannya lagi ke dadanya lebih kuat. Digosok-gosokannya wajahku di
payudaranya. Aku rasa aku seperti mau lemas. Aku pun menghisap kuat puting payudaranya. Tanganku
sebelah lagi terus meremas payudaranya. Tidak lama setelah itu aku mendengar Bude Is mengerang,
seperti orang yang telah lega. Letih nampaknya.

Lalu dia mandi menyiramkan air ke tubuh indahnya. Kain untuk penutup badan yang tergeletak di lantai
dibilas dan digantung di kamar mandi. Dia keluar memakai Handuk. Dia masuk duluan ke dalam kamar.
Berkemben handuk saja. Aku masih di kamar mandi menyiram badan menghilangkan busa sabun.
Kemaluanku tegang dan merah karena digosok Bude Is tadi. Setelah mandi terus melap badan dan
masuk ke dalam kamar untuk mengenakan baju baru yang dibelikan Bude tadi.
Ketika aku masuk dalam kamar, kulihat Bude Is bersandar di dinding tempat tidur. Dia masih memakai
handuk. Matanya terpejam. Seperti orang letih saja. Diam. Aku merasa takut juga. Boleh jadi
perbuatanku tadi membuat Bude Is tidak suka.

“Marahkah Dia..?” tanyaku dalam hati.

Aku pun naik ke atas tempat tidur, duduk dekatnya.

Kutanya, “Bude marah ya..?”

Matanya membuka memandangiku. Dia tersenyum. Rambutnya wangi.

“Nggak.” katanya.

Dirangkulnya aku menempel ke tubuhnya. Wajahku dekat ke lehernya. Diusapnya punggungku, seperti
berbagi rasa sayang padaku. Hatiku sangat senang sekali.

Bude Is bilang, “Luka Andi sudah baik..?”

Aku mengangguk dan balik bertanya, “Tadi kenapa Bude seperti orang sakit?”

“Apa Bude sakit..?”

Dia menggelengkan kepala, katanya, “Kalau tidak ada orang membantu Bude seperti Andi perbuat tadi,
kepala Bude terasa sakit. Badan Bude terasa lemas.” katanya.

“Bolehkah Andi menolong Bude?” kutanya.

Lalu dia menjawab, “Entahlah. Kalau Andi nggak cerita sama orang lain, Andi boleh nolong Bude untuk
nyembuhkan sakit kepala Bude.” katanya.

Kujawab, “Andi sumpah nggak cerita pada siapa pun Bude. Andi sumpah. Betul..!”

“Benar ya Ndi..?” Bude menatap wajahku.

Dia tersenyum seperti tidak percaya. Aku sangat kasihan melihat Bude. Aku mengangguk.

Kemudian dia berkata, “Bude mau minta tolong sama Andi untuk mijitin badan Bude, boleh nggak?
Capek jalan-jalan tadi,” katanya.

Aku mengangguk. Bude Is pun memposisikan badannya untuk telentang. Di punggungnya diletakkan
bantal. Disuruhnya aku mengambil minyak yang dibeli tadi di pinggir ranjang dan duduk di sebelah
kanannya. Dituangkannya di telapak tangannya. Aromanya wangi. Dia menyuruhku untuk menyingkap
handuk di dadanya. Kubuka, terpampang payudaranya seperti gunung. Putingnya merah coklat.

Dia menyuruhku memijat seperti di dalam kamar mandi tadi. Aku lakukan. Dia menyuruhku meremas-
remas dan memainkan putingnya. Lama-kelamaan putingnya menjadi keras. Mata Bude Is terpejam
seperti orang tidur. Lama aku berbuat begitu. Aku hanya diam saja memperhatikan mimik wajah Bude.
Kemudian dia menyibakkan handukku. Dipegang-pegang dan diremas-remasnya kemaluanku, kemudian
diurut-urutnya. Aku merasa nikmat. Aku merasakan kemaluanku tegang. Minyak itu melicinkan
kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin tegang dan makin panjang. Kepalanya tersa mengembang.

Kemudian dia menyuruhku mengelus perutnya. Perutnya agak gemuk. Ouuh.., lembut dan kenyal. Dia
menyuruhku memutar-mutar jari telunjuk kananku di pusarnya. Sedangkan tangan kiri meremas-remas
payudaranya. Kadang aku putar-putar puting payudaranya. Aku melakukannya agar Bude Is sembuh dari
sakit kepalanya. Lagian dia baik hati. Kami pun tinggal berdua saja. Kalau dia sakit, pada siapa kuminta
tolong antar ke rumah sakit. Semua itu menjadi pikiran bagiku.

Setelah itu Bude Is menyuruhku membuka handuknya lagi.

“Andi tolong urut paha Bude, yaaa..!” lembut suaranya.

Waktu aku menyibakkan handuknya, aku melihat bulu hitam kemaluan Bude Is. Uhh.., geramku. Tidak
pernah aku melihat bulu kemaluan perempuan sebelumnya.

Aku melihat wajahnya. Dia melihat wajahku.

“Andi, pijitin paha Bude, ya..?”

Lalu dia meneteskan minyak dalam botol tadi ke tanganku. Aku melihat paha Bude putih dan mulus,
bagus sekali. Betisnya padat, licin dan putih, seperti kapas. Aku pura-pura tidak meliat bulu
kemaluannya. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, seperti jambang. Kuraba bulunya. Halus.
Lembut. Kemaluannya tertutup oleh ketebalan bulunya.

Kemudian Bude Is membuka pahanya. Aku malu untuk melihat.

Bude pun berkata, “Andi lihatlah..! Ada belahannya kan..?”


Aku diam saja, karena belum pernah melihat kelamin perempuan. Kulihat wajahnya. Bude meremas-
remas kemaluanku. Aku merasa nikmat. Dia menyuruhku mengurut pangkal pahanya. Tangan Bude Is
mengurut-urut batang kemaluanku. Kadang-kadang diremasnya batang kemaluanku pelan-pelan. Enak
sekali rasanya. Geli bila kena kepala kemaluanku di jarinya.

“Andi lihat nggak celah rambut kemaluan Bude, ada air nggak..?” kata Bude.

Jadi sekarang kuberanikan untuk melihat dekat-dekat. Dia yang menyuruh. Kusibakkan bulu vaginanya,
nampak ada alur panjang dari atas ke bawah. Di celah kemaluan itu ada air. Aku mengangguk.

“Andi sibakkanlah dan buka belahan itu, lihat di sebelah atas ada daging sebesar kacang goreng, ada
nggak..?” dia tanya padaku.

Huhh.., aku geram sekali. Selama hidup aku tidak pernah melihat kemaluan perempuan yang dewasa
seperti Bude Is. Tapi sekarang Bude menyuruh melihat punyanya. Aku tidak tahu mau berbuat apa.
Tidak pernah sekali pun melihat itu.

Sebelum aku menyibakkan kulit yang dia bilang itu, aku melihatnya dulu betul-betul. Ketika kusibak
bulunya, aku melihat kemaluan Bude seperti terbelah dari atas memanjang ke bawah. Ada jalur.
Panjang. Seperti mulut bayi tembam. Seperti bukit kecil. Tapi jalur yang terbelah itu tertutup rapat.
Tidak kelihatan apa-apa.

Aku bilang, “Nggak ada Bude. Nggak ketemu.”

Bude Is ketawa. Dia berkata dengan suara lemah lembut, “Andi, lihatlah dekat-dekat..!”

Kemudian kusibakkan kulit itu kiri-kanan, terbukalah kemaluannya.

“Udah nampak belum..?” katanya.

Menggigil juga tanganku ketika aku mengusik kemaluannya seperti yang dia suruh. Aku pun membuka
dengan ujung jari. Aahhhk.., ketika terbuka aku kaget. Rupanya, dalam kulit luar ada kulit lagi. Warnanya
merah. Memang ada air. Aromanya aneh dan enak. Aku belum terbiasa dengan aroma itu. Aku mainkan
dan sibakkan. Berlendir. Melekat di jariku. Rupanya di dalamnya ada lidah, di kiri dan di kanan.
Kusibakkan lagi, nampak di bawah seperti ada lubang. Kecil saja. Rasanya lembek. Seperti daging kecil.

Kemudian aku bertanya, “Ini dia Bude..?”

Dia menjawab, “Bukan. Bukan di bawah. Tapi diatass..,”


Aku melihat ke sebelah atas. Kusibakkan lagi. Kutekan baru kelihatan daging kecil menonjol.

“Haha.. itulah yang Bude maksud..!” kata Bude. “Pintar kamu Ndi..” katanya lagi.

Aku senang karena berhasil menemukannya. Kutekan sedikit dengan dua jempolku. Kulit luarnya masuk
ke dalam. Tonjolannya seperti kemaluan kucing. Luarnya dibungkus kulit. Pendek saja ukurannya, tapi
kelihatan. Sepertinya keras. Memang ada daging sebesar biji kacang goreng.

Aku mengangguk lagi, “Ada Bude..!” kataku.

“Ya, itulah itil kepala bawah Bude. Namanya itil atau kelentit. Andi mainkan seperti mainkan puting susu
Bude tadi, ya… Nanti dia akan keras. Mainkan perlahan-lahan ya. Nanti akan berkurang sakit kepala
Bude. Andi lakukan lah yaaa..!” Bude Is seperti minta tolong kepadaku.

Aku pun menuruti kemauan Bude. Ada aroma lagi datang dari kemaluan Bude Is. Aku senang aromanya.
Makin kumainkan klitoris Bude, makin kuat aromanya. Enak sekali. Sepertinya wangi sabun dan bau agak
mentega bercampur menjadi satu. Ingin rasanya aku mencium lebih dekat ke kemaluan Bude.

“Ada air liur keluar di bibirnya, Bude.” kataku.

Bude menjawab, “Nggak apa-apa, Andi mainkanlah terus sampai Bude puas.” katanya lagi.

Aku melihat Bude Is rilek saja. Matanya tertutup rapat. Nafasnya kencang. Tangannya memegang sprei
ranjang dan diremas-remasnya.

“Sakit Bude..?” kutanya dia.

Dia hanya menggelengkan kepala, “Nggaak..!” katanya pelan.

“Andi lakukan terus sampai Bude bilang berhenti.” katanya lagi.

Aku terus melakukannya.

Lama-lama kurasakan paha Bude Is meregang. Betisnya mengeras. Jari kakinya juga meregang. Dia
mengerang, “Uuhh.., hhhmm.., iss.. isshh..! Enaak Ndi..!” katanya, “Gosok dengan kencang Ndiii..!”

Aku pun mengikuti. Aku pun ingat waktu dulu. Ibu menyuruhku memijat kepalanya. Aku pun disuruh
menggosok, tapi di dahinya. Ibu pun bilang enak juga. Tapi Bude Is agak lain. Dia menyuruhku
memainkan kepala kecil di dalam kemaluannya. Kelentitnya. Ku dengar nafasnya makin kencang,
kepalanya digelengkan ke kiri dan ke kanan. Dia menyuruhku meremas buah dadanya kuat-kuat. Aku
meremas.
Tidak berapa lama kulihat Bude agak lega. Kemudian Bude membuka matanya, dan senyum padaku. Aku
pun tersenyum.

“Udah sembuh sakit kepala Bude..?” kutanya.

Dia menjawab, “Belum seberapa hilangnya. Sekarang coba Andi telungkup di atas badan Bude,
bolehkan..?” katanya.

Aku pun bertanya, “Telungkupnya gimana Bude..?” kataku.

Bude Is pun memegang pinggulku. Ditariknya aku ke atas dadanya. Dia menanggalkan handukku. Aku
pun telanjang sudah, dan aku telungkup, pinggulku di atas dadanya. Kepalaku tepat di atas
kemaluannya. Ahhk.., aroma kemaluanya enak sekali.

Kemudian Bude Is menyuruhku untuk menunggingkan pinggulku, berlutut di atas wajahnya. Aku pun
menunggingkan pantatku dengan mengangkangkan pahaku tepat di atas wajahnya. Bude pun membuka
dan mengangkangkan pahanya lebar-lebar. Kemaluannya menonjol karena pantatnya dialasi dengan
bantal. Bude menyuruhku menyibakkan celah kemaluannya dengan jari. Kusibakkan.

“Ada airnya nggak, Ndi?” Bude Is bertanya. Kujawab ada.

“Andi lihat agak ke bawah, ada lubang, kan?” katanya lagi.

Aku jawab, “Ya.”

Bude menyuruhku meletakkan lidah di celah kemaluannya. Dia menyuruhku menyapukan vaginanya
dengan lidahku. Setelah itu dia menyuruhku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu. Tekan dan
tarik pelahan-lahan. Aku memasukkan jariku ke lubang kemaluan Bude. Mmhh, aroma air kemaluan
Bude Is memang enak menusuk hidungku. Rasanya seperti sampai di otak kenikmatanku. Wangi.
Kuhisap air vagina Budeku. Bude Is pun memegang kemaluanku yang sudah mulai tegang sedikit. Aku
merasakan seperti dijilat. Seperti malam dulu, kubiarkan.

Setelah itu aku merasakan seperti dikulum kepala kemaluanku. Dimainkanya dengan lidah. Dan
kurasakan kemaluanku seperti menyentuh bibir mulutnya. Kurasakan ujung kemaluanku seperti kena
jilat di dalam mulutnya. Enak dan geli betul rasanya. Kurapatkan kakiku, tapi terhalang kepala Bude. Aku
terpaksa menahan rasa enak dan geli. Badanku meriang. Lama-kelamaan hanya rasa enak yang terasa.
Aku merasa Bude menjilat-jilat, habis itu rasanya kepala kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. Habis
semua batang kemaluanku. Kadang-kadang dikeluarkan kemaluanku, dijilat-jilatnya buah pelirku. Aku
biarkan saja. Enak dan nikmatnya makin bertambah.
Kurasakan lidahnya mengulum kepala kemaluanku. Uhh.., gelinya bukan main. Kurasa kemaluanku
semakin tegang. Aku mengerang menahan nikmat. Kudengar dia seperti menghisap kuat-kuat ujung
kemaluanku. Crup.. cruppp.. bunyi air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Kutahan saja. Aku
terasa mau kencing. Aroma dari kemaluan Bude Is masuk ke lubang hidungku sewaktu dia memeluk
pinggulku. Aku terus menjilati kemaluannya seperti yang dia suruh. Jariku pun kudorong tarik di dalam
lubang kemaluanya. Berlendir dan banyak, sehingga meleleh sampai ke pangkal jari tanganku. Bulu
vaginanya kulihat basah kuyup. Air liurku bercampur dengan lendir Bude. Mulutku pun belepotan
seperti adikku makan bubur bayi.

Aku terus menjilati kemaluan Bude. Aku dan Bude Is mengerang kenikmatan seperti orang sakit kepala.
Aku mulai merasa melayang-layang. Keringatku mulai meleleh di tubuhku. Kujilat terus kemaluan Bude
sampai Bude keluar peluh juga. Tiba-tiba Bude Is menyuruhku bangun. Dia menyuruhku pergi ke kamar
mandi untuk kencing dulu. Memang benar. Aku kencing. Banyak sekali. Langsung kubasuh wajahku dan
kumur-kumur.

Setelah kembali ke kamar, Bude menyuruhku untuk telentang. Dia naik ke atas dadaku. Aku di bawah.
Aku diam saja. Aku tidak tahu apa yang mau Bude lakukan. Kubiarkan saja karena Bude lebih tahu apa
yang akan dilakukannya. Bude menyuruhku meremas-remas buah dadanya seperti tadi. Aku
meremasnya. Kemaluanku pun mulai mengeras. Dipegangnya batang kemaluanku. Dikocoknya seperti
dalam kamar mandi tadi. Setelah keras, Bude menyuruhku untuk memejamkan mata. Kurasakan
perlahan-lahan diarahkan kepala kemaluanku di lubang vaginanya, di tempat yang kujilati tadi. Diusap-
usapnya kepala kemaluanku sampai berlumur lendir vaginanya. Aku rasakan licin. Basah.

Kemudian ditekan pelan-pelan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. Kurasakan kemaluanku


masuk ke dalam lubang kemaluannya. Panas rasanya. Seperti kejepit. Ditekannya dalam-dalam.
Kemudian Bude Is berhenti. Dia menarik nafas panjang. Waktu berhenti aku merasakan kepala
kemaluanku seperti kena urut dalam vaginanya. Dikemut-kemut. Bude Is merebahkan dadanya di
wajahku. Aku sudah paham. Kupegang payudaranya, keremas-remas sambil kukulum puting susunya.

“Oouuh.., Andi sudah pintar yaa..?” katanya, suaranya menggetar.

Aku terus menghisap. Terus kuraba-raba payudaranya. Aku merasa gerah, badan Bude Is pun sudah
berkeringat. Aku terus meremas payudaranya. Sesekali kudengar Bude menarik nafas panjang. Bunyi
nafasnya juga bertambah kencang. Nafasku pun begitu. Bude menyuruhku memainkan biji kacang di
celah kemaluannya. Bude membantu tanganku dengan membungkukkan badannya, sehingga tanganku
lebih leluasa memainkan kelentitnya.

Setelah itu Bude Is menggoyang pantatnya yang lebar itu. Ke atas dan ke bawah. Pelan-pelan saja. Aku
merasakan ada sesuatu yang menjalar di batang kemaluanku. Bude memutar-mutar lubang
kemaluannya dengan cara memutar-mutar pantatnta yang lebar itu di atas kemaluanku. Seperti orang
mengaduk dodol. Dia goyang ke kiri dan ke kanan. Habis itu diangkat dan tekan pinggulnya. Aku rasakan
nikmat tiada taranya. Jari tengah Bude meraba lubang pantatku. Bulu kemaluan Bude kena ke pangkal
kemaluanku. Geli. Bunyi nafasnya bertambah keras.

“Enak nggak Ndii..?” tanya Bude Is.

Kujawab, “Hhhmm..” mataku tidak dapat kubuka, badanku terasa seperti melayang. Batang kemaluanku
makin tegang dan keras. Aku pikir karena digenjot Bude. Diusapnya pantatku. Lembut saja. Bude Is
memang pintar mengusik tempat yang membuatku melayang. Enak. Bude Is terus menggenjot dan
menggoyangkan pantatnya ke atas ke bawah, kadang memutar. Sesekali dirapatkannya wajahnya ke
wajahku. Diciumnya mulutku. Kubuka mulutku. Dihisap lidahku. Seperti orang berciuman di TV. Aku pun
membalas. Kuhisap lidahnya seperti yang diajarkannya tadi.

Bude Is seperti bertengger di atas kemaluanku. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku terpacak keras,
terbenam masuk ke dalam lubang kemaluannya. Dia menggenjot dari atas. Aku tahan di bawah. Dia
memelukku kuat-kuat, sehingga membuatku susah untuk bernafas. Kami seperti beradu tenaga.
Memang Bude Is mudah memasukkan batang kemaluanku, sebab lubang kemaluannya sudah banyak
lendir. Kemaluanku rasanya licin bila disorong tarik di dalam lubang kemaluanya.

“Aahhgg..!” Bude Is merengek setiap kali dia bergoyang.

“Enaaak Nddiii..!” katanya padaku.

Aku mulai meriang. Tenggorokanku kering. Ada rasa seperti kesemutan di tenggorokanku saat Bude
menggenjot pantatnya. Kutusuk dan hentakkan kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Bude. Semakin
cepat dia genjot, semakin sering dia merengek, “Eh eh es eh eh ess..!”

Sambil menggenjot dari atas, tanganku mengusap-usap payudaranya. Puting payudaranya kuputar-
putar. Kadang kuangkat kepalaku agar dapat aku menghisap puting payudaranya.
Puas bermain tanganku di putingnya. Begitu seterusnya sehingga puting susu Bude menjadi tegang dan
keras.

Mulutnya melenguh, “Uh uh uh..!”

Bude Is membiarkanku untuk berbuat sesuka hati terhadap payudaranya. Semakin kuremas dia semakin
melenguh dia. Kuat. Enjotannya pun makin kuat dan cepat. Hisapan kemaluan Bude Is memang kuat,
lama-lama aku seperti mau kencing. Aku tidak bisa rasanya menahan kencing.

Aku memberitahu Bude, “Bude, Andi mau kencing niih..!”

Bude Is menjawab, “Nggak apa-apa, kencing aja dalam lubang kemaluan Bude.”

Terus Bude menggenjot lebih cepat, lagi dan lebih. Lama-lama aku sudah tidak tahan lagi. Melihatku
makin tidak tahan, Bude Is memeluk bahuku. Maka terpancutlah kencingku, aku memekik, “Budee.. Andi
udah mau.. keluaarr.., aahhk..!”

Aku sudah nggak tahan. Bude Is pun menekan habis kemaluannya dan menggenjot, angkat, enjot,
angkat, enjot. Cepat. Lebih sering. Tenggorokannya pun mengeluarkan bunyi dari dalam.

“Arrrgg.., Andi.., Aarrgghh..!”

“Andi dah keluar Bude.” kataku sambil memeluk pinggang Bude erat-erat.

Kupeluk seperti itu agar kemaluanku terbenam lebih dalam ke dalam lubang kemaluan Bude. Wajah
Bude kelihatan berkerut. Aku tidak tahu, apakah sakit kepalanya kambuh lagi. Pelan-pelan dia tekan
pinggulku karena mau mencabut kemaluanku yang tertanam dalam lubang kemaluannya. Bude Is masih
memelukku. Lubang kemaluan Bude masih belum mau melepaskan kemaluanku. Entah berapa kali aku
pancutkan ke dalam rahim Bude. Aku rasa kencingku banyak. Kencingku memancut tidak putus-putus.
Pekat rasanya.

Aku melihat biji mata Bude Is terbeliak bila aku kencing dalam rahimnya. Hangat pancutan air kencingku
itu dapat kurasakan mengalir di buah pelirku. Mungkin di dalam kemaluan Bude sudah penuh dengan air
kencingku tadi. Aku diam saja. Bude Is juga terdiam. Seperti bisu. Dia memelukku. Keringat Bude
mengalir di dahinya. Aroma keringatnya wangi-wangi amis. Ketiaknya menempel di hidungku. Batang
kemaluanku terasa mulai kendur. Berangsur-angsur menjadi kecil. Lama Bude Is membiarkan
kemaluanku di dalam lubang kemaluannya.
Waktu itu perasaanku sangat bangga, karena aku berhasil menolong mengobati sakit kepala Bude Is.
Kemaluan Bude memang enak menjadi tempat kencingku. Memang pintar dia membuatku kencing.
Enak. Liang kemaluan Bude pun sangat kuat mengemut batang kemaluanku. Kemutannya saja dapat
membuatku melayang lupa diri. Kuharap dia senang hati, karena aku menolongnya menyembuhkan
sakit kepalanya. Aku tidak menyangka, anak lelaki sepertiku boleh kencing di dalam liang kemaluan
perempuan. Nikmat pula. Aahhh..!

Lebih kurang sepuluh menit Bude Is memeluk tubuhku. Dia sepertinya tertidur. Mulutku mengulum
puting payudaranya. Bude membiarkan saja. Kuremas, kumainkan, kuhisap putingnya. Ketika dia
bangun, baru dia cabut kemaluanku dari lubang kemaluannya. Diciumnya pipiku.

“Masih sakit kepala Bude..?” kutanya.

Dia menjawab, “Tidakk Sayang. Udah baikan sekarang. Kan tadi Andi udah menyiram sama air ke dalam
kemaluan Bude..?” dia tersenyum.

“Apa..? Andi tadi kencing Bude.” kataku.

“Husyy.. itu bukan kencing. Air mani namanya.” diajarkannya aku namanya.

Setelah itu kami tidur. Bude Is memelukku. Waktu mau tidur, diurut-urutnya batang kemaluanku. Aku
pun meremas-remas payudaranya. Mulutnya menghisap lidahku. Aku pun begitu juga.

Di kamar kostnya Abi berbaring sambil ngelamun. Diluar gerimis yang turun sejak sore belum juga usai
sehingga menambah dinginnya udara malam, dikota yang memang berhawa sejuk. Malam minggu tanpa
pacar dan hujan pula membuat Abi suntuk. Dicobanya memejamkan matanya membayangkan sesuatu.
Yang muncul adalah seraut wajah cantik berkerudung. Teh Tita, ibu kostnya.

Teh atau Teteh adalah sebutan kakak dalam bahasa Sunda. Dibayangkannya perempuan itu tersenyum
manis sambil membuka kerudungnya, mengeraikan rambutnya yang hitam panjang. Membuka
satupersatu kancing bajunya. Memperlihatkan kulit putih mulus dan sepasang buah dada montok yang
disangga BH merah jambu. Dan buah dada itu semakin menampakkan keindahannya secara utuh ketika
penyangganya telah dilepaskan. Sepasang bukit kembar padat berisi dengan puting merah kecoklatan di
dua puncaknya menggantung indah.Lalu tangannya membuka kancing celana panjang yang segera
meluncur kebawah. Tinggallah secarik celana dalam, yang sewarna BH, membungkus pinggul montok.
Bagaikan penari strip-tease, secarik kain kecil itu segera pula ditanggalkan. Menampakkan
selangkangannya yang membusung dihiasi bulu jembut menghitam, kontras dengan kulitnya yang putih
mulus. Dihadapannya kini berdiri perempuan telanjang dengan keindahan bentuk tubuh yang menaikan
nafsu syhawat.
Blarrrr! Suara guntur membuyarkan lamunannya. Abi bangkit berdiri sambil menggaruk batang kontol di
selangkangnnya yang mulai tegang dan keluar dari kamarnya menuju dapur untuk membuat teh panas.
Setelah membuat teh kemudian keruang duduk untuk nimbrung nonton TV bersama keluarga tempat ia
kost. Baru sekitar satu bulan ia kost dirumah keluarga Pak Hamdan setelah dia pindah dari tempat
kostnya yang lama. Hamdan telah beristri dengan anak satu berumur tujuh tahun.

Ternyata ruang duduk itu sepi, TV nya juga mati. Mungkin Teh Tita sudah tidur bersama anaknya karena
Pak Hamdan sedang ke Bandung menemani ibunya yang akan dioperasi. Akhirnya Abi duduk sendiri dan
mulai meghidupkan TV. Ternyata hampir semua saluran TV yang ada gambarnya kurang bagus. Abi
mencoba semua saluran dan cuma Indosiar saja yang agak terlihat gambarnya meski agak berbintik.
Mungkin antenanya kena angin, pikirnya.Dengan setengah terpaksa dinikmati sinetron yang entah
judulnya apa, kerena Abi selama ini tidak pernah tertarik dengan sinetron Indonesia.

Tiba-tiba Abi mendengar pintu kamar dibuka. Dan dari kamar keluarlah perempuan yang biasa dipanggil
Teh Tita. Abi kaget melihat kehadiran perempuan itu yang tiba-tiba.

“Eh, Teteh belum tidur? Keberisikan ya?† tanya Abi tergagap

“Ah, tidak apa-apa. Saya belum tidur kok† jawab perempuan itu dengan logat Sunda yang kental.

Yang membuat Abi kaget sebenarnya bukan kedatangan perempuan itu, tapi penampilannya yang luar
dari kebiasaanya. Sehari-hari Tita, seperti kebanyakan ibu rumah tangga di kota ini, selalu berkerudung
rapat. Sehingga hanya wajahnya saja yang terlihat. Dan itulah yang pada awalnya membuatnya tertarik
kost dirumah ini ketika bertamu pertama kali dan bertemu dengan Tita.

Dengan berkerudung justru semakin menonjolkan kecantikan wajah yang dimilikinya. Dengan
alismatanya yang tebal terpadu dengan matanya yang bening indah, hidungnya mancung bangir dan
bibirnya yang merah merekah. Dengan postur tubuh dibalik bajunya terlihat tinggi serasi.Entah mengapa
Abi selalu tertarik dengan perempuan cantik berkerudung. Pikiran nakalnya adalah apa yang ada dibalik
baju yang tertutup itu. Dan pada saat itupun pikiran kotornya sempat melintas mencoba
membayangkan Tita tanpa busana. Tapi pikiran itu dibuangnya ketika bertemu dengan suaminya yang
terlihat berwibawa dan berusia agak lebih tua dari Tita yang masih dibawah tigapuluh tahun. Akhirnya
jadilah ia kost di paviliun disamping rumah tersebut dan pikiran kotornya segera dibuang jauh, karena ia
segan pada Pak Hamdan. Tapi secara sembunyi ia kadang mencuri pandang memperhatikan kecantikan
Tita dibalik kerudungnya dan kadang sambil membayangkan ketelanjangan perempuan itu dibalik
bajunya yang tertutup, seperti tadi.

Tapi malam ini Tita berpenampilan lain, tanpa jilbab/kerudung! Rambutnya yang tak pernah terlihat,
dibiarkan terurai. Demikian juga dengan bajunya, Tita memakai daster diatas lutut yang sekilas cukup
menerawang dan hanya dilapisi oleh kimono panjang yang tidak dikancing. Sehingga dimata Abi, Tita
seperti bidadari yang turun dari khayangan. Cantik dan mempesona. Mungkin begitulah pakaiannya
kalau tidur.

“Gambar tivinya jelek ya?” tanya Tita mengagetkan Abi.

“Eh, iya. Antenenya kali” jawab Abi sambil menunduk.

Abi semakin berdebar ketika perempuan itu duduk disebelahnya sambil meraih remote control. Tercium
bau harum dari tubuhnya membuat hidung Abi kembang kempis. Lutut dan sebagian pahanya yang
putih terlihat jelas menyembul dari balik dasternya. Abi menelan ludah.

” Semuanya jelek, ” kata Tita ” Nonton VCD saja ya?†

“Terserah Teteh” kata Abi masih berdebar menghadapi situasi itu.

“Tapi adanya film unyil, nggak apa?” kata Tita sambil tersenyum menggoda.

Abi faham maksud Tita tapi tidak yakin film yang dimaksud adalah film porno.

“Ya terserah Teteh saja” jawab Abi. Tita kemudian bangkit dan menuju kamar anaknya. Abi
semakin berdebar, dirapikan kain sarungnya dan disadari dibalik sarung itu ia cuma pakai celana dalam.
Diteguknya air digelas. Agak lama Tita keluar dari kamar dengan membawa kantung plastik hitam.
“Mau nonton yang mana?” tanyanya menyodorkan beberapa keping VCD sambil duduk kembali
di samping Abi. Abi menerimanya dan benar dugaannya itu VCD porno.

“Eh, ah yang mana sajalah” kata Abi belum bisa menenangkan diri dan menyerahkan kembali
VCD-VCD itu.

“Yang ini saja, ada ceritanya” kata Tita mengambil salah satu dan menuju alat pemutar dekat TV.
Abi mencoba menenangkan diri.

“Memang Teteh suka nonton yang beginian ya?† tanya Abi memancing

“Ya kadang-kadang, kalau lagi suntuk† jawab Tita sambil tertawa kecil

“Bapak juga?” tanya Abi lagi

“Ngga lah, marah dia kalau tahu” kata Tita kembali duduk setelah memencet tombol player.
Memang selama ini Tita menonton film-film itu secara sembunyi-sembunyi dari suaminya yang keras
dalam urusan moral.

“Bapak kan orangnya kolot” lanjut Tita “dalam berhubungan suami-istri juga ngga ada
variasinya. Bosen!”

Abi tertegun mendengar pengakuan Tita tentang hal yang sangat rahasia itu. Abi mulai faham rupanya
perempuan ini kesepian dan bosan dengan perlakuan suaminya ditempat tidur. Dan mulai bisa
menangkap maksud perempuan ini mengajaknya nonton film porno. Dalam hati ia bersorak girang tapi
juga takut, berselingkuh dengan istri orang belum pernah dilakukannya.
Film sudah mulai, sepasang perempuan dan lelaki terlihat mengobrol mesra. Tapi Abi tidak terlalu
memperhatikan. Matanya justru melirik perempuan disebelahnya.Tita duduk sambil mengangkat satu
kakinya keatas kursi dengan tangannya ditumpangkan dilututnya yang terlipat, sehingga pahanya yang
mulus makin terbuka lebar. Abi sudah tidak ragu lagi.

“Teteh kesepian ya?” Tanya Abi sambil menatap perempuan itu Tita balik menatap Abi dengan
pandangan berbinar dan mengangguk perlahan.

“Kamu mau tolong saya?” tanya Tita sambil memegang tangan Abi.

“Bagaimana dengan Bapak ?” tanya Abi ragu-ragu tapi tahu maksud perempuan ini.

“Jangan sampai Bapak tahu” kata Tita“Itu bisa diatur” lanjut Tita sambil mulai merapatkan
tubuhnya.

Abi tak mau lagi berpikir, segera direngkuhnya tubuh perempuan itu. Wajah mereka kini saling
berhadapan, terlihat kerinduan dan hasrat yang bergelora dimata Tita. Dan bibirnya yang merah
merekah basah mengundang untuk di kecup. Tanpa menunggu lagi bibir Abi segera melumat bibir yang
sudah merekah pasrah itu.Abi semakin yakin bahwa perempuan ini haus akan sentuhan lelaki ketika
dirasakan ciumannya dibalas dengan penuh nafsu oleh Tita.

Bahkan terkesan perempuan itu lebih berinisiatif dan agresif. Tangan Tita memegang belakang kepala
Abi menekannya agar ciuman mereka itu semakin lekat melumat. Abi mengimbangi ciuman itu dengan
penuh gairah sambil mencoba merangsang perempuan itu lebih jauh, tangannya mulai merabai tubuh
hangat Tita. Dirabanya paha mulus yang sedari tadi menarik perhatiannya, diusapnya perlahan mulai
dari lutut yang halus lembut terus keatas menyusup kebalik dasternya.

Tita bergetar ketika jemari Abi menyentuh semakin dekat daerah pangkal pahanya. Tangan Abi memang
mulai merambah seputar selangkangan perempuan itu yang masih terbungkus celana dalam. Dengan
ujung jarinya diusap-usap selangkangan itu yang makin terbuka karena Tita telah merenggangkan kedua
pahanya. Dan rupanya Tita telah semakin larut hasratnya dan ingin merasakan rabaan yang langsung
pada selangkangannya. Dengan sigap tanpa malu-malu ditariknya celana dalam itu, dibantu oleh Abi
dengan senang hati, sehingga terbuka poloslah lembah yang menyimpan lubang kenikmatan itu.
Segera saja tangan Abi merambahi kembali lembah hangat milik Tita yang telah terbuka itu. Dirasakan
bulu-bulu jembut yang lebat dan keriting melingkupi lembah sempit itu. Jemari Abi membelai bulu
jembut itu mulai dari bawah pusar terus kebawah.Tita makin mendesah ketika jemari Abi mulai
menyentuh bibir memeknya. Itulah sentuhan mesra pertama dari jemari lelaki yang pernah Tita rasakan
pada daerah kemaluannya.

Suaminya tidak pernah mau melakukan hal itu. Dalam bercinta suaminya tidak pernah melakukan
pemanasan atau rabaan yang cukup untuk merangsangnya. Biasanya hanya mencium dan meraba buah
dadanya sekilas dan ketika batang kontolnya sudah tegang langsung dimasukan ke lubang memek Tita.
Bahkan ketika lubang memek itu masih kering, sehingga rasa sakitlah yang dirasakan Tita.Selama hampir
delapan tahun menikah, Tita belum pernah merasakan nikmatnya bercinta secara sesungguhnya.
Semuanya dikendalikan dan diatur oleh suaminya. Berapa hari sekali harus bercinta, cara apa yang
dipakai, dan sebagainya. Hamdan suaminya yang berusia hampir empatpuluhlima tahun ternyata lelaki
yang ortodok dan tidak pernah memperhatikan keinginan istrinya. Apalagi ia menderita ejakulasi
prematur. Sehingga sudah jarang frekuensinya, cepat pula keluarnya.

Soal teknik bercinta, jangan ditanya. Tidak ada variasi dan dilarang istrinya berinisiatif. Baginya meraba
kemaluan istri apalagi menciumnya adalah dosa. Melihat istri telanjang adalah saat memenuhi
kewajiban suami istri di ranjang. Baginya bersenggama adalah memasukan batang kemaluannya yang
tegang ke dalam kemaluan istri dengan tujuan mengeluarkan airmani didalam lubang itu secepatnya,
tidak perlu bertanya istrinya puas atau tidak.Sehingga selama bertahun-tahun, Tita tidak lebih dari
benda yang mati yang punya lubang buat membuang airmani suaminya bila tangkinya sudah penuh. Tita
sebagai perempuan, yang ternyata mempunyai hasrat menggebu, cuma bisa berkhayal bercumbu
dengan lelaki yang bisa memberikan kenikmatan dengan penuh fantasi.

Selama bertahun-tahun.Hanya kira-kira setahun ini Tita bertemu dengan seorang wanita sebayanya
yang juga mengalami nasib hampir sama dengannya. Mereka kemudian berteman akrab, saling curhat
dan bersimpati. Dari wanita ini, Lilis namanya, Tita mendapatkan film-film porno yang dipinjamkan
secara sembunyi-sembunyi. Hubungan mereka sangat akrab karena keduanya juga takut melakukan
selingkuh dengan mencari lelaki lain. Yang berani mereka lakukan akhirnya kadang-kadang bermesraan
berdua sebagai pasangan lesbian.

Tetapi sebagai perempuan normal Tita tidak terlalu mendapatkan kenikmatan yang diharapkan dari
hubungan itu. Dan kini ketika jemari lelaki yang dengan penuh perasaan merabai daerah sensitifnya,
semakin berkobarlah nafsu ditubuh Tita. Seakan haus yang selama ini ada telah menemukan air yang
dingin segar.

“Ah..terus Bi..” desahnya membara.

Kuluman bibir mereka terus saling bertaut. Lidah mereka saling menjilat, berpilin mesra. Abi
mengeluarkan semua kemampuannya, demikian juga dengan Tita mencoba melepaskan hasrat yang
dipendamnya selama ini. Selama bertahun-tahun Tita dapat meredam hasratnya. Tak ada keberanian
untuk menyeleweng, meski niat itu ada. Tapi sudah sejak beberapa bulan terakhir ini suaminya semakin
jarang menyentuhnya. Sehingga hasratnya semakin menggumpal.Malam ini keberaniannya muncul
ketika suaminya tidak ada dirumah. Sejak Abi kost dirumahnya, Tita telah memperhatikannya dan ia juga
tahu pemuda itu juga memperhatikannya.

Malam ini Tita tidak perduli lagi dengan dosa apalagi suaminya. Ia ingin hasratnya terlampiaskan.Mulut
mereka sudah saling lepas, dan mulut Abi mulai menyusuri leher jenjang Tita yang selama ini tertutup
rapat. Mulut Abi menciumi leher jenjang yang lembut itu beberapa saat terus kebawah sepertinya
hendak kedaerah belahan dada Tita, tapi tiba-tiba Abi bergeser dari duduknya dan bersimpuh di lantai
dan melepaskan ciumanya sehingga mukanya berada diantara paha Tita yang mengangkang dimana
bibir memeknya sedang dirabai jemari pemuda itu.Rupanya Abi ingin memberikan rangsangan yang
lebih lagi dan rupanya Tita juga faham maksud Abi.

Dengan berdebar dan antusias ditunggunya aksi Abi lebih lanjut terhadap selangkangannya dengan lebih
lebar lagi mengangkangkan kedua kakinya. Tita menunduk memperhatikan kepala Abi dicondongkan
kedepan dan mulutnya mulai mendekati selangkangannya yang terbuka. Dilihatnya TV yang juga sedang
menayangkan gambar yang tidak kurang hotDihadapan Abi selangkangan perempuan yang telah
terkangkang bebas. Terlihat bulu jembut yang menghitam agak keriting menumbuhi lembah yang
sempit diantara paha montok yang putih mulus.

Abi menelan ludah melihat pemandangan yang indah itu. Labia mayoranya terlihat merekah basah,
dihiasi bulu jembut menghitam ditepi dan atasnya. Kontras dan indah dipandang. Kedua tangannya
memegang kedua paha yang telah mengangkang itu. Dijulurkan lidahnya menyentuh belahan
kemerahan yang sudah terkuak itu. Tercium wangi harum dari lembah itu.Kedua tangan Abi bergeser
mendekati lubang memek itu untuk lebih menguakkannya
“Ahhh….!” Tita mendesah dan pinggulnya bergetar ketika ujung lidah itu menyentuh bibir
memeknya.

Desahannya semakin menjadi ketika lidah Abi mulai menjilati bibir yang merekah basah itu dan dengan
ujung lidahnya mengelitik kelentit yang tersembunyi dibelahannya. Dan itu semakin membuat Tita
blingsatan merasakan nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Pinggulnya dihentak-
hentakkan keatas menikmati sentuhan yang belum pernah dirasakan tapi telah lama dihayalkan. Abi
terus melakukan jilatan yang nikmat itu dan tangannya yang satu mulai merambah keatas meremasi
buah dada yang montok padat.

Rupanya Tita sudah merasa semakin panas meskipun diluar hujan masih turun. Segera dibuka kimono
dan dasternya, juga BH yang membungkus sepasang bukit kembar, sehingga perempuan yang sehari-
hari selalu berbaju tertutup dan terlihat alim ini kini duduk telanjang bulat disofa dengan kedua kakinya
mengangkang dimana seorang pemuda bersimpuh sedang menjilati memeknya.Mata Tita merem melek
menikmati jilatan lidah dan rabaan tangan Abi. Hasrat yang telah lama dihayalkan kini mulai terwujud. Ia
bertekad untuk mewujudkan dan melaksanakan semua hayalan yang selama ini disimpannya. Banyak
hayalan gila-gilaan yang pernah di rekanya, hasil dari pengamatannya menonton film-film porno.

Demikian juga dengan Abi, impiannya kini tercapai. Bukan hanya melihat perempuan berkerudung
telanjang tapi juga bisa merabai tubuhnya bahkan mungkin sebentar lagi bercinta dengannya.Jilatan dan
rabaan Abi rupanya telah menaikkan nafsu Tita makin tinggi hingga akhirnya dirasakan hasrat itu
semakin memuncak. Tita yang belum pernah merasakan orgasme selama berhubungan dengan
suaminya, tapi dari rangsangan ketika berhubungan lesbian dengan Lilis dan ketika menonton film porno
sambil merabai kemaluannya sendiri, ia tahu akan segera orgasme. Dengan ganas di tariknyanya kepala
Abi agar makin rapat keselangkangannya sambil menggerakkan pinggulnya naik turun, sehingga bukan
hanya mulut Abi yang mengesek memeknya tapi juga hidung dan dagu pemuda itu.

“Ahhh…duh gusti…! Ahhh! enak euy !† jeritnya tertahan ketika akhirnya orgasme itu datang
juga.

Abi sempat tidak bisa bernafas ketika mukanya dibenamkan rapat keselangkangan itu ditambah Tita
merapatkan kedua pahanya menjepit kepalanya. Beberapa saat Tita menyenderkan kepalanya
disandaran sofa dengan mata terpejam menikmati untuk pertama kali klimaks karena dicumbu lelaki,
nafas memburu dan perlahan kedua kakinya yang menjepit kepala Abi kembali membuka sehingga Abi
dapat melepaskan diri. Muka Abi basah bukan hanya oleh keringat tapi juga oleh cairan yang keluar dari
lubang kenikmatan Tita.

Abi bangkit berdiri sambil membuka kausnya yang digunakan untuk mengelap mukanya. Tubuhnya
berkeringat. Dipandangi perempuan telanjang itu yang duduk mengangkang. Baru ini dapat diamati
tubuh telanjang perempuan itu secara utuh.

“Hatur nuhun ya Bi” kata Tita berterima kasih sambil membuka matanya sehabis meresapi
kenikmatan yang baru diraihnya.

Dan matanya kembali berbinar ketika dilihatnya Abi telah berdiri telanjang bulat dengan batang kontol
mengacung keras. Batang kontol yang besar dan panjang. Jauh lebih besar dari punya suaminya. Ini
untuk pertama kalinya ia melihat lelaki telanjang bulat selain suaminya. Abi mendekat dan meraih
tangan Tita, dan menariknya berdiri. Kemudian Abi mundur dua langkah mengamati tubuh telanjang
perempuan itu lebih seksama.

” Kenapa sih?” tanya Tita sambil senyum-senyum.

“Saya lagi memandangi tubuh indah sempurna yang selama ini tertutup† jawab Abi yang memang
terpesona dengan apa yang ada dihadapannya.

Ternyata benar yang sering diangankannya tentang apa yang ada dibalik baju tertutup yang selama ini
dipakai Tita, bahkan lebih indah dari yang dibayangkannya karena ini benar-benar nyata. Tubuh Tita
memang nyaris sempurna. Badannya tinggi semampai dengan wajah yang cantik dan lekuk setiap
tubuhnya saling mendukung dan proposional. Buah dadanya besar padat berisi, pinggangnya ramping
dengan pinggul dan pantat yang montok serta sepasang kaki jenjang dengan paha yang padat berisi.
Semuanya dibalut dengan kulit yang putih mulus tanpa cela. Dan sesuatu yang rimbun berbulu
kehitaman di pangkal pahanya menambah pesona.

Pemandangan itu semakin memperkeras acungan batang kontol Abi. Dan Tita yang sudah terpesona
dengan benda itu dari tadi segera meraih dan mengenggamnya. Tita kembali duduk sambil tetap
menggengam batang kontol itu. Abi mengikuti dan tahu maksudnya. Ternyata perempuan ini penuh
dengan fantasi yang hebat, pikirnya.Dengan mata berbinar diperhatikan batang kontol yang tegang
dihadapannya. Kontol yang jauh lebih besar dan panjang dari punya suaminya. Telah lama Tita ingin
merasakan mengulum kontol lelaki seperti yang dilihatnya difilm porno.

Dipandangnya otot tegang dalam genggaman tangannya. Dengan ujung lidahnya dijilat perlahan kepala
kontol yang mengkilap kecoklatan itu. Terasa aneh, tapi diulang lagi dan lagi sehingga hasratnya makin
menggebu. Maka dengan perlahan dibuka mulutnya sambil memasukan batang kontol yang telah basah
itu dan dikulumnya. Abi meringis nikmat diperlakukan begitu. Apalagi Tita mulai melumati batang kontol
didalam mulutnya dengan semakin bernafsu.

Tita mencoba mempratekkan apa yang dilihatnya difilm. Ia tidak hanya menggunakan lidahnya tapi
menggaruk batang kontol itu dengam giginya, membuat Abi semakin meringis nikmat. Satu lagi ingin
dirasakan Tita adalah rasa air mani lelaki. Karena itu ia ingin merangsang Abi agar pemuda itu orgasme
dan menumpahkan cairan mani di mulutnya. Tita yang selama ini kecewa dengan kehidupan sex
bersama suaminya hingga terlibat hubungan lesbian dan sering menghayalkan fantasi-fantasi liar yang
pernah ditontonnya di film.

Kini ia punya kesempatan untuk mewujudkannya. Tak ada lagi rasa malu atau jijik. Telah dilepaskan
semua atribut sebagai istri yang patuh dan saleh. Yang ada didalam benaknya adalah menuntaskan
hasratnya.Abi yang batang kontolnya dikulum sedemikian rupa semakin terangsang tinggi. Kuluman
mulut Tita meskipun baru untuk pertama kali melakukannya tapi cukup membuatnya mengelinjang
nikmat. Sangat lain sensasinya. Hingga akhirnya….

“Ah Teh, sudah mau keluar nih” desis Abi mengingatkan sambil mencoba menar ik pinggulnya.

Tapi Tita yang memang mau merasakan semburan mani dimulutnya malah semakin menggiatkan
kulumannya. Hingga akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, batang kontol itu menumpahkan cairan
kenikmatan didalam mulut Tita. Abi meregang, dengkulnya terasa goyah. Dan Tita semakin menguatkan
kuluman bibirnya di kontol itu. Dirasakannya cairan hangat menyemprot didalam mulutnya, rasanya
aneh sedikit tapi gurih. Enak menurutnya. Tanpa ragu Tita semakin keras mengocok batang kontol itu
dan dengan lahap ditelannya cairan yang muncrat dari lubang kontol Abi, bahkan sampai tetes terakhir
dengan menghisap batang kontol itu. Tanpa rasa jijik atau mual.

“Bagai mana rasanya Teh?” tanya Abi. Ia kagum ada perempuan yang mau menelan air maninya
dengan antusias.
“Enak, gurih” kata Tita tanpa ragu. Keduanya duduk diatas sofa mengatur nafas. Kemudian Tita
bangkit.

“Sebentar ya, saya buatkan minuman buat kamu† katanya sambil kedapur dengan hanya
mengenakan kimono. Abi sambil telanjang mengikuti dari belakang dan ke kamar mandi membersihkan
batang kontolnya sambil kencing. Setelah itu didapatinya Tita di dapur membuatkan minuman.

You might also like