You are on page 1of 4

PRAKTIKUM FARMASI FISIK 2

PENGUKURAN PARTIKEL

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melakukan pengukuran partikel dengan
metode mikroskopi dan pengayakan atau shieving. Ukuran partikel yang diukur adalah
partikel-partikel dari suspensi amilum pada metode mikroskopi dan partikel-partikel dari
granul pada metode pengayakan. Metode mikroskopi dan pengayakan digunakan secara
luas dalam praktek di bidang farmasi di samping metode sedimentasi, penentuan volume,
ultrasentrifuge dan coulter counter.
Pada metode mikroskopi, perlu dilakukan kalibrasi yaitu mencari hubungan antara
nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang
diwakili oleh bahan ukur (mikrometer), dengan nilai-nilai yang sudah diketahui (skala
obyektif pada mikroskop) yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu
yang bertujuan untuk mencapai ketertelusuran pengukuran. Kalibrasi dilakukan dengan
cara menempatkan mikrometer di bawah mikroskop dan menghimpitkan garis awal skala
okuler pada garis awal skala objektif kemudian menentukan garis kedua dari kedua skala
tersebut yang tepat berimpit. Pada percoaan ini, garis ke-7 dari skala okuler tepat berimpit
dengan garis ke-6 dari skala objektif. Sehingga skala lensa okuler sebenarnya adalah 7/6x
0,01 mm= 11,67 µm, 1 skala okuler sama dengan 0,01167 mm atau 11,67 µm.
Metode mikroskopi umunya digunakan untuk mengukur partikel suspensi
farmasi, emulsi, dan granul halus. Pada percobaan ini digunakan suspensi amilum.
Pembuatan suspensi amilum dilakukan dengan menambahkan aquades ke dalam beker
glass yang telah berisi granul amilum. Penambahan aquades dilakukan sampai terbentuk
suspensi amilum yang encer dan bila dilihat di bawah mikroskop, partikel-partikelnya tidak
menggerombol. Bila masih menggerombol maka perlu ditambahkan aquades lagi hingga
didapatkan partikel-partikel tunggal yang akan diukur ukurannya.
Penentuan apakah sistem termasuk monodispers atau polidispers dilakukan
dengan mengukur sebanyak 25 partikel dari suspensi amilum lalu dicari antilog standard
deviasi purata dari partikel-partikel tersebut. Pada percobaan ini didapatkan antilog SD
puratanya adalah 1,599 (lebih besar dari 1,2) sehingga sistem termasuk polidispers. Jadi
harus dilanjutkan dengan mengukur minimal 1000 partikel untuk mengurangi kesalahan,
sebab pada sistem polidispers, partikel-partikelnya mempunyai bentuk dan ukuran yang
bervariasi dengan perbedaan yang terlalu jauh serta distribusi ukuran partikelnya lebar.
Ukuran partikel (1030 partikel) dibagi ke dalam 5 kelompok untuk memudahkan
penghitungan partikel dan memudahkan untuk menganalisis data. Cara membaginya, dicari
dulu ukuran partikel terbesar (17,505) dan terkecil (2,334), lalu dikurangkan, hasilnya
dibagi interval (5), sehingga didapatkan panjang kelas yaitu 3,034. Dibuat 5 kelompok dari
2,334 sampai 17,505 dengan panjang masing-masing kelompok sebesar 3,034.
Dari 1030 partikel yang diukur digolongkan sesuai ukurannya ke dalam 5
kelompok tersebut kemudian dihitung harga diameter-diameternya. Dari perhitungan
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Length-Number Mean sebesar 6,952 µm
b. Surface-Number Mean sebesar 7,518 µm
c. Volume-Number Mean sebesar 8,174 µm
d. Surface Length sebesar 8,129 µm
e. Volume Surface sebesar 9,566 µm
f. Volume weight mean sebesar 10,710 µm
Selanjutnya dibuat kurva yang menggambarkan distribusi ukuran partikel (mid
size vs frekuensi ukuran partikel). Distribusi ukuran partikel ini penting karena pada
system polidispers tidak hanya diketahui ukuran suatu partikel, tetapi juga untuk
mengetahui berapa banyak partikel-partikel yang berukuran sama yang terdapat dalam
sample. Dari kurva dapat diketahui ukuran partikel yang paling sering terjadi atau
dinamakan mode adalah partikel-partikel pada mid size 3,851 µm sedangkan ukuran
partikel yang paling jarang terjadi adalah partikel-partikel pada mid size 15,991 µm. Dapat
dilihat bahwa kurva distribusinya bukanlah suatu kurva distribusi normal. Kurva distribusi
normal memang jarang ditemukan pada sediaan farmasi. Sistem-sistem ini cenderung
mempunyai distribusi yang tidak simetris, atau miring seperti kurva pada percobaan ini.
Metode berikutnya adalah metode pengayakan. Pada metode ini digunakan satu
seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh The National Bureau of Standards. Metode
ini umumnya digunakan untuk ukuran granul yang lebih kasar, granul tablet, dan garam
granular. Ayakan disusun secara berurutan dari atas ke bawah dari ayakan nomor 10, 20,
30, 40, 50. Nomor ayakan menunjukkan jumlah lubang setiap 1 inchi searah dengan
pangjang kawat. Sedangkan ukuran lubang (10/20, 20/30, 30/40, 40/50, 50/100) artinya
semua granul lolos pada ayakan nomor pertama tetapi tertahan di ayakan nomor kedua.
Harus dicermati bahwa sebelum memasukkan granul yang akan diayak, ayakan harus
bersih dari sisa-sisa granul pada pengayakan terdahulu. Semua granul yang telah ditimbang
(100 gram) lalu dimasukkan ke dalam ayakan paling atas lalu diayak selama 10 menit.
Setelah selesai pengayakan, granul yang terdapat pada masing-masing ayakan ditimbang
dan dilalukan percobaan serupa (replikasi) 2 kali.
Dari percobaan didapatkan hasil sebagai berikut
a. Diameter purata percobaan 1 (dsv1) sebesar 1,296 mm.
b. Diameter purata replikasi 1 (dsv II) sebesar 1,287 mm.
c. Diameter purata replikasi 2 (dsv III) sebesar 1,277 mm.
d. Diameter rata-rata total adalah 1,287 mm.
Hasil percobaan dibuat kurva distribusi persen robot terhadap nomor ayakan.
Dapat dilihat bahwa kurva distribusi juling kanan dan partikel paling banyak tertinggal
pada ayakan nomor 20.
Kedua metode yang digunakan dalam percobaan ini masing-masin memiliki
kelebihan dan kekurangan. Keuntungan dari metode mikroskopi yaitu dapat digunakan
untuk mengukur partikel yang berukuran sangat kecil dari 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm
serta sangat peka jika terdapat gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen.
Namun kerugiannya hanya mampu mengukur dua dimensi dari partikel tersebut (panjang
dan lebar). Tidak ada perkiraan untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai
metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang dihitung minimal 500 partikel untuk
monodispers dan 1000 partikel untuk polidispers agar mendapatkan suatu perkiraan yang
baik dari distribusi, hal ini menjadikan metode tersebut memakan waktu yang lama dan
jelimet.
Pada metode pengayakan, jika digunakan sangat hati-hati, ayakan-ayakan tersebut
bisa digunakan untuk mengayak bahan sampai sehalus 44 µm (ayakan nomor 325). Metode
pengayakan relatif lebih cepat dan lebih praktis. Namun kerugian dari metode ini adalah
dapat menyebabkan erosi pada bahan-bahan granul. Oleh karena itu perlu dilakukan secara
hati-hati untuk menjamin bahwa percobaan dapat diulang dengan hasil yang sama
sehingga distribusi ukuran partikel yang berbeda tidak disebabkan karena kondisi
pengayakan yang berbeda (Martin.1993).
Pengetahuan dan pengukuran terhadap partikel sangat penting dalam farmasi.
Ukuran, berhubungan dengan luas permukaan, dari suatu partikel dapat dikaitkan dengan
sifat fisika, kimia, dan farmakologi dari suatu obat. Ukuran partikel mempengaruhi
pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan secara oral, topikal, parenteral,
dan rektal. Ukuran partikel mempengaruhi kekompakan tablet, kestabilan emulsi, dan
suspensi ( kemudahan digojog). Pada tablet dan kapsul, ukuran partikel menentukan sifat
alir serta pencampuran yang benar dari granul dan granul.

You might also like