You are on page 1of 4

PEMBINAAN PENGELOLAAN LIMBAH USAHA SKALA KECIL (USK)

LATAR BELAKANG

Definsi Usaha skala kecil berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang


usaha mikro, kecil dan menengah adalah ekonomi produktif yang
berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi criteria usaha kecil. Kriteria usaha kecil tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Kekayaan bersih Rp.50 s/d 300 juta tidak termasuk tanah
dan bangungan.
2. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta s/d paling
banyak 2.5 M

Sementara itu pengertian usaha mikro adalah usaha produktif milik


orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria usaha mikro sebagai berikut:
1. Kekayaan bersih paling banyak Rp.50 juta tidak termasuk tanah
dan bangungan.
2. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta

Berdasarkan data BPS tahun 2003, usaha skala kecil (USK) di Indonesia
mencakup 99,25% dari keseluruhan usaha disektor industri.
Sedangkan dalam hal tenaga kerja, usaha skala kecil menyerap
sebesar 59,82% tenaga kerja. Khusus dilihat dari sifat, jenis dan
sebarannya, sebenarnya usaha skala kecil mempunyai potensi yang
cukup besar dalam membantu penyerapan tenaga kerja maupun ikut
mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat luas.

Namun demikian, kurangnya permodalan, lemahnya pengetahuan dan


pemahaman para pengusaha serta minimnya pembinaan dari
pemerintah menjadikan USK berpotensi memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan tersebut dapat berdampak pada skala lokal misalnya
menimbulkan bau busuk, pencemaran air permukaan dan air tanah,
juga berpotensi manambah gas rumah kaca yang dampaknya dapat
dirasakan secara global. Tidak jarang dampak pencemaran tersebut
menjadi konflik social antara pengusaha dan masyarakat.

Strategi yang digunakan dalam pengendalian pencemaran lingkungan


yang bersumber dari USK adalah mengelola limbah yang tujuannya
tidak hanya untuk menurunkan beban pencemaran lingkungan, akan
tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi bagi para pengusaha.
Hasil eksperimen ilmiah dan pengalaman praktis di Indonesia maupun
negara lain menujukan bahwa teknologi yang telah terbukti efektif dan
efesien serta cocok dengan karakteristik USK serta menghasilkan nilai
tambah secara ekonomi adalah instalasi pengolahan air limbah bio-
reaktor (biogas). Penerapan teknologi tersebut khususnya sangat
sesuai bagi industri atau usaha yang menghasilkan limbah yang
memiliki kandungan polutan organik yang tinggi seperti industri tahu-
tempe serta peternakan. Penerapan instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) teknologi biogas diperkirakan mampu menurunkan beban
pencemaran air sekitar 90%.

Potensi biogas yang dihasilkan dari limbah tahu seluruh Indonesia


didasarkan pada jumlah penggunaan kedelai (BPS, 2003) diperkirakan
363.300.239 m3 per tahun. Jumlah ini dapat mensubstitusi penggunaan
minyak tanah untuk kebutuhan memasak sebesar kurang lebih
181.650.119 liter per tahun. Sehingga nilai ekonomi yang diperoleh
dari substitusi bahan bakar tersebut sekitar 545 milyar rupiah per
tahun. Disamping itu, pengurangan emisi gas rumah kaca yang
diperoleh dari pemanfaatan biogas sebesar 8.050.733 ton per tahun.

Sementara itu, potensi biogas yang dapat dihasilkan dari kotoran


ternak sapi seluruh Indonesia diperkirakan 2.396.736.000 m3 per
tahun. Potensi biogas tersebut didasarkan pada jumlah ternak
ruminansia besar (sapi perah, sapi potong dan kerbau) dengan populasi
13.680.000 ekor pada tahun 2004 (Syamsuddin, T.R. dan Iskandar,H.H.
2005). Jumlah biogas sebesar itu dapat menggantikan penggunaan
minyak tanah untuk kebutuhan memasak sebesar kurang lebih
1.198.368.000 liter per tahun. Sehingga nilai ekonomi yang diperoleh
dari substitusi bahan bakar tersebut sekitar 3,6 triliun rupiah per
tahun. Disamping itu, potensi pengurangan gas rumah kaca yang
diperoleh dari pemanfaatan biogas diperkirakan sebesar 268.434.432
ton per tahun.

Pada Tahun 2007 dan 2008 Deputi II Kementerian Negara Lingkungan


Hidup (KNLH) telah membantu menerapkan teknologi biogas di
beberapa sentra industri kecil tahu serta ternak sapi. Potensi biogas
yang dihasilkan dari penerapan teknologi tersebut di sentra industri
tahu Kab.Sumba Timur, Kab.Bojonegoro, Kab.Lamongan, Jakarta
Selatan, Kab. Sukoharjo, Kota Surakarta, Kota Palembang, Kota
Tasikmalaya dan Kab. Tegal diperkirakan 159.377 m3 per tahun.
Jumlah biogas sebesar itu dapat menggantikan penggunaan minyak
tanah untuk keperluan memasak 146 kk atau setara dengan 79.689
liter per tahun. Melalui subtitusi penggunaan bahan bakar tersebut
diperkirakan dapat di hemat sekitar 279 juta rupiah per tahun, jumlah
nominal yang cukup besar bagi para pengrajin tahu. Sementara itu
estimasi penurunan beban pencemaran untuk parameter BOD, COD
dan TSS melalui penerapan teknologi tersebut di sembilan sentra
industri tahu tadi berturut-turut sekitar 271, 597 dan 49 ton per tahun.
Disamping itu pemanfaatan limbah industri tahu melalui penerapan
teknologi biogas di sembilan sentra industri tersebut diperkirakan
berpotensi menurunkan gas rumah kaca sebesar 105.954 ton per
tahun.

Sementara itu Deputi II KNLH pada Tahun 2008 juga telah membantu
penerapan teknologi biogas untuk memanfaatkan kotoran sapi di Kab.
Wonogiri. Potensi biogas yang dihasilkan dari kotoran ternak sapi lebih
besar dibandingkan yang dihasilkan oleh limbah tahu-tempe. Perkiraan
potensi biogas total yang dihasilkan dari 616 sapi di Desa Giriwoyo Kab
Wonogiri sebesar 165.812 m3 per tahun. Jumlah biogas sebesar itu
dapat menggantikan penggunaan minyak tanah untuk keperluan
memasak 151 kk setara dengan 82.906 liter per tahun. Melalui
subtitusi penggunaan bahan bakar tersebut diperkirakan dapat di
hemat sekitar 290 juta rupiah per tahun, jumlah uang yang tidak
sedikit bagi 300 peternak sapi skala kecil di Desa Giriwoyo tersebut.
Sementara itu estimasi penurunan beban pencemaran untuk
parameter BOD melalui penerapan teknologi tersebut sekitar 2331 ton
per tahun. Disamping itu, penerapan biogas untuk ternak sapi di lokasi
tersebut diperkirakan berpotensi dapat menurunkan gas rumah kaca
sebesar 12.087 ton per tahun.

Deskripsi diatas menunjukan bahwa pengelolaan limbah yang


bersumber dari USK melalui penerapan teknologi biogas dapat
memberikan nilai tambah ekonomi yang cukup berarti bagi
pengembangan ekonomi masyarakat, serta mendukung upaya
konversi energi dari yang berbasis fosil kepada penggunaan energi
terbaharukan. Namun demikian, penerapan teknologi biogas tersebut
secara umum masih bersifat pilot, yang jumlah realnya masih jauh
lebih kecil dibandingkan potensi yang tersedia. Sehingga diperlukan
upaya scale up pembangunan fisik IPAL biogas yang dibarengi dengan
penyiapan sosial-budaya masyarakat.

Secara umum salah satu kendala dalam pelaksanaan pengelolaan


limbah USK adalah kurangnya pembinaan dari pemerintah termasuk
lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait baik di
tingkat pusat maupun daerah. Sehingga diperlukan pertemuan yang
membahas secara komprehensif kebijakan pengendalian pencemaran
yang bersumber dari USK.

TUJUAN
Meningkatkan peran pemerintah dalam pembinaan pengelolaan limbah
USK
SASARAN
1. Koordinasi pelaksanaan pengendalian pencemaran limbah USK
2. Terwujudnya pendataan potensi limbah USK oleh Pemda
kab/kota
3. Sharing informasi penerapan pengelolaan limbah USK antar
daerah

KELUARAN
Rakernis diharapkan menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
1. Kebijakan pengendalian limbah yang bersumber dari USK
2. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi USK
3. Sinkronisasi kegiatan pengelolaan limbah USK
4. Pengalokasian anggaran

METODE PELAKSANAAN
1. Paparan berkaitan dengan strategi pengelolaan limbah USK
melalui penerapan biogas untuk industri tahu dan ternak.
2. Penjelasan penyusunan data-base pengelolaan limbah USK
3. Diskusi berkaitan dengan strategi pengelolaan dan penyusunan
data-base limbah USK

You might also like