You are on page 1of 40

FATLIQUOR MINYAK

SAWIT
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT YOGYAKARTA

WWW.HIMABATPL.WORDPRESS.COM
Minyak Sawit 08
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan industri yang maju pesat, manusia berkembang daya
pikirnya untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik, berkualitas dan
menguntungkan. Segala yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi hajat
hidupnya. Manusia terus berkarya, menciptakan suatu teknologi yang canggih dan
menguntungkan.
Kulit dalam abad modern ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan yang
mempunyai prospek besar dalam perkembanagn industri. Kulit diproses sebagai
sumber daya non migas yang mempunyai daya jual tinggi bilamana diolah dengan
teknologi yang memadai.
Industri pengolahan kulit di indonesia masih mengalami berbagai kendala. Kendala
tersebut mengenai bahan baku dan bahan pendukung produk dari kulit. Untuk
mengatasi hal tersebut digunakan polimer sebagai bahan untuk mengganti bahan baku
kulit yang jumlah raw materialnya tidak tentu dan juga digunakan sebagai bahan
bahan tambahan untuk membuat produk kulit.
Oleh karena itu perlu dikaji dalam sebuah praktikum mengenai polimer itu sendiri
untuk memahami dan dapat mengaplikasikan dalam dunia perkulitan.

Minyak Sawit 08
3
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mempelajari polimerisasi adisi pada pembuatan polimetil metakrilat
2. Mempraktekkan cara pembuatan PMMA dengan polimerisasi adisi
3. Mengetahui tahapan-tahapan pembuatan PMMA
4. Melihat perubahan bentuk PMMA yang terjadi setelah dipolimerisasi
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelimerisasi adisi PMMA

C. RUMUSAN MASALAH
1. Termasuk dalam reaksi polimerisasi apa pada pembuatan polimetil
metakrilat?
2. Bagaimana cara pembuatan PMMA dengan polimerisasi adisi?
3. Bagaimana tahapan-tahapan pembuatan PMMA?
4. Bagaimana perubahan bentuk PMMA yang terjadi setelah dipolimerisasi?
5. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pelimerisasi adisi PMMA?

D. MANFAAT
Ada banyak manfaat yang diperoleh setelah kita mempelajari pembuatan polimer
Polimetil Metaakrilat. Diharapkan setelah mengetahui ilmu dan pengetahuannya kita
dapat mengaplikasikan pada kehidupan industri polimer pada umumnya dan industri
pengolahan kulit pada khususnya.

Minyak Sawit 08
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa organic yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah
daya larutnya dalam pelarut organic (misalnya ether, benzene, chloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.Kelompok lipida dapat dibedakan
berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan struktur kimia tertentu.
a. Kelompok Trigliserida (lemak,minyak,asam lemak dll)
b. Kelomok turunan asam lemak (lilin,aldehid asam lemak dll)
c. Fosfolipida dan serebrosida (termasuk glikolipida)
d. Sterol-sterol dan steroida
e. Karotenoida
f. Kelompok lipida lain.
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan hewan
dan tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya tergantung
dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram.
Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan hewan dan
tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida. Dalam tubuh
manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari bahan lipida
seluruhnya.
Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi jumlahnya, biasanya dalam
seluruh tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1 gram. Dalam jaringan tanaman,
karotenoida terdapat dalam jumlah lebih banyak.
Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organic yang dapat larut dalam
pelarut organic yang mempunyai kecenderungan nonpolar.
Lemak dan Minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar
dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.

H2C - OH H2C O C R1

Minyak Sawit 08
5
O
3 RCOOH + HC - OH HC - O - C R2 +
3H2O
O
H2C - OH H2C - O - C R3

Asam Lemak Gliserol Trigliserida


air
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang
berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang daklam suhu
ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk
membedakan minyak dan lemak.
Sifat-sifat kimia dan lemak :
1. Esterifikasi
Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi
bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut
interifikasi atau penukaran estar uang didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-
Craft.
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap air, panas, dan eznim
lipolitik seperti lipase. Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak
yaitu hydrolytic rancidity yaitu terjadi flavor dan rasa tengik pada lemak/minyak.
Hal ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.

H2C - OOCR1 H2C C OH HOOCR1

H-C - OOCR2 + 3H2O H - C OH + HOOCR2

H2C - OOCR3 H2C - O - H HOOCR3


Trigliserida air gliserol asam lemak bebas
3. Penyabunan

Minyak Sawit 08
6
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida.
Bila penyabunan telah lengakp. Lapisan air yang mengnadung gliserol dipisahkan dan
gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
4. Enzimatis
Enzim yang dapat menguraikan lemak/minyak dan akan menyebakan minyak
tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut Enzimatic rancidity Lipase yang
bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak serta menyebabkan minyak
berwarna gelap. Enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak sehingga
menghasilkan keton.

RCH2 - CHCOOH RCHOH - CH2COOH


Asam lemak jenuh hydroxyl acid

HOH + RCOOH2COOH CO2 + RCOCH3


Beta ketonic Acid Keton
5. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak
atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik kepada
minyak/lemak Oxidative rancidity.
-C = C - + O2 -C - C -

O - O

Asam lemak peroksida

Terbentuk hidroperoksida

H H H H H H H H
-CC=CC- + O2 - C - C = C C
H H O OH OH H
Terbentuk hidroperoksida
6. Hidrogenasi
Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari karbon asam
lemak pada lemak/minyak. Setelah proses Hidrogenasi selesai, minyak didinginkan

Minyak Sawit 08
7
dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Asilnya asdalah minyak yang bersifat
plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat dipelajari
secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan senyawa
makronutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:
a. molekul lemak relative lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan
karbohidrat atau protein, dan
b. molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.
Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan,dapat digolongkan dalam tiga
kelompok tujuan berikut:
a. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam bahan
makanan atau pertanian.
b. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan misalnya
penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan sebagainya.
c. Penentuan sifat fisismaupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak
tertentu.
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam suatu
bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya tidak larut air
tatapi dalam pelarut organik.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol,
asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya disebut
lemak kasar (crude fat).
Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan:
1. Bahan kering
Ekstraksi lemak daribahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau
berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soxhlet. Sedangkan
secara berkesinambungan dengan alat goldfish.
2. Bahan cair
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau
dengan Mojoinner.
Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-sifatnya.
Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan angka
penyabunan dan penentuan angka asam.

Minyak Sawit 08
8
Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan
untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak.
Angka penyabunan sendiri dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul
minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang
besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak.
Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari
hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi
angka asam makin rendah kualitasnya

Anka iod didefinisikan sebagai jumlah iod dalam gram yang ditambahklan untuk
menetralkan 100 gram lemak. Bilangan iod menentukan tingkat kejenuhan dari
beberapa asam lemak bebas dalam minyak atau lemak . Analisa bilangan iod
menggunakan teknik analisa dimana sejumlah iodin yang diserap tergantung pada
ikatan rangkap dari minyak yang dianalaisa . Angka iod yang tinggi menunjukan
tingginya ketidak jenuhan minyak yang pada saaatnya akan menyebabakan bahaya
migrasi , oksidasi dan menjadi lebih gelap reaksinya

Adisi
C CH IBr C C
Berlebihan
I Br

\
Kelebihan IBr
IBr + KI KBr + I2
+ 2Na2SO3 2NaI + Na2S4O6
I2
Minyak yang dapat digunakan untuk menyamak harus mempunnyai bilangan iod
minimum 80 ( yang [aling baik 120- 160 )
Minyak sulfat disebut juga minyak sulfonat atau fatliquoir , banyak digunakan dalam
industry perkulitan , karena dapat terdersi dengan baik minyak sulfat adalah minyak
yang direaksikan dengan sulfat pekat hasilnya disebut dengan minyak sulfatasi dan
jika dicampur dengan air akan termulsi

Minyak Sawit 08
9
Titrasi Iodometri dalam penentuan bilangan iod

Penentuan bilangan iod pada minyak menggunakan konsep titrasi iodometri. Iodimetri
adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat
reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium
tiosulfat.

Satu tetes larutan yodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat.
Untuk menaikkan kepekaan titik akhir dapat digunakan indikator kanji. Yodiumdilihat
dengan kadar yodium 2 x 10-4 M dan yodida 4 x 10-4 M.Penyusun utama kanji
adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan yodium membentuk warna biru,
sedangkan amilopektin membentuk warna merah.

Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida. Adanya yodium dalam
lapisan organik menimbulkan warna ungu.

Prinsip titrasi iodometri adalah dengan menambahkan KI berkebih dalam larutan


contoh yang mengandung analit/zat oksidator. Iod yang terbentuk dititrasi dengan
larutan standar thiosulfat dan dihasilkan ion iodida dan ion tertrationat. Pada sebagian
besar titrasi iodometri, bila dalam larutan terdapat kelebihan ion iodide, maka akan
terjadi ion Triiodida(I3-). Hal ini disebabkan karena Iodium sangat cepat larut dalam
iodida.

Khusus dalam titrasi iodometri yang dimaksud dengan berat ekivalen suatu zat
adalah bannyaknya zat tersebut yang dapat bereaksi atau dapat membebaskan 1 grat I.
dalam sebagian besar proses titrasi iodometri yang digunakan sebagai larutan standar
adalah larutan I2 dan KI, sehingga yang digunakan sebagai oksidator relatif adalah ion
I3-. Proses titrasi iodometrijuga disebut proses titrasi tidak langsung.

Oksidator + KI I2 + 2e
I2 + Na2 S2O3 NaI + Na2S4O6

Dalam larutan yang berasifat asam, larutan I2 standar dapat digunakan untuk
menetukan beberapa jenis zat reduktor kuat seperti : SnCl2, H2SO3, H2S, dan Na2S2O3.
untuk zat-zat reduktor yang lebih lemah seperti : As3+, Sb3+, dan Fe(CN)4+, hanya

Minyak Sawit 08
10
dapat ditetapkan (teroksidasi sempurna) bila suasana larutan bersifat netral atau hanya
sedikit asam.

B. Minyak sawit
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas.
Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan
kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta
kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung
asam
lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas
standar
minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan,
kelapa
sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % 22,2 % (tertinggi) dan
kadar asam lemak bebas 1,7 % 2,1 % (terendah).
Komposisi kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari fatty
acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya. Didalam keduanya
tinggi serta
penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80% dari masingmasingnya. Minyak kelapa
sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam lemak palmitic acid berdasarkan
dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid.
Minyak
kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari
vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K dan
magnesium. Napalm namanya berasal dari naphthenic acid, palmitic acid dan
pyrotechnics atau hanya dari cara pemakaian nafta dan minyak kelapa sawit. Ukuran
dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai acuan:

Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Sawit dan inti kelapa sawit
Tipe Asam Lemak Minyak Kelapa sawit Minyak inti Kelapa Sawit

Minyak Sawit 08
11
Asam kaplirat - 3-4
Asam kaproat - 3-7
Asam laurat - 46 - 52
Asam mristal 1,1 2,5 14 -17
Asam palmital 40 - 46 6,5 9
Asam stearat 3,6 -4,7 1 2,5
Asam oleat 39 - 45 13 19
Asam linoleat 7 - 11 0,5 2

Hijau: Lemak Jenuh; Biru: Satu Lemak Tidak Jenuh; Jingga:


Banyak Lemak Tidak Jenu
STANDAR MUTU MNYAK KELAPA SAWIT
mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benarbenar
murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit
tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifatsifat fisiknya, yaitu dengan mengukur
titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit
berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar
mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam
tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit
yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masingmasing
berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya
harus lebih Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan
oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya,
penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Dari
beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat
hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :
a) Crude
b) Crude Palm Stearin
c) RBD Palm Oil
d) RBD Olein
e) RBD Stearin
f) Palm Kernel Oil
g) Palm Cooking Oil

Minyak Sawit 08
12
h) Refined Palm Oil (RPO)
i) Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
j) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
k) Palm Kernel Pellet
l) Palm Kernel Shell Charcoal
Syarat mutu inti kelapa sawit adalah sebagai berikut:
a) Kadar minyak minimum (%): 48;
b) Kadar air maksimum (%):8,5 ;
c) Kontaminasi maksimum (%):4,0;
d) Kadar inti pecah maksimum (%):15;

C. Minyak Sulfat
Minyak sulfat dapat mengubah sifat- sifat penting kulit , antara lain kulit dapat lebih
lunak , lebih liat , lebih lembut , permukaan rajahny lebih halus dan mempunyai daya
serap ataupun daya tolak terhadap air secara baik Minyak sulfat merupakan bahan
yang terpenting dalam perkembangan fatliquor. Minyak sulfasian dibuat dengan
menggunakan minyak yang dikendalikan, waktu, dan besarnya agitasi, yang diikuti
dengan mencuci campuran minyak dan asam dengan larutan garam untuk mengambil
asam yang berlebihan. Minyak sulfasian umumnya dinetralkan dengan sodium,
potassium, atau amonium hidroksida sampai pH yang diinginkan tercapai.langkah ini
membuat kadar lembab, total alkalis dan sebagainya dapat disesuaikan pada level-
level yang diinginkan.Minyak sulfat disebut juga minyak sulfonit , banyak digunakan
dalam industry perkulitan , karena dapat terdispersi dengan baik cukup tahan
terhadap suasuana asam dan menghasilkan kulit yang lemas dan lembut . kegunaan
minyak sulfat adalah untuk fatliquor pada prosese perminyakan . Fatliquoring adalah
suatu emulsi minyak atau lemak ke dalam air , jadi dalam system terdapat dua jenis
zat cair yang saling memisah . cara untuk membuat minyak teremulsi dalam air adalah
dengan mereaksikan minyak dengan asam sulfat Reaksi pendahuluan ketika asam
sulfurik bereaksi dengan minyak atau gemuk cair terjadi pada kelompok hidroksil lalu
disusul dengan reaksi pada ikatan ganda. Minyak sulfasian terutama terdiri dari bahan
lemak netral yang terdiri atas gliserida yang tidak tereaksi, digliserid yang dibentuk
oleh reaksinya asam lemak yang memiliki sifat aktif permukaan dan glicerida
sulfasian serta asam lemak sulfasian yang memiliki sifat aktif permukaan kuat.

Minyak Sawit 08
13
(Retzsetriec, Clinton E. 1995) Sulfatasi adalah sutau proses dimana suatu grup
pengemulsi SO3H direaksikan dengan minyak . sulfatasi dapat dilakukan dengan
cara- cra berikut

a. Penambahan asam sulfat pekat kedalam minyak dengan pengadukan , reaksi


yang terjadi eksotermis ehingga perlu dilakuakan pendinginan
b. Netralisasi dengan alkali
c. Pencucian dengan garam dapur
Reaksi kimia yang terjadi npada proses sulfatasi sebagai berikut
H H2
C CH H2SO4 C OSO2OH
C
H2

Sedangkan pada proses netralisasi reaksinya sebagai berikut

OSO2OH NaOH OSO2ONa H2O


Factor yang mempengaruhi pada sulfatasi adalah
1. Jenis minyak yang dipakai
Karakteristik dari minyak yang dijadikan bahan dasar pembuatan minyak sulfat akan
sangat mempengaruhi kualitas minyak tersebut
2. Perbandingan antara asam dan minyak
Semakin banyak asam yang diberikan akan membuat proses pencucian dan netralisasi
menjadi semakin lama.
3. Kekuatan asam
4. Suhu sulfatasi
5. Waktu reaksi

6. Cara netralisasi dan pencucian


D.Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi
dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air.
Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang

Minyak Sawit 08
14
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya
menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan
preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat
bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair
tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yanglaindistabilkan
dengan zat pengemulsi (emulgator ) .SedangmenurutFarmakope Indonesia edisi ke
III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat
terdispersi dalam cairan pembawadistabilkan dengan zat pengemulsi atau surfactan
yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak
dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai
emulsi m/a. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar
minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena
fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan
atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat
suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat
pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi
dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau
semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo
dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi
alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah,
dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan
zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu
tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan
menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak
diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang
tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim
pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat

Minyak Sawit 08
15
setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal
setengah padat (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting
untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.
Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang
bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn
pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti
tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi
butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan
Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat
cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan
menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke
dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal)
dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam
air) (Ansel, 1989).
Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang
larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W
b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang
berbeda (Ansel, 1989):
1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya
kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas
antara air dan udara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat
cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan
penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.
2. Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:

Minyak Sawit 08
16
Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air
Lipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk suatu
keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin
hidrofil (emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya).
3. Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan
film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang
akan tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum, emulgator
harus:
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
b. Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse
c. Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua permukaan
partikel dengan segera.

4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).


Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel shg terjadi
tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah
satu dari ketiga cara berikut:
a.Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
b.Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling
melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu
zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar).
Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam
air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di
dalam air), atau emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang
terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak). Air dan minyak dapat
bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi (emulgator)
ditambahkan dalam larutan tersebut. Karena kebanyakan emulsi adalah dispersiair
dalam mnyak, dan dispersiminyak dalam air, maka zat pengemulsi yang digunakan
harus dapat larut dengan baik di dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi
tersebut adalah senyawa organic yang memiliki gugus polar dan non-polar. Bagian

Minyak Sawit 08
17
non-polar akan berinteraksi dengan minyak/ mengelilingi partikel-partikel minyak,
sedangkan bagian yang polar akan berinteraksi kuat dengan air. Apabila bagian polar
ini terionisasi menjadi bermuatan negative, maka pertikel-partikel minyak juga akan
bermuatan negatif. Muatan tersebut akan mengakibatkan pertikel-partikel minyak
saling tolak-menolak dan tidak akan bergabung, sehingga emulsi menjadi stabil.
Contohnya: ada sabun yang merupakan garam karboksilat. Molekul sabun tersusun
dari ekor alkil yang non-polar (larut dalam minyak) dan kepala ion karboksilat yang
polar (larut dalam air). Prinsip tersebut yang menyebabkan sabun dan deterjen
memiliki daya pembersih. Ketika kita mandi atau mencuci pakaian, ekor non-polar
dari sabun akan menempel pada kotoran dan kepala polarnya menempel pada air.
Sehingga tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan jauh
lebih mudah untuk menarik kotoran.
Adapun macam-macam emulgator yang digunakan adalah:
a.Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam tanpa
melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin, metil
selulosa, CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum,
bentonit.
b.Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40, 60, 80;
Span 20, 40, 80
Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan
a.Dengan Mortir dan stamper
Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil
b.Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol
pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator utk bekerja
c.Dengan Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang
didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.
d.Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan
mempunyai ukuran yang sama
Cara membedakan tipe emulsi
a.Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat
diencerkan dengan minyak

Minyak Sawit 08
18
b.Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen
blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III
c.Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase
internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm
emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada
permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel.
d.Konductifitas
Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian
sebaliknya
Gambar proses pengemulsian

Beberapa sifat emulsi yang penting:


Demulsifikasi

Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi,
pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau
creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat
kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka
pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi
yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka
partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah:
penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan
karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau
asam asetat (CH3COOH).
Pengenceran

Minyak Sawit 08
19
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan.
Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk
lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.

SO3 bersifat sangat reaktif. SO3 mudah bereaksi dengan air dan membentuk asam
sulfas atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi, dan bersifat
merusak. Oleh karena itu sebisa mungkin kadar SO3 yang terdapat pada minyak
sulfatdihilangkan.

Minyak Sawit 08
20
BAB III
MATERI DAN MOTODE
A. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN
1. Uji Bilangan Asam Dan Bilangan Penyabunan
Alat yang digunakan Bahan yang digunakan
Labu erlenmeyer 250 ml Minyak kelapa sawit
Neraca analitik Alkohol netral (uji bilangan asam)
Pipet volum 25 ml KOH alkoholis (uji bilangan Penyabunan )
Pro pipet Indikator pp
Pipet tetes KOH 0,1 N
Pendingin balik HCl 0,5 N
Magnetic stirer
Klem
Statif
Pendingin balik lurus
Buret
Water pump
Ember
Selang
2. Uji bilangan iod

Alat yang digunakan Bahan yang digunakan


Neraca analitik Minyak kelapa sawit
Pipet volum 10 ml,25 ml Larutan KI 15 %
Pro pipet Larutan Natrium Thiosulfat
Pipet tetes Aquades yang telah didihkan
Kompor pemanas Indicator amilum
Gelas ukur khloroform
Labu takar reagen Hanus

Minyak Sawit 08
21
3. Pembutan Minyak Sulfat

Alat yang digunakan Jumlah Bahan yang digunakan


Gelas beker 500 ml 1 Minyak kelapa sawit
Gelas beker 100 ml 2 Asam Sulfat pekat
Pipet tetes 1 Larutan garam jenuh
Pipet volum 1 NaOH 1 N
Pengaduk 1 Es batu dan air
Thermometer 1
Panic pendingin 1
Corong pemisah 1
Statip dan klem 1
Kertas pH 1
Mixer 1

4. Uji Stabilitas Emulsi

Nama Jumlah Spsifikasi


Tabung reaksi 1 Kaca
Beaker glass 100 ml 1 Kaca
Spatula 1 Kaca
Gelas ukur 1 Kaca
Kompor listrik 1 Plastik +logam
Thermometer 1 Kaca

Minyak kelapa sawit Sesuai kebutuhan Cair


Aquadest Sesuai kebutuhan Cair
Es batu Sesuai kebutuhan Padat

Minyak Sawit 08
22
5. Uji SO3 terikat

Alat yang Digunakan Bahan Yang digunakan

1 buah Corong pemisah Minyak sawit tersulfatasi


1 buah Neraca analitik
Diethyl eter
1 buah Gelas beker 50 ml
1 buah Gelas beker 100 ml Larutan garam jenuh

1 buah Pipet gondok 50 ml Asam sulfat pekat


1 buah Pipet volume 1 ml
Asam sulfat 1 N
1 buah Pipet tetes
1 buah Pro pipet Indicator PP
1 buah Gelas ukur
Kertas pH
1 buah Spatula
2 buah Erlenmeyer 250 ml NaOH 0,5 N

1 buah Buret
1 buah Statif dan klem
1 buah Pendingin balik
1 buah Kompor listrik
1 buah Stirer

B. SKEMA KERJA
1. Uji Bilangan Asam dan Penyabunan
a. Menimbang Penentuan bilangan asam
Ditimbang 20,031 gram Sampel minyak kelapa sawit dengan
erlenmeyer dengan menggunakan neraca analitik
Tambahkan alkohol netral sebanyak 50 ml dengan menggunakan pipet
volum
Rangkai alat sebagaimana gambar 1 untuk memanaskan minyak
Nyalakan pemanas kompor
Panaskan selama 30 menit (dihitung sejak mendidih)

Minyak Sawit 08
23
Taruh beberapa menit untuk Mendinginkan larutan sebelum
melakukan titrasi
Setelah dingin, campuran ditetesi dengan indikator pp sebanyak 3 tetes
Titrasi larutan dengan KOH 0,1 N dengan rangkaian pada gambar 2 (
Pada Lampiran) hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah muda
b. Penentuan bilangan penyabunan
Timbang 4,022 gram sampel minyak kelapa sawit dengan neraca
analitik
Tambahkan 50 ml KOH alkoholis sebanyak 50 ml dengan
menggunakan pipet volum
Rangkai alat sebagaimana gambar 1 untuk memanaskan minyak
Panaskan larutan selama 30 menit (dihitung sejak mendidih)
Dinginkan campuran
Setelah dingin, campuran ditetesi dengan 3 tetes indikator pp
Titrasi dengan HCl 0,5 N dengan rangkkaian sebagaimana gambar 2
(pada lampiran) hingga terjadi perubahan warna dari merah muda
keunguan menjadi kuning
2. Uji Bilangan Iod
Timbang 3 gram Sampel minyak kelapa sawit dengan erlenmeyer
tertutup dengan menggunakan neraca analitik
Tambahkan 10 ml chloroform dan 25 ml reagen yodium bromida dan
simpan di tempat gelap selama 30 menit
Tambahkan larutan KI 15 % sbanyak 10 ml ke dalam larutan dan
menambahkan 75 ml aquades yang telah didihkan , dan menitrasi
dengan larutan natrium thiosulfat yang sudah di standarisasi sampai
larutan berwarna kuning pucat tambahkan 10 tetes indicator amilum
dan titrasi lage sampai warna biru hilang
Buat larutan blanko dengan menggunakan 25 reagen yodim bromida
dan ditambahkan KI 15 % dan di encerkan dengan 100 ml aquades
dan titrasi dengan natrium Thiosulfat
Banyaknaya natrium thiosulfat untuk titrasi blanko dikurangi titrasi
sampel adalah equivalen dengan banyaknya iodium yang diikat oleh
minyak

Minyak Sawit 08
24
3. Sulfatasi Minyak
Timbang 150 gram minyak kelapa sawit , dan dimasukan kedalam
gelas beker 500 ml , kemudian beker yang telah berisi minyak tersebut
dimasuka kedalam panic yang sudah berisi es
Ambil 30 gram asam sulfat ( dihitung volume) lalu dimasukan kedalam
minyak pelan pelan sambil diaduk dengan mixer dan dijaga suhunya
jangan sampai melebihi 25 0 C .apabila terlalu panas penambahan asam
sulfat dihentikan dan setelah dingin dilanjutkan dengan penambahan
asam sulfat lagi
Diamkan minyak selama 1 malam
Keesokan harinya melakukan pencucian minyak dengan larutan garam
jenuh sebanyak 120 ml dengan corong pemisah
Selanjutnya minyak didiamkan selama 1 malam lagi dan membuang air
garam
Minyak dicuci lagi dengan air hangat ( 400 C ) sebanyak 400 ml di
tuang kedalam minyak pada corong pemisah dan di kocok selama 20
menit sampai minyak bercampur, lalu diamkam min yak 1 malam lagi
kemudian air dibuang
Setelah pencucian selesai melakulkan penetralan menggunakan
larutan NaOH 1 N sampai pH 6,5 -7
4. Uji Stabilitas Emulsi
a. Uji stabilitas emulsi menggunakan Tabung Reaksi
Siapkan alat yang akan digunakan dan cuci hingga bersih kemudian
keringkan.
Masukkan 5 ml Aquades ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan
2 ml minyak sulfatasi dan kocok selam 5 menit, hingga miyak dan air
dapat bercampur
Kemudian diamkan beberapa saat dan amati yang terjadi. Tenyukan
waktu yang dibutuhkan memisah lagi
b. Uji Emulsi dengan menggunakan gelas beker
Siapkan alat yang akan digunakan dan cuci hingga bersih kemudian
keringkan.

Minyak Sawit 08
25
Masukkan 40 ml aquades ke dalam gelas beker kemudian tambahkan 5
ml minyak sulfatasi dalam hal ini minyak kelenteng yang sudah
disulfatasi, kemudian aduk selama 5 menit.
Kemudian panaskan diatas kompor listrik dan ukur suhu pecahnya
emulsi dimana minyak yang telah tercampur dengan aquadest akan
memisah kembali
5. Uji kadar SO3 Terikat

Timbang minyak sulfat sebanyak 5 gram dengan beker glass.


Ambil 25 ml larutan garam jenuh dengan gelas ukur dan dimasukkan
kedalam beker glass yang telah berisi minyak sulfat dan diaduk.
Masukkan campuran tersebut kedalam corong pemisah, setelah itu
tambahkan 25 ml diethyl eter lalu dikocok selama 5 menit. Jangan lupa
gas sering dibuang.
Setelah dikocok diamkan sebentar sampai terbentuk 2 fase. Bagian
yang berwarna bening diambil dengan erlemeyer dan minyak dibiarkan
didalam corong pemisah.
Cek Ph minyak apabila Ph belum netral tambahkan H2SO4 pekat
sampai netral lalu dilebihkan penambahanya sebanyak 0,25 ml.
Kemudian dikocok selama 2 menit.
Setelah dikocok diamkan sebentar lalu tambahkan dengan 25 ml eter
dan dikocok selama 10 menit.
Setelah itu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan, bagian eter yang
berwarna bening diambil kemudian tambahkan lagi eter baru sebanyak
25 ml. Dikocok selama 10 menit.
Diamkan sampai terbentuk 2 lapisan, bagian eter yang berwarna
bening diambil.
Larutan eter I dan II digabungkan m,enjadi satu pada Erlenmeyer
kemudian dilakukan ekstraksi solvent. Hingga eter yang tersisa tinggal
sedikit.
Sisa eter hasil ekstraksi ditambahkan dengan 25 ml asam sulfat 1 N
lakukan pemanasan selama 90 menit.
Setelah pemanasan selesai larutan didinginkan setelah itu dititrasi
dengan NaOH 0,5 N.

Minyak Sawit 08
26
Analisis blangko
a. Masukkan 25 ml larutan H2SO4 1 N kedalam Erlenmeyer.
b. Tambahkan 30 gram garam NaCl, 25 ml diethyl eter, dan 3 tetes
Indikator MO.
c. Titrasi dengan menggunakan NaOH 0,5 N.

C. ANALISIS DATA DAN HASIL PENGAMATAN


1. Analisa Bilangan Asam Dan Bilangan Penyabunan
Penentuan bilangan asam minyak sawit
Berat minyak sawit : 20,031 gr
Alkohol netral 0,1 N : 50 ml
Lama pemanasan : 30 menit
Volume KOH 0,1 N untuk titrasi : 0,50 ml
Perubahan warna selama titrasi : kuning menjadi merah muda
Penentuan bilangan penyabunan minyak sawit
Berat minyak sawit : 4,022 gr
KOH alkoholis : 50 ml
Lama pemanasan : 30 menit
Volume HCl 0,5 N untuk titrasi sampel : 34,2 ml
Volume HCl 0,5 N untuk titrasi blanko : 68 ml
Perubahan warna selama titrasi : dari pink menjadi bening
Perhitungan
Penentuan Bilangan Asam minyak sawit
Rumus :

Penentuan bilangan penyabunan

Minyak Sawit 08
27
2. Anlisa Bilangan Iod
Berat minyak sawit : 3,009 gr
Volume khloroform : 10 ml
Volume reagen hanus : 25 ml
Volume aquades : 0,50 ml
Volume natrium thiosulfat sampel : 11,3 ml
Volume natrium thiosulfat blanko : 26,4 ml
Normalitas natrium thiosulfat :0,03 N
Waktu penyimpanan : 30 menit
Perubahan warna selama titrasi : merah bata menjadi kuning pucat +
amilum menjadi biru dan dtitrasi menjadi bening dan ada 2 fase
Perhitungan
Rumus :

3. Sulfatasi Minyak Sawit


Berat minyak kelapa sawit : 150 gram
Volume larutan asam sulfat : 16,64 ml
Suhu larutan akhir : 170C
Volume rautan garam jenuh :120 ml
Berat gelas beker kosong : 200 gram
Perhitungan volume asam sulfat( 98%)
H2SO4 : 1,84 gr/cc
H2SO4 tiap cc : 1,84 gram x 0,98 = 1,8032 gram / cc
Kebutuhan 30 gram : 1,8032 gram/ cc = 16,63709 ml
Normalitas NaOH :1N
Volume air hangat ( 40) : 400 ml
pH minyak awal sebelum penetralan : 2
pH akhir setelah penetralan : 6,5

4. Stabilitas Emulsi
Stablitas emulsi minyak pada suhu ruaangan :

Minyak Sawit 08
28
a. Volume minyak : 2 ml
b. Volume aquadest : 5 ml
c. Waktu pengadukan : 5 menit
d. Perubahan :
Saat penambahan aquadest dan minyak, masing masing terpisah
menjadi 2 fase. Minyak yang berwarna coklat berada pada bagian atas
dan air yang bening berada pada bagian bawah tabung reaksi. Setelah
diaduk pemisahan terjadi agak lama . Tetapi setalah dilakukan
pengocokan, pemisahan terjadi dalam waktu yang lama.
Menentukan suhu pecahnya emulsi :
a. Volume minyak : 5 ml
b. Volume aquadest : 40 ml
c. Perubahan :
Saat penambahan aquadest dan minyak terjadi 2 fase setelah
pengadukan secara manual,.
Saat dilakukan pengadukan dengan suhu rendah ( didinginkan )
campuran tidak teremulsi. Pecahnya emulsi pada suhu 18oC
5. Uji Kadar SO3 Terikat
Berat minyak sawit tersulfatasi : 5,021 gram
Volume NaCl jenuh : 50 ml
Volume diethyl eter : 50 ml dan 25 ml
Volume H2SO4 pekat : 0,25 ml
Perubahan yang teramati:
Warna awal minyak adalah kuning keemasan setelah ditambah
diethyl eter dan larutan garam jenuh berubah menjadi kuning
pudar.
Eter hasil ekstrak berwarna bening, setelah dipanaskan dengan
stirrer dalam lemari asam warnanya agak keruh dan timbul
endapan putih, setelah ditambahkan H2SO4 1 N warnanya menjadi
bening dan endapan masih ada.
Lama proses revlaks : 90 menit.
Berat NaCl Kristal : 30,013 gram
Indicator PP yang digunakan : 3 tetes

Minyak Sawit 08
29
Banyaknya NaOH 0,5 N yang diperlukan untuk menitrasi eter hasil
ekstrak: 66,8 ml
Perubahan yang teramati:
Perubahan warna selama proses titrasi: putih keruh merah muda

PERHITUNGAN

Diketahui :

Berat sampel = 5,021 gram


Volume titrasi blanko = 47,55 ml
Volume titrasi sampel = 66,8 ml
BE SO3 = 40
Ditanya :

Kadar SO3 = ......?


Jawab :

Kadar SO3 =

= 7,67 %

Minyak Sawit 08
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Lemak dan minyak merupakan senyawa organic yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Dalam proses Fatliqouring kualitas minyak sangat mempengaruhi
dari hasil suatu produk kulit yang dihasilkan . Sebelum pembuatan minyak tersulfatasi
ada berbagai treatmen yang dilakukan atau analisa untuk mengnentukan kualitas
minyak akan di hasilakan karena nantinya akan mempengaruhi dari aplikasi pada
kulit itu sendiri ada beberapa analisa yang kami lakukan sebelum dan sudah
pembuatan minyak tersulfatasi dan termasuk pembuatan minyak tersulfatasi ini
sendiri . Bahan dasar minyak disini kami menggunakan minyak Kelapa Sawit dari
analisa analisa yang kami lakukan dari praktikum ini dapat dibahas sebagai berikut
PENENTUAN ASAM LEMAK BEBAS
Penentuan asam lemak bebas atau biasa disebut dengan FFA yang merupakan
singkatan dari Free Fatty Acid Penentuan asam lemak bebas sangat penting kaitannya
dengan kualitas minyak . Karena bilangan asam dipergunakan untuk mengukur
jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak. Semakin besar angka bilanagan
asam lemak bebas berarti kandungan asam lemak bebas semakin tinggi, sementara
asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel minyak dapat berasal dari proses
hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Karena proses
hidrolisis dapat berlangsung dengan penambahan asam dan dibantu oleh panas.
Pada paraktikum kali ini kita menganaalisa asam lemak bebas dari minyak kelapa
sawit yang akan kita gunakan untuk minyak sulfat . Praktikum dimulai dengan
menimbang sebanyak 20,031 gram . Kemudian ditambahkan pelarut alkohol netral.
Menggunakan Alkohol netral agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat.
Karena bila kondisi tidak netral, titrasi asam-basa akan berakhir dengan diperoleh data
yang salah. Sesuai dengan definisi bilangan asam lemak bebas itu sendiri yaitu
jumlah miligram KOH atau basa-basa lainnya yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam-asam lemak. Kemudian larutan dipanaskan dengan tujuan agar sampel dapt
larut karena bersifat non polar. Stelah pemanasan didingikan asampai dingi dan l
ditambahkan indikator fenolftalein (PP). Indikator ini merupakan Indikator yang
sering dipergunakan untuk titrasi asam-basa. Indikator ini akan berubah menjadi
merah muda bila suasana basa dan tetap bening jika dalam suasana asam. Setelah itu

Minyak Sawit 08
31
dititrasi menggunakan 0,1 N KOH sampai timbul warna pink yang tidak hilang
setelah 30 detik. Saat itulah titik akhir tercapai. Titik akhir adalah waktu ketika proses
titrasi dihentikan karena suasana telah menjadi netral yang ditunjukkan oleh
perubahan warna oleh indikator. Penentuan titik akhir dengan tepatpun tidak
menunjukkan suasana yang netral karena warna indikator berubah. Oleh karena itu
ada yang disebut titik ekuivalen yaitu waktu ketika jumlah titrant dengan titrat
ekuivalen sehingga suasana benar-benar netral. Akan tetapi untuk mengetahui titik
ekuivalen sangatlah sulit maka cukup dengan titik akhir. Idealnya titik ekuivalen sama
dengan titik akhir.
Pada titrasi menghabiskan mL KOH sebanyak 0,5 mL.setelah dihitung diperoleh
hasil bahwa angka asam lemak bebas (FFA) pada sampel minyak kelapa sawit adalah
sebesar . selisih yang jauh oleh karena itu tidak dapat dirata-ratakan sehingga
angka asam lemak yang sesungguhnya belum dapat diketahui.
PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN
Angka penyabunan menunjukan berat molekul lemak dan minyak secara kasar.
Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek. Mempunyai
berat molekul yang relative kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan
sebaliknya bila mempunyai berat molekul yang besar, maka angka penyabunan
relative kecil, angka penyabunan ini dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
Penentuan bilangan penyabunan dilakukan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak.
Pengujian sifat ini dapat digunakan untuk membedakanminyak yang satu dengan
yang lainnya. Angka penyabunan dapat diartikan sebagai jumlah miligram KOH
yang dieprlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah
sampel disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan
bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul
minyak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan asam,
sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.

R1COO CH2 R1COOK HOCH2


+
R2COO CH4 + 3KOH R2COOK + HOCH
+
R3COO CH2 R3COOK HOCH2

Trigliserida Sabun Kalium Gliserol


Minyak Sawit 08
32
Praktikum dimulai dengan menimbang teliti sampel minyak sawit sebanyak 4,022
gram dalam Erlenmeyer. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH dalam
alkohol. Alkohol ini berfungi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar
mempermudah reaksi dengan basa sehinga terbentuk sabun.
Kemudian ditutup dan dengan pendingin balik selama 30 menit. Sampai terjadi
penyabunan yang lengkap. Proses ini perlu hati-hati agar tidak ada leher Erlenmeyer
yang terbuka oleh karena itu disumbat menggunakan karet atau semacamnya sehingga
tidak ada yang teruapkan ke luar. Dengan pendingin balik, uap dari larutan akan
kembali teruapkan dan kembali ke dalam Erlenmeyer.
Selanjutnya didinginkan agar s suhu ketika titrasi tidak terlalu panas. Suhu yang
terlalu tinggi akan memungkinkan KOH teruapkan kembali. Kemudian ditetesi
Indikator PP (fenolftalein). Lalu menitrasi kelebihan KOH dengan larutan standar
HCl 0,5 N. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH, maka dilakukan titrasi blanko,
yaitu dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel.
Pada saat titrasi, terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening yang
menandakan larutan asam dan sisa KOH habis bereaksi . Pada praktikum dhabiskan
ml 0,5 HCl sebanyak 34,2 ml dan blanko di peroleh hasil 68 ml dari hasil perhitungan
diperoleh bilangan penyabuanan 235, 76 yang menandakan bahwa minyak masih
bagus karena sawit memiliki bilangan penyabunan 224 -249
ANALISA BILANGAN IOD

Angka iod adalah jumlah iod dalam gram yang ditambahklan untuk menetralkan 100
gram lemak tujuan dari penentutuan angka iod dalam praktikum ini adalah untuk
mengetahui kejenuhan suatu minyak kelapa sawit yang akan digunakan untuk
minyak sulfatasi .karena akan menentukan kualitas dari miyak sulfat itu sendiri ,
dalam penentuan bilangan iod ini menggunakan analisa iodometri Iodimetri adalah
merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau
natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan
baku berlebihan. Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat. Prinsip titrasi
iodometri adalah dengan menambahkan KI berkebih dalam laruta Iod yang terbentuk
dititrasi dengan larutan standar thiosulfat dan dihasilkan ion iodida dan ion tertrationat
lankah dalam penentuan angaka iod ini pertama kita menimbang sampel sebanyak
3,009 gram di dalam erlenmayer tertutup lalu ditambahkan chloroform sebanyak 10

Minyak Sawit 08
33
ml penambahan chloroform dimaksudkan untuk melaarutkan minyak jenuh yang sulit
larut dalam air karena klorfom termasuk salah satu jenis pelarut non polar yang bisa
melarutkan minyak dan dilakukan penambahan reagen hanus atau yodium bromida
larutan ini ditambahkan untuk mengoksidasi larutan yang ada dan didiamkan di
tempat gelap selama 30 menit. Penyimpanan ini dimaksudkan untuk mencegah
terlepasnya I2 karena pengaruh sinar matahari yang panas. Selanjutnya ditambahkan
KI 15 % secara berlebih hal ini sebagai pereaksi agar I2 bebas pada larutan .agar
volume sampel bertambah dilakukan penambahan aquades tetapi dalam keadaan
mendidih hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat CO2 apabila bereaksi dengan I2-
pada larutan maka akan menyebabkan terbentuknya I2 Selanjutnya ditirasi dengan
natrium Thiosulfat untuk mengetahui I2 yang bebas setelah terjadi perubahan warna
dari merah bata menjadi kuning pucat dilakukan penambahan indicator amilum
sebanyak 10 tetes larutan berubah menjadi biru dan titrasi kembali sampai warna biru
hilang yang menunjukan titik equvalen sudah tercapai dan larutan menjadi jernih
terdapat dua fase . dan dilakuakan juga pada blanko tanpa sampel dari analisa di
peroleh angka iod sebeasar padahal pad standar anka iod pada mnyak
kelapa sawit 48 56 dapat diartikan minyak ini memiliki tingkat ketidak jenuhan
yang kecil

PEMBUATAN MINYAK TERSULFATASI

Setelah proses penganalisaan terhadap bilangan asam, bilangan penyabunan dan


bilangan iod dari bahan, maka dalam praktikum kali ini proses selanjutnya adalah
pembuatan minyak sulfat, itu sendiri dalam praktikum kali ini menggunakan cara
sulfatasi, dengan asam sulfat pekat sebagai emulgatornya, untuk mengkatalis minyak
sulfat . Penambahan asam sulfat dilakukan perlahan-lahan, dan sedikit demi sedikit
sambil terus diaduk secara konstan dengan menggunakan mixer. Kondisi operasional
dalam pembuatan minyak sulfat harus dalam kisaran temperatur 25 oC, suhu yang
demikian dimaksudkan agar minyak sulfat tidak hangus terbakar oleh asam sulfat ,
karena reaksi asam sulfat bersifat eksotermis. Untuk menjaga suhu minyak sulfat
selama penambahan asam sulfat, maka disekeliling permukaan gelas beker diberi es
batu . asam sulfat yang ditambahkan pada minyak sawit adalah sebanyak 16,64 ml.
Yang sudah dikonversi dari berat 30 gram dengan perhitungan
H2SO4 : 1,84 gr/cc

Minyak Sawit 08
34
H2SO4 tiap cc : 1,84 gram x 0,98 = 1,8032 gram / cc
Kebutuhan 30 gram : 1,8032 gram/ cc = 16,63709 ml
Setelah itu minyak yang sudah disulfatasi didiamakan semalam, untuk
menyempurnakan reaksi

H H2
C CH H2SO4 C OSO2OH
C
H2

Setelah itu minyak sulfat yang sudah didiamakan semalaman di cuci dengan
menggunakan larutan air garam jenuh. Tujuannya untuk menetralkan sisa-sisa asam
yang ada pada minyak. Setelah itu didiamkan lagi semalam dan kesokan dicuci
dengan air hangat dengan suhu 400 C pencucian Ini dimaksudkan untuk
membersikan sisa garam pada minyak dan melakukan pengendapan selama 1 malam
agar minyak dan air terpisah sempurna .Agar penetralan asam yang terkandung pada
minyak menjadi sempurna, maka larutan minyak sulfat tersebut di netralkan dengan
larutan NaOH 1 N karena minyak terlalu bersifat asam yaitu pH berkisar 2
Penambahan larutan NaOH dilakukan hingga pH minyak sulfat menjadi netral, yaitu
6,5 -7, tujuannya agar minyak sulfat tersebut tidak mempengaruhi pH kulit yang di
fatliquoring menggunakan minyak tersebut. Setelah melalui proses penetralan dan pH
mencapai 7, maka minyak sudah siap diaplikasikan reaksi penetralan

OSO2OH NaOH OSO2ONa H2O

UJI STABILITAS EMULSI

Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase cair yang tidak
bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar (eksternal).

Komponen emulsi :
Fase dalam (terdispersi)
Fase luar (pendispersi)
Emulsifiying Agent (emulgator)
Pada pengujian stabilitas emulsi praktikum kali ini yang terdispersi adalah
minyak sulpatasi sedangkan fase pendispersinya adalah aquadest.

Minyak Sawit 08
35
Pada saat pengujian emulsi minyak, suftasi kelapa sawit kestabilan emulsi bertahan
bertahan selama 5 menit, pada waktu tersebut minyak yang tadinya telah bercampur
dengan quadest akan memisah kembali.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:

1. Tegangan antarmuka rendah

2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka

3. Tolakkan listrik double layer

4. Relatifitas phase pendispersi kecil

5. Viskositas tinggi.

Setelah dilakukan pengujian stabilitas dari emulsi dilanjutkan dengan pengujian


dilanjutkan dengan menentukan suhu pecahnya emulsi . Kestabilan suatatu emulsi
cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan,
penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Apabila kestabilan rusak pada
emulsi akan dapat terbentuknya suatu krim , pada emulsi minyak dalam air dapat
terjadi jika kestabilan emulsi rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas
membentuk krim. Dan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak;
apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah.
Dalam penentuan suhu pecahnya emulsi saat minyak yang sebagai terdispersi
langsung pecah pada suhu kamar setelah dilakukan pencampuran minyak ke aquades
dan dilakukan pengadukan maka tidak perlu dilakukan pemanasan tapi untuk
menentukan suhu suatu emulsi pada praktikum ini kami mengaduk minyak pada
kondisi dingin sehingga minyak dapayt terdispersi dalam air lalu melakukan
pengukuran suhu pecahnya emulsi yaitu pada suhu 18 0 C yaitu di bawah suhu kamar
jadi minyak ini dapat digunakan dibawah suhu 180 C

PENENTUAN KADAR SO3 TERIKAT

Sebelum minyak sulfat dapat diaplikasikan ke kulit, terlebih dahulu harus di uji sifat
kimianya. Adapun pengujian pertama adalah pengujian uji emulsi minyak , untuk

Minyak Sawit 08
36
mengetahui pada suhu atau temperatur berapa minyak sulfat tersebut mulai
kehilangan kemampuan untuk teremulsi dalam air (memisah). Semakin tinggi
temperatur yang diperlukan untuk memisahkan emulsi minyak dalam air, maka
semakin bagus minyak sulfat tersebut. Pengujian selanjutnya adalah pengujian
kadar SO3. Adapun tujuan pengujian kadar SO3 dalam minyak sulfat ini adalah untuk
mengetahui seberapa banyak kandungan SO3 dalam minyak sulfat tersebut. Karena
semakin banyak kandungan SO3 yang terikat pada minyak sulfat tersebut, maka
dikhawatirka, apabila diaplikasikan kekulit nantinya, SO3 akan berikatan dengan uap
air atau H2O sehingga bisa membentuk H2SO4 yang malah merusak kulit yang
disamak. Dari hasil analisa yang kami lakukan, diketahui kandungan SO3 pada
minyak sulfat adalah sebesar kadar SO3 yang baik untuk minyak sulfat adalah 3-7%.

Analisa kadar SO3 terikat pada menggunkan prinsip ekstraksi larutan dengan
menggunakan pelarut. Proses ini dilakukan dengan mengestrak larutan minyak sulfat
dengan menggunakan sejumlah pelarut, pelarut yang digunakan pada praktilum ini
adalah larutan eter. Pelarut eter digunakan beberapa kali sebelum akhirnya diuapkan
setelah mendapatkan asam sulfat pada minyak yang telarut dalam pelarut eter.
Kemudian larutan hasil ekstraksi dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH.
Dengan menggunakan nilai volume larutan NaOH yang diperoleh dalam proses
titrasi, dapat diketahui jumlah SO3 terikat berdasarkan jumlah asam sulfat yang terikat
pada minyak sulfat . titrasi yang berlangsung adalah titrasi asam basa yaitu antara
H2SO4 yang di titrasi dengan NaOH
Pada Paraktikum ini di awali dengan mencampurkan 5,021 gram minyak sawit
tersulfatasi dengan 50 ml larutan garam jenuh dan 50 ml diethyl eter ke dalam corong
pemisah. Larutan tersebut kemudian di homogenkan dengan cara di gojog selama 5
menit dan sesekali corong pemisah dibuka untuk mengeluarkan uap eternya karena
eter menguap memiliki tekanan tinggi . perubahan yang terjadi pada Selama
pengocokkan warna larutan putih dan setelah didiamkan, larutan terpisah menjadi 2
fase yang atas minyak dan yang bawah adalah eter dan NaCl. pH larutan ini adalah 6.
Karena pH larutan sudah mendekati netral (6), maka penambahan H2SO4 hanya 0,25
ml saja . setelah dilakukan penambahan Asam Sulfat larutan digojog kembali selama
2 menit sambil sesekali tutup corong pemisah dibuka. Larutan didiamkan sejenak,
setelah larutan terpisah menjadi 2 fase ambil eter yang berada dibagia atas sehingga
didalam corong pemisah hanya ada minyak.

Minyak Sawit 08
37
Setelah eter terambil semua tambahkan 25 ml eter baru kedalam corong pemisah
yang hanya berisi minyak tersebut dan gojog-gojog 10 menit dan sesekali tutup
corong pemisahnya dibuka. Setelah didiamkan larutan tidak memisah, sehingga eter
yang digunakan hanya eter hasil ekstrak yang pertama. Eter hasil ekstraksi yang
pertama ini ,dipanaskan didalam lemari asam sampai volumenya tinggal 5-10 ml.
Dilakukan dalam lemari asam karena eter bersifat bahaya karena uapnya
menyebabkan iritasi Setelah larutan mencapai 5- 10 ml didinginkan dan kemudian
ditambahkan 25 ml asam sulfat 1 N dan dilakukan revlak selama 90 menit. Tujuan
revlak adalah untuk mempercepat reaksi tetapi jangan sampai ada larutan yang hilang.
Setelah direvlak selama 90 menit ada perubahan waerana lagi, larutan menjadi
berwarna bening dan ada butiran-butiran garamnya hal ini disebabkan karena pada
proses pencucian dengan garam jenuh tidak bersih . Kedalam larutan hasil revlak ini
kemudian ditambahkan 25 ml eter, 30 gram NaCl kristal, dan 3 tetes indikator PP.
Sewtelah dilakukan penamabahan Lakukan titrasi pada larutan tersebut dengan
menggunakan NaOH 0,5 N. Larutan NaOH yang dibutuhkan adalah 66,8 ml.
Perubahan warnanya adalah dari putih menjadi pink. Setelah larutan di titrasi di buat
larutan blangko ,Larutan blangko dibuat dengan tujuan sebagai perbandingan dengan
sampel. Larutan blangko ini dibuat dengan mencampurkan antara 25 ml H2SO4 1 N,
30 gram garam NaCl, 25 ml diethyl eter, dan 3 tetes Indikator MO ke dalam
Erlenmeyer. Kemudian campuran ini dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,5 N.
Dan larutan NaOH yang dibutuhkan adalah 47,55 ml. Dengan mengetahui volume
NaOH 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi sampel dan blangko, N NaOH, BE SO3,
dan juga berat sampel minyak maka kadar SO3 terikat yang didapat adalah 7,67%
yang dicari dengan rumus:

Kadar SO3 =

Minyak Sawit 08
38
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa Analisis
kadar lemak pada sample adalah dengan kadar lemak sebesar 0,14
2. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan
untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Dari praktikum didapatkan
bilangan penyabunan sebesar 235,76
3. Factor yang mempengaruhi pada sulfatasi adalah
Jenis minyak yang dipakai ,Perbandingan antara asam dan minyak ,Kekuatan
asam,Suhu sulfatasi ,Waktu reaksi,Cara netralisasi dan pencucian
4. Pecahnya emulsi dari minyak sulfat yang kami buat dari minyak kelapa sawit
terjadi pada suhu rendah yaitu dibawah suhu Kamar pada suhu 0 C
5. Kadar SO3 terikat yang didapat adalah 7,67% dan lebih besar dari kadar yang
baik

Minyak Sawit 08
39
DAFTAR PUSTAKA

Winarno,F.G. . 1997 . Kimia Pangan dan Gizi . Jakarta : PT.Gramedia Pustaka


Utama
Muchtadi,tien R, Sugiono .1992 . Ilmu Pengetahuan bahan pangan . Bogor;
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor
Seno wulung, R.Bagus, 2008. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik. ATK:
Yogyakarta
Syabani, wahyu , 2008. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisa . ATK: Yogyakarta
Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada University press,
Jogjakarta
Ansel, Howard C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia
Press, Jakarta
Tim Penyusun. 1995. Kimiawi Emulsi pada Proses Peminyakan Kulit. Yogyakarta:
Akademi Teknologi Kulit.
Purnomo, Edy. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit.
Yogyakarta: Akademi Teknologi Kulit.
http://id.wikipedia.org/lemak
http:// 2fitatsorganik-h402.tripod.com /minyak_lemak

Minyak Sawit 08
40

You might also like