Professional Documents
Culture Documents
I
1. APAKAH “SETIA HATI” ITU DAN BAGAIMANA
HAKEKATNYA
Kata Setia Hati mengandung arti dan makna diri setia kepada hati
sanubari sedangkan hati sanubari sendiri berkblat kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Secara singkat yang dimaksud
Diri ialah keseluruhan utuh bulat daripada badan, jasad, atau wadag
(merupakan objek belaka) dengan segala alat kelengkapannya seperti panca
indra, akal pikiran, kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain sebagainya.
Yang saling berkaitan, saling mengisi, serap menyerapi satu sama lain yang
mewujudkan suatu sifat atau perbuatan secara utuh. Pada hakekatnya diri
adalah yang digunakan, yang digerakkan yang berfungsi sebagai prasarana.
Hati sanubari ialah kalbu, sukma, rosing – roso, rasa hati, atau pribadi.
Setia mengandung arti tidak mau dipisahkan betapapun kondisinya, iklas
berkorban demi kesetiannya menurut kehendak yang dilimpahi kesetiannya
secara mutlak. Kesetian itu pada dasarnya berlandaskan cinta kasih yang
mendalam. Hati sanubari merupakan sebuah subjek daripada manusianya
(yang menggunakan, yang menggerakkan, yang mengku).
Akan merupakan kesalahan jika objek dianggap sebagai subjek. Hati
sanubari berisikan rasa yang halus dan mendalam, yang menjadi sarana
Tuhan Yang Maha Esa untuk menyatakan Diri dalam Sasmitanya
(Wahyu/Pulung/dsb). Hati sanubari seolah – olah sebagai duta besar
berkuasa penuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dan dari Tuhan.
Diri setia kepada hati sanubari yang berarti disini diri yang sudah bersatu
manunggal dengan hati sanubari yang berkiblat kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Jika Diri sudah manunggal dengan Pribadi, dan Diri berbuat sesuai
dengan Hati sanubari, maka manusia yang memiliki diri itu adalah pelaku
bulat Illahi dan dapat disebut manusia utuh bulat, manusia paripurna.
Inilah tujuan Persaudaraan Setia Hati Terate, yang membimbing para
kadang menjadi insane Setia Hati sejati yang selalu hidup di jalan yang
diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Sudahkah kadang – kandangku Setia Hati
merasa sudah menjadi manusoa insane SH Sejati?
1
2. BAGAIMANA PERWUJUDAN PSHT (ILMU SETIA HATI)
3. KEGUNAAN PSHT
Bagi kadang – kadang PSHT sendiri sebagai seorang individu.
Perjalanan hidup seseorang pada umumnya selalu terombang ambing
oleh pasang surut gelombang kehidupan, entah itu sebagai “cobaan” atau
sebagai ujian hidup. Gelombang itu bias diakui sebagai “kawan” ataupun
diakui sebagai “lawan” hal tersebut tergantung pada kekuatan,
keseimbangan, dan keselarasan “diri pribadi” menentukan sikap dalam
menghadapi gelombang yang merupakan “tantangan hidup” itu. Karena
semuanya prose situ tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA TUHAN
sesuai dengan kodrat (Kuasa) dan iradat (Karsa) Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, barang siapa selalu dalam hukum Tuhan, menyelaraskan
tiap kehendak dan perbuatan dengan kodrat dan iradat Illahi, maka mereka
akan “ aman tentram selamat sejahtera” lahir batin.
Dalam hubungan ini Setia Hati membantu membimbing kadang – kadang
mencapai tujuan tersebut dengan mengusahakan latihan – latihan untuk
dapat menguasai kekuatan jasmaniah dan kekuatan rohaniah dengan
latihan olah raga dan olah jiwa. Setia Hati berkeyakinan, bahwa gerak
mobah molah insane itu bertujuan:
a. Mempertahankan diri pribadi.
b. Mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir - batin).
2
c. Kembali pada sumber–Nya (sesempurna – sempurnanya).
Setiap insan Setia Hati diwajibkan memahami Pencak Silat Setia Hati dan
menjiwai Kerohanian Setia Hati dengan melakukan latihan – latihan secara
teratur, terarah, dan tekun. Tiap latihan harus dikerjakan dengan teliti
sampai selesai dengan hasil yang memuaskan, baik lahiriah dan juga
batiniah. Semua itu dipersiapkan untuk mengahadapi semua tantangan
hidup, dengan menghayati ajaran – ajaran, diharapkan setiap insan – insan
Setia Hati akan berhasil mencapai suasana “aman, tentram, senantiasa,
selamat sejahtera” lahir-batin didunia dan diakhirat, Amin.
b) Bagi kemanusiaan
PSHT bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang – kadang
kearah “diri setia kepada hati sanubari” karena jka diri sungguh – sunguh
sudah setia kapada hati sanubari. Ini berarti bahwasannya “diri dengan
pribadi” sudah menjadi satu manunggal, lingkup melingkupi dan serap
menyerapi. Manusianya sungguh – sunguh mewujudkan suatu totalitas,
suatu kebutuhan bulat. Manusianya sungguh – sumngguh dapat disebut
“pelaku bulat” daripada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran – ajaran tersebut
pada dasarnya beraspek universaal untuk seluruh manusia, tidak hanya
semata – mata kadang PSHT saja.
Hati sanubari atau “pribadi” tidak dapat disangkal lagi sebagai landasan
untuk beriman dan memantapkan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa
didalam lubuk hati yang paling dalam yaitu hati sanubari. Hati sanubarilah
3
yang dapat mewujudkan gerak mobah molah, perbuatan atau pakarti adil,
jujur, benar, mtepa sarira dan mwmbawa seseorang ke “rasa pangrasa” yang
halus dan mendalam. Rasa ini yang mengantarka kepada rasa kemanusiaan
yanhg adil dan beradab serta berbudi luhur. Tiada budi pekerti luhur tanpa
melandaskan diri pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pada itu rasa
Ketuhanan Yang Maha Esa itu tumbuh kembangnya di hati sanubari.
Oleh karenanya itu tidak berlebihan, jika yang disebut hati sanubari atau
pribadi itu dianggap berfungsi seolah – olah “sebagai Duta Besar Berkuasa
Penuh” untuk mencapai ke Tuhan Yang Maha Esa dan dari Tuhan yang
Maha Esa, disamping fungsinya sebagai sarana Tuhan Yang Maha Esa
untuk menyatakan Diri dalam wahyu-Nya. Dengan diri setia kepada hati
sanubari, maka diri sudah manunggal dengan pribadi yang saling lingkup
melingkupi, serap menyerapi. Dengan begitu diri tidak menjadi tirai
(pemisah) antara pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa Penciptanya. Dalam
hubungan ini diri bahkan dapat menjadi tombol antara pribadi dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Hal seperti tersebut diatas bisalah digunakan
sebagai salah satu unsur landasan dalam tata kehidupan ber-Pancasila
demi memantapkan suksesnya “pembangunan Bangsa Indonesia.”
4
PANDANGAN & PEDOMAN HIDUP PSHT
5
mengenal diri pribadi kita sendiri terlebih dahulu dengan selalu mawas diri
atau “mulat sarira”. Setia Hati berkeyakianan, bahwasannya “barang siapa
mengenal diri pribadinya, dia akan mengenal Tuhannya.” Juga dengan
mawas diri kita akan menjadi sadar, bahwa gerak – mobah – molah kita,
atau untuk mempertahankan diri ataukah untuk memperoleh kesejahteraan
lahir batin itu tidak akan lepas dari Hati Sanubari yang selalu berkiblat
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti, semua perbuatan kita, semua
tingkah laku kita, yang baik nampak maupun tidak nampak, selalu diawasi
oleh Hati Sanubari. Karena semua perbuatan kita perlu dilandaskan pada
Hati Sanubari. Denga demikian gerak – mobah – molah kita yang berujud
perbuatan akan dijiwai rasa peri kemanusiaan dan berbudi luhur.
Sebagai atau landasan berpijak Setia Hati mengajarkan, agar kita selalu
berdiri atau pada “AS”, karena AS atau poros menentukan keseimbangan
dan dalam putaran hidup dan kehidupan. Adapaun “AS” dari manusia ialah
sesungguhnya Hati Sanubari atau Pribadi manusia itu sendiri. Yang disebut
“AS” biasanya berfungsi pula sebagai penyalur dan pengatur tenaga dan
kekuatan dalam ruang lingkup sekitar tempat kedudukan “AS” itu sendiri.
Pedoman hidup seorang SH-wan ialah Sapta Wasita Tama, yang artinya
sapta (tujuh), wasita (ajaran/pedoman), tama (utama/luhur)
dengandemikian Sapta Wasita Tama berarti tujuh pedoman yang luhur
menjadi sendi – sendi kehidupan rohani SH, melaksanakan tata kehidupan
berdasarkan Pancasila.
6
7) Barang siapa selalu melati merasakan “rasaning rasa”, Insya Allah
lambata laun ia akan kerasa ing rosing roso.
Rosoning roso ialah sumber dari rasa, keroso ing rosing roso ialah terasa
atau merasakan inti pusat dari rasa. Inti pusat ini sering disebut rasa sejati,
sejatining rasa, Kalbu, Hati Sanubari, Pribadi. Apabila oarang tersebut telah
“kerasa ing rosing rasa,” maka ia akan meraskan tanpa sarira, denga kata
lain ia akan merasakan atau terasa yang tiada jasati, yang rokhani, yang
ghoib.
Yang pada hakekatnya Sapta Wasita Tama memberi bimbingan kearah
kesadaran rohani yang mendalam, berhubungan antara sikap diri dan
pribadi sebagai individu atau orang seorang terhadap diri pribadi sebagai
totalitas yang utuh dan bulat. Proses ini sesungguhnya hanya merupakan
satu tahap mengenal diri pribadi. Kesadaran yang rohani dan mendalam
inilah akan membawa orang pada “rasa pengrasa” hidup dengan Tuhan
dalam Tuhan. Kesadaran inilah sesungguhnya hasil daripada “mawas diri”
yang dihayti dengan teratur, teliti dan tekun.
7
Kemudian kita kan menjadi sadar pula, bahwa adaku dan hidupku tidak
bisa terlepas daripada waktu “sekarang ini” dan tempat “disini.” Yang
dimaksud terasa atau merasakan sampai sadar itu bisa terwujud jika
penghayatan kita dilandasi dengan pengrasa yang halus mendalam pada
hakekatnya yang disebut “rasa pengrasa” yang halus mendalam itu adalah
Rasa Ketuhanan, inilah yang akan membawa seseorang kedalam sesuatu
yang mutlak, sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi, karena yang Khak
dan yang Mutlak itu hanya Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila seseorang sudah terasa atau merasakan dan sadar, bahwa “aku
ada.” Kemudian rasa pengrasa yang halus mendalam itu akan mengarah
kepada kiblat “Yang Dumadi” untuk menjawabnya. Selanjutnya orang akan
terasa atau merasakan dan sadar akan “ada” dan “hidupnya” pada waktu
“sekarang ini.”
Semasa hidupnya orang tidak mungkin terlepas atau melepaskan diri
dari AS dari pada lingkungan waktu yang membatasi saat yang disebut
“tadi” dan “nanti” atau “kemarin” dan “esok.”
Rasa dan sadar akan “aku ini ada” membawa orang kepada pertanyaan
“sebelum ini aku ada, sekarang aku dimana? Dan nantinya kemanakah
aku?.” Untuk mempertanyakan ini dalil Sapta Wasita Tama membantu
memberikan jawabannya dengan tepat.
“Aku” adalah salah satu unsur daripada alam semesta Cipta Tuhan Yang
maha Esa oleh karenanya sebelum aku ini ada atau dumadi, aku ada pada
Tuhan Yang Maha Esa. Begitupun halnya keadaan hidup aku.
Pertanyaan – pertanyaan tersebut diantaranya diatas bukanlah hanya
dijawab dengan menggunakan logika atau akal pikiaran kita saja, tetapi
dalam hubungan ini harus lebih dilandaskan pada rasa pengrasa yang
mendalam ialah “Rasa Ketuhanan” yang ada pada setiap individu.
Sesungguhnya segala sesuatu yang terurai tadi adalah salah satu bentuk
mawas diri, maka diperlukan penggunaan rasa halus mendalam.
Diibaratkan orang bercermin untuk memahami wadaknya sendiri. Dia tidak
akan dapat melihat wajahnya dengan jelas dan terang, kalau cerminnya
tidak berlapis rasa disisi belakangnya. Makian halus rasanya, makin jelas
makin ternagnlah wujud dalam cermin itu.
Tanpa rasa yang halus dan mendalam orang tidak akan berhasil
mengenal diri pribadinya secara tepat dan jelas. Dengan melalui kesadaran
sampai pada keyakinan bahwa aku ada itu karena ada Yang Mengadakan.
Dan aku hidup itu karena ada Yang Menghidupi, orang lambat laun akan
terasa atau merasakan adanyaYang Mengadakan dan Yang Menghidupi.
8
Kemudian dia akan sampai pula kesadaran, bahwa adaku itu dibatasi oleh
tempat ruang “disini” dan waktu “sekarang.” Berbeda dengan Yang
Mengadakan dan Yang Menghidupi, yang tidak jasmani.
Dia tiada batas waktu dan tiada batas ruang ialah melingkupi tempat
dan waktu diaman saja, kapan saja, tiada awal tiada akhir, tetapi juga yang
paling awal dan paling akhir. Dia kekal dan abadi
Dengan rasa yang halus dan mendalam orang sadar bahwa Tuhan Yang
Maha Esa selalu menyertai kita dimana saja, dimana saja, kapan saja dan
dalam keadaan bagaimanapun juga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyatu
dan mensertai kita. Tiada sinar matahari tanpa diikuti mataharinya, tiada
daun – daunan bergerak – gerak tanpa disertai yang menggerakkan ialah
angin. Hanya sayang biasanya yang kita perhatikan itu selalu daunnya yang
bergerak – gerak, tidak sampai pada “Yang Menggerakkan.”
Padahal yang menggerakkan itu tidak terpisah dari yang digerakkan.
Namun dalam segala hal kita selalu meninggalkan atau melupakan “Yang
Menggerakan.” Karenanya dalam keadaan bagaimanapun diwaktu suka,
diwaktu duka, diwaktu memperoleh sukses, diwaktu mendapat kegagalan,
diwaktu mendapat ujian atau cobaan, janganlah meninggalkan tau
melupakan Tuhan carilah Tuhan Yang Maha Esa dengan dan dalam hati
sanubari.
3. Barang siapa meninggalkan “AS” tergelincirlah ia oleh lingkungan
sekelilingnya.
4. Barang siapa meninggalkan keseimbangannya, tergelincirlah ia
9
AS adalah tempat kedudukan, dimana suatu proses berpusat dan
memusat. Apabila proses itu gerak mobah molah manusia, maka A-nya
adalah jantung dari manusia itu sendiri. Jantung manusia adalah sumber
daripada daya hayati hidup atau sumber daripada “rahsa” manusia itu
sendiri. Diawali dengan gerak denyut atau gerak getar jantung mulai
berfungsilah seluruh alat sarana manusia sesuai dengan tugas masing –
masing. Jika berarti berdenyut / bergetar, berhentilah seluruh hidup dan,
kehidupan manusia. Manusianya dinyatakan mati meninggalkan dunia.
Didalam jantung di pusatnya bersemayamlah yang disebut hati
sanubari, pribadi atau rasa jati. Hati sanubari tiada gerak, namun
menumbuhkan seluruh gerakan “diri”, diawali di jantung, berupa gerak
denyut atau gerak getar. Gerakan itu kemudian menebar keseluruh anggota
tubuh secara menyeluruh sebagai getaran atau hidup. Dalam hubungan ini
hati sanubari berfungsi sebagai sarana Tuhan Yang Maha Esa untuk
memancarkan Sinar sifat hayati-Nya. Namun hati sanubari berperan pula
sebagai tirai antara insan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Jika gerakan itu mengembang, maka lingkungannya mengembang pula.
Makin besar tenaga atau kekuatan atau daya gerak AS, makin besar pula
lingkungannya atau bisa disebut omgeving.
Dalam pada itu setiap unsur dari pada kekuatan atau totalitas roda,
jika terlepas meninggalkan AS-nya, akan tergilas oleh lingkungan
sekelilingnya. Dimisalkan senuah ruji – ruji roda, jika ruji – ruji
meninggalkan AS, maka ruji – ruji akan tergilas oleh ruji – ruji lainnya. Ini
berarti pula, bahwa barang siapa meninggalkan hati sanubari dia akan
tergilas oleh lingkunagn (omgeving). Dia akan tergilas oleh “putaran roda
kehidupan” sekelilingnya.
AS berfungsi pula, sebagai yang mengatur dan menentukan
keseimbangan atau keserasian, jika kita berada AS, kita tak akan terombang
ambing oleh gelombang lingkungan sekeliling kita. AS daripada manusia
mengatur dan menentukan juga keseimbangan antara “diri” dengan
“pribadi” manusia itu sendiri. Kemauan kita, bahwa nafsu kita, banyak kali
lebih besar daripada kemauan diri kita. Jika kita tidak berpegang pada AS
atau hati sanubari, kita akan tergelincir dan terjatuh.
Makin jauh kita meninggalkan AS, makin terlepas kita dari
keseimbangan, makin berat pula terjatuh kita. Oleh karenanya bertindaklah
sesuai dengan suara hati sanubari, jikalau ingin aman, tenram, dan
sentausa, karena hati sanubarilah AS daripada seluruh hidup dan
kehidupan manusia. Jika orang mengusahakan adanya keseimbangan
10
antara akal pikiran yang menginginkan segala sesuatu yang baik, yang
terbaik bagi dirinya dan hati sanubarinya yang menghendaki segala sesuatu
yang adil, yang jujur, yang benar, maka insya allah ia memperoleh
ketenangan, ketentraman dan kesentausaan hidup lahir dan batin untuk
menghadapi seribu satu tantangan. Dia tiadak munkin tergelincir oleh
lingkungan, apapun situasi dan kondisinya.
11
ia akan memperoleh hasil. Adapun hasil itu sendiri bisa memuaskan tetapi
bisa mengecewakan baginya. Jika hasil karyanya itu sesua dengan harapan
ia akan merasa puas dan senang, itu juga sebaliknya jika hasil itu tidak
sesuai yang diharapkan, ia akan kecewa. Biasanya hasil karya yang
memuaskan akan diakuai menjadi miliknya, sedang yang mengecewakan
segan untuk diakuinya, bahkan biasanya biasanya dilemparkan kepada
orang lain.
Yang menguntungkan dianggap adil, wajar, sedang yang tidak
menguntungkan dianggap tidak adil, dan tidak wajar. Umumnya hasil yang
dianggap baik itu lalu diletakkan pada dirinya, seolah – olah menjadi bagian
mutlak daripada tubuhnya. Sekali – kalipun tidak boleh lepas dari dirinya.
Jika hasil yang telah melekat itu menjadi berkurang atau atau menjadi tiada
dia akan berteriak seakan kehilangan tubuhnya.
Jika hal – hal tersebut kita kurang bisa menyikapi dengan baik. Kita bisa
tersesat jalan dan melakukan tindakan – tindakan yang kurang bisa
dipertanggungjawabkan, baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk
masyarakat atau untuk Tuhan Yang Maha Esa sekalipun.
Pada hal semua kejadian atau semua proses yang terjadi pada diri kita,
baik yang secara langsung maupun yang tidak langsung itu tidak terlepas
dan selalu sesuai dengan hukum Tuhanserasi dengan Kodrad dan
Iradadnya. Manusia itu diibaratkan sebuah pensil. Pensil semata – mata
hanya pelaku bulat daripada yang menuliskan, karena pensil tidak mungkin
menulis sendiri. Adapun tulisan yang dibuat pensil itu bukan semata – mata
pemilik pensil, tetapi milik penulisnya. Sungguh tidak pada tempatnya
jikalau pensil mengaku tulisan itu sebagai miliknya. Penulis mempunyai
maksud tersendiri akan semua yang dituliskan. Jika pensil ingin tahu dan
tujuan tulisan itu, dia harus menanyakan kepada penulis, jangan hanya
menyimpulkan dari tulisan itu sendiri. Pensil harus sadar, bahwasannya dia
tidak lebih dan tidak kurang hanya pelaku bulat daripada penulis.
Demikian halnya dengan keadaan menusia sebagai Ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Dialah hanya pelaku bulat daripada yang Mengadakan dan Yang
Misesa. Hasil karya yang kita peroleh dari jerih payah kita, tidak seharusnya
kita aku, kita akui sebagai milik kita secara mutlak. Pengakuan inilah yang
membangkitkan rasa iri, dengki purba sangka, putus asa, dan lain
sebagainya.
Kita seharusnya menyadari, bahwasannya semua hasil karya kita atau
hasil itu memuaskan atau tidak, semuanya tidak terlepas dari Hukum
Tuhan Yang Maha Esa. Semua hasil karya kita peroleh dalam hubungan
12
dengan nasib kita sesungguhnya akan membawa kita kesatu tujuan yang
telah ditentukan oleh yang mengaruniai nasib kita. Kalau kita ingin tahu,
mengapa nasib kita baik atau mengapa nasib kita buruk, kita harus ber-
paling pada yang Mengaruniai nasib kita dan menanyakan dengan
melandaskan pada hati sanubari. Menanyakan harus dilakukan secara
khusuk dengan seluruh diri pribadinya. Insyaallah Tuhan Yang Maha Esa
akan melimpahkan taufik dan hidayahnya.
13
itu dilakukan secara teratur dan berkeseimbangan dengan latihan –
latihan.
Rahsa pada hakekatnya mewujudkan daya hayati hidup sebagai
pancaran daripada sinar sifat hayati Tuhan Yang Maha Esa, yang
mengandung daya tenaga dan kekuatan / energi. Daya hayati hidup itu
masuk melalui paru – paru. Dari paru – paru rahsa itu dalam darah
bersih diambil oleh jantung, untuk dikirim menyerapi seluruh anggota
tubuh sampai pada bagian tubuh yang sekecil – kecilnya secara adil dan
merata menurut perbandingan dan fungsinya. Dalam hubungan ini
seluruh anggota tubuh oleh karenanya mampu dan bisa bergerak atau
digerakkan. Manusia lalu dikatakan hidup.
Dalam pada itu yang disebut jantung diamana pada pusatnya
bermahligai hati sanubari atau pribadi lingkunganj hidup berfungsi dan
berkedudukan sebagai akumulator / penghimpun dan distributor /
penyalur rahsa, yaitu darah dan rasa seluruh tubuh dan bagian anggota
tubuh. Sebaliknya seluruh anggota tubuh dan bagian – bagiannya dapat
merasakan pusat jantung yang sedang membagi bagikan darah terus
menerus tiada henti – hentinya secara “ambyu mili.” Proses ini dapat kita
rasakan, kita amati apabila kita memusatkan pernafasan kita di pusat
jantung. Ini berarti bahwasanya pernafasan itu tidak diperhentikan di
paru – paru saja, tetapi diteruskan kearah pusat jantung dan “pelepasan
nafas” dimulai dari pusat jantung. Jadi pemasukan nafas berada di pusat
jantung dan “pelepasan nafas” dimulai dari pusat jantung.
Dengan penghayatan seperti tersebut diatas yang dilakukan secara
berturut turut dan teratur, lambat laun kita akan dapat merasakan dan
sadar tentang status.
KESIMPULAN
14
c. Bimbingan dimaksud diharapkan pula dapat menumbuhkan kesadaran
tentang seseorang sebagai “subyek” didalam dan terhadap lingkungan
sekililingnya disamping kesadaran sebagai “obyek ” atau “pelaku bulat”
didalam dan terhadap Kodrat dan Iradat Illahi.
d. Sebagai pedoman hidup dimaksud dapat dipergunakan sebagai pegangan
atau tuntunan untuk mencapai AS daripada hidup, dan kehidupan, ialah
Hati Sanubarinya sendiri, menuju kerasa aman, sentausa, tentram, lahir
batin, karenanya mempunyai kesadaran serta keyakinan yang mendalam,
bahwasannya Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai ciptaan-NYA
dimana saja dan dalam bagaimanapun juga.
e. Memberi keyakinan, bahwa hanya dengan sarana Hati Sanubari kita
secara utuh dan bulat dapat merasakan dan terasa adanta Tuhan Yang
Maha Esa, “kerasa kang tanpa sarira” oleh karenanya bagi saudara
Persaudaraan Setia Hati Terate, agar selalu melatih agar “diri setia pada
Hati Sanubari.”
15
TUNTUNAN
II
Landasan dan tujuan tata kehidupan Persaudaran Setia Hati
Terate
1. LANDASAN
16
molah diri mengarah berkiblat kepada omgeving. Biasanya gerak – mobah –
molah itu berwujud tingkah laku, langkah usaha, makanya dalam rangka
mempertahankan diri dan mengusahakan kesejahteraan demi kelangsungan
hidupya. “diri” adalah sesungguhnya “aku” atau “ego” daripada manusianya.
Dalam pada itu ya ng disebut “hati sanubari” atau “pribadi” fungsinya
beraspek rohani, bertempat kedudukan di pusat jantung dengan orientasi
dan arah kiblat kepada Sumber, Tuhan Yang Maha Esa. Hati sanubari
adalah sesungguhnya “ingsun” dari pada mausianya.
Yang perlu juga kita sadari ialah “diri” maupun “pribadi” alat peraganya
hanya satu yaitu tubuh. Padahal badan tidak mungkin digunakan
bersamaan sekaligus dalam waktu dan tempat yang sama oleh “diri” atau
“pribadi” masing – masing sendiri. Akibatnya salah satu harus mengalah
atau kalah. Kalau “diri” menang karena “pribadi” diam mengalah (untuk
sementara), maka tubuh mewujudkan sifata – sifat dari “aku”. Sebaliknya
jika “diri” dapat dapat disudutkan dan dikuasai oleh “pribadi” dalam arti
diluluhkan dalam hati sanubari, maka gerak – mobah – molah manusianya
akan berorientasi sifat – sifat “Ingsun”, yang berwujud keadilan, kebenaran,
kejujuran, tepa seliro, serta budi luhur.
“Pribadi” pada dasarnya berorientasi pada pengrasa halus dan
mendalam, rasa kasukman, oleh karena rasa ini sering dinyatakan sebagai
rasa jati atau sejatining rasa. Rasa ini sulit, bahkan sesungguhnya tidak
mungkin diterapkan dengan kata – kata atau dilukiskan dengan sesuatu
gambaran. Namun rasa ini akan dapat didicapai dengan melalui
penghayatan – penghayatan dalam bentuk latihan – latihan yang tekun,
teliti, dan teratur, tiada bosan (dipersilahkan menghayati dalil ketujuh
SAPTA – WASITA – TAMA).
Sifat – sifat hati sanubari dapat diibaratkan sebagai sifat air. Air selalu
berusaha bali kepada sumbernya yaitu lautan. Awal mula asal dari air
adalah lautan. Anda mungkin telah mendengar asal mulanya. Terik
matahari menyebabkan air dilautan menguap. Uap air kemudian terkumpul
kemudian terbawa angin ketempat dimana tekanan udaranya rendah, dan
kedian jatuh menetes di peguinungan atau di ngarai sebagai air hujan. Tetes
air hujan elanjutnya berkumpul menjadi kali dan berusaha mengalir ke laut,
kembali pada sumber asalnya. Walaupun air berusaha dibendung, air akan
berusaha menembus bendungan, air berusaha meresap dan berkumpul
dalam sumbernya ialah lautan.
17
Begitu pula halnya dengan “pribadi”, betapapun dicegahnya atau
dirintanginya dengan segala daya upaya, “pribadi” tetap akan kembali pada
Sumbernya ialah Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam seisinya.
2. TUJUAN
Dengan landasan “diri setia kepada hati sanubari” kita menuju akan
tercapainya sehat secara jasmani, sehat secara material yang merupakan
kesehatan secara lahir, dan sehat secara mental spiritual yang menyangkut
kesejahteraan batin. Ketiga unsur pokok tujuan tersebut diatas harus
merupakan totalitas, satu keutuhan bulat, dimana unsur – unsur itu harus
kait mengakiat, seimbang dan serasi, unsur yang lain. Keseimbangan serta
keserasian ketiga unsur dalam satu totalitasa yang akan mewujudkan yang
disebut kesejahteraan lahir batin.
Keseimbangan lahir dan batin itu akan terjangkau, apabila kita selalu
menempatkan diri pribadi kita pada AS dan dalam AS, yang sesungguhnya
ini berarti berdiri diatas “Iman dan Taukhid.”
Kata sehat ini tidak berarti berlebih – lebihan, namun tidak merasa
kekurangan, tetapi memberi kemampuan dan memungkinkan melakuakan
kegiatan – kegiatan yang wajar sesuai dengan vitaliatas, stamina dan
kapasiatas.
18
“Barang siapa mengaku hasil karya menjadi miliknya, ia akan terbelenggu
olehnya lahir dan batin.” Oleh karenanya kita perlu mengenal diri pribadi
kita sendiri, supaya kita dapatdan mampu menentukan sikap kita yang
wajar terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan (omgeving). Untuk
mengenal diri pribadi kita sendiri, kita harus selalu mawas diri, supaya
terlepas dari AS, dari Sumber, dari Iman tetapi selalu berpijak pada AS dan
didalam AS. Bahwa segala amal perbuatan kita mengenai masalah dunia
(keluar) selalu berdasarkan SUMBER, yang bersifat lahir. Sedang amal
ibadah (kedalam) yang bersifat batin kembali kepada SUMBER.
Dengan demikian semua perbuatan kita baik yang mengarah keluar
maupun yang mengarah keluar maupun yang mengarah kedalam berpusat
dan memusat di SUMBER, berpusat dan memusat di Hati Sanubari,
sesungguhnya yang demikian itu ialah penghayatan atau pelaksanaan iman
dan taukhid.
Kita diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makluk individu
selain itu pula kita diciptakan sebagai makluk sosial. Kita tidak bisa hidup
sendiri, dalam pemenuhan kebutuhan, kita tidak bisa terlepas dari
masyarakat dan lingkungan. Lingkungan keluarga, Rukun Tetangga (RT),
Rukun Warga (RW), suku dan lingkungan – lingkungan yang lainnya.
Apabila kita mampu memancarkan “pribadi” kita dan tidak terlepas dari
AS atau Hati Sanubari, kita akan ber-pribadi, berwibawa dan selalu akan
menjadi “subyek” daripada lingkungan sekeliling kita, dikarenakan Hati
Sanubari senantiasa memancarkan sinar kewibawaan.
Sebaliknya jika kita terlepas dari AS, kita akan tergilas dan tenggelam
dalam lingkungan dan akan menjadi “objek” belaka. Disamping itu perlu
disadari pula, bahwa lingkungan (omgeving) bisa menjadi tirai antara diri
pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Padahal seharusnya lingkungan itu
harus menjadi “tombol” antara diri pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan hidup dalam lingkungan dan karena lingkungan kita sekaligus
merasakan “Adanya Tuhan, Keagungan Tuhan.”
Disaat kiat beribadah, disaat kita sendiri, disaat ramai,
19
3. PENGAHAYATAN
Apabila yang dihayati itu yang positif, sudah barang tentu hasilnya akan
positif pula, sebaliknya jangan mengaharapkan sesuatau hasil yang positif,
jika yang dihayati itu sesuatu yang negatif. Tiada orang yang mencangkul
hasilnya sabitan, dan tiada orang yang menyabit hasilnya cangkulan. Dalam
hal ini akan berlaku apa yang diamanatkan para sesepuh: “Ngunduh wohing
pangawene dewe” yang berarti semua akan memetik hasil dari perbuatannya
sendiri. Semua yang ada harus dilakukan secara ikhla, tiada rasa terpaksa
atau dipaksa, niat dalam hati ingin mengenal diri pribadi.
TUNTUNAN
III
Latihan pernafasan menurut ajaran
Persaudaraan Setia Hati Terate ( I )
20
Gerak – mobah – molah manusia sesudah lahir dimulai dengan gerak
getar di pusat jantung. Gerak denyut itu berjalan sepanjang masa, selama
manusia dinyatakan hidup, sampai jantung berhenti berdenyut bersamaan
hembusan nafas terakhir, diikuti terhentinya seluruh gerak – mobah –
molah tubuh.
Menarik nafas berarti menghimpun kekuatan atau tenaga,
menghimpun daya hayati hidup, yang artinya RAHSA (darah dan rasa)
bermuatan energi. RAHSA ini diambil jantung dari paru – paru. Jantung
selanjutnya berperan sebagai akumulator dan distributor menyalurkannya
lewat pembuluh darah keseluruh anggota tubuh, terus menerus, tiada putus
– putusnya. Seluruh anggota tubuh dengan demikian diserapi daya hayati
hidup, lalu menjadi bertenaga untuk melakukan gerak – mobah – molah.
Karena seluruh tubuh penuh dengan energi atau tenaga.
Sebaliknya mengeluarkan nafas berarti pelepasan tenaga atau energi,
karena gerak – mobah – molah anggota tubuh memerlukan penggunaan
tenaga. Pada penghembusan nafas manusianya menjadi lemah. Paling
lemah keadaan manusia pada saat penghembusan nafas terakhir.
Menghembuskan nafas berarti pula penarikan kembali daya hayati hidup ke
pusat jantung disertai pelepasan tenaga.
2. PROSES PERNAFASAN
21
dengan tugas masing – masing. Anggota tubuh yang memerlukan tenaga
besar, jadi memerlukan banyak energi, misalnya kaki akan memerlukan
energi banyak daripada telinga, karena tidak memerlukan banyak gerak.
Seterusnya darah bersih yang telah menyerapi seluruh anggota tubuh
dan kehilangan muatannya, berubah menjadi darah kotor. Darah kotor ini
ditarik kembali oleh jantung untuk dikirim ke paru – paru lagi, disiapkan
menjadi darah bersih. Begitulah garis besar sirkulasi darah sebagai
prasarana angkutan Rahsa menyerapi dan meresapi seluruh anggota secara
teratur rapi mengikuti “Tata Wisesa” Illahi.
Gerak denyut jantung menyalurkan darah dan kembang kempis paru
– paru menghirup dan melepas nafas itu seirama dengan perbedaan
frekuensi (jumlah gerakan pada saat tertentu). Namun gerak paru – paru itu
lebih lamban daripada gerak denyut jantung, karena paru – paru besar
daripada jantung, walaupun demikian keduanya bergerak seirama dan
teratur, dalam arti isi mengisi secara bterus menerus, tiada putus – putus.
Mengalirnya darah bersih keseluruh anggota tubuh itu berjalan “ambanyu
mili” (seperti air mengalir) lewat urat nadi. Menyerapnya darah bersih
keseluruh anggota tubuh itu dapat dirasakan dan terasa apabila diamati
sungguh – sungguh dengan tenang – tenang. Untuk itu diperlukan rasa
pengrasa yang halus dan mendalam dengan pemusatan segala perhatian
pada tujuan.
Proses pernafasan dalam bahasa di dunia pendidikan atau dunia
biologi disebut dengan istilah respirasi. Respirasi adalah pertukaran gas O 2
dan CO2 dalam tubuh organisme dan bertujuan mendapatkan energi.
Paru – paru terbungkus oleh selaput paru – paru (pleura) dan selaput
rongga dada (mediastinum). Bagian terkecil dari paru – paru disebut alveoli,
ditempat inilah terdapat anyaman kapiler dan O 2 menembus dinding
alveolus masuk ke kapiler paru ( di antara dinding alveolus ) diikat oleh Hb
sehingga membentuk oksi hemoglobin. Proses pertukaran ini terjadi melalui
proses difusi.
Repirasi pada manusia secara tidak langsung dibedakan menjadi 2
tahap, yaitu :
o Respirasi luar : berlangsung secara difusi gas dari luar ke
dalam aliran darah di paru – paru.
o Respirasi dalam : berlangsung pertukaran gas dari aliran
darah ke sel – sel tubuh di jaringan.
Mekanisme pernafasan
Pernafasan Dada Perut
22
Inspirasi Kontraksi otot antar Kontraksi datar (sekat
rusuk rongga dada)
Ekspirasi Relaksi otot antar rusuk Relaksi (cembung)
diafragma (sekat rongga
dada)
Volume udara di alveoli pada waktu kita bernafas biasa uadara yang
keluar maupun yang masuk paru ½ (0,5) liter. Bila kita menarik nafas
sekuat – kuatnya selain ½ (0,5) liter juga, ikut 1,5 – 2 liter ini disebut udara
cadangan inspirasi. Bila kita menghembuskan nafas sekuat – kuatnya,
selain ½ (0,5) liter, juga ikut 2 – 2,5 liter, ini disebut udara cadangan
ekspirasi.
C 6 H 12 + 6O 2 6C O 2 + H 2 O + E n er gi (627 k a l)
23
-
C O2 + H 2 O H 2C O3 H + + H C O3
a. Prinsip pernafasan
Yang dimaksud dengan olah nafas ialah mengamati secara seksama
masuk keluarnya nafas diarahkan dipusat jantung, di AS. Sebagai berikut:
♥ Awal nafas masuk dari AS
♥ Akhir nafas masuk di AS
♥ Awal nafas keluar dari AS
♥ Akhir nafas keluar di AS
♥ AS ialah Pusat jantung sebagai mahligai Hati Sanubari.
Kesimpulannya nafas masuk sama dengan nafas keluar sama dengan
nafas tidak masuk sama dengan nafas tidak keluar sama dengan di AS
(Pusat jantung)
a. Harus dilakukan dengan khidmat, tenang, bebas, dan iklas, tiada merasa
dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya ambillah sikap secara santai atau
24
relax. Terserah latihan pernafasan itu akan dilakukan dalam keadaan
duduk, berdiri, berjalan, atau berbaring. Asalkan dilakukan sebaik –
baiknya dan dengan penuh ketekunan, yang perlu diperhatikan ialah:
1. Tulang punggung harus selurus lurusnya ,
2. Sekat rongga dada di perkembangkan (dada dibusungkan), agar paru –
paru dapat mengembang secara maksimal dan mengisi udara bersih
sebanyak – banyaknya.
Mengapa pada latihan pernafasan sikap tubuh perlu lepas lelah atau
santai (relax)?
Diibaratkan tubuh itu sebidang tanah garapan (sawah) Jika itu padat,
keras, maka sulit bagi air meresap kedalamnya. Sebaliknya kalau sawah itu
gembur, mudahlah bagi air meresak kedalamnya. Tanah keras padat akan
membuat air menggenang, genangan air biasanya menjadi sarang kuman
penyakit.
Demikian halnya dengan tubuh manusia, jikalau tubuh manusia itu
dalam keadaan santai, tidak tegang (statis), mudahlah bagi daya hayati
hidup atau Rahsa meresap menyerapi seluruh jaringan, sehingga seluruh
jasad diserapi Rahsa.
Catatan :
Sewaktu dan selama menarik nafas/menghirup uadara bersih, pada
azasnya kita menghimpun tenaga. Paru – paru berkembang sampai pada
batas kemampuan paru – paru mengisi udara. Batas kemampuan itu sedikit
dapat ditingkatkan melalui latihan – latihan yang berturut turut dan teratur.
Pada saat kita menarik nafas, kita akan merasa bertenaga, kita
merasa kuat, karena anggota tubuh kita diserapi daya hayati atau Rahsa
secara maksimal. Dalam pada itu seluruh “diri” kita memusat dan berpusat
di AS, di Hati sanubari atau “pribadi.”
c. Selama menarik nafas, paru – paru akan berkembang sampai pada batas
pengembangan. Kemudian nafas itu akan terhenti, karena paru – paru
sudah terisi penuh. Pada saat paru – paru terhenti mengembang,
25
keadaan nafas tidak masuk dan tidak keluar. Pribadi kita sesungguhnya
sudah memusat di kawasan AS. Namun seluruh tubuh kita penuh
dengan isi energi atau tenaga. Kita merasa kuat merasa mampu berbuat.
Catatan :
Masalah keseimbangan itu perlu di usahakan pada bidang hidup dan
kehidupan, juga pada pernafasan. Jikalau kita merasa sudah mencpai
keseimbangan, berarti kita sudah mendekati AS, bahkan mungkin sudah
dalam AS. Akibatnya kita dalam keadaan tenang, tidak mudah terpengaruh
atau terseret oleh pasang surut arus gelombang kehidupan. Kita tidak akan
tenggelam dalam keadaan suka maupun duka, karena kita sadar bahwa
sesungguhnya manusia itu sesungguhnya hanya “Pelaku Bulat” daripada
Yang Misesa. Semua peristiwa yang berlaku dalam alam semesta raya
seisinya itu tidak terlepas daripada “Tata Wisesa” Tuhan Yang Maha Esa
“Tata Wibawa-Nya.”
Didalam AS kita akan dapat menyelami dan menyadari arti nafas
masuk = nafas keluar dan nafas tidak masuk = nafas tidak keluar. Dalam
kenyataanya pada saat manusia menghembuskan nafas terakhir
dikarenakan tenaganya telah habis.
Catatan :
Pada saat paru – paru sampai pada batas mengempis pernafasan
terhenti sejenak. Kini terjadi keadaan nafas tidak masuk dan nafas tidak
keluar. Manusia dalam situasi tiada tenaga, jadi lemah karena kosong.
Ingat, dimana suatu wadah dalam kedaan kosong, maka wadah itu mudah
terisi oleh sesuatu yang bisa masuk. Sedang sesuatu bisa beraspek positif
atau negatif, yang tidak menguntungkan bagi manusianya itu sendiri. Oleh
26
karena itu “kosong” atau “isi” manusia harus selalu berpijak di AS dan
berpegangan pada AS, tiada terlepas dari AS.
27
belum berfungsi sebagaimana mestinya. Saat ini mengingatkan kita
pada saat kita dilahirkan.
b. Sewaktu berbaring untuk tidur adalah saat dimana kehidupan
kerohanian penuh terisi hawa nafsu, kehendak keinginan, gagasan dan
lain sebagainya.
Jika menjelang tidur kita masih terbelenggu oleh hal – hal tersebut kita
tidak mungkin bisa tidur, sebelum kita terlepas dari belenggu tersebut.
Keadaan inipun mengingatkan kita kalau menghadapi maut. Selama
kita belum dapat meninggalkan dunia, kita akan meninggal dengan
tidak sempurna.
c. Salah satu sarana untuk melepaskan diri dari belenggu tersebut. Kita
bisa menggunakan latihan pernafasan seperti yang diajarkan
Persaudaraan Setia Hati Terate, karena latihan pernafasan dipusatkan
dan memusat di AS, di Hati Sanubari yang selalu menghadap dan
berkiblat pada Illahi. Biasanya dengan melakukan “olah nafas” seperti
tersebut. Secara tekun kita akan masuk dalam keadaan ”sadar di
tengah lautan tiada sadar” atau dengan kata lain “setengah sadar,
setengah tidak sadar” seperti rasanya orang yang mau terjatuh.
Mungkin keadaan demikianlah disebut “liyep, layap ing aluyup,
sumuping Rasa Jati.” Ini berarti, bahwa alam kehidupan jasati dan alam
kehidupan rohkani telah mulai saling menyerapi, diri dengan pribadi
telah mulai bersatu manunggal (warongko manjing curigo)
28
5. KEGUNAAN PERNAFASAN SEBAGAI OLAH JIWA
TUNTUNAN
IV
Pernafasan sebagai landasan pencak silat
Persaudaraan Setia Hati Terate ( II )
GERAK
29
Secara prinsip gerak adalah suatu perubahan tempat baik bersifat
menyeluruh maupun sebagian. Untuk bergerak atau menggerakkan sesuatu
diperlukan tenaga yang melebihi kekuatan sesuatu itu.
Adapun tenaga yang menggerakkan sesuatu itu selalu menyertai yang
digerakkan. Sedang tenaga itu sendiri tidak terpisah dari sumber yang
membangkitkan tenaga. Oleh karena itu perwujudan daripada hidup. Akan
ditarik kesimpulan, bahwa sesuatu dapat dikatakan hidup jika ia diserapi
daya hayati hidup. Daya hayati itu sendiri tidak terpisah dari “Sumber
Hidup” Asali ialah Tuhan Yang Maha Esa.
Tenaga untuk gerak – mobah – molah “hidup” itu tidak hanya dari
makan minum saja. Bahkan sebagian besar daripada tenaga itu terdapat
pada udara bebas dan bersih melalui pernafasan. Dalam udara bersih dan
bebas terdapat anasir – anasir daya hayati hidup utama. Apabila kita bisa
bernafas penuh, misalnya dalam alam terbuka kita akan merasa segar baik
jasmani maupun rohani. Ini dikarenakan kita dapat menghirup udara bersih
sebanyak – banyaknya sehingga seluruh anggota tubuh kita penuh diserapi
daya hayati hidup. Sebaliknya jika udaranya kurang bagus seperti debu
atau yang lain maka kita juga merasa tidak enak misalkan saja saat
menghirup belerang bagaimana kondisi kita lemas bukan, kalau terlalu lama
kita pun juga bisa meninggal.
KEGUNAAN PERNAFASAN
Disamping fungsinya sebagai salah satu sarana untuk mawas diri
dengan memusatkan masuk keluarnya nafas di Pusat Jantung, pernafasan
dapat digunakan untuk menguasai dan mengatur gerak – mobah – molah
tubuh, khususnya dalam gerakan “pencak silat.”
Menguasai dan mengatur gerak – mobah – molah tubuh ini
mempengaruhi pula jalannya hidup, karena yang dikuasai dan diatur
sesungguhnya adalah “hawa nafsu” yang menjelma menjadi kehendak
30
keinginan yang berlebihan. Dengan lumpuhnya hawa nafsu maka gerak –
mobah – molah tubuh dijiwai oleh Hati Sanubari yang selalu berkiblat
kepada Illahi.
Adapun gerak – mobah – molah tubuh dalam rangka gerakan pencak
silat yang dapat dikuasai dengan latihan – latihan yang teratur, berturut
turut dan terarah ialah gerakan kecekatan, ketangkasan dan ketrampilan.
Apabila gerakan – gerakan tubuh itu berpusat dan memusat di Hati
Sanubari serta berpangkal tolak di Hati Sanubari, maka itu pertanda bahwa
diri tidak terpisah dari Hati Sanubari, jadi diri setia kepada Hati Sanubari.
31
i. Pada waktu melakukan serangan atau menangkis
serangan tubuh harus dalam dan kuat, jadi dengan nafas
masuk/menarik nafas.
ii. Usahakan jiwa raga dalam kondisi segar dengan olah
nafas, kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan
bagaimanapun juga.
iii. Usahakan mencapai stamina yang setinggi tingginya
dengan mengatur pernafasan sambil berlatih.
iv. Jangan lupa pada awal dan pada akhir tiap kegiatan
melakukan berdiri Alif ajaran Persaudaraan Setia Hati
Terate.
Berdiri Alif itu sesungguhnya tidak hanya terbatas pada melakukan
pencak silat saja, tetapi untuk setiap kegiatan harus diawali dengan
berdiri Alif dan di akhiri berdiri Alif. Karena berdiri Alif akan memberi
kemantapan dan kebulatan terkad dalam tingkah laku dan perbuatan
seseorang.
Berdiri Alif
32
terlepas meninggalkan suara Hati Sanubari, ia akan bertabrakan dengan
lingkungan sekelilingnya.
Huruf Alif adalah huruf pertama dalam abjad Arab. Dalam hubungan
ini kita diperingatkan, bahwasanya segala kejadian atau segala yang terjadi
diawali dari permulaan. Dengan kata lain semua proses itu mempunyai
pangkal tolak yang merupakan sebab permasalahan. Sebab permasalahan
itulah yang menjadikan akibat yang terjadi saat ini. Oleh karenanya barang
siapa melupakan/meninggalkan permulaan atau awal mula, dia tidak akan
mengakhirinya, maksudnya dapat mengatasi masalah. Sebagian besar orang
pun mengatakan awal mula yang benar sudah merupakan separo dari
pekerjaan.
Jekaskah mengapa seorang SH-wan sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan, termasuk melakukan suatu kegiatan apapun, hendaklah berdiri
Alif terlebih dahulu dan berdoa. Berdiri Alif juga dapat diartikan tidak
terpisah dari Hati Sanubari yang selalu berkiblat kepada Tuhan Yang Maha
Esa (Obyek tidak terlepas dari Subyek). Dengan begitu berdiri Alif
mengandung makna kapan saja, dimana saja, dalam keadaan
bagaimanapun selalu mengahadapkan diri pribadinya secara total kepada
TuhanYang Maha Esa. Dengan landasan berdiri Alif sebagai landasan agar
kita berdiri diatas keadilan, kebenaran, dan kejujuran.
Dengan memahami arti dan makna yang terkandung, kemudian
dihayati dengan sungguh – sungguh dan tekun, kita akan dibawa pada hati
tetep, mantep dan madep, tadak mudah goyah, berisi, serta tahan bating
dalam menghadapi segala tantangan hidup dan kehidupan. Apapun
tantangan yang ada dikehidupan baik yang kasat mata ataupun yang tidak,
kita tidak akan cemas, karena kita selalu merasa dan terasa dengan Tuhan
dan didalam Tuhan Yang Maha Esa.
Kita harus tahu siapa yang kita hadapi, baik itu kawan, lawan atau
baik buruk dan apapun itu dan siapapun itu kita harus berhati – hati.
Lawan bisa membahayakan, tetapi kawan bisa juga menjerumuskan dalam
lembah penderitaan. Sedang lawan yang dianggap membahayakan
sesungguhnya bisa membawa kita pada tingkat kemajuan dalam tata hidup
dan kehidupan kita. Sebaliknya kawan yang dipuji puji setinggi langit
malahan bisa menyesatkan. Pada hakekatnya segala kejadian yang terjadi
pada saat sekarang ini itu semuanya berjalan dan terjadi sebagai proses
dalam ruang lingkup tata wisesa Tuhan sesuai dengan kodrat dan iradatnya.
Hal tersebut berarti bahwa kita sedikitpuntidak terlepas atau
melepaskan diri dari suatu kenyataan yang sedang kita hadapi. Dengan
33
begitu kita tidak akan lengah atau terlena sedikitpundalam mengahadapi
lawan atau kawan. Kita selalu dalam keadaan waspada siap siaga, tidak
melamun dalam waktu silam atau mengakhayal dimasa mendatang. Dalam
pada itu kita tetap berdiri di AS dan pada AS dalam arti tidak terlepas dari
Hati Sanubari yang selalu berkiblat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari semua hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa berdiri Alif
mempunyai arti yang sangat luas dan mendalam, luas karena tidak hanya
dalam pencak silat saj akan tetapi menyangkut pula segala aktivitas dan
semua kehidupan sehari hari kita. Mendalam disini karena dilandasakan
pada Hati Sanubari, pada AS hidup dari manusia itu sendiri.
Berhubungan dengan itu berdiri Alif tidak hanya terbatas pada
melakukan berdiri tegak saja. Dalam keadaan sakit yang harus
berbaringpun kita bisa melaksanakan bediri Alif. Yang pokok dan penting
ialah berdiri tegak didalam Hati Sanubari secara mutlak. Akan lebih mantap
dan berbobot lagi berdiri Alif itu diiringi puji – pujian kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai keyakinan masing – masing.
34
PENCAK SILAT
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
35
membentuk langkah yang lurus pula. Beberapa jurus gerak langkaknya
mundur pula. Tetapi jalannya tetap lurus. Gerak langkah lurus itu
mengandung makna, bahwa semua tingkah laku seorang SH-wan dalam
keadaan bagaimanapun, harus berlandaskan pada hati lurus, tidak nerliku,
tidak plin – plan. Menyamping atau mundur selangkah untuk menghindari
bahaya yang sifatnya untuk sementara, asalkan hati tetap lurus.
LANDASAN IDIIL/KEROHANIAN
♥ Jurus 25
Jurus 25 adalah jurus yang dilakukan pada permulaan pembukaan
sambung sebagai isyarat salam (uluk salam). Yang merupakan isyarat
memberikan doa harapan selamat sudah barang tentu yang dimaksud
dengan doa harapan selamat ialah doa harapan selamat lahir batin. Semua
yang dijumpai disekitarnya, tanpa membedakan pangkat dan tingkat
kedudukannya. Pemberian salam ini menunjukkan keakraban kehalusan
budi, dikarenakan suka menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa
membedakan status sosial apapun.
Gerak langkah jurus 25 dimulai dengan, membungkuk merendahkan
tubuh sambil menyentuh tanah, lalu berputar kekanan dan kekiri (atau
sebaliknya). Gerakan membungkuk merendahkan tubuh ini mengandung
arti “merendah diri,” jadi menunjukkan dengan merendahkan hati. Tidaklah
salah salah satu isi dari PANCA PRASETYA ialah Sungguh – sungguh saya
akan merendah hati dan menjauhkan diri dari watak sombong.
Berputar/memutar kekanan dan kekiri memperingatkan kita pada
lingkungan sekitar kita yang terdekat. Janganlah sekali – kali meninggalkan
atau melupakan lingkungan disekitar kita yang terdekat, karena sewaktu –
waktu kita membutuhkan uluran tangannya. Merendahkan tubuh kedepan
dengan menyentuh tanah berarti “mau dan iklas berendah hati untuk
mengormat dan uluk salam yang paling rendah sekalipun.”
Tiada sesuatu yang paling rendah dari tanah yang kita injak. Namun
dari dalam tanah yang kita memperoleh sebagian dari tenaga dan daya
kekuatan kita berasal dari tumbuh – tumbuhan dan air minum. Tidakkah
tanah itu salah satu anasir dari tata susunan kehidupan jasmani kita.
Unsur – unsur kehidupan jasmani manusia berasal dari unsur – unsur
tanah, air, api, udara. Dan daya kekuatan jasmani kita berasal dari sari –
sari empat anasir tersebut dalam bentuk zat – zat yang terdapat dalam
makanan dan air minum, selanjutnya tidakkah kita mendapatkan yang kita
36
makan dan minum sehari – hari itu langsung atau tidak langsung dari
keringat dan jerih payah golongan yang terendah dalam masyarakat yaitu
petani. Bukan insinyur pertanian yang menghasilkan padi. Tetapi petani
yang setiap hari memelihara padi hingga padi panen dengan baik. Betapa
rendah akhlak budi pekerti kita, jika kita melupakan mereka.
Setelah mnyentuh tanah, kita membuka tangan dengan maksud
mohon doa restu. Dengan segala kerendahan hati menghormat serta
memberi salam (uluk salami) siapa saja yang berada disekitar kita, sampai
yang paling rendah sekalipun. Dengan diiringi harapan, agar semuanya
dalam keadaan selamat dan sejahtera lahir dan batin. Menunjukkan
kebersamaan jiwa dan keluruhan budi seseorang, karena orang itu tahu
berterima kasih atas kebaikan orang lain. Sementara itu sudahkah kita
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menghidupi dan
memberikan sehari – hari? Gerakan selanjutnya menarik kaki yang belakang
kemuka menjadi sejajar, dalam keadaan dan sikap berdir tegak. Sementara
kedua belah tangan di angkat setinggi pelipis dalam sikap :”memajatkan
doa.” Sikap ini hendaknya dengan panjatan doa menurut agama dan
keyakinan masing – masing sikap ini menunjukkan ketakwaan seorang SH-
wan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keadaan bagaimanapun juga
seorang insan SH harus selalu berdoa demi keselamatan diri pribadinya
berikut yang berada dilingkungan sekitarnya.
Dengan demikian secara singkat jurus 25 berisikan dengan segala
kerendahan hati menghormat serta mengharapkan keselamatan semuanya
yang berada di sekitar, termasuk yang terendah sekalipun, diiringi dengan
permohonan doa restu serta panjatan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam melaksakan tugas. Kemudian kembali berdiri mengambil sikap berdiri
di AS, mengahdapkan pribadinya berkiblat kepada Tuhan dengan
penyerahan secara total.
♥ Jurus 12
Jurus ini berisikan isyarat memberi salam kepada seseorang yang
sedang dihadapi secara langsung. Dalamkeadaan biasa, apabila kita
bertemu dengan seorang yang baru kita kenal, kita tentu saling memberi
salam atau berjabat tangan.
Bagi seorang insan SH-wan berjabt tangan itu tidak hanya terbatas
kepada seorang kawan saja, tetapi kepada siapapun yang sedang dihadapi
secara langsung, meskipun lawan sekalipun. Kepada lawanpun kita harus
mengahrapkan keselamtannya lahir batin. Dengan demikian dapat
37
disimpulkan, bahwa jurus 25 dan jurus 12 disamping menunjukkan
identitas dan kepribadian seorang insan SH-wan, juga memancarkan sinar
keluhuran budi dalam mengahdapi tantangan dari siapapun, baik tantangan
dari siapapun, baik tantangan itu datang dari kawan atau dari lawan.
♥ Jurus 20
Jurus 20 dalam pencak silat SH tidak dinyatakan dalam jurus – jurus
yang lain, karena dihubungkan dengan sifat 20 Yang Maha Esa. Sifat 20
Tuhan itu pada hakekatnya mengejawantahkan ke Esa an, dan keagungan
Tuhan, tiada lain yang agung kecuali Tuhan oleh karena yang disebut Maha
Esa dan Maha Agung. Sifat 20 Tuhan harus kita sadari, harus kita sadari,
harus kita yakini. Harus kita rasakan didalam Hati Sanubari kita. Esa
dalam artinya Sawiji, tunggal, mutlak utuh bulat.
Ke Esaan Tuhan itu menunjukkan kepada kita, bahwa Tuhan adalah :
a. Esa pada Dzatnya
b. Esa pada Sifatnya
c. Esa pada Namanya
d. Esa pada Af’’al atau Makartinya
Sifat ke Esaan Tuhan itu melingkupi, menyerapi dan menyertai alam
seisinya dalam Tata Wisesa, Kuasa, dan Karsanya. Kenyataan sejati ini tidak
dapat dijangkau dengan akal pikiran maupun panca indra. Akal pikiran dan
panca indra masing – masing mempunyai sifat yang terbatas. Sedang ke
Esaan Tuhan tiada batas dalam ukuran waktu dan ruang, tiada banding,
kesamaan dan persamaannya, kekal, abadi sepanjang masa.
Tidak mungkin ke Esaan Tuhan itu dapat dinilai atau diukur dengan
ukuran yang serba terbatas. Meskipun demikian sifat ke Esaan Tuhan itu
dapat dan mungkin kita amati dengan “rasa pengrasa yang halus dan
mendalam.” Yaitu rasa kebatinan kita. Untuk meyakini eksistasi dari ke
Esan Tuhan kita hendaklah menghayati dan mendalami dan melatih sapta
wasita tama yang ke tujuh. “Barang siapa melatih rasaning rasa insya-Allah
ia dapat laun akan terasa rosing rasa.”
Jurus 20 itu menjiwai 35 buah jurus yang lain dalam suatu totalitas.
Nilai spiritual jurus 20 itu sangat luas dan mendalam diibaratkan samudra
yang tak bertepian. Pada hakekatnya jurus 20 itu bersambung berkaitan
dengan Iman dan Taukhid. Berhubung dengan itu sulit dan tidak
mungkinlah jurus 20 itu dinyatakan dengan suatu lukisan atau rangkaian
kata – kata.
38
Dengan pengahayatan dan latihan – latihan olah jiwa yang teratur,
terarah dan mantap jurus 20 dapat dijajaki, didalami sampai terasa sendiri
apa dan bagaimanakah sesungguhnya jurus 20 itu sebenarnya. Secara
singkat jurus 20 dapat disimpulkan sebagai berikut: “mensanubarikan diri
dalam pribadi.” Ini berarti diri lebur menyerap masuk kedalam Hati
Sanubari. Dengan demikian diri dengan pribadi atau Hati Sanubari
manunggal sawiji, tungal dan utuh. Manusianya pun mewujudkan suatu
totalitas yang mandiri yang berarti sadar akan adanya atau eksistensi
sendiri dalam hubungannya dengan alam semesta dan Penciptanya. Sikap
diri pribadinya terhadap Illahi akan berwujud penyerahan secara total
kepada Sang Pencipta seluruh alam raya ini. Selanjutnya akan tiada jarak
atau antara Objek dan Subjek Mutlak.
39
2. Memiliki kelebihan mental dan spiritual
( berani, tahan uji, madhep, manteb, karep).
3. Integritas
( resik atine, bener lakune ).
4. Stabilitas emosi
( berjiwa kuat, pemaaf, tidak dapat dipancing di ibaratkan
“dipepe ora mlethek, digodok ora empuk”).
5. Cerdas dan pandai mengajar
( mampu melihat/menilai situasi dan memberikan respon secara
cermat dan tepat ).
6. Cinta kasih dan rasa bersaudara.
7. Mampu memproyeksikan diri pada orang lain baik mental
maupun emosi.
8. Mampu melihat organisasi secara menyeluruh dan selalu
berorientasi pada tujuan organisasi.
9. Bertanggung jawab dan konsekuen.
10. Memiliki ilmu pencak silat.
11. Berusaha memayu hayuning bawono.
40
Leadership atau kepemampinan dapat diartikan sebagai pemuka,
penuntun, penganjur sehingga secara fisik pemimpin berada di depan.
Namun sebenarnya dimanapun tempatnya pemimpin dapat memberikan
pimpinan (pengaruh).
Ki Hadjar Dewatoro mengajarkan : Ing ngarso sung tulhodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani. Yang artinya : di depan memberi contoh,
di tengah memberikan semangat untuk berkreatif dan berkarya nyata, di
belakang memberikan dorongan.
Dalam praktek istilah pemimpin dan kepemimpinan dijumbuhkan. Hal
tersebut adalah tidak dibenarkan karena antara keduanya ada perbedaan.
Dalam situasi kemajuan yang pesat dewasa ini disarankan setiap
pemimpin yang menginginkan efektifitas dalam meimpin kiranya tepat
apabila dilengkapi dengan pengetahuan management.
Management adalah rangkaian kegiatan yang seharusnya dilakukan
oleh setiap pejabat pimpinan untuk mengerahkan. Menggerakkan dan
mengarahkan serta mengendalikan segala sumber guna mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Karena organisasi ingin berkembang dengan pesat
diperlukan kegiatan-kegiatan yang tidak terbatas. Management merupakan
kebulatan dari unsur-unsur yaitu : planing, organizing, actuating and
controling (POAC, G R Terry Phd) yang dalam bahasa kita diterjemahkan :
perencanaan, pengorganisasian, pengerakkan, dan pengendalian. Disini
letak kepemimpinan ditekankan pada actuating ialah leadership, human
relation dan communication. Sedangkan yang dimaksud sumber-sumber
tersebut ialah : man, money, material, machine, market and method.
(manusia, uang, meterial, mesin, pasar dan tata kerja)
Untuk jelasnya dapat diikuti gambar sebagi berikut :
Pendekatan Belajar tentang Kepemimpinan
41
dijumlahkan sifat – sifat orang besar tersebut dapat dijadikan patokan
untuk menjadi pemimpin besar di dunia tersebut untuk dipelajari dan
dipraktekkan dan munculah teori serba sifat (The Greatman Theory).
Namun setelah timbul kritik – kritik tentang kelemahan teori serba
sifat maka orang melakukan pengamatan tentang peran serta pengikut
dalam keberhasilan kepemimpinan sehingga dicurahkanlah perhatiannya
untuk mempelajari karakteristik pengikut dan timbulah teori X Y oleh Max
Gregor.
Dengan mempelajari sifat pemimpin dan karakteristik pengikut
kiranya masih kurang karena pada dasarnya situasi ikut pula menentukan
keberhasilan kepemimpinan. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang
pemimpian sukses dalam waktu tertentu dapat jatuh pada situasi yang
berbeda.
Untuk itu perlu dipelajari pula karakteristik situasi guna
menyesuaikan methode & tehnik kepemimpinan yang dibutuhkan.
TEORI PENGENDALIAN
Daulgas Mac Gregor
Basis Pemecahan Masalah
Pendekatan Klasik Pendekatan Patisipatif
1. Manusia pada dasarnya tidak 1. Pada dasarnya manusia suka
suka bekerja. bekerja.
2. Oleh karena itu harus dipaksa. 2. Karena senang kalau hasil
3. Karena paksaan maka harus karyanya dihargai.
diawasi . 3. Lebih senang megendalikan diri
4. Harus diarahkan daripada dikendalikan orang
lain.
4. Tidak senang diawasi.
Kekuasaan & Fisik Motivasi & Stimulasi
(cambuk segala tempat) (cukup seruling gading)
Teori X Teory Y
(Birokratif) (Parbisipsif)
Dapat berhasil dipraktekkan dalam Pendekatan modern
satgas tentara. Dapat berhasil dipraktekkan dalam
kelompok seniman
42
1. Energi (energi mental dan spiritual)
2. Stabilitas emosi
3. Memiliki pengetahuan mengenai Human relations
4. Emphaty (kemampuan memproyeksikan diri, baik mental
maupun emosi pada posisi orang lain)
5. Objektif
6. Personal motivation (motivasi diri)
7. Pandai berkomunikasi
8. Kemampuan mengajar
9. Pandai bergaul
10. Kemampuan teknis
43
Sifat kepemimpinan Pandawa
1. Tulus hati
2. Teguh pendirian
3. mampu menyelesaikan segala tugas pekerjaan yang dipercayakan
kepadanya
4. Setia janji
a. Puntodewo kang suci atine
b. Wekudoro tegas ing yudo
c. Janoko lananging jagad
d. Nakulo Sadewo prasetyo ing uboyo
44
Percaya pada diri sendiri serta mempunyai tekat yang bulat karena
semuanya telah dipertimbangkan masa – masak.
4. Menang tanpo ngasorake
Menundukkan orang tanpa rasa tidak enak.
45
terlatih dalam kepemimpinan sehingga tidak ada seorangpun
yang siap untuk menjadi pemimpin.
c. Pelaksanaan yang tidak sehat
d. Kegagalan pencapaian program organisasi
e. Timbul kekacauan dan lain – lain
46