You are on page 1of 15

Televisi digital atau DTV adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan

sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat televisi.
Televisi digital merupakan alat yang digunakan untuk menangkap siaran TV digital,
perkembangan dari sistem siaran analog ke digital yang mengubah informasi menjadi
sinyal digital berbentuk bit data seperti komputer.

Pendorong pengembangan televisi digital antara lain:

Perubahan lingkungan eksternal


o Pasar televisi analog yang sudah jenuh
o Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel
Perkembangan teknologi
o Teknologi pemrosesan sinyal digital
o Teknologi transmisi digital
o Teknologi semikonduktor
o Teknologi peralatan yang beresolusi tinggi

Frekuensi TV digital
Secara teknis, pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat
digunakan untuk penyiaran televisi digital. Perbandingan lebar pita frekuensi yang
digunakan teknologi analog dengan teknologi digital adalah 1 : 6. Jadi, bila teknologi
analog memerlukan lebar pita 8 MHz untuk satu kanal transmisi, teknologi digital dengan
lebar pita yang sama (menggunakan teknik multipleks) dapat memancarkan sebanyak 6
hingga 8 kanal transmisi sekaligus untuk program yang berbeda.

TV digital ditunjang oleh teknologi penerima yang mampu beradaptasi sesuai dengan
lingkungannya. Sinyal digital dapat ditangkap oleh sejumlah pemancar yang membentuk
jaringan berfrekuensi sama sehingga daerah cakupan TV digital dapat diperluas. TV
digital memiliki peralatan suara dan gambar berformat digital seperti yang digunakan
kamera video.

Sistem pemancar TV digital

Terdapat tiga standar sistem pemancar televisi digital di dunia, yaitu televisi digital
(DTV) di Amerika, penyiaran video digital terestrial (DVB-T) di Eropa, dan layanan
penyiaran digital terestrial terintegrasi (ISDB-T) di Jepang. Semua standar sistem
pemancar sistem digital berbasiskan sistem pengkodean OFDM dengan kode suara
MPEG-2 untuk ISDB-T dan DTV serta MPEG-1 untuk DVB-T.

Dibandingkan dengan DTV dan DVB-T, ISDB-T sangat fleksibel dan memiliki
kelebihan terutama pada penerima dengan sistem seluler. ISDB-T terdiri dari ISDB-S
untuk transmisi melalui kabel dan ISDB-S untuk tranmisi melalui satelit. ISDB-T dapat
diaplikasikan pada sistem dengan lebar pita 6,7MHz dan 8MHz. Fleksibilitas ISDB-T
bisa dilihat dari mode yang dipakainya, dimana mode pertama digunakan untuk aplikasi
seluler televisi berdefinisi standar (SDTV), mode kedua sebagai aplikasi penerima seluler
dan SDTV atau televisi berdefinisi tinggi (HDTV) beraplikasi tetap, serta mode ketiga
yang khusus untuk HDTV atau SDTV bersistem penerima tetap. Semua data modulasi
sistem pemancar ISDB-T dapat diatur untuk QPSK dan 16QAM atau 64QAM. Perubahan
mode ini bisa diatur melalui apa yang disebut kontrol konfigurasi transmisi dan
multipleks (TMCC).

Frekuensi sistem penyiaran televisi digital dapat diterima menggunakan antena yang
disebut televisi terestrial digital (DTT), kabel (TV kabel digital), dan piringan satelit. Alat
serupa telepon seluler digunakan terutama untuk menerima frekuensi televisi digital
berformat DMB dan DVB-H. Siaran televisi digital juga dapat diterima menggunakan
internet berkecepatan tinggi yang dikenal sebagai televisi protokol internet (IPTV).

Transisi TV analog ke TV digital


Transisi dari pesawat televisi analog menjadi pesawat televisi digital membutuhkan
penggantian perangkat pemancar televisi dan penerima siaran televisi. Agar dapat
menerima penyiaran digital, diperlukan pesawat TV digital. Namun, jika ingin tetap
menggunakan pesawat televisi analog, penyiaran digital dapat ditangkap dengan alat
tambahan yang disebut kotak konverter (Set Top Box). Ketika menggunakan pesawat
televisi analog, sinyal penyiaran digital akan dirubah oleh kotak konverter menjadi sinyal
analog. Dengan demikian pengguna pesawat televisi analog tetap dapat menikmati siaran
televisi digital. Pengguna televisi analog tetap dapat menggunakan siaran analog dan
secara perlahan-lahan beralih ke teknologi siaran digital tanpa terputus layanan siaran
yang digunakan selama ini.

Proses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian
terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat. Resiko tersebut antara lain
berupa informasi mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang
tersebut. Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi
digital, masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi yang menyiarkan
siaran televisi digital.

Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun infrastruktur
televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun
infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur
penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya
manusia, dan lain sebagainya apabila operator televisi dapat menerapkan pola kerja
dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon
penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan
pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi digital
dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyedia jaringan, serta penyedia isi.

Perpindahan dari sinyal analog ke sinyal digital sudah dilakukan di sejumlah negara maju
beberapa tahun yang lalu. Di Jerman, proyek penggunaan sinyal digital dimulai sejak
tahun 2003 di Berlin dan tahun 2005 di Muenchen. Sementara Perancis dan Inggris telah
menghentikan secara total siaran televisi analog mereka. Di Amerika Serikat, melalui
Undang-Undang Pengurangan Defisit tahun 2005 yang telah disetujui oleh Kongres,
setiap stasiun televisi lokal yang berdaya penuh diminta untuk mematikan saluran analog
mereka pada tanggal 17 Februari 2009 dan meneruskan siaran dalam bentuk digital
secara eksklusif. Sementara Jepang akan memulai siaran televisi digital secara massal
pada tahun 2011.

Perkembangan TV digital di Indonesia


Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai dengan pengiriman
teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi
pada 23 Oktober 1961. Presiden Soekarno memerintah Maladi untuk segera
mempersiapkan proyek televisi. TVRI adalah stasiun televisi pertama yang berdiri di
Indonesia.

TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar cadangan
berkekuatan 100 watt. TVRI mengudara untuk pertama kali tanggal 24 Agustus 1962
dalam acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion Utama
Gelora Bung Karno. Sejak saat itu dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada
akhir tahun 1964. Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977
sebagai bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui
stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi. Konsep SPK diadopsi oleh
beberapa stasiun televisi swasta berjaringan tahun 1990-an. Televisi swasta menggunakan
kanal frekuensi ultra tinggi (UHF) dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8
MHz.

Migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital menjadi tuntutan teknologi secara
internasional. Aplikasi teknologi digital pada sistem penyiaran televisi mulai
dikembangkan di pertengahan tahun 1990-an. Uji coba penyiaran televisi digital
dilakukan pada tahun 2000 dengan pengoperasian sistem digital dilakukan bersamaan
dengan siaran analog sebagai masa transisi.

Tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian Indonesia melakukan uji coba siaran
televisi digital. PT Super Save Elektronik melakukan uji coba siaran digital bulan April-
Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan format DMB-T (Cina) sementara TVRI/RCTI
melakukan uji coba siaran digital bulan Juli-Oktober 2006 di saluran 34 UHF dengan
format DVB-T. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran
Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia menetapkan DVB-T
ditetapkan sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak.

Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi digital pada sistem penyiaran


terutama pada sistem perangkat studio untuk memproduksi, mengedit, merekam, dan
menyimpan program. Sementara itu penyelenggara televisi digital memanfaatkan
spektrum dalam jumlah besar, dimana menggunakan lebih dari satu kanal transmisi.
Penyelenggara berperan sebagai operator jaringan dengan mentransmisikan program
stasiun televisi lain secara terestrial menjadi satu paket layanan. Pengiriman sinyal
gambar, suara, dan data oleh penyelenggara televisi digital memakai sistem transmisi
digital dengan satelit atau yang biasa disebut sebagai siaran TV berlangganan.

TVRI telah melakukan peluncuran siaran televisi digital pertama kali di Indonesia pada
13 Agustus 2008. Pelaksanaan dalam skala yang lebih luas dan melibatkan televisi swasta
dapat dilakukan di bulan Maret 2009 dan dipancarkan dari salah satu menara pemancar
televisi di Joglo, Jakarta Barat. Sistem penyiaran digital di Indonesia mengadopsi sistem
penyiaran video digital standar internasional (DVB) yang dikompresi memakai MPEG-2
dan dipancarkan secara terestrial (DVB-T) pada kanal UHF (di Jakarta di kanal 40, 42, 44
dan 46 UHF) serta berkonsep gratis untuk mengudara. Penerimaan sinyal digital
mengharuskan pengguna di rumah untuk menambah kotak konverter hingga pada
nantinya berlangsung produksi massal TV digital yang bisa menangkap siaran DVB-T
tanpa perlu tambahan kotak konverter.

Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, dilakukan uji coba siaran video digital
berperangkat genggam (DVB-H). Siaran DVB-H menggunakan kanal 24 dan 26 UHF
dan dapat diterima oleh perangkat genggam berupa telepon seluler khusus. Keutamaan
DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel dengan layar telepon seluler, berteknologi
khusus untuk menghemat baterai, dan tahan terhadap gangguan selama perangkat sedang
bergerak. Jaringan DVB-H di Indonesia dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens.

Departemen Komunikasi dan Informasi merencakan untuk mengeluarkan lisensi


penyiaran digital pada akhir tahun 2009 bersamaan dengan penghentian pemberian izin
untuk siaran televisi analog secara bertahap. Pemerintah telah menetapkan peserta yang
mendapat izin frekuensi sementara untuk menyelenggarakan uji coba DVB-T dan DVB-
H di Jakarta yaitu :

Untuk DVB-T
o Lembaga Penyiaran Publik TVRI
o Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI): SCTV, ANTV, TransTV,
Trans7, TV One, Metro
Untuk DVB-H
o Telkom Tbk (Telkomsel dan TELKOMVision)
o Mobile-8 Telecom Tbk (didukung oleh TV grup MNC: RCTI, Global,
TPI)

Perangkat penerima yang akan mendukung uji coba siaran digital di Indonesia adalah
Polytron dengan produk TV digital dan kotak konverter. Polytron akan mengeluarkan TV
digital berukuran 21 inchi dan 29 inchi dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat.
Uji coba siaran tv digital KTDI dimatikan sepihak oleh KTDI pada pertengahan
Februari 2010. Dan sampai pertengahan Maret 2010 belum ada kabar kapan
siarannya bakal mengudara kembali. Akibatnya banyak pemilik STB yang
dirugikan karena regulasi pemereintah yang tidak jelas...

Karakteristik sistem penyiaran TV digital terestrial


Sistem penyiaran televisi digital yang ada di Indonesia dibagi berdasarkan kualitas
penyiaran, manfaat, dan keunggulan TV Digital tersebut. TV Digital dalam
perkembangannya memiliki karakteristik yang berbeda di tiap area penyiaran.

Kualitas penyiaran TV digital

TV Digital memiliki hasil siaran dengan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih baik
dari yang dihasilkan televisi analog. Sistem televisi digital menghasilkan pengiriman
gambar yang jernih dan stabil meski alat penerima siaran berada dalam kondisi bergerak
dengan kecepatan tinggi. TV Digital memiliki kualitas siaran berakurasi dan resolusi
tinggi. Teknologi digital memerlukan kanal siaran dengan laju sangat tinggi mencapai
Mbps untuk pengiriman informasi berkualitas tinggi.

Manfaat penyiaran TV digital

TV Digital digunakan untuk siaran interaktif. Masyarakat dapat membandingkan


keunggulan kualitas siaran digital dengan siaran analog serta dapat berinteraksi
dengan TV Digital.
Teknologi siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan interaktif dimana
TV Digital memiliki layanan komunikasi dua arah layaknya internet.
Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi
tidak bergerak maupun sistem penerimaan televisi bergerak. Kebutuhan daya
pancar televisi digital yang lebih kecil menyebabkan siaran dapat diterima dengan
baik meski alat penerima siaran bergerak dalam kecepatan tinggi seperti di dalam
mobil dan kereta.
TV Digital memungkinkan penyiaran saluran dan layanan yang lebih banyak
daripada televisi analog. Penyelenggara siaran dapat menyiarkan program mereka
secara digital dan memberi kesempatan terhadap peluang bisnis pertelevisian
dengan konten yang lebih kreatif, menarik, dan bervariasi.

Keunggulan frekuensi TV digital

Siaran menggunakan sistem digital memiliki ketahanan terhadap gangguan dan mudah
untuk diperbaiki kode digitalnya melalui kode koreksi error. Akibatnya adalah kualitas
gambar dan suara yang jauh lebih akurat dan beresolusi tinggi dibandingkan siaran
televisi analog. Selain itu siaran televisi digital dapat menggunakan daya yang rendah.

Transmisi pada TV Digital menggunakan lebar pita yang lebih efisien sehingga saluran
dapat dipadatkan. Sistem penyiaran TV Digital menggunakan OFDM yang bersifat kuat
dalam lalu lintas yang padat. Transisi dari teknologi analog menuju teknologi digital
memiliki konsekuensi berupa tersedianya saluran siaran televisi yang lebih banyak.
Siaran berteknologi digital yang tidak memungkinkan adanya keterbatasan frekuensi
menghasilkan saluran-saluran televisi baru. Penyelenggara televisi digital berperan
sebagai operator penyelenggara jaringan televisi digital sementara program siaran
disediakan oleh operator lain. Bentuk penyelenggaraan sistem penyiaran televisi digital
mengalami perubahan dari segi pemanfaatan kanal ataupun teknologi jasa pelayanannya.
Terjadi efisiensi penggunaan kanal frekuensi berupa pemakaian satu kanal frekuensi
untuk 4 hingga 6 program.

Siaran televisi digital terestrial dapat diterima oleh sistem penerimaan televisi analog dan
sistem penerimaan televisi bergerak. TV Digital memiliki fungsi interaktif dimana
pengguna dapat menggunakannya seperti internet. Sistem siaran televisi digital DVB
mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan jalur kembali antara IRD dan operator
melalui modul Sistem Manajemen Subscriber. Jalur tersebut memerlukan
modem,jaringan telepon atau jalur kembali televisi kabel, maupun satelit untuk
mengirimkan sinyal balik kepada pengguna seperti pada aplikasi penghitungan suara
melalui televisi. Ada beberapa spesifikasi yang telah dikembangkan, antara lain melalui
jaringan telepon tetap (PSTN) dan jaringan berlayanan digital terintegrasi (ISDN). Selain
itu juga dikembangkan solusi komprehensif untuk interaksi melalui jaringan CATV,
HFC, sistem terestrial, SMATV, LDMS, VSAT, DECT, dan GSM.

Pranala luar
"Menyongsong Era TV Digital", Berita Iptek
"Perlunya TV Digital di Indonesia", Denken
"Televisi Digital", Depdiknas
"Lisensi TV Analog Dihentikan Bertahap", Detik iNet
"Era Menuju ke Televisi Digital (DTV) Telah Tiba", DTV Answer
"Uji Coba Siaran Televisi Digital DVB di Jabotabek", Dunia Digital Gaptek
"Info Iptek TV Digital", Ristek
"Selamat Datang Televisi Digital", Suara Merdeka
"Perlunya TV Digital di Indonesia", Televisiana
(en) "How Digital Television Works", How Stuff Works
(en) "Digital TV is Here. Please Remain Calm!", Slate Magazine

Siaran televisi digital terestrial

Siaran televisi digital terestrial adalah siaran yang


menggunakan frekuensi VHF/UHF seperti halnya
penyiaran analog, tetapi dengan konten yang
digital. Sistem ini menyediakan transmisi digital
satu arah melalui jaringan tranmisi berbasis darat
(land-based transmitter) yang bisa diterima antena
TV UHF konvensional. Deskripsi
Perbedaan yang paling mendasar antara sistem penyiaran televisi analog dan digital
terletak pada penerimaan gambar lewat pemancar. Pada sistem analog, semakin jauh dari
stasiun pemancar televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk
dan berbayang. Sedangkan pada sistem digital, siaran gambar yang jernih akan dapat
dinikmati sampai pada titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi. Dapat dikatakan,
siaran digital hanya mengenal dua kondisi status, terima (kode 1) atau tidak (kode 0).

Siaran televisi digital terestrial berisikan siaran stasiun-stasiun televisi yang beroperasi
secara free-to-air, sehingga masyarakat tidak dipungut bayaran untuk menonton. Siaran
televisi digital ini dapat diterima di televisi analog dengan memanfaatkan perangkat
Digital Set Top Box (STB)/Digital Receiver/DVB-T Receiver yang mengubungkan
antena dengan televisi analog. Dengan kata lain Digital STB adalah sebuah dekoder
untuk mengubah sigyal digital menjadi gambar dan suara dan menampilkannya pada
pesawat televisi analog.

Siaran televisi digital sendiri memiliki beberapa standar yang berbeda di berbagai negara.
Setidaknya terdapat tiga standar utama yaitu sistem DVB di Eropa, ATSC di Amerika
Serikat, dan sistem Jepang menggunakan ISDB. Hal ini merupakan kelanjutan dari tiga
standar TV analog, yaitu PAL (Eropa), NTSC (Amerika) dan SECAM (Jepang) . Standar
DVB Eropa adalah standar yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia
termasuk Indonesia. Sementara standar siaran untuk televisi digital terestrial sendiri
seringkali disebut dengan istilah DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terrestrial).

Keunggulan
[sunting] Kualitas gambar dan suara

Siaran televisi digital terestrial menyajikan gambar dan suara yang jauh lebih stabil dan
resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang mampu mengatasi efek
lintas jamak (multipath). Pada sistem analog, efek lintasan jamak menimbulkan echo atau
gaung yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan).

Penyiaran televisi digital menawarkan kualitas gambar yang sama dengan kualitas DVD,
bahkan stasiun-stasiun televisi dapat memancarkan programnya dalam format 16:9 (layar
lebar) dengan standar Standard Definition (SD) maupun High Definition (HD). Kualitas
suara pun mampu mencapai kualitas CD Stereo, bahkan stasiun televisi dapat
memancarkan suara dengan Surround Sound (Dolby DigitalTM).

Tahan perubahan lingkungan

Siaran televisi digital terestrial memiliki ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile TV), misalnya di
kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah
kualitasnya seperti pada TV analog saat ini.

Tahan terhadap efek interferensi


Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta
kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak
akibat proses pengiriman atau transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian
penerima dengan suatu kode koreksi error (error correction code) tertentu.

Efisiensi spektrum/kanal

Teknologi siaran televisi digital lebih efisien dalam pemanfaatan spektrum dibanding
siaran televisi analog. Secara teknis, pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk
siaran televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital sehingga tidak
perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF maupun UHF. Sedangkan lebar pita frekuensi
yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6, artinya bila pada teknologi
analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi
digital untuk lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplex dapat digunakan
untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang
berbeda tentunya.

Dalam bahasa yang sederhana, ini berarti dalam satu frekuensi dapat digunakan untuk
enam siaran yang berbeda. Ini jauh lebih efisien dibanding dengan siaran analog dimana
satu frekuensi hanya untuk satu siaran saja. Dengan keunggulan ini, keterbatasan jumlah
kanal dalam spektrum frekuensi siaran yang menjadi penghambat perkembangan industri
pertelevisian di era analog dapat diatasi dan memungkinkan munculnya stasiun-stasiun
televisi baru yang lebih banyak dengan program yang lebih bervariasi.

Standar Siaran
Terdapat tiga standar utama yang digunakan di dunia internasional mengenai siaran
televisi digital yaitu DVB di Eropa, ATSC di Amerika Serikat, dan sistem Jepang
menggunakan ISDB. Perbedaan standar yang digunakan oleh masing-masing negara ini
lebih disebabkan oleh masalah preferensi teknologi, kemudahan adaptasi, bahkan hingga
masalah nasionalisme. Meskipun demikian, standar-standar ini sedang dalam proses
penyatuan format sehingga akan lebih mudah dan murah proses adopsinya ke seluruh
dunia.

Penentuan standar ini menjadi penting karena apabila salah menentukan pilihan bisa jadi
teknologi yang diadopsi ternyata tidak cocok digunakan di dalam negeri dan
mengakibatkan kerugian terhadap investasi publik. Hal ini pernah terjadi di Indonesia
ketika pemilihan teknologi Betamax untuk siaran analog. Sebagai catatan, pada saat
Indonesia memilih teknologi Betamax ternyata negara lain menggunakan teknologi VHS.
Teknologi Betamax lambat laun jauh tertinggal dan akhirnya tidak bisa digunakan. Ini
menyebabkan masyarakat yang telah membeli teknologi Betamax mengalami kerugian
material karena teknologi tersebut tidak bisa digunakan. Maka, perlu dipilih standar yang
benar-benar layak agar rancangan yang akan dijalankan dapat digunakan sebagai senjata
pamungkas untuk mengatasi masalah yang selama ini ada dalam dunia penyiaran di
Indonesia.
Untuk keperluan penetapan standar televisi digital terestrial ini, pemerintah Indonesia
membentuk Tim Nasional Migrasi Sistem Penyiaran dari Analog ke Digital yang
bertugas melakukan kajian dan uji coba terhadap beberapa standar penyiaran televisi
digital terestrial yang ada . Dari hasil kajian tim tersebut, diputuskan bahwa di Indonesia
digunakan standar DVB-T (Digital Video BroadcastingTerrestrial)untuk televisi tidak
bergerak.

Proses Migrasi
Pelaksanaan migrasi dari siaran analog ke sistem digital pada umumnya dilakukan dalam
dua tahap yaitu tahap transisi dan cut-off. Pada tahap transisi, siaran analog dan digital
siaran dilakukan secara bersamaan, sebelum mengganti seluruh perangkat ke sistem
digital. Pada tahap ini agar TV analog dapat menerima sinyal digital dengan kualitas yang
baik dengan perangkat tambahan berupa set top box. Sedangkan pada tahap cut off,
nantinya semua siaran televisi analog benar-benar dihentikan sehingga tidak dapat
diterima lagi oleh masyarakat.

Potensi
Masa transisi migrasi

Untuk stasiun televisi yang sudah mapan di ranah siaran analog, masa transisi atau
migrasi dapat dimanfaatkan untuk membangun citra yang baru. Ini dikarenakan berbagai
sumber daya yang telah dimiliki dapat dipergunakan kembali dalam siaran digital
sehingga tidak diperlukan dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Dengan
demikian, stasiun televisi dapat memusatkan perhatianya untuk meraih jumlah pemirsa
yang diinginkan dengan brand baru yang dibuat sesuai dengan siaran digital yang
dilakukannya. Hal semacam ini telah dilakukan stasiun-stasiun televisi di negara maju
seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Efisiensi kanal dan pertumbuhan industri pertelevisian

Efisiensi kanal pada siaran digital yang berbanding 1:6 dengan analog memungkinkan
pertumbuhan siaran-siaran televisi baru yang selama ini terkendala keterbatasan frekuensi
yang bisa digunakan. Sistem siaran digital memungkinkan setiap spektrum frekuensi
radio dapat digunakan utuk menyiarkan enam kanal transmisi/program siaran. Jadi, jika
sebelumnya satu spektrum frekuensi siaran hanya dipakai oleh satu stasiun televisi maka
dengan siaran digital spektrum tersebut dapat digunakan oleh enam stasiun televisi secara
bersamaan dengan program yang bervariasi tentunya.

Diprediksi tren yang akan berkembang nanti adalah satu penyelenggara televisi digital
akan meminta spektrum dalam jumlah yang cukup besar, artinya tidak cukup hanya 1
(satu) kanal pembawa melainkan lebih. Ini dikarenakan dalam prakteknya nanti
penyelenggara, yang berbentuk konsorsium yang terdiri dari enam stasiun televisi seperti
KTDI, hanya akan berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan yang mentransfer
program dari stasiun-stasiun televisi lain yang ada di dunia menjadi satu paket layanan
sebagaimana penyelenggaraan televisi kabel berlangganan yang ada saat ini. Walaupun
demikian untuk membuka kesempatan bagi pendatang baru di dunia TV siaran digital ini,
dapat ditempuh pola Kerja Sama Operasi antar penyelenggara TV yang telah mapam
dengan calon penyelenggara TV digital baru. Sehingga di kemudian hari penyelenggara
TV digital dapat dibagi menjadi "network provider" dan "program/content provider".

Konvergensi dan Interaktivitas

Frekuensi yang digunakan dalam siaran televisi digital melalui kanal VHF dan UHF
(170-230 MHz dan 470-890MHz) sebenarnya tidak sekedar diperuntukkan untuk siaran
televisi saja melainkan juga bisa digunakan untuk internet, komunikasi data, bahkan
telepon, mengingat kemampuan komunikasi duplex (dua arah) yang dapat dilakukan pada
teknologi televisi digital ini. Interaktivitas sendiri diartikan fungsi kritis yang mengubah
keseluruhan konsep dari televisi yang menempatkan pemirsa sebagai pemegang kontrol .
Dengan melihat fungsi lama televisi dan kemampuannya utuk terhubung dengan internet,
televisi menjadi kanal komunikasi yang sangat kuat dan mampu menjangkau seluruh
sektor masyarakat.

Televisi interaktif dapat terikat kepada individu secara personal yang memungkinkan
seperangkat layanan dihantarkan ke rumah. Pemirsa juga bisa menggunakan televisi
interaktif untuk mengirim e-mail, home shopping, dan memainkan game favoritnya.
Namun demikian, pemirsa tetap akan menggunakan televisi secara pasif, sebagaimana
fungsi aslinya, tetapi kemudian akan terbiasa untuk menggunakan fungsi yang lebih maju
seperti fitur-fitur interaktif. Fitur-fitur itu antara lain: layanan data dengan menu Bahasa
Indonesia, informasi ramalan cuaca, keadaan lalu lintas, keuangan, peringatan dini
bencana alam, berita, dan dapat dilengkapi dengan sarana pengukuran rating TV.

Mendukung berkembangnya industri elektronika

Di Indonesia, dalam rangka merancang langkah-langkah strategis dalam migrasi siaran


analog ke digital, dibentuk tiga kelompok kerja yang salah satunya adalah Kelompok
Kerja Teknologi Peralatan Penyiaran Digital yang bertugas menyiapkan standardisasi
perangkat penyiaran digital terestrial. Setelah standar itu nantinya ditetapkan, langkah
penting yang harus diambil oleh Pemerintah adalah menunjukkan keberpihakannya
terhadap industri dalam negeri yang memiliki kapasitas untuk membuat set top box (STB)
sesuai standar yang telah ditentukan. Jika muncul keraguan terhadap produk dalam negeri
ini, bisa ditekan dengan memberikan rekomendasi Standar Nasional Indonesia (SNI)
sehingga bisa memberikan perlindungan pada konsumen.

Keberpihakan pemerintah terhadap industri akan berbuah pada munculnya produk STB
produksi dalam negeri yang berkualitas baik dan dengan harga yang lebih terjangkau oleh
masyarakat dibanding produk serupa dari luar negeri. Selain itu, penggunaan standar SNI
juga akan mencegah pasar dibanjiri oleh STB dari luar negeri dengan harga yang lebih
murah namun kualitasnya dpertanyakan. Lebih lanjut, bisa pula dilakukan kerjasama
dengan pihak operator siaran agar hanya STB buatan dalam negeri yag bisa menangkap
siaran mereka. Intinya, masa transisi dan migrasi dari siaran analog ke digital juga
membawa potensi pertumbuhan industri elektronika di dalam negeri jika terjadi
koordinasi yang baik diantara pihak terkait.

Menyikapi Lahirnya Era Penyiaran TV Digital


Kamis, 23 Oktober 2008 | 16:00 WIB

Dok Depkominfo / Kompas Images


Seorang tenaga ahli dari Jepang sedang menunjukkan beberapa fitur dan aplikasi dalam
siaran TV digital di negeri itu kepada delegasi Indonesia yang sedang melakukan studi
banding berkait dengan rencana migrasi TV analog ke digital di Indonesia.

MESKI tak diwarnai dengan perayaan yang gegap-gempita, pada 13 Agustus 2008
Indonesia telah menapak ke pintu teknologi penyiaran televisi digital. Peristiwa itu
berupa soft launching siaran TV digital oleh TVRI. Langkah ini jelas akan menjadi
lokomotif bagi perubahan yang bakal cukup radikal di bidang penyiaran televisi nasional.

Perubahan atau penyesuaian itu tak hanya di sisi penyedia konten dan infrastruktur
penyiaran, tetapi juga di masyarakat. Sudah jamak diketahui bahwa masyarakat makin
mengandalkan televisi sebagai media informasi sekaligus hiburan, yang ditandai kian
tahun kian meningkat peredaran jumlah pesawat televisi. Saat ini ada sekitar 40 juta unit
televisi yang ditonton lebih dari 200 juta orang.

Langkah awal perubahan ini bakal menjadi era baru bagi dunia industri televisi nasional,
menggantikan era penyiaran televisi analog yang dimulai pada 17 Agustus 1962 berupa
siaran percobaan TVRI dalam acara HUT Proklamasi Kemerdekaan XVII Indonesia dari
halaman Istana Merdeka Jakarta. Pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara pertama
kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion
Utama Gelora Bung Karno.

Teknologi TV digital dipilih karena punya banyak kelebihan dibandingkan dengan


analog. Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta
kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak
akibat proses pengiriman/transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian penerima
dengan suatu kode koreksi error (error correction code) tertentu. Kelebihan lainnya
adalah efisiensi di banyak hal, antara lain pada spektrum frekuensi (efisiensi bandwidth),
efisiensi dalam network transmission, transmission power, maupun consumption power.

Di samping itu, TV digital menyajikan gambar dan suara yang jauh lebih stabil dan
resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang tangguh dalam mengatasi
efek lintas jamak (multipath). Pada sistem analog, efek lintasan jamak menimbulkan echo
yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan).

Kelebihan lainnya adalah ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena
pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile), misalnya di kendaraan yang
bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti
pada TV analog saat ini.

Standar DVB-T dan DAB

Pemerintah telah memutuskan sistem Digital Video Broadcasting-Terrestrial (DVB-T)


sebagai standar nasional Indonesia karena dari hasil uji coba yang dilakukan oleh Tim
Nasional Migrasi TV dan Radio dari Analog ke Digital, teknologi DVB-T lebih unggul
dan memiliki manfaat lebih dibandingkan dengan teknologi penyiaran digital lainnya.

Teknologi ini mampu memultipleks beberapa program sekaligus, di mana enam program
siaran dapat dimasukkan ke dalam satu kanal TV berlebar pita 8 MHz, dengan kualitas
jauh lebih baik. Ibarat satu lahan, yang semula hanya dapat dimanfaatkan untuk satu
rumah, dengan teknologi ini mampu dibangun enam rumah dengan kualitas bangunan
jauh lebih baik dan kapasitas ruangan lebih banyak. Di samping itu, penambahan varian
DVB-H (handheld) mampu menyediakan tambahan sampai enam program siaran lagi
untuk penerimaan bergerak (mobile). Hal ini sangat memungkinkan bagi penambahan
siaran-siaran TV baru.

Bagi industri radio, secara logis akan ditentukan penggunaan teknologi DAB (Digital
Audio Broadcasting) yang dikembangkan sebagai penyeimbang teknologi DVB-T
sebagaimana sudah diimplementasikan di lebih dari 40 negara, khususnya negara-negara
Eropa. Teknologi DAB bila dikembangkan menggunakan teknologi Digital Multimedia
Broadcasting (DMB), yaitu dengan menambahkan DMB multimedia prosesor, akan
mampu menyiarkan konten gambar bergerak sebagaimana siaran TV. Hal ini telah
menstimulasi para pelaku industri radio untuk mengembangkan bisnisnya dengan
menambah konten berupa gambar bergerak, seperti informasi cuaca, peta jalan, video
clip, dan film, sebagaimana yang terjadi di industri televisi.

Berbeda dengan industri TV yang harus secara total bermigrasi ke digital karena tuntutan
perkembangan teknologi, migrasi digital dalam industri radio hanya sebuah pilihan
karena teknologi radio FM dianggap sudah cukup memiliki kualitas dan efisiensi yang
baik. Apalagi belum lama ini pemerintah baru selesai menata ulang alokasi frekuensi
radio FM yang berkonsekuensi pada perpindahan frekuensi bagi sebagian besar operator
radio dan timbulnya biaya investasi tambahan bagi operator radio tersebut. Teknologi
radio FM tetap akan bertahan sampai belasan tahun ke depan.

Pertimbangan migrasi

Implementasi sistem TV digital di Eropa, Amerika, dan Jepang sudah dimulai beberapa
tahun lalu. Di Jerman, proyek ini telah dimulai sejak tahun 2003 untuk kota Berlin dan
tahun 2005 untuk Muenchen dan saat ini hampir semua kota besar di Jerman sudah
bersiaran TV digital. Belanda telah memutuskan untuk melakukan switch off
(penghentian total) siaran TV analognya sejak akhir 2007. Perancis akan menerapkan hal
sama pada tahun 2010. Inggris sejak akhir 2005 telah melakukan uji coba mematikan
beberapa siaran analog untuk menguji penghentian total sistem analog bisa dilakukan
pada tahun 2012. Kongres Amerika Serikat telah memberikan mandat untuk
menghentikan siaran TV analog secara total pada 2009, begitu pula Jepang pada 2011.

Negara-negara di kawasan Asia juga sudah mulai melakukan migrasi total. Di Singapura,
TV digital diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini telah dinikmati lebih kurang
250.000 rumah. Di Malaysia, uji coba siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998
dengan dukungan dana sangat besar dari pemerintah dan saat ini siarannya sudah bisa
dinikmati lebih dari 2 juta rumah.

Keputusan pemerintah atas penggunaan DVB-T sebagai standar TV digital terestrial akan
menjadi lokomotif terjadinya migrasi dari era penyiaran analog menuju era penyiaran
digital di Indonesia. Pilihan ini membuka peluang ketersediaan saluran siaran yang lebih
banyak, yang berimplikasi dalam banyak aspek. Untuk itu, peran pemerintah menjadi
sangat strategis dalam mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia yang
mampu mengisi dan menjadi pelaku industri penyiaran digital. Momentum penyiaran
digital ini diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuh dan berkembangnya kemandirian
bangsa.

Peran pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika memang terlihat


cukup besar. Banyak hal yang telah dilakukan, antara lain pembentukan tiga working
group (WG), yaitu WG Regulasi TV Digital, WG Master Plan Frequency, dan WG
Teknologi Peralatan untuk Persiapan Implementasi TV Digital. Selain itu, telah dilakukan
pembentukan konsorsium uji coba TV digital, pembagian set-top box (STB) kepada
perwakilan masyarakat, sampai dengan kegiatan sosialisasi ke berbagai daerah yang
melibatkan beragam unsur masyarakat.

Partisipasi aktif pemerintah dalam implementasi teknologi TV digital ini menjadi penting
karena migrasi ini akan menimbulkan revolusi di bidang penyiaran. Tulisan Bambang
Heru Tjahjono, ketua WG Teknologi Peralatan Depkominfo di Kompas (12/9), dengan
jelas mengajak pentingnya keberpihakan pemerintah dalam pengembangan industri
nasional dalam implementasi TV digital ini.

Potensi

Banyak potensi industri nasional yang perlu dikembangkan dan dilibatkan untuk
berpartisipasi dalam implementasi TV digital ini, seperti PT INTI, Polytron, Panggung,
dan Xirka Chipset yang sudah siap dalam industri STB nasional. Begitu pula PT LEN
yang telah memfokuskan diri dalam produksi perangkat transmisi. Di samping itu, ada
beberapa production house (PH) yang telah siap dalam memproduksi konten berteknologi
digital. Peran aktif mereka perlu disambut dan bahkan dipacu agar dapat memberikan
kontribusi yang semakin konvergen menuju implementasi teknologi TV digital ini.

Pemerintah perlu memberikan semacam insentif bagi industri nasional yang ingin
berpartisipasi dalam produksi perangkat TV digital agar tidak kalah bersaing dengan
pelaku industri dari negara lain yang secara agresif telah masuk ke Indonesia, seperti
China dan Korea. Apalagi beberapa industri nasional kita sudah siap untuk melakukan
customized produknya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti
penambahan fitur Electronic Program Guide (EPG) versi Indonesia, Early Warning
System (EWS), fitur Interactivity yang lebih baik, dan tidak kalah penting fitur Peoples
Meter yang dapat memberikan fungsi viewer rating dan Polling System yang merupakan
komponen penting dalam industri siaran TV.

Fitur terakhir ini sangat penting agar industri TV kita tidak berada dalam kondisi
terjajah dan sangat bergantung kepada lembaga survei asing, yang akurasi hasil rating-
nya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.

Lisensi TV Analog Dihentikan Bertahap


Achmad Rouzni Noor II - detikinet

Ilustrasi (Ist.)
<a href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?
n=ad79472d&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img
src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?
zoneid=45&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=ad79472d'
border='0' alt='' /></a>

Jakarta - Di saat bersamaan dengan mulai dikeluarkannya lisensi digital sejak


akhir 2009 nanti, pemerintah juga akan menghentikan pemberian izin untuk
siaran televisi analog secara bertahap.
Menurut Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Depkominfo,
Freddy Tulung, setiap tahunnya pemerintah akan melakukan evaluasi secara
bertahap. Evaluasi tersebut dilakukan selama 2-3 tahun sampai 2012 untuk
menghentikan pemberian izin siaran analog.

"Namun, kami tak bisa sembarangan, harus hati-hati," kata dia saat
penyerahan simbolis set top box gratis untuk uji coba siaran digital, di gedung
Depkominfo, Jakarta, Jumat (26/6/2009).

Siaran digital sendiri sampai saat ini masih dalam tahap uji coba sejak
Agustus 2008 lalu. Diharapkan akhir 2009 nanti, uji coba yang dilangsungkan
di area Jabodetabek dengan cara membagikan 1000 set top box gratis, sudah
bisa rampung.

Saat itu juga, pemerintah berharap sudah bisa menerbitkan regulasi sekaligus
mengeluarkan izin frekuensi siaran digital kepada penyelenggara televisi free
to air dan siaran berbayar.
( rou / ash )

You might also like