You are on page 1of 2

4.

Makna Lain Di Balik Operasi Pembebasan Irian Barat

Menyatukan kembali wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan misi utama yang
dipercayakan kepada Pak Harto ketika diangkat menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan
Irian Barat. Pembentukan komando ini menyusul pidato Presiden Soekarno tanggal 19 Desember
1961 di Yogyakarta dengan mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora): (1) Gagalkan
pembentukan negara boneka papua buatan Belanda kolonial, (2) kibarkan sang merah putih di Irian
Barat Tanah Air Indonesia, dan (3) Bersiaplah untuk memobilisasi umum mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

“Dengan ini, terbuka kesempatan bagi saya, untuk menerapkan segala pengetahuan saya,
pengalaman dan ilmu yang telah saya dapat di sekolah-sekolah militer dan di SSKAD...” Demikian
ungkap Pak Harto mengomentari tugas yang dipercayakan kepadanya itu. Memang, sebelum
mengemban tugas berat ini Pak Harto mengikuti pendidikan si Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Darat (SSKAD) mulai tanggal 1 November 1959. Sebelumnya Pak Harto yang menjabat Panglima
Diponegoro melakukan serahterima jabatan dengan penerusnya Letkol Pranoto Reksosamudro.
Pak Harto lulus dengan predikat terbaik . Setamat sekolah Pak Harto dinaikkan dinaikkan pangkatnya
menjadi brigadir Jenderal dan ditempatkan di Markas Besar Angkatan Dasar (MBAD) di Jakarta.
Karier demi karier pun dilaluinya, hingga akhirnya dipercaya menjadi Panglima Komando Mandala
Pembebasa Irian Barat. Tentu saja, bukan sembarang orang yang dipercaya mengemban tugas berat
ini. Hanya mereka yang berprestasi terbaik dan punya kredibilitas tinggi yang terpilih. Maka dengan
kesungguhan hati dijalani tugas tersebut. Seiring dengan itu pada tanggal 1 Janauri 1962 pangkat Pak
Harto dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.

Kepemimpinan dan keahlian strategi Pak Harto benar-benar terasah di dalam operasi ini. Tak heran
bila sejumlah operasi infiltrasi berhasil dilakukan. Pasukan ABRI dan sejumlah sukarelawan berhasil
menyusup ke wilayah Irian Barat. Operasi tahap kedua yang berupa serangan terbuka bersandi
Jayawijaya pun siap dilaksanakan. Namun perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
kerajaan Belanda di Markas PBB tanggal 15 Agustus 1962 berhasil mencapai sejumlah kesepakatan
yang disebut Persetujuan New York. Sehingga sebelum operasi dilaksanakan tiba perintah
penghentian tembak menembak pada tanggal 18 Agustus 1962. Penyelesaian irian barat memang
akhirnya dilakukan mengikuti kesepakatan itu, dalam hal mana PBB pada 1 Oktober 1962 dibentuk
Penguasa/Pemerintah Sementara PBB (United Nationss Temporary Executive Authority-UNTEA).
Selain itu Kesepakatan New York juga menugaskan Indonesia untuk menggelar Penentuan Pendapat
rakyat (Pepera) di Irian Barat sebelum akhir 1969. Hasilnya, UNTEA secara resmi menyerahkan
kekuasaan pemerintahan atas Irian Barat kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.

Menandai perjuangan bangsa indonesia membebaskan Irian Barat, pemerintah membangun Tugu
Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng Jakarta. Gagasan kreatif datang dari Presiden Soekarno
yang kemudian sktesanya dibuat oleh Henk Ngantung dan kemudian didesain oleh pematung
ternama asal kota Yogyakarta, Edhi Soenarso. Pastung terbuat dari perunggu dengan berat tak
kurang dari 8 ton. Tingginya 9 patung dari kaki sampai kepala mencapai 9 meter, dan jika diukur
samopai ke ujung tangan mencapai 11 meter. Tinggi dari patung dari landasannya mencapai 25
meter. Pekerjaan konstruksi digarap oleh PN Hutama Karya dengan arsiteknya F. Silaban. Patung
diresmikan oelh Bung Karno tepat pada hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1963.
Jika Bung Karno menandai peristiwa bersejarah ini dengan monumen, maka Pak Harto bersama-
sama dengan tokoh Trikora seperti Mayor CKH Achmad Parwis Nasution, BCHK, Mayor Udara Sugiri,
Kolonel Laut Marwidji, Kolonel Inf Munadi, Ny Jos Sudarso, Brigjen Achmad Tahir, Komodor Udara
Wiriadinata, Kolonel Inf Sunggoro, dan Mayor Inf Matradji menandainya dengan mendirikan
sebuah yayasan yang diberi nama Trikora. Yayasan Trikora didirikan pada tanggal 2 Mei 1963
bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Pak harto mengenang awal pendirian yayasan Trikora
dengan catatan sebagai berikut: “Mengusahakan dan memberikan bantuan beasiswa bagi anak
yatim dan anak yatim piatu dari para anggota Angkatan Bersenjata dan lain-lain, yang telah gugur,
mengorbankan jiwa dan raga dalam pelaksanaan tugas pembebasan Irian Barat dalam rangka Tri
Komando Rakyat,” demikian pernyataan visi dan misi Yayasan tersebut. “Selesai Trikora saya minta
bantuan kepada Bung Karno. Saya katakan kepada beliau, saya akan bertanggung jawab atas uang
itu. Lantas saya mendirikan Yayasan Trikora itu, dengan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 30 juta
dari Bung Karno pada tahun 1962.” Yayasan Trikora berhasil memenuhi visi dan misinya, sejak tahun
1963 hingga 1993 tidak kurang dari 326 anak yang telah selesai menempuh pendidikan dari sejak
taman kanak-kanak sampai lulus perguruan tinggi. Inilah cara lain Pak Harto menghormati dan
menghargai jasa-jasa para pahlawan yang gugur membela dan memperjuangkan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.***

Tugu pembebasan Irian barat yang merupakan simbol keberhasilan Indonesia menyatukan kembali
wilayah Irian Barat ke dalam pangkuan NKRI. Dalam kaitan ini pada tanggal 15 Februari 1963
Administrasi Pos di Indonesia menerbitkan prangko seri amal “Tugu Irian Barat” yang terdiri atas 4
kopur. Prangko berukuran 22,3 X 38,6 mm yang didesain oleh Soeroso dan dicetak dengan teknik
rotogravure dalam dua warna oleh Pertjetakan Kebajoran.

You might also like