You are on page 1of 3

MOHAMMAD REYHANOUGY.

S
23263

Selasa, 26 Oktober 2004


Kasus Suntik Mati
Ny. Agian Butuh Uluran Tangan Dermawan

PKPU Online JAKARTA – Masih ingat dengan kasus Agian Isnauli Siregar (33) dan suaminya
Panca Satrya Hasan Kusuma (33), yang meminta agar istrinya di−euthanasia (suntik mati) saja karena
ketidakmampuan keluarganya serta sudah tidak bisa berbuat apa−apa lagi.

Itulah nasib yang menimpa Ny. Agian Isnauli Siregar, korban malpraktik yang kini masih dirawat di
RSCM Jakarta, kian memprihatinkan.

Seperti diketahui dan pernah diberitakan di harian Kompas edisi 21 September 2004, ahli hukum
pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menyarankan agar Hasan menyampaikan
permohonannya itu kepada pengadilan negeri.

Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkan kemudian adalah perawatan dan pendampingan rohani,
baik bagi si pasien maupun bagi pihak keluarga dari mereka yang peduli dengan uluran tangan dan
kehangatan ukhuwah.

PKPU sebagai lembaga pembangunan ummat dan amil zakat, pada Rabu (20/10/04) mengutus salah
seorang staf PKPU, Ena Sabana berkunjung ke RSCM unit Stroke Suparjo Rustam No.3 tempat
selama ini Ny. Again Isnauli Siregar dirawat.

“Penyakit yang diderita istri saya sekarang Stroke


dan hingga kini, Rabu (20/10/04) sudah dirawat
selama 102 hari hari di RSCM.”

Sebelumnya istri saya dirawat di RS Islam Bogor


(21/7/04), berhubung ada sesuatu yang tidak
beres, yaitu disinyalir adanya malpraktik disana.
Pada waktu itu dokter yang menanganinya adalah
dr. Gunawan dan mengakibatkan si pasien sampai
menderita stroke berkepanjangan seperti ini
(sesuai informasi Bapak Hasan Kusuma), istri
saya itu dibuat mati gara−gara mal praktik seperti
ini.

Selang beberapa hari pasien dipindahkan ke PMI selama 38 hari dan karena tidak ada perkembangan
membaik, akhirnya di pindahkan ke RSCM hingga sekarang.

Biaya yang dikeluarkan sudah cukup banyak hingga puluhan juta rupiah dan belum ada tanda−tanda
kesehatannya membaik. Sampai saya sudah nyerah dan hampir putus asa, karena merasa tidak
sanggup lagi menanggung beban biaya yang begitu berat (seperti yang pernah diberitakan di surat
kabar dan teve, sampai saya khilaf dan keceplosan bicara untuk minta di suntik mati saja, daripada
begini terus). Akhirnya berita tersebar kemana−mana dan membuat perhatian banyak orang tertuju
pada kami.

http://www.pkpu.or.id/berita.php?id=16&no=26
diakses tanggal 17 Maret 2010 pukul 20.47
MOHAMMAD REYHANOUGY.S
23263

Artikel tersebut menunjukkan berita upaya euthanasia yang dilakukan oleh Panca Satrya
Hasan Kusuma (33) terhadap istrinya Agian Isnauli Siregar (33), yang sedang mengalami
koma yang cukup lama. Upaya tersebut dilakukannya karena tidak sanggup lagi membiayai
perawatan istrinya dan juga tidak tega melihat istrinya dalam keadaan koma berkepanjangan
di RSCM selama 102 hari.

Upaya euthanasia atau yang lebih dikenal dengan suntik mati terhadapa pasien ini, dilakukan
Hasan Kusuma dengan cara mengajukan permohonan ke pengadilan Negeri Jakarta setelah
mendapat saran dari ahli hukum pidana Universitas Indonesia , Indriyanto Seno Adji.

Hingga berita ini dimuat, kondisi istri Hasan Kusuma masih dalam keadaan koma. Hasan
menuturkan bahwa istrinya mengalami koma setelah ditangani oleh dr. Gunawan ketika
dirawat di RS Islam Bogor pada tanggal 21 Juli 2004 untuk menjalani penyembuhan srtoke.
Disinyalir, terjadi malpraktik disana yang membuat kondisi istinya menjadi ‘mati’ .Ia
memutuskan untuk memindahkan istrinya ke PMI selama 38 hari dan kemudian dipindahkan
lagi ke RSCM karena tidak menunjukkan perkembangan.

Hasan menuturkan, biaya perawatan istrinya sangat besar hingga mencapai puluhan juta
rupiah dan ia tidak sanggup untuk membayarnya. Ia pun sempat berputus asa melihat kondisi
istrinya yang tak kunjung membaik yang membuatnya berupaya untuk melakukan
permohonan euthanasia terhadap istrinya. Setelah berita tersebut mencuat, maka datang
banyak respon dari masyarakat.
MOHAMMAD REYHANOUGY.S
23263

Menyikapi pemberitaan artikel tersebut, saya tentu sangat tidak setuju karena bertentangan
dengan ajaran agama Islam.

Sebagai seorang muslim, saya percaya bahwa kehidupan dan kematian adalah urusan Allah
dan tidak ada hak manusia dalam hal ini. Manusia memang hanya bisa berusaha dengan
sebaiknya tetapi hasil akhir hanya ada pada Allah.

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran yang artinya:

“ Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya)


melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar ” (QS al-An‘am [6]: 151).

Kemudian “ Janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepada kalian.”(QS an-Nisa' [4]: 29).

Dan bila dilihat dari sudut pandang hukum Indonesia, maka perundang-undangan kita dengan
tegas melarang praktek tersebut.
Pasal 344 KUHP menyatakan: Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain, atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.
Tentu upaya euthanasia merupakan suatu pelanggaran HAM berat bagi kehidupan manusia
karena manusia memiliki hak untuk hidup yang hakiki.

Menurut saya, memang saha-usaha medis diperlukan untuk pengobatan seseorang yang
sedang kritis seperti koma yang dialami istri Hasan Kusuma. Namun, bila usaha-usaha
tersebut tidak juga memperlihatkan perkembangan bagi kesembuhan pasien, dan dokterpun
dengan pengetahuannya beranggapan bahwa sangat kecil kemungkinan untuk diselamatkan,
maka upaya pelepasan alat bantu dan supply pengobatan boleh dilakukan. Hal ini bertujuan
untuk meringankan beban ekonomi pihak keluarga maupun bagi kondisi pasien agar tidak
terkesan dipaksakan.

Memang kita sebagai manusia tidak akan tega bila melihat rekan atau keluarga kita dalam
kondisi sekarat yang cukup lama. Tapi itu bukan alasan bahwa euthanasia boleh dilakukan
karena maut hanya Allah lah yang mengaturnya dan kita sebagai hambanya tidak ada hak
sedikitpun dalam hal ini .

You might also like