You are on page 1of 24

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pepaya termasuk tanaman dari keluarga Caricaceae dan genus Carica. Genus
Carica kurang lebih memiliki 40 spesies, tetapi yang dapat dikonsumsi hanya tujuh
spesies, di antaranya Carica papaya L. ( Budiyanti, 2005 ). Dalam kehidupan sehari-
hari buah ini sangat dikenal oleh masyarakat sebagai buah meja yang seringkali
dihidangkan di meja makan sebagai buah pencuci mulut. Selain karena cita rasanya
yang enak dan manis, buah ini juga cukup ekonomis, relatif tinggi kandungan
vitamin dan nutrisinya serta dapat memperlancar pencernaan.
Buah pepaya mengandung protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin
A, vitamin B1, vitamin C, air, dan kalori ( Rhukmana, 1995 ). Namun, selain buah
bagian pepaya lainnya seperti daun juga memiliki kandungan vitamin yang
bermanfaat bagi tubuh. Rhukmana ( 1995 ) menambahkan, daun pepaya juga
mengandung keseluruhan vitamin dan nutrisi penting yang juga terdapat dalam buah,
bahkan dalam daun pepaya juga mengandung 2 gram lemak per 100 gram daun.
Jika buah pepaya banyak digemari karena rasanya yang manis, rasa pahit daun
pepaya membuat banyak orang tidak menyukainya. Padahal manfaatnya sangat
banyak. Daun pepaya dapat dimanfaatkan untuk mengobati malaria, cacingan, flu,
demam, penambah nafsu makan, melancarkan ASI, dan yang paling sering digunakan
yakni untuk melunakkan daging ( Anonim, 2009a).
Sejak dulu daun pepaya dipercaya dapat melunakkan daging karena kandungan
enzim papain dalam getah yang dihasilkan baik pada daun, buah dan batang pepaya.
Enzim papain mampu menghidrolisis kolagen dalam daging, sehingga bentuknya
menjadi kendur dan memecah serat-serat daging sehingga daging akan lebih empuk,
dan lebih mudah dicerna. Dengan membungkus daging dengan daun papaya selama
beberapa jam dalam suhu kamar, atau daun pepaya dapat langsung digosokkan pada
permukaan daging. Penggosokan daun pada daging dimaksudkan untuk
mengeluarkan getah (lateks) yang terdapat pada daun agar keluar, kemudian masuk

1
dalam daging sehingga daging menjadi lebih lunak. ( Koswara, 2009 ; Anonim,
2009b ; Anonim, 2009c ).
Enzim papain disekresikan oleh sel sekresi khusus yang terdapat pada daun, buah
dan batang pepaya. Alat sekresi yang terdapat pada tumbuhan anggota Caricaceae
adalah saluran getah yang berupa buluh getah. Saluran ini merupakan sel atau
kumpulan sel yang berisi cairan yang berwarna putih seperti susu yang disebut lateks
atau getah ( Nugroho, 2002 ). Di dalam getah tersebutlah terdapat suatu enzim yang
disebut papain.
Carica papaya L. memiliki banyak varietas diantaranya varietas pepaya Gantung
dan pepaya Jingga. Sekarang ini jumlah pepaya gantung berkurang karena potensi
ekonominya dinilai lebih rendah dari pada pepaya jinggo yang memiliki rasa buah
lebih manis. Namun daun Pepaya Gantung telah diteliti dan terbukti dapat mematikan
cacing hati sapi secara in vitro dikarenakan kandungan papainnya ( Anonim, 2009d ;
Nuraini, 1990 ). Pemanfaatan papain pada daun papaya paling mudah dilakukan,
namun belum pernah dilakukan penelitian secara anatomi untuk mengetahui distribusi
serta kerapatan sel sekresi penghasil enzim tersebut pada daun papaya.
Sehingga dengan adanya penelitian ini dapat diketahui bagaimana distribusi sel
sekret sehubungan dengan produksi papain pada daun Pepaya Gantung dan Pepaya
Jingga, yang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi Pepaya Gantung.

B. Perumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang muncul
adalah bagaimana distribusi dan kerapatan sel sekresi penghasil enzim papain pada
daun Pepaya Gantung dan Pepaya Jingga sebagai upaya untuk meningkatkan nilai
ekonomi Pepaya Gantung.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai penelitian awal untuk mempelajari
distribusi sel sekresi penghasil enzim papain pada daun Pepaya Gantung dan Pepaya
Jingga, dengan preparasi daun menggunakan teknik freehand section.

2
D. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai penelitian awal secara anatomi
mengenai distribusi sel sekresi penghasil enzim papain pada daun Pepaya Gantung
dan Pepaya Jingga yang belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi pepaya tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat
bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut mengenai kandungan papain pada kedua
varietas pepaya tersebut.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka
1. Taksonomi Pepaya
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
Subkelas : Sympetalae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya L. (Rhukmana, 1995).

Gambar 1. Carica papaya L. ( Anonim, 2009e )

Carica papaya L. adalah semak berbentuk pohon dengan batang yang lurus
dan bulat. Bagian atas bercabang atau tidak, sebelah dalam berupa spons dan
berongga, sebelah luar banyak tanda bekas daun. Tinggi pohon 2,5-10 m, bunga
hampir selalu berkelamin satu atau berumah dua, tetapi kebanyakan dengan

4
beberapa bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan. Bunga jantan
pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang, berkelopak sangat kecil
mahkota berbentuk terompet berwarna putih kekuningan, dengan tepi yang
bertaju lima, dan tabung yang panjang, langsing, taju berputar dalam kuncup,
kepala sari bertangkai pendek, dan duduk bunga betina kebanyakan berdiri
sendiri, daun mahkota lepas dan hampir lepas, putih kekuningan, bakal buah
beruncing satu, kepala putik lima duduk. Buah buni bulat telur memanjang, biji
banyak, dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, didalamnya berduri (Steenis,
1992).
Tanaman papaya dapat tumbuh baik pada tanah latasol dan tanah ringan
yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tata udara dan air tanah (aerasi
dan drainase) yang baik, dengan pH tanah sekitar 6-7. Tanaman papaya tidak
tahan pada air yang tergenang, karena menyebabkan gangguan proses metabolism
pertumbuhannya. Pada tanah yang kering, menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
merana, bunga dan buahnya gugur, sehingga produksi buahnya rendah (sedikit)
(Tohir, 1984).
Hampir seluruh bagian dari tanaman papaya kecuali akar dan biji
mengandung papain tetapi penghasil getah terbanyak adalah buah yang belum
matang. Getah yang didapat dari buah berwarna putih karena tidak tercampur oleh
bahan lain ( Daryono dan Sabari, ( 1977 ), dalam Ferdani, 2002 ).
a. Pepaya Gantung
Varietas pepaya gantung merupakan pepaya jantan yang memiliki tangkai
bulir bunga yang panjang, sehingga buahnya nampak menggantung, memiliki
bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga
pertama terdapat pada pangkal tangkai.
Bunga pada ujung tangkai berupa bunga sempurna, berisi putik (sel
kelamin) betina di bagian bawah, dan kepala sari (sel kelamin) jantan di bagian
atas. Kalau menjadi buah, buahnya bertangkai panjang sampai harus berayun-
ayun karena menggantung. Papaya gantung ini tidak pernah dimakan sebagai

5
buah meja pencuci mulut, tetapi disayur rebus seperti labu siam ketika masih
muda (Soeseno, 2008 ).
b. Pepaya Jingga
Varietas pepaya ini memiliki buah yang berwarna jingga, dan berasal dari
Yogyakarta. Ciri khas pepaya Jingga adalah kulit buahnya yang berwarna
kuning, serta baunya yang harum dan rasanya yang manis ( Soeseno, 2008 ).
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa masing- masing varietas pepaya
memiliki ciri khas tertentu baik berdasarkan warna buah dan kulit buahnya, rasa
dan baunya, morfologi, serta asalnya. Namun, bagaimana dengan distribusi sel
sekresinya pada daun masih perlu kita pelajari.

2. Morfologi Daun Pepaya


Carica papaya L. merupakan tumbuhan dikotil yang struktur daunnya tersusun
atas jaringan epidermis, jaringan parenkim, dan jaringan pengangkut. Secara
anatomi, struktur daun pepaya yakni, tangkai daun yang berbentuk bulat
berongga, daunnya bentuknya bulat telur (ovatus), ujung runcing (acutus),
pangkal berbentuk jantung (cordatus), merupakan daun tunggal (folium simplex),
susunan tulang daun menjari (palminervis), tepi daun berlekuk menjari tidak
beraturan, tangkai daun bulat silindris, berongga, panjang 25-100 cm, permukaan
helaian daun licin (laevis), warna permukaan daun bagian atas hijau tua,
sedangkan bagian bawahnya hijau muda atau hijau keputih-putihan. Letak helaian
daun tersebar (folia sparsa), kadang-kadang terletak berhadapan, pada tiap tiga
lingkaran batang terdapat 8 daun, dan merupakan daun majemuk.
(Anonim,2009c).

6
Gambar 2. Daun Carica papaya L ( Anonim, 2009e ).

Pada daun papaya terkandung alkaloid, dehidrokarpain, pesedokarpain,


flavonol, benzilglukosinolat, papain dan tannin.
Seratus gram daun mengandung 74 kalori, 77.5 g H2O, 7 g protein, 2 g lemak,
11.3 g karbohidrat total, 1.8 g serat, 2.2 g abu, 344 mg kalsium, 142 mg fosfor,
0.8 mg besi, 18 g natrium, 652 mg kalium, 11.565 g beta karoten, 0.09 mg
thiamin, 0.48 mg riboflavin, 2.1 mg niasin, 140 mg asam askorbat dan 136 mg
vitamin E (Duke, 1983). Banyaknya kandungan nutrisi serta vitamin pada daun
pepaya membuktikan bahwa daun ini kaya manfaat.

3. Anatomi Daun Pepaya


Pepaya ( C. papaya L.) adalah tumbuhan anggota Dicotyledoneae dengan
tipe daun dorsiventral, yakni jaringan tiang ( palisade) hanya terdapat pada sisi
atas daun. Daun dorsiventral biasanya tumbuh secara horizontal, sehigga terdapat
perbedaan warna antara permukaan atas dan bawah daun, karena intensitas cahaya
matahari yang diterima berbeda. Secara umum daun tersusun oleh jaringan
pelindung ( epidermis dan derivatnya), jaringan dasar ( mesofil daun), jaringan
pengangkut, jaringan penguat, serta jaringan sekretori ( Nugroho dkk., 2002 ).
Anatomi daun pepaya tersusun atas satu lapis sel epidermis. Pada mesofil
berdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Berkas
pengangkut pada daun membentuk bangunan kompleks yang disebut tulang daun.
Daun pepaya memiliki satu ibu tulang daun dan cabanr-cabangnya membentuk
jala. Fungsinya adalah menyalurkan hasil fotosintesis dan metabolism ke bagian

7
tubuh daun lainnya. Dalam berkas pengankut, posisi xylem selalu berada di atas
floem ( xylem di sebelah dalam, dan floem di luar ). Di sekeliling berkas
pengangkut terdapat sarung berkas pengengkut. Jaringan penguat pada daunn
pepaya berupa kolenkim yang biasanya terletak dekat tulang daun yang besar, di
bawah epidermis. Jaringan sekretori berupa buluh-buluh getah atau kelenjar
getah, berupa masa sel-sel parenkim padat ( Nugroho dkk., 2002 ). Secara garis
besar struktur anatomi daun Dicotyledoneae adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur Anatomi Daun Dicotyledoneae (Pandey, 1989 ).

4. Sel Sekresi
Pada tumbuhan terdapat struktur sekresi khusus yang berupa sel atau
sekelompok sel yang mensekresikan senyawa-senyawa tertentu. Senyawa-
senyawa tersebut tidak dikeluarkan oleh sel-sel yang bersangkutan. Ada beberapa
macam alat sekresi pada tumbuhan, yakni saluran getah, sel-sel resin dan minyak,
sel-sel lender, sel-sel zat penyamak, dan sel-sel mirosin.
Alat sekresi yang terdapat pada tumbuhan anggota Caricaceae adalah
saluran getah yang berupa buluh getah. Saluran ini merupakan sel atau kumpulan
sel yang berisi cairan yang berwarna putih seperti susu yang disebut lateks. Buluh
getah tersusun dari rangkaian sel yang satu sama lain saling berhubungan. Sel-

8
selnya merupakan sel longitudinal yang dinding melintangnya memiliki lubang-
lbang kecil atau bahkan dinding selnya hilang sama sekali. Buluh getah ini
terkadang seperti jala ( Nugroho dkk., 2002 ).

Gambar 4. Sel sekresi pada daun Magnolia sp. yang berupa sel minyak
( Anonim, 2009f ).

Gambar 5. Sel sekresi pada kaktus Matucana grandiflora yang berupa sel
lendir ( Anonim, 2009f ).

5. Papain
Istilah papain telah diperkenalkan oleh Wurtz dan Bouchut pada tahun 1879,
yang dipergunakan untuk menjelaskan suatu prinsip proteolitik dalam getah
papaya. Sekarang istilah ini dipakai untuk papain yang telah dimurnikan maupun

9
yang masih kasar ( Glazer& Smith, 1971 ; Kimmel& Smith, 1954; Winarno,
1983).
Sumber papain adalah getah tanaman papaya baik yang berada di daun,
batang, maupun buah. Namun secara praktis, getah dari buah lebih mudah
dipanen. Papain murni biasanya berbentuk kristal kasar, berwarna putih sampai
coklat muda dan bersifat agak hiogroskopis. Papain hasil pemurnian mudah larut
dalam air, gliserin, dan larutan alkoholik berkonsentrasi rendah, tetapi tidak larut
dalam klorofom dan eter ( Suhartono, 1992 ).
Manfaat getah pepaya untuk kesehatan dibuktikan Bouchut ( 1879 ), pada
penelitiannya secara ilmiah, yang menyatakan papain bersifat antitumor atau
kanker. Peran itu dimungkinkan oleh kandungan senyawa karpain, alkaloid
bercincin laktonat dengan tujuh kelompok rantai metilen. Dengan konfigurasi itu,
tak hanya tumor dan penyakit kulit yang disembuhkan, karpain ternyata juga
ampuh menghambat kinerja beberapa mikroorganisme yang menggangu fungsi
pencernaan, sehingga efektif untuk menekan penyebab tifus.
Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya, antara lain asam
aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin,
leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein( Setiawan,
2006 ).

B. Hipotesis

Sumber papain adalah getah tanaman papaya baik yang berada di daun,
batang, maupun buah. Kandungan enzim papain pada daun papaya yang
dihasilkan oleh sel sekret mampu menghidrolisis kolagen dalam daging, membuat
teksturnya menjadi kendur dan memecah serat-serat daging sehingga daging
menjadi lebih empuk, dan lebih mudah dicerna. Kandungan papain pada daun
Pepaya Gantung terbukti dapat mematikan cacing hati sapi secara in vitro.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan jumlah
dan distribusi sel sekresi pada daun Pepaya Gantung dan Pepaya Jingga.

10
III. METODE

A. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat segar ( freehand section
)adalah daun tanaman Carica papaya L. varietas Gantung dan Jingga dengan
variable umur daun, akuades, gliserin, dan wortel. Sedangkan bahan yang
digunakan pada pembuatan preparat awetan whole mount antara lain, formalin,
asam asetat glacial, alcohol 70%, larutan xilol, parafin, balsam kanada, dan
safranin. Sedangkan alat-alat yang diperlukan yaitu cawan petri, kuas, Rotatory
Microtome, cutter, hot plate, etiket tempel, dan kamera digital.

B. Cara Kerja
1. Pengambilan Organ Tanaman
Diambil daun tanaman Carica papaya L. varietas Gantung dan Jingga yang
akan diteliti dengan memotong bagian tangkai daunnya dengan 3 pengulangan
pada 3 pohon yang berbeda, masing- masing diambil daun pada duduk daun ke
tiga.
2. Pembuatan Preparat Segar ( freehand section )
Pembuatan preparat segar folium Carica papaya L. varietas Gantung dan
Jingga dilakukan dengan memotong bagian ibu tulang daun, secara freehand
section menggunakan silet pada jarak 4,5cm dari pusat. Pada masing- masing
daun dengan pengulangannya dibuat 2 irisan, sehingga diperoleh 6 preparat ibu
tulang daun untuk masing- masing varietas yang diteliti.
3. Pengamatan
Untuk preparat segar, preparat dapat segera diamati bagaimana distribusi sel
sekretnya di bawah mikroskop. Agar dapat terlihat jelas dapat diberi aquades atau
gliserin. Sedangkan pada pereparat awetan, harus menunggu proses fiksasi hingga
pewarnaan kurang lebih 7 hari baru bisa diamati. Pembuatan preparat awetan

11
bertujuan mendukung hasil preparasi preparat segar yang bersifat tidak permanen,
sehingga masih dapat diamati dalam waktu yang lama.
4. Pemotretan
Setelah dilakukan pengamatan, preparat kemudian dipotret agar dapat dilihat
lebih jelas tanpa menggunakan mikroskop, dan hasil pemotretan tersebut harus
dapat dipertanggungjawabkan. Ukuran perbesaran kamera juga diperhitungkan .

C. Analisis Data
Preparat yang telah diamati jumlah sel secret per bidang pandang dan di ukur
diameter selnya menggunakan program autocad kemudian dianalisis secara
statistik perbedaan jumlah dan diameter sel pada pepaya varietas Gantung dan
Jingga menggunakan analisis T-test. Hasil uji statistik tersebut kemudian di
analisis signifikan atau tidak.

12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Setelah pembuatan preparat dilakukan, selanjutnya preparat diamati secara


mikroskopis di bawah mikroskop dengan perbesaran (10x4) , (10x10) dan
(10x40). Preparat irisan ibu tulang daun pepaya varietas Gantung dan Jingga
dibandingkan jumlah sel sekret, pada bagian mana sel tersebut terdistribusi, serta
diameter selnya.
Pengamatan dilakukan terhadap semua perlakuan dan semua ulangan,
kemudian hasilnya dirata-rata untuk tiap perlakuan pada masing- masing varietas.
Angka yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistic dan hasilnya
ditampilkan dalam bentuk table sebagai berikut.
Tabel1. Hasil Ananlisis Ttest jumlah sel sekret pada ibu tulang daun pepaya
varietas Gantung dan Jingga.

Std.
Jenis Std. Error
Pepaya N Mean Deviation Mean
Jumlah Sel Pepaya
Gantung 3 68.6667 3.21455 1.85592
Pepayaa
Jinggo 3 67 3 1.73205

Sig. (2-
F Sig. t df tailed)
Jumlah Sel Equal
variances
assumed
0.136 0.731 0.657 4 0.547
Equal
variances
not
assumed
0.657 3.981 0.547


13
Tabel 2. Hasil Ananlisis Ttest Diameter Sel Sekret pada Ibu
Tulang Daun Pepaya Varietas Gantung dan Jingga

Std.
Jenis Std. Error
Pepaya N Mean Deviation Mean
DiameterSel Pepaya
Gantung 3 6.58E+02 114.5178 66.1169
Pepaya
Jingga 3 4.89E+02 28.0238 16.17955

Sig. (2-
F Sig. t df tailed)
Diameter Sel Equal
variances
assumed
2.277 0.206 2.483 4 0.068
Equal
variances
not
assumed
2.483 2.239 0.118

*HO= Variansi jumlah dan diameter sel pada papaya varietas Gantung dan Jingga
berbeda.
HI = Variansi jumlah dan diameter sel pada papaya varietas Gantung dan Jingga
sama.

Hasil t-test tidak signifikan, berdasarkan analisis Ttest SPSS, dapat dilihat dari
kolom sig. (2 tailed). Dikatakan signifikan jika nilai di kolom sig.(2-tailed) kurang
dari 0,05 karena arasnya 95%. Terlihat pada tabel hasil, pada jumlah sel nilai
signifikasi nya 0,547 sedangkan pada diameter sel nilai signifikasinya 0,068, berarti
lebih dari 0,05 sehingga tidak signifikan, berarti jumlah sel dan diameter sel antara
papaya varietas Gantung dengan Jingga tidak berbeda atau sama. Atau dapat
disimpulakan bahwa H1 diterima berdasarkan hipotesis statistik.

14
Selanjutnya dari hasil pemotretan diperoleh 4 gambar yang menunjukkan
perbedaan distribusi sel sekresi pada pepaya varietas Gantung dan Jingga, yakni
sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur ibu tulang daun pepaya varietas Gantung pada duduk daun
ke tiga. Distribusi sel sekresi pada bagian parenkim atas (a) dan bawah (c)
berwarna jingga mengkilat. Tampak adanya kelenjar getah (b) di tengah-
tengah. Bar = 200 m.

Gambar 2. Struktur sel sekresi pada ibu tulang daun pepaya varietas Gantung
pada duduk daun ke tiga. Distribusi sel sekresi pada bagian parenkim atas (a)
berwarna jingga mengkilat. Tampak adanya kelenjar getah yang baru
terbentuk (b) di tengah-tengah. Bar = 100 m.

15
Berdasarkan Gambar 1. sel sekresi yang ditemukan pada ibu tulang daun
pepaya varietas Gantung, duduk daun ke tiga, terdistribusi pada parenkim bagian
atas ( Gambar 1.a) dan bawah ( Gambar1.b). Sel berwarna jingga jika terkena
cahaya mikroskop. Nampak berbeda dengan sel-sel disekitarnya. Sel- selnya
berbentuk bulat hingga elips dengan ukuran yang bervariatif. Terlihat jelas bahwa
pada bagian tengah parenkim terbentuk kelenjar getah yang besar dan merupakan
saluran getah terbesar diantara sel lainnya. Pada Gambar 2.b terlihat kelenjar
getah yang mulai terbentuk.

Gambar 3. Struktur ibu tulang daun pepaya varietas Jingga pada duduk daun
ke tiga. Distribusi sel sekresi pada bagian parenkim atas (a) dan bawah (b)
berwarna jingga mengkilat. Tidak tampak adanya kelenjar getah di bagian
tengah. Bar = 200 m

16
Gambar 4. Struktur sel sekresi pada ibu tulang daun pepaya varietas Jingga
pada duduk daun ke tiga. Distribusi sel sekresi pada parenkim (b) bagian atas
(a) berwarna jingga mengkilat. Bar = 50 m

Berdasarkan hasil pada Gambar 3. sel sekresi yang ditemukan pada ibu
tulang daun pepaya varietas Jingga, duduk daun ke tiga, juga terdistribusi pada
parenkim bagian atas ( Gambar 1.a) dan bawah ( Gambar1.b). Sel berwarna
jingga jika terkena cahaya mikroskop, nampak berbeda dengan sel-sel
disekitarnya. Sel- selnya berbentuk bulat hingga elips dengan ukuran yang
bervariatif. Sama seperti pada pepaya varietas gantung. Namun, terlihat jelas
bahwa pada bagian tengah parenkim tidak terbentuk kelenjar getah.

17
B. Pembahasan

Varietas pepaya Gantung merupakan pepaya jantan yang memiliki tangkai


bulir bunga yang panjang, sehingga buahnya nampak menggantung, memiliki
bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama
terdapat pada pangkal tangkai. Daun berbentuk bulat, pangkal daun bertoreh, tepi
berbagi menjari dengan pertulangan daun menjari. Sedangkan varietas Jingga
tangkai bulirnya pendek, memiliki buah yang berwarna jingga, dan berasal dari
Yogyakarta. Ciri khas pepaya Jingga adalah kulit buahnya yang berwarna kuning,
serta baunya yang harum dan rasanya yang manis. Sama seperti pepaya gantung,
daun pepaya varietas Jingga juga berbentuk bulat, tepi daun berbagi menjari,
ujung daun meruncing, pangkal daun perisai, dan bertoreh ( Soeseno, 2008 ).
Saat ini jumlah pepaya gantung berkurang karena potensi ekonominya
dinilai lebih rendah dari pada pepaya Jingga yang memiliki rasa buah lebih manis.
Selain itu, daun pepaya varietas Gantung memiliki rasa yang lebih pahit jika
dimasak. Namun daun pepaya Gantung telah diteliti dan terbukti dapat mematikan
cacing hati sapi secara in vitro dikarenakan kandungan papainnya di daunnya
yang cukup banyak (Nuraini, 1990 ). Sehingga dengan adanya penelitian ini dapat
diketahui bagaimana distribusi sel sekret sehubungan dengan produksi metabolit
sekunder berupa papain pada daun pepaya varietas Gantung dan pepaya varietas
Jingga, yang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi serta budidaya
pepaya varietas Gantung.
Sel sekresi merupakan sekumpulan sel yang berfungsi sebagai penghasil zat-
zat yang tidak dikeluarkan oleh sel-sel yang bersangkutan, memiliki bentuk dan
fungsinya berbeda dengan sel-sel disekitarnya, sehingga disebut juga idioblas.
Salah satu macam sel sekret yakni saluran getah yang terdiri dari buluh getah dan
sel getah, seperti yang terdapat pada tanaman Caricaceae. Saluran ini merupakan
sel atau kumpulan sel yang berisi cairan yang berwarna putih seperti susu yang
disebut lateks. Buluh getah tersusun dari rangkaian sel yang satu sama lain saling
berhubungan. Sel-selnya merupakan sel longitudinal yang dinding melintangnya

18
memiliki lubang-lubang kecil atau bahkan dinding selnya hilang sama sekali.
Buluh getah ini terkadang seperti jala ( Nugroho dkk., 2002).
Tanaman pepaya menghasilkan sekret berupa getah yang disebut juga
papain. Getah ini berada dalam batang, buah dan daun, namun lebih mudah
diperoleh pada buah yang masih muda. Dalam getah pepaya terkandung enzim-
enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan
kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 % dan 45 %. Kedua enzim
ini mempunyai kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam melekul protein
sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida ( Koswara, 2009).
Kandungan papain dalam daun dan buah pepaya dipercaya dapat melunakkan
daging, protein daging dapat diuraikan sehingga daging menjadi empuk. Kedua
enzim ini juga mempunyai daya tahan panas yang baik, bahkan proses
pengempukan daging justru terjadi pada suhu pemasakan. Selain sebagai
pengempuk daging, kandungan papain dalam daun pepaya juga bermanfaat untuk
mengobati sakit malaria dan demam, flu, malnutrisi, cacingan, bahkan daun
pepaya juga dapat dinikmati sebagai sayur ( Anonim, 2009d ; Koswara, 2009).

Pada penelitian ini digunakan daun pepaya varietas Gantung dan Jingga pada
duduk daun ke tiga, dengan asumsi bahwa pada umur daun tersebut, sel sekresi
pada daun telah aktif menghasilkan sekret berupa getah papain. Selain itu, bagian
ibu tulang daun pada jarak 4,5 cm dari pusat juga relatif mudah dipotong dan
dibuat preparatnya. Bagian ibu tulang daun merupakan bagian yang utama dalam
penyaluran getah menuju pertulangan-petulangan daun serta urat-urat daun
pepaya sehingga getah tersebut terdistribusikan ke seluruh bagian daun.

Dalam pengambilan specimen, dilakukan tiga pengulangan untuk tiap


varietas yang diteliti. Masing-masing daun pada kedua varietas di ambil dari 3
pohon yang berbeda, yakni PG.1, PG.2, dan PG.3 untuk varietas Gantung, serta
PJ.1, PJ.2 dan PJ.3 untuk varietas Jingga. Specimen diambil dari pohon pepaya
varietas Gantung dan Jingga dilokasi yang sama, yakni di Dusun Sedan, wilayah

19
Sleman, Yogyakarta. Hal ini bertujuan untuk menghindari bias hasil karena
adanya perbedaan faktor lingkungan tempat tumbuh.
Berdasarkan hasil analisis secara statistik mengunakan Ttest SPSS,
menunjukkan Thitung > Ttabel pada aras 95%, disimpulkan bahwa HO ditolak,
dan H1 diterima. Dengan kata lain, perbedaan jumlah dan diameter sel sekresi
pada papaya Varietas Gantung dan Jingga tidak signifikan. Kedua varietas
memiliki distribusi sel sekresi yang relatif sama.
Dalam analisis kuantitatif secara statistik, digunakan Ttest SPSS bukan CRD
atau RCBD, karena hanya ada 2 perlakuan (varietas Gantung dan Jingga) dengan
membandingkan distribusi sel sekresi 2 verietas pepaya dengan melihat parameter
jumlah dan diameter selnya. Sedangkan untuk CRD dan RCBD, setidaknya
digunakan 3 perlakuan dengan parameter yang beragam.
Berdasarkan hasil pada gambar, terlihat distribusi sel sekresi pada pepaya
varietas Gantung dan Jingga terletak pada parenkim bagian atas dan bawah(
Gambar 1.a&b dan Gambar 3.a&b ), dengan jumlah sel dan ukuran antara kedua
varietas yang tidak berbeda jauh.jika dilihat secara fisik, sekret berupa getah
tersebut berwarna putih pekat, namun ika dilihat dengan mikroskop berwarna
jingga mengkilat karena pantulan cahaya mikroskop. Terlihat pada tepian preparat
ibu tulang daun ( Gambar 1. dan Gambar 3. ) getah yang tercecer juga berwarna
jingga mengkilat.
Meski hasil analisis secara kuantitatif menunjukkan hasil yang tidak
signifikan di antara kedua varietas, namun secara kualitatif, pada pepaya varietas
Gantung ditemukan adanya kelenjar getah yang terbentuk pada bagian tengah
parenkim ( Gambar 2.) yang tidak ditemukan pada pepaya verietas Jingga.
Kelenjar inilah yang membedakan struktur anatomi ibu tulang daun kedua
varietas. Berbeda dengan sel sekresi, Nugroho dkk. (2002) menyebutkan. kelenjar
merupakan sekumpulan sel yang menghasilkan suatu zat dan zat tersebut
dikeluarkan dari sel penghasilnya.

20
Kelenjar getah pada pepaya varietas Gantung akan bertambah ukurannya
sejalan dengan umur daun. Dari hasil gambar terlihat kelenjar getah yang mulai
terbentuk ( Gambar 2.b) dan berisi getah berwarna jingga. Umur daun yang lebih
tua, ibu tulang daun yang lebih besar, maka kelenjar getah juga semakin besar.
Sebaliknya, pada pertulangan daun dan urat- urat daun yang kecil, maka kelenjar
getah tidak terlihat, karena kelenjar belum terbentuk. Dengan ditemukannya
kelenjar getah yang cukup besar pada pepaya varietas Gantung, maka
kemungkinan getah yang dihasilkan dari daun tersebut akan lebih banyak.

21
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa distribusi sel
sekresi penghasil getah pada pepaya varietas Gantung dan Jingga terletak pada
parenkim bagian atas dan bawah. Perbedaan baik jumlah dan diameter selnya
tidak signifikan berdasarkan uji kuantitatif dengan menggunakan T-test SPSS,
H1 diterima. Namun perbedaan yang mendasar secara anatomi, di antara kedua
varietas adalah terbentuknya kelenjar getah pada pepaya varietas Gantung, yang
tidak terdapat pada pepaya varietas Jingga.

B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang pertama dilakukan (tahap
awal) secara anatomi mengenai distribusi sel sekresi pada kedua varietas,
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Misalnya secara biokimiawi,
mengenai korelasi keberadaan kelenjar getah pada ibu tulang daun varietas
Gantung terhadap banyaknya metabolit sekunder yang dihasilkan. Kemudian,
dapat juga dilakukan penelitian dengan pengulangan dan variasi yang lebih
banyak.

22
IV. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Manfaat Pepaya Bagi Manusia. www.pandaisikek.net. Diakses 9


Januari 2010.
Anonim. 2009b. http://www.okezone.com/. Diakses 25 Desember 2009.
Anonim. 2009c. Carica Papaya. Wikipedia Indonesia, www.wikipedia.com.
Diakses 8 Desember 2009.
Anonim. 2009d. Pepaya.http://www.ristek.go.id. Diakses 8 Desember 2009.
Anonim. 2009e. Gambar Pepaya. www.google.com. Diakses 8 Desember 2009.
Anonim. 2009f. Struktur Sekresi.pdf. www.google.com. Didownload 8 Desember
2009.
Budiyanti, T., Purnomo, S., Karsinah, Wahyudi, A. 2005. Karakterisasi 88 Aksesi
Pepaya Koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah. Buletin Plasma Nutfah
Vol.11 No.1. Solok.
Bouchut. 1879. Journal Society of Biology. http:// www.kimianet.lipi.go.id. Diakses 2
Juni 2010.
Duke &James A., 1983. Handbook of Energy Crops (Unpublished). Yogyakarta:
Farmasi UGM
Daryono, M.& Sabari. 1978. Pengaruh Natrium Bisulfit terhadap Ketahanan Simpan
Enzim Proteolitik dari Papain. Buletin Penelitian Hortikultura Vol.II, No.1.
Bogor.
Ferdani, I. 2002. Pengaruh Na- Sitrat, sistein, dan Natrium Metabisulfit terhadap
Aktivitas Papain. Skripsi Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor.
Glazer, A.N. & Smith. 1971. Papain and Other Plant Sulfhydryl Proteolytic
Enzymes, dalam P.D. Boyer. The Enzymes Vol.3. Academic Press. New
York.
Kimmel, J. R. & Emil L.S. 1957. The Properties of Papain dalam Advances in
Enzymology and Related Subjects of Biochemistry. Volume 19. f.F. Nord,(ed).
Interscience Publishers, Inc. New York. pp :268-280.
Koswara, S. 2009. Tepung Getah Pepaya, Pengempuk Daging. Ebookpangan.com.
Diakses 25 Desember 2009.
Nugroho, L. H., Purnomo, dan Issirep S.. 2002. Struktur dan Perkembangan
Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swdaya. Hal : 100-119.
Nuraini. 1990. Pengaruh Perasan Daun Pepaya Gantung (Carica papaya L.)
Terhadap Mortalitas Cacing Hati Sapi (Fasciola gigantica) Secara in vitro.
Jurnal Penelitian Biologi No.70. Hal : 78-90.

23
Pandey, B. P. 1980. Plant anatomy. New York : S. Chan and Company Ltd.
Rhukmana, R. 1995. Budi Daya Pepaya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Setiawan,A.2006.http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Food&newsno=532.
Diakses Tanggal, 25 Desember 2009.
Soeseno, S. 2008. Dari Pepaya Burung sampai Jeruk Pepaya.
http://cybermed.cbn.net.id/anekaplantasia. Diakses 4 Januari 2010.
Suhartono & Maggy T. 1992. Protease. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
IPB. Bogor.
Tohir, K. A. 1984. Pedoman Bercocok Tanaman Pohon Buah-buahan. Jakarta:
PT. Pradnya Paramita.
Van Steenis, C. G. G. J. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta:
PT. Pradnya Paramita.
Winarno, F.G. 1983. Enzim Pangan. Penerbit PT Garamedia. Jakarta. pp : 1-22

24

You might also like