Professional Documents
Culture Documents
i) Pendekatan Produksi
Adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan produksi menjelaskan bagaimana
PDRB dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi yang beroperasi di suatu wilayah
(region) atau merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun) atau PDRB demikian itu disebut sebagai
PDRB menurut sektor atau biasa disebut pula sebagai PDRB ditinjau dari sisi
penyediaan (supply side).
1
ii) Pendekatan Pengeluaran atau Penggunaan atau Belanja
Adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan pengeluaran yang menjelaskan
bagaimana PDRB suatu wilayah (region) digunakan atau dimanfaatkan, baik
untuk memenuhi kebutuhan permintaan di dalam wilayah maupun untuk
memenuhi kebutuhan di luar wilayah. PDRB demikian itu disebut sebagai PDRB
menurut penggunaan (terminologi yang akan digunakan dalam publikasi ini)
atau disebut PDRB menurut pengeluaran (Gross Regional Domestic Product by
Expenditure), atau biasa juga disebut sebagai PDRB yang ditinjau dari sisi
permintaan (demand side).
B. ISTILAH-ISTILAH DALAM PDRB
i) PDRB atas dasar harga berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan
atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun
yang bersangkutan.
iv) Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar harga pasar
Perbedaan konsep netto di sini dan konsep bruto di atas adalah komponen
penyusutan yang terdapat pada konsep bruto. Pada konsep netto, penyusutan
tersebut telah dikeluarkan. Jadi PDRB atas dasar harga pasar dikurangi
penyusutan akan diperoleh PDRN atas dasar harga pasar. Penyusutan yang
dimaksud adalah nilai susut (aus)nya barang-barang modal yang terjadi selama
barang modal tersebut ikut proses produksi. Jadi jumlah dari nilai susutnya
2
barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi merupakan nilai penyusutan
yang dimaksud di atas.
3
saat ini masih sulit mendapatkan jumlah pendapatan yang mengalir ke
luar/masuk di suatu wilayah. Maka dari itu, kita masih menganggap bahwa
Pendapatan Domestik Regional Netto itu diasumsikan sebagai Pendapatan
Regional. Angka Pendapatan Regional dapat dipakai untuk mengukur kenaikan
tingkat pendapatan. Penyebab dari kenaikan itu ada dua faktor:
a. Kenaikan pendapatan yang betul-betul dapat menaikkan daya beli
penduduk atau bisa disebut dengan kenaikan riil.
Oleh karena itu, untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya (riil) maka
faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan Regional dengan
faktor inflasi merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga berlaku, sedang
Pendapatan Regional tanpa faktor inflasi merupakan Pendapatan Regional atas
dasar harga konstan.
vii) Pendapatan per kapita
Bila pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggak di
wilayah tersebut, maka akan diperoleh pendapatan per kapita, yaitu
pendapatan yang diterima oleh tiap penduduk.
b. PDRN adh pasar (NRDP at market prices) jika dikurangi pajak tidak langsung
netto, sama dengan:
c. PDRN adh faktor (NRDP at factor prices), jika ditambah pendapatan netto yang
mengalir dari/ke daerah, sama dengan:
4
e. Pendapatan orang-seorang (Income per Capita), jika dikurangi pajak
rumahtangga, transfer yang dibayarkan oleh rumahtangga, sama dengan:
5
Tabel 1
PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha)
Harga Berlaku (Rp000.000) dan Distribusi (Persentase)
Tahun 1999 dan 2000
Nomor Lapangan Usaha 1999 2000
Nilai % Nilai %
1 Pertanian 599.661 18,89 704.858 19,79
2 Pertambangan dan Penggalian 13.301 0,42 14.793 0,42
3 Industri Pengolahan 469.529 14,79 546.511 15,35
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 24.891 0,78 28.667 0,81
5 Bangunan 279.037 8,79 328.170 9,22
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 621.673 19,58 708.519 19,90
7 Pengangkutan dan Komunikasi 284.986 8,98 307.520 8,64
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan 331.826 10,45 324.290 9,10
9 Jasa-Jasa 550.408 17,32 597.627 16,77
PDRB 3.175.312 100,00 3.560.985 100,00
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, Tahun 1996-2001, hal. 26 dan
28.
Tabel 2
PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha)
Harga Konstan (Rp000.000) dan Pertumbuhan (Persentase)
Tahun 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993
Nomor Lapangan Usaha 1999 2000
Nilai % Nilai %
1 Pertanian 187.815 3,57 205.817 9,58
2 Pertambangan dan Penggalian 6.059 3,29 6.337 4,59
3 Industri Pengolahan 223.125 1,22 234.455 5,08
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 9.902 1,58 10.360 4,62
5 Bangunan 147.482 2,32 150.620 2,13
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 255.535 2,06 266.711 4,37
7 Pengangkutan dan Komunikasi 151.753 0,87 156.013 2,81
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan 175.675 1,37 168.151 -4,28
9 Jasa-Jasa 247.312 2,01 253.308 2,42
PDRB 1.404.658 1,93 1.451.772 3,35
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, Tahun 1996-2001, hal. 21 dan
27.
6
menurut penggunaan terdiri dari komponen-komponen anatara lain pengeluaran
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta tidak mencari untung (nirlaba),
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok,
ekspor dan impor barang dan jasa.
i) Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup seluruh pengeluaran barang dan
jasa dikurangi penjualan netto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah
tangga selama setahun. Sumber data utama perkiraan nilai konsumsi rumah
tangga, adalah hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi D.I.
Yogyakarta khususnya untuk Kabupaten Sleman, hasil pengolahan Badan Pusat
Statistik untuk besarnya konsumsi. Sedang untuk harga barang setiap jenis
bahan yang dikonsumsi diperoleh dari hasil pengolahan yang dilakukan oleh BPS
Kabupaten Sleman.
Berdasarkan hasil SUSENAS, diperoleh rata-rata konsumsi per kapita per minggu
untuk bahan makanan dan rata-rata nilai konsumsi per kapita per bulan untuk
non makanan. Untuk memperoleh nilai konsumsi bahan makanan per bulan
dilakukan dengan cara konsumsi per kapita per minggu dikalikan tiga puluh
dibagi tujuh.Nilai konsumsi bahan makanan dan bukan bahan makanan setahun
diperoleh dengan cara nilai konsumsi per kapita per bulan dikali dua belas
dikalikan pula dengan jumlah penduduk pertengahan tahun (hasil proyeksi).
Perkiraan nilai konsumsi rumah tangga untuk tahun yang tidak tersedia data
SUSENAS dengan menggunakan koefisien elastisitas permintaan terhadap
pendapatan (elasticity demand of income) untuk kelompok konsumsi makanan
dan untuk kelompok konsumsi non makanan. Untuk kelompok makanan nilai
konsumsi atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan nilai
konsumsi dalam satuan kuantum dengan harga konsumen atau harga eceran.
Sedang nilai konsumsi atas dasar harga konstan diperoleh dengan metode
revaluasi, artinya konsumsi dalam satuan kuantum dikalikan dengan harga
tahun dasar PDRB.
Nilai konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan atas dasar harga konstan
1996–1998 diperoleh dengan cara deflasi, yaitu membagi konsumsi harga
berlaku dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sesuai. Pengeluaran
konsumsi rumah tangga ini telah dilengkapi dengan perkiraan besarnya
konsumsi makanan/minuman yang dikonsumsi di luar rumah.
7
ii) Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Yang Tidak Mencari Untung (Nirlaba)
Lembaga swasta yang tidak mencari untung adalah lembaga swasta yang dalam
operasinya tidak bertujuan mencari keuntungan. Lembaga swasta yang tidak
mencari untung terdiri dari lembaga/badan swasta yang memberikan pelayanan
atas jasa kepada masyarakat seperti: organisasi serikat buruh, persatuan para
ahli/persatuan profesi, organisai politik, badan-badan keagamaan, lembaga
penelitian, dan organisasi-organisasi kesejahteraan masyarakat yang tujuan
dari kegiataan tersebut tidak mencari untung. Perkiraan besarnya nilai
konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung diperoleh dari hasil
penghitungan survei khusus lembaga non profit rumah tangga yang
dikategorikan sebagai lembaga swasta yang tidak mencari untung seperti
kegiatan panti asuhan dan tempat ibadah. Sedangkan untuk kegiatan lainnya
seperti dokter praktek, bidan/dukun bayi dan tukang gigi tidak dimasukkan.
Berdasarkan hasil penghitungan Nilai Produk Domestik Bruto menurut lapangan
usaha, diperoleh perkiraan nilai konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari
untung, baik atas dasar harga yang berlaku maupun atas dasar harga konstan
1993.
iii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Dan Pertahanan
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja
pegawai, penyusutan barang modal dan belanja barang (termasuk belanja
perjalanan dinas, pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin)
dikurangi penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan.
Pengeluaran konsumsi pemerintah pusat dan daerah. Data mengenai belanja
pegawai, belanja barang dan belanja rutin lainnya serta perkiraan belanja
pembangunan yang merupakan belanja rutin diperoleh dari realisasi
pengeluaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengeluaran
Pemerintah Pusat diperoleh dari Kantor Perbendaharaan Negara sedangkan
untuk pengeluaran Pemerintah Daerah dalam hal ini Daerah Otonom Propinsi,
Kota dan Kabupaten, dan Desa diperoleh dari daftar K.
Kalau diteliti dari pengeluaran Pemerintah, terdiri dari dua kelompok, yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi dan pengeluaran lainnya.
Berdasarkan kelompok pengeluaran rutin yang dihitung sebagai pengeluaran
konsumsi Pemerintah adalah belanja pegawai, belanja barang dan pengeluaran
8
rutin laiannya. Sedang yang lainnya tidak dimasukkan karena pengeluaran disini
merupakan transfer.
Berdasarkan kelompok pengeluaran pembangunan yang tujuan utamanya untuk
peningkatan fisik di segala bidang merupakan investasi Pemerintah. Tetapi
pembiayaan yang bersifat rutin, seperti pengeluaran untuk riset dan
pengeluaran pengembangan ilmu pengetahuan, dimasukkan sebagai konsumsi
pemerintah. Pengeluaran disini biasanya disusun menurut tahun kalender, yaitu
mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang sama.
iv) Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pembentukan modal tetap domestik bruto mencakup pengadaan, pembuatan
dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam negeri ataupun barang
bekas dari luar negeri. Pengertian dalam/luar negeri dalam hal ini termasuk
luar wilayah. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi
dan biasanya mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih. Pembentukan
modal tetap domestik bruto dapat dibedakan menjadi:
a. Pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi
b. Pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan
baik yang berasal dari impor maupun produksi dalam negeri.
Ditinjau dari sudut pemilikan, pembentukan modal tetap bruto dapat dihitung
berdasarkan pengeluaran untuk pembelian barang modal oleh masing-masing
lapangan usaha (sektor). Sedangkan kalau ditinjau dari jenis barang modal itu
sendiri, maka pembentukan modal dapat dihitung berdasarkan arus barang.
Pembentukan modal tetap bruto atas dasar harga yang berlaku, diperoleh
dengan cara menghitung nilai barang-barang modal yang masuk ke region dan
barang modal yang masuk antar region atau antar pulau, ditambah dengan
prosentase tertentu terhadap nilai produksi bruto sektor konstruksi/bangunan.
Perkiraan pembentukan modal tetap bruto atas dasar harga konstan tahun
1993, diperoleh dengan cara mendeflasi nilai pembentukan modal tetap bruto
(nilai barang impor) atas dasar harga yang berlaku dangan Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) barang-barang impor, dan dengan IHPB barang-
barang industri untuk barang modal antar pulau.
9
v) Perubahan Stok
Perubahan stok pada suatu tahun diperoleh dari seluruh nilai stok pada akhir
tahun dikurang dengan seluruh nilai stok pada awal tahun yang bersangkutan
(pada awal tahun yang bersangkutan). Dalam menghitung perubahan stok dapat
dilakukan dengan dua metode yakni:
1. Metode Langsung
Nilai stok diperoleh dari setiap kegiatan dan jenis barang yang dikumpulkan
melalui sensus dan survei. Berdasarkan laporan neraca keuangan
perusahaan dari hasil survei tahunan diperoleh nilai stok pada awal tahun
dan akhir tahun, yang kemudian dinilai dengan rata-rata harga pasar pada
periode tahun perhitungan tersebut.
2. Metode Tidak Langsung (Metode Arus Barang)
Dilaukan dengan cara menghitung stok awal dan stok akhir dari tiap jenis
barang. Data seperti ini mungkin tersedia hanya untuk beberapa jenis
barang. Oleh karena itu maka komponen perubahan stok diestimasi
berdasarkan residual dari PDRB yang dihitung secara sektoral dikurangi
dengan komponen-komponen yang sudah dihitung dengan data yang
tersedia.
Perubahan stok penghitungannya ditaksirkan sebagai residual karena tidak
tersedianya data yang diperlukan untuk membuat perkiraan perubahan
stok. Dengan demikian stok merupakan sisa, yaitu PDRB dikurangi konsumsi
rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor netto
(ekspor-impor) baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan.
vi) Ekspor dan Impor
Ekspor dan impor meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu
region dengan region lain atau dengan luar negeri. Kegiatan ekspor impor
dirinci sebagai berikut:
a. Ekspor dan impor dengan negara lain
b. Ekspor dan impor antar region/propinsi /wilayah kabupaten
Data yang tersedia mengenai ekspor dan impor di tingkat region masih sangat
terbatas. Ekspor dan impor ditingkat region ini meliputi: transaksi yang
10
dilakukan langsung dengan luar negeri dan antar pulau atau antar
provinsi/kabupaten. Dari nilai ekspor dan impor luar negeri maupun antar pulau
masing-masing tahun diperoleh nilai ekspor dan impor atas dasar harga berlaku.
Untuk memperoleh nilai ekspor atas dasar harga konstan 1993 dengan cara:
nilai ekspor harga berlaku dideflate dengan indeks harga perdagangan basar
umum ekspor tanpa minyak, dan nilai impor dideflate dengan indeks harga
perdagangan besar umum kelompok barang-barang impor. Nilai barang yang
keluar antar pulau atau antar region atas dasar harga konstan 1993 diperoleh
dengan cara mendeflate masing-masing dengan IHPB umum.
Data mengenai ekspor dan impor luar negeri diperoleh dari Dinas Perdagangan
Kabupaten. Sedang untuk barang yang keluar dan masuk antar daerah/region
diperoleh dengan cara menghitung selisih produksi domestik dengan konsumsi
domestik. Konsumsi domestik sendiri terdiri dari konsumsi rumah tangga dan
konsumsi rumah tangga industri.
vii) Contoh
Berikut ini disajikan Tabel 3 dan Tabel 3 tentang PDRB Kabupaten Sleman
pendekatan pengeluaran (penggunaan) menurut harga berlaku dan harga
konstan. Penghitungan PDRB menurut harga berlaku dapat menghasilkan
distribusi (share) masing-masing lapangan usaha dari waktu ke waktu.
Penghitungan PDRB menurut harga konstan dapat menghasilkan laju
pertumbuhan masing-masing lapangan usaha dan PDRB dari waktu ke waktu.
11
Tabel 3
PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Berlaku (Rp000.000) dan
Distribusi (Persentase)
Tahun 1999 dan 2000
Nomor Pengeluaran 1999 2000
Nilai % Nilai %
1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 1.854.115 58,39 2.124.566 59,65
2 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 17.041 0,54 19.043 0,53
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 391.538 12,33 411.166 11,54
4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 1.374.510 43,29 1.554.678 43,65
5 Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah -656.404 -20,67 -841.695 -23,64
6 Ekspor Antarnegara/luar negeri 257.142 8,10 308.788 8,66
7 Impor Antarnegara/luar negeri 62.630 1,98 15.561 0,43
PDRB 3.175.312 100,00 3.560.985 100,00
Sumber: PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran Kabupaten Sleman, Tahun 1998-2001,
hal. 14 dan 16.
Tabel 4
PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Konstan (Rp000.000) dan
Pertumbuhan (Persentase)
Tahun 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993
Nomor Pengeluaran 1999 2000
Nilai % Nilai %
1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 696.268 4,39 711.342 2,31
2 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 8.672 15,53 9.408 8,49
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 245.349 35,08 249.076 1,52
4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 557.372 2,81 572.611 2,73
5 Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah -155.419 -124,50 -164.284 -5,70
6 Ekspor Antarnegara/luar negeri 75.087 6,20 78.572 4,64
7 Impor Antarnegara/luar negeri 21.671 4,61 4.953 -77,14
PDRB 1.404.658 1,93 1.451.772 3,35
Sumber: PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran Kabupaten Sleman, Tahun 1998-2001,
hal. 15. Untuk kolom pertumbuhan (%) merupakan data diolah.
Rumus r = s / k
12
keterangan:
r = ∆Y / Y = pertumbuhan ekonomi
s = ∆S / ∆Y = MPS = marginal propensity to save
k = COR = capital output ratio
hubungan yang searah antara MPS dengan pertumbuhan ekonomi dan hubungan
yang tidak searah antara COR dengan pertumbuhan ekonomi.
A. AVERAGE CAPITAL OUTPUT RATIO (ACOR)
1. Menunjukkan hubungan antara stok modal yang ada dengan aliran output yang
dihasilkan.
2. Menunjukkan hubungan antara segala sesuatu yang telah diinvestasikan pada
masa lalu dengan keseluruhan pendapatan (hasil).
3. Konsep statis.
B. INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)
1. Menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output (∆Y) yang disebabkan
oleh kenaikan tertentu pada stok modal ∆K.
2. Menunjukkan segala sesuatu yang saat ini ditambahkan pada modal atau
pendapatan (hasil).
3. Konsep dinamis.
C. METODOLOGI PENGHITUNGAN ICOR
i) Penghitungan nilai investasi (I) atas dasar harga konstan
Nilai investasi atas dasar harga konstan dihitung dengan metode langsung atau
metode penyusutan. Metode langsung adalah metode penghitungan nilai
investasi yang diperoleh langsung dari publikasi dan laporan instansi atau
perusahaan atas dasar harga berlaku. Nilai investasi atas dasar harga konstan
diperoleh dengan cara mendeflasikan nilai investasi atas dasar harga berlaku
dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Metode penyusutan adalah
metode penghitungan nilai investasi yang diperoleh dengan menghitung
penyusutan barang modal tetap yang terjadi pada tahun tertentu. Nilai
penyusutan barang modal tetap diperoleh dari penghitungan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman.
13
∆Y)
2. Penghitungan peningkatan nilai output (∆
Peningkatan nilai output merupakan nilai tambah bruto (NTB). NTB diperoleh
dengan cara menghitung selisih NTB atas dasar harga konstan 1993 pada tahun t
dengan NTB tahun t-1.
3. Penghitungan ICOR tahun 2000-2002
Koefisien ICOR dihitung dengan cara membagi ∆I dengan ∆Y.
4. Penghitungan nilai per jenis investasi tahun 2004-2009
Nilai per jenis investasi dihitung dengan cara mengalikan ∆Y dengan rerata
ICOR.
Menurut Lincolin Arsyad (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai
ICOR adalah apabila:
1. Ketersediaan sumberdaya alam terbatas dan pertumbuhan penduduk rendah.
2. Inovasi hitech dan sifat teknologi padat modal.
3. Laju investasi tinggi dan komposisi investasi terbesar berupa proyek barang
publik.
4. Tingkat efisiensi faktor produksi modal rendah.
5. Kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional rendah.
6. Tingginya suku bunga pinjaman dan tingkat upah.
7. Kebijakan ketenagakerjaan pada penyerapan tenaga kerja berupa investasi
proyek barang publik.
8. Cepatnya laju kemajuan industrialisasi.
9. Pembangunan prasarana sosial dan ekonomi pada awal pembangunan
Untuk mengetahui potensi sektor, subsektor, dan produk yang terdapat di suatu
wilayah digunakan metode pengamatan terhadap nilai location quotient (LQ)
sektoral wilayah. Penghitungan nilai LQ menggunakan rumus sebagai berikut:
r
X i
r
LQ = X
n
X i
n
X
Catatan:
LQ: nilai location quotient
X: variabel yang diamati
r: wilayah dengan area lebih sempit
14
i: sektor/subsektor/produk
n: wilayah dengan area lebih luas
Tabel 5
Share dan LQ per Sektor dan Subsektor
PDRB Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman
Tahun 1998-2001
15
3. Angkutan Laut 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
5. Angkutan Udara 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
6. Jasa Penunjang Angkutan 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
b. Komunikasi 0.04% 0.1526 0.04% 0.1377 0.04% 0.1320 0.05% 0.1304
1. Pos dan Telekomunikasi 0.02% 0.0679 0.02% 0.0646 0.02% 0.0641 0.02% 0.0611
2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.03% 0.5303 0.03% 0.5250 0.02% 0.4519 0.03% 0.4447
8 KEUANGAN, PERSEWAAN, dan JASA PERUSAHAAN 13.21% 1.2352 13.73% 1.3140 11.44% 1.2563 10.23% 1.0955
a. Bank 1.16% 0.7676 2.14% 1.2177 0.53% 1.3507 0.36% 1.3589
b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 1.18% 1.0405 1.14% 0.9045 1.11% 0.9491 1.45% 1.1086
c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
d. Sewa Bangunan 10.82% 1.0517 10.39% 0.9958 9.75% 1.0127 8.38% 0.9922
e. Jasa Perusahaan 0.06% 0.2296 0.06% 0.2170 0.05% 0.2196 0.05% 0.2422
9 JASA-JASA 6.39% 0.3795 6.17% 0.3557 5.72% 0.3409 5.29% 0.3197
a. Pemerintahan Umum 2.29% 0.5846 2.34% 0.5765 2.17% 0.5893 2.14% 0.6303
1. Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2.29% 0.5846 2.34% 0.5765 2.17% 0.5893 2.14% 0.6303
2. Jasa Pemerintahan Lainnya 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
b. Swasta 4.10% 1.6558 3.83% 1.8150 3.55% 1.7384 3.15% 1.6643
1. Sosial Kemasyarakatan 0.91% 1.7544 0.85% 1.7854 0.80% 1.6583 0.80% 1.7918
2. Hiburan dan Rekreasi 0.00% - 0.00% - 0.00% - 0.00% -
3. Perorangan dan Rumahtangga 3.19% 1.7038 2.97% 1.9106 2.76% 1.8450 2.34% 1.7041
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan Minggir,
1998-2001. Data diolah.
Angka Indeks INDEKS GRAVITY (Pengembangan Propinsi DIY dengan Teori Lokasi
Hakekat teori Model Tempat Sentral (MTS) adalah memandang pusat kota
sebagai tempat sentral bagi titik pertumbuhan inti di daerahnya dan menentukan
tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah. Dengan demikian, dalam teori
MTS terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah di
sekitarnya. Propinsi DIY dengan 4 kabupaten dan 1 kota mempunyai pusat
pemerintahan di Yogyakarta yang terletak di kota Yogyakarta. Oleh karena itu,
apabila pengembangan propinsi DIY didekati dengan menggunakan teori MTS maka
akan memandang kota Yogyakarta sebagai pusat kota - titik pertumbuhan inti- dan
4 kabupaten di propinsi DIY sebagai daerah pedesaan.
Berdasarkan prinsip aglomerasi ekonomi maka ekonomi kota Yogyakarta
menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil -
kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman. Aglomerasi ekonomi
yang muncul di propinsi DIY dapat berupa ekonomi skala internal, ekonomi skala
eksternal, ekonomi karena letaknya yang berhubungan dengan daerah perkotaan,
dan ekonomi karena penghematan biaya pengangkutan.
Mengembangkan propinsi DIY dengan menggunakan teori pusat pertumbuhan
adalah menekankan pentingnya pusat-pusat wilayah utama -kota Yogyakarta- untuk
16
pertumbuhan dengan maksud agar pertumbuhan tersebut dapat menimbulkan efek
pertumbuhan bagi daerah-daerah lainnya -kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon
Progo, dan Sleman. Di samping itu, pendekatan growth poles dapat digunakan
untuk mengkaji hubungan timbal balik kota Yogyakarta dengan kabupaten Bantul,
Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman yaitu dengan mengembangkan kota
Yogyakarta melalui pengembangan sektor industri dengan tujuan agar
perkembangan ini menetes ke bawah (trickle-down effect) dan menyebar (spread
effect) ke perkembangan 4 kabupaten melalui arus barang hasil industri ke 4
kabupaten, arus bahan mentah untuk industri dan bahan pangan dari 4 kabupaten,
arus urbanisasi atau “commuter” ke kota Yogyakarta, dan mungkin juga arus modal
dari 4 kabupaten ke kota Yogyakarta.
Pengembangan propinsi DIY dengan pendekatan pusat pertumbuhan tepat
digunakan untuk mengurangi ketimpangan pertumbuhan antarwilayah karena
adanya potensi sumberdaya yang tidak merata antarwilayah di propinsi DIY. Untuk
dapat tumbuh dengan cepat, propinsi DIY perlu memilih satu atau lebih pusat-
pusat pertumbuhan wilayah di kota atau kabupaten yang mempunyai potensi paling
kuat. Apabila wilayah-wilayah kuat ini telah tumbuh maka akan terjadi
perembetan pertumbuhan bagi wilayah-wilayah lemah.
Untuk mencari wilayah di propinsi DIY yang berpotensi kuat dalam
pertumbuhannya digunakan model gravitasi dan interaksi dalam ruang. Model ini
menggunakan dasar hukum Sir Isaac Newton tentang gravitasi yang menyatakan
bahwa dua benda akan saling tarik-menarik dengan gaya yang besarnya berbanding
lurus dengan perkalian massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik
dengan jarak kuadrat antara kedua benda tersebut.
Penggunaan model gravitasi dan interaksi dalam ruang dapat diberikan contoh
sebagai berikut, misalnya terdapat dua wilayah -wilayah 1 dan 2- yang dipisahan
jarak tertentu, maka interaksi dalam ruang dua wilayah tersebut digambarkan
dalam bentuk formulasi sebagai berikut (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno,
1992, hal. 80):
I1,2 = a (P1 P2) / Jb 12
yang menunjukkan bahwa:
I1,2 : interaksi dalam ruang antara wilayah 1 dan 2
P1 : jumlah penduduk wilayah 1
P2 : jumlah penduduk wilayah 2
Jb 1,2 : jarak antara wilayah 1 dan 2
a : konstante empirik yang besarnya 1
17
b : konstante jarak yang besarnya 2
Menurut Suwarjoko Warpani (1994, hal. 114), pengembangan model gravitasi dan
interaksi dalam ruang dalam analisis regional adalah:
Nilai I1,2 menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah 1 dan 2. Semakin besar
nilai I1,2 maka semakin erat hubungannya dan dengan demikian semakin banyak
pula perjalanan ekonomi yang terjadi sebagai konsekuensi interaksi kota-desa
dalam analisis ekonomi regional. Hasil perhitungan nilai I1,2 menunjukkan bahwa
interaksi kota-desa yang paling erat adalah antara kota Yogyakarta dengan
kabupaten Sleman dan nilainya makin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan
demikian, daerah (desa) yang berpotensi kuat untuk dikembangkan adalah kota
Yogyakarta sebagai pusat dengan kabupaten Sleman sebagai desa tanpa
mengabaikan potensi yang terdapat dalam interaksi kota-desa antara kota
Yogyakarta dengan kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo. Perhitungan
nilai I1,2 ditunjukkan dalam Tabel 6 berikut ini:
18
Tabel 6
Indeks Gravity dan Interaksi Dalam Ruang Propinsi DIY, Tahun 1991-1996
Tahun Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta
Sleman Bantul Gunungkidul Kulon Progo
1991 1.568,1 932,2 103,8 103,2
1992 2.197,9 1.272,8 123,8 132,1
1993 2.980,7 1.768,2 169,5 166,8
1994 3.980,7 2.372,0 224,2 204,6
1995 3.904,2 3.239,2 301,6 254,5
1996 6.935,3 4.422,6 405,7 316,4
Sumber: Biro Pusat Statistik. Propinsi DIY Dalam Angka Tahun 1997.
Data diolah.
PENDAHULUAN
Pada pendahuluan ini akan dijelaskan tentang Diagram Alir Melingkar Perekonomian
(Circular Flow Diagram). Diagram tersebut menjelaskan bahwa antara sektor rumah
tangga dan sektor perusahaan dalam melakukan kegiatan perekonomian melalui suatu
“tempat” yang disebut pasar. Sektor rumah tangga menawarkan faktor produksi atau
input kepada sektor perusahaan melalui pasar input. Hasil menawarkan input kepada
sektor perusahaan, sektor rumah tangga memperoleh pendapatan yang berupa uang.
Pendapatan bagi sektor rumah tangga akan digunakan untuk membeli output yang
dihasilkan oleh sektor perusahaan -disebut dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Dengan demikian, uang bagi sektor perusahaan digunakan sebagai alat transaksi untuk
membeli input dari sektor rumah tangga. Demikian pula, ketika sektor perusahaan
menawarkan output yang diproduksi kepada sektor rumah tangga melalui pasar output.
Hasil menjual output kepada sektor rumah tangga, sektor perusahaan memperoleh
pendapatan berupa uang sebesar pengeluaran konsumsi rumah tangga. Dengan
demikian, uang bagi sektor rumah tangga digunakan sebagai alat transaksi untuk
membeli output dari sektor perusahaan.
Keterangan tersebut dapat dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan
Diagram Alir Melingkar Perekonomian pada Gambar 1. Gambar tersebut menjelaskan
interaksi antarpelaku ekonomi dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut
hanya ada dua pelaku ekonomi, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan
(perekonomian dua sektor).
19
Input(Faktor Produksi)
Pendapatan
Sektor Sektor
Rumah Tangga Perusahaan
Pengeluaran Konsumsi
Gambar 1
Diagram Alir Melingkar Perekonomian
Perekonomian Dua Sektor
Ketika perekonomian berada dalam tahapan yang primitif, alat pembayaran yang
digunakan untuk melakukan transaksi bukan berupa uang seperti yang digunakan
sekarang ini. Belum ada alat pembayaran yang digunakan pada perekonomian yang
berada dalam tahapan yang primitif karena transaksi dilakukan secara barter, yaitu
barang ditukarkan secara langsung dengan barang. Ketidakuntungan cara perdagangan
barter adalah antarpelaku ekonomi harus saling mencari untuk saling bertukar produk
yang sesuai dengan keinginan masing-masing pelaku ekonomi. Saling mencari
antarpelaku ekonomi untuk saling memadukan keinginannya merupakan sesuatu yang
amat sangat sulit terutama dalam tahapan perekonomian yang semakin berkembang
yang memiliki mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan media untuk
memecahkan masalah tersebut. Media yang digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut disebut dengan uang, yang berfungsi sebagai alat tukar menukar atau alat yang
memperlancar pertukaran (medium of exchange). Dalam hal ini, uang berfungsi untuk
memudahkan perdagangan sebagai pemecahan masalah microeconomics .
Di samping berfungsi untuk memecahkan masalah ekonomi mikro, uang juga
berfungsi untuk memecahkan masalah ekonomi makro. Pertama, uang adalah kekayaan
yang menjadi kunci penentu tingkat bunga yang akan berpengaruh terhadap tabungan,
investasi, dan siklus bisnis. Apabila jumlah tabungan rendah maka lembaga keuangan
mempunyai dana terbatas untuk dipinjamkan kepada investor dan dengan bunga yang
relatif tinggi. Tingkat bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan investasi dan akan
berakibat kondisi bisnis mengalami penurunan. Kedua, jumlah uang beredar akan krusial
20
mempengaruhi inflasi. Apabila jumlah uang beredar lebih banyak daripada jumlah
permintaan uang maka masyarakat akan menjadi konsumtif. Hal ini akan berakibat
permintaan produk meningkat dengan penawaran produk yang terbatas sehingga nilai
uang akan mengalami penurunan karena kecenderungan harga produk yang semakin
mahal (inflasi). Ketiga, karena nilai tukar antarmata uang atau kurs mata uang berbeda
maka perdagangan internasional dan pasar modal internasional tergantung juga dengan
uang.
Perolehan dan penggunaan penghasilan akan mewujudkan suatu arus uang yang
disebut sebagai peredaran/sirkulasi uang. Uang akan beredar dan terus berpindah
tangan dan akan mengalami pertambahan sesuai dengan perkembangan kegiatan
perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian yang sangat cepat ditimbulkan
oleh berkembangnya peradaban manusia. Perkembangan peradaban manusia ini diiringi
dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, seseorang
hampir tidak mungkin tanpa hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, diperlukan
pertukaran barang/jasa yang bernilai antara orang yang satu dengan orang yang lain
agar masing-masing kebutuhannya dapat dipenuhi.
Ditinjau dari perspektif pertukaran, proses perkembangan ekonomi menurut
Bruno Hilderbrand terjadi melalui tiga tahap, yaitu perekonomian barter, perekonomian
uang, dan perekonomian kredit. Pada tahap perekonomian barter, pertukaran dilakukan
antara barang dengan barang. Pada tahap perekonomian uang, pertukaran dilakukan
dengan menggunakan instrumen uang. Sedangkan pada tahap perekonomian kredit,
pertukaran dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran kredit (instrumen kredit),
seperti cek, kartu kredit, dan lain-lain.
LEMBAGA KEUANGAN
Telah ditunjukkan pada Gambar 1 yang menjelaskan interaksi antarpelaku ekonomi
dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut hanya ada dua pelaku ekonomi,
yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (perekonomian dua sektor).
Perekonomian dua sektor merupakan perekonomian subsisten karena pendapatan yang
diperoleh sektor rumah tangga dari menjual faktor produksi yang dimilikinya digunakan
seluruhnya untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sektor perusahaan. Dengan demikian, pendapatan sektor rumah tangga sama dengan
pengeluaran konsumsi atau Y (pendapatan) sama dengan C (konsumsi).
21
Dalam kehidupan masyarakat yang semakin modern, masyarakat semakin
dituntut untuk memperhatikan kebutuhan hidup di masa mendatang mengingat adanya
ketidakpastian yang semakin meningkat yang terjadi karena berbagai faktor ekonomi
dan nonekonomi. Ketidakpastian di masa mendatang harus diantisipasi dengan tindakan
berjaga-jaga pada masa sekarang ini, di antaranya dengan mengalokasikan sebagian
pendapatan yang tidak digunakan untuk konsumsi, yaitu untuk tabungan. Dengan
memiliki tabungan, ketidakpastian kehidupan masyarakat pada masa mendatang dapat
diantisipasi karena masyarakat memiliki sumber pendapatan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam perekonomian dua sektor yang
modern, pendapatan yang diperoleh sektor rumah tangga dari menjual faktor produksi
yang dimilikinya digunakan sebagian untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan dan sebagian untuk pengeluaran tabungan.
Dengan demikian, pendapatan sektor rumah tangga sama dengan pengeluaran konsumsi
ditambah tabungan atau Y (pendapatan) sama dengan C (konsumsi) ditambah S
(saving/tabungan).
Pengalokasian sebagian pendapatan untuk pengeluaran tabungan dapat dilakukan
dengan cara menyimpan uang tunai di rumah atau di lembaga keuangan. Apabila uang
tunai disimpan di rumah maka masyarakat akan menanggung ongkos memegang uang
tunai atau opportunity cost of holding money. Biaya memegang uang tunai adalah biaya
yang harus dibayar masyarakat yang menyimpan uang tunai bukan di lembaga keuangan,
misalnya menyimpan uang tunai di rumah. Masyarakat tersebut akan menanggung biaya
sebesar bunga yang tidak diperoleh seandainya menyimpan uang tunainya di lembaga
keuangan. Semakin besar tingkat bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan
semakin besar pula biaya memegang uang tunai, sehingga akan mengurangi jumlah uang
tunai yang disimpan di rumah. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, apabila
tingkat bunga semakin tinggi masyarakat akan semakin tertarik untuk menyimpan uang
tunai di lembaga keuangan daripada di rumah.
Dana yang disimpan di lembaga keuangan akan disalurkan kepada pelaku
ekonomi -sektor perusahaan- yang membutuhkan dana untuk kegiatan investasi. Untuk
itu, sektor perusahaan harus membayar kompensasi dana yang dipinjam dari lembaga
keuangan yang disebut dengan bunga pinjaman. Oleh karena itu, apabila bunga
pinjaman tinggi kegiatan investasi menurun. Demikian pula sebaliknya.
Keterangan tersebut dapat dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan
Diagram Alir Melingkar Perekonomian pada Gambar 2. Gambar tersebut menjelaskan
22
interaksi antarpelaku ekonomi dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut
hanya ada dua pelaku ekonomi, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan
(perekonomian dua sektor) ditambah lembaga keuangan sebagai tempat bagi
masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
nput(Faktor Produksi)
Pendapatan
Sektor Sektor
Rumah Tangga Perusahaan
Pengeluaran Konsumsi
Gambar 2
Diagram Alir Melingkar Perekonomian
Perekonomian Dua Sektor Ditambah Lembaga Keuangan
23
Fungsi Dan Peranan Lembaga Keuangan
Berdasarkan pengertian lembaga keuangan tersebut, berikut ini dijelaskan fungsi
lembaga keuangan, yaitu:
1. Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan uang dan
instrumen kredit. Fungsi lembaga keuangan sebagai lembaga yang memperlancar
pertukaran produk disebut dengan istilah transmission role, yaitu peran lembaga
keuangan sebagai lembaga yang mencetak uang dan instrumen kredit sebagai alat
pembayaran.
Ketika perekonomian berada dalam tahapan yang primitif, alat pembayaran yang
digunakan untuk melakukan transaksi bukan berupa uang seperti yang digunakan
sekarang ini. Belum ada alat pembayaran yang digunakan pada perekonomian yang
berada dalam tahapan yang primitif karena transaksi dilakukan secara barter, yaitu
barang ditukarkan secara langsung dengan barang. Ketidakuntungan cara
perdagangan barter adalah antarpelaku ekonomi harus saling mencari untuk saling
bertukar produk yang sesuai dengan keinginan masing-masing pelaku ekonomi. Saling
mencari antarpelaku ekonomi untuk saling memadukan keinginannya merupakan
sesuatu yang amat sangat sulit terutama dalam tahapan perekonomian yang semakin
berkembang yang memiliki mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan media
untuk memecahkan masalah tersebut. Media yang digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut disebut dengan uang, yang berfungsi sebagai alat tukar menukar
atau alat yang memperlancar pertukaran. Pada tahap perekonomian kredit,
pertukaran dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran kredit (instrumen
kredit), seperti kartu kredit, cek, dan lain-lain.
2. Menghimpun dana dari sektor rumah tangga (masyarakat) dalam bentuk tabungan
dan menyalurkan kepada sektor perusahaan dalam bentuk pinjaman, atau dengan
kata lain lembaga keuangan menghimpun dari pihak yang kelebihan dana dan
menyalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana.
Fungsi lembaga keuangan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari sektor rumah
tangga (masyarakat) dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kepada sektor
perusahaan dalam bentuk pinjaman disebut dengan istilah intermediation role, yaitu
peran lembaga keuangan sebagai lembaga perantara antara sektor rumah tangga dan
sektor perusahaan.
24
Dalam perekonomian dua sektor yang modern, pendapatan yang diperoleh sektor
rumah tangga dari menjual faktor produksi yang dimilikinya (Y) digunakan sebagian
untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
perusahaan (C) dan sebagian untuk pengeluaran tabungan (S). Dengan demikian,
pendapatan sektor rumah tangga sama dengan pengeluaran konsumsi ditambah
tabungan atau Y (pendapatan) sama dengan C (konsumsi) ditambah S
(saving/tabungan).
Pengalokasian sebagian pendapatan untuk pengeluaran tabungan dapat dilakukan
dengan cara menyimpan uang tunai di rumah atau di lembaga keuangan. Dana yang
disimpan di lembaga keuangan akan disalurkan kepada pelaku ekonomi -sektor
perusahaan- yang membutuhkan dana untuk kegiatan investasi. Oleh karena itu,
kegiatan investasi yang dilakukan sektor perusahaan di antaranya dipengaruhi oleh
tersedianya dana di lembaga keuangan yang berasal dari tabungan sektor rumah
tangga.
25
Bagi nasabah, analisis dan informasi ekonomi berguna bagi keselamatan dana
nasabah penabung yang ditabung di lembaga keuangan. Misalnya lembaga keuangan
yang menerbitkan laporan keuangan setiap periode tertentu akan memudahkan
nasabah penabung dalam memilih lembaga keuangan yang sehat, yaitu dengan
memperhatikan angka-angka (data) yang terdapat pada laporan keuangan tersebut.
Hal ini dikenal dengan analisis laporan keuangan dan merupakan salah satu
pendekatan yang dilakukan nasabah penabung dalam memilih lembaga keuangan
yang sehat (pendekatan kuantitatif). Misalnya dengan memperhatikan angka capital
adequacy ratio (CAR) bagi lembaga keuangan bank dan risk based capital (RBC) bagi
lembaga keuangan bukan bank -asuransi. Dengan analisis dan informasi ekonomi
yang diberikan lembaga keuangan, nasabah penabung akan merasa aman dalam
memilih lembaga keuangan tersebut.
4. Memberikan jaminan
Lembaga keuangan mampu memberikan jaminan hukum dan moral mengenai
keamanan dana masyarakat yang dipercayakan kepada lembaga keuangan tersebut.
Jaminan yang diberikan lembaga keuangan kepada nasabah akan mengakibatkan
nasabah semakin percaya dengan lembaga keuangan tersebut. Jaminan tersebut
berupa jaminan kemampuan lembaga keuangan untuk membayar kepada nasabah
penabung yang akan mencairkan dana tabungannya. Penabung tidak mendapatkan
kesulitan dalam memperoleh dananya yang disimpan di lembaga keuangan. Demikian
juga dengan lembaga keuangan bukan bank -asuransi, nasabah asuransi tidak
mendapatkan kesulitan dalam memperoleh klaim asuransi. Dalam pemberian
jaminan, bank sentral (Bank Indonesia) menjamin tabungan nasabah di lembaga
keuangan bank yang menawarkan bunga tabungan lebih rendah daripada bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Beberapa waktu mendatang, tabungan (deposito)
nasabah akan dijamin oleh lembaga keuangan -bank- dengan asuransi deposito.
5. Menciptakan dan memberikan likuiditas
Lembaga keuangan mampu memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa dana yang
disimpan akan dikembalikan pada waktu dibutuhkan atau pada waktu jatuh tempo.
Seperti yang dijelaskan pada point 4 tentang pemberian jaminan oleh lembaga
keuangan -bank- kepada nasabah penabung, bank harus mampu memberikan
keyakinan kepada nasabah bahwa bank mampu membayar dana kepada nasabah
yang akan mencairkan dananya karena sebenarnya dana tersebut merupakan dana
nasabah yang untuk sementara dititipkan di bank. Oleh karena itu, peranan lembaga
26
keuangan dalam menciptakan dan memberikan likuiditas akan ditunjukkan dengan
rasio likuiditas yang dimiliki oleh lembaga keuangan.
Peranan lembaga keuangan dalam suatu perekonomian mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu:
1. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembayaran
antarpelaku ekonomi sebagai akibat transaksi yang mereka lakukan (transmission
role). Misalnya:
a. Lembaga keuangan (dalam hal ini bank sentral) mencetak uang rupiah sebagai
alat pembayaran yang sah dimaksudkan untuk memudahkan transaksi di antara
masyarakat dan dalam perekonomian makro.
b. Lembaga keuangan (dalam hal ini bank umum) menerbitkan cek dimaksudkan
untuk memudahkan transaksi yang dilakukan nasabahnya.
2. Berkaitan dengan pemberian fasilitas mengenai aliran dana dari pihak yang
kelebihan dana ke pihak yang membutuhkan dana (intermediation role). Misalnya:
a. Lembaga keuangan dapat sebagai broker, pialang, atau dealer dalam berbagai
aktiva yang berperanan untuk meningkatkan efisiensi di antara kedua pihak.
b. Lembaga keuangan membantu menyalurkan dana dari sektor rumah tangga dana
kepada peminjam yang tak terbatas dan tak dikenal oleh pemilik dana dengan
biaya transaksi dan biaya informasi yang relatif lebih rendah dibandingkan
apabila peminjam harus mencari dan melakukan transaksi langsung.
3. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mengurangi kemungkinan risiko
yang ditanggung pemilik dana atau penabung.
Risiko yang ditanggung pemilik dana atau penabung adalah apabila pemilik dana
menyimpan uangnya di rumah maka pemilik dana akan menanggung ongkos
memegang uang tunai atau opportunity cost of holding money. Biaya memegang
uang tunai adalah biaya yang harus dibayar pemilik dana yang menyimpan uangnya
bukan di lembaga keuangan, misalnya menyimpan uang tunai di rumah. Pemilik dana
tersebut akan menanggung biaya sebesar bunga yang tidak diperoleh seandainya
menyimpan uangnya di lembaga keuangan. Semakin besar tingkat bunga yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan semakin besar pula biaya memegang uang,
sehingga akan mengurangi jumlah uang yang disimpan di rumah. Demikian pula
sebaliknya. Dengan demikian, risiko turunnya nilai riil uang akan dikompensasi
dengan pemberian bunga tabungan.
27
Apabila pemilik dana sudah menyimpan uangnya di lembaga keuangan, risiko untuk tidak
dibayarkan kembali uang simpanan nasabah tersebut akan berkurang dengan strategi
lembaga keuangan dalam melakukan diversifikasi penyaluran dana nasabah untuk
beberapa alokasi dana, misalnya dipinjamkan kepada perusahaan untuk kegiatan
produktif, untuk membeli surat berharga di pasar modal, untuk alokasi di pasar valuta
asing, dan alokasi produktif lainnya.
28
Wholesale banking atau corporate banking adalah kegiatan layanan bank kepada
nasabah yang berskala besar. Untuk nasabah yang berskala besar (biasanya perusahaan-
perusahaan besar) biasanya dibedakan dengan layanan kepada individu. Retail banking
atau consumer banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan
menengah. ATM adalah salah satu contoh layanan bank kepada nasabah berskala kecil
dan menengah. Private banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah yang
terkemuka dan orang-orang kaya yang lebih menyukai layanan secara khusus dari bank.
Banyak orang-orang yang berduit lebih menyukai layanan khusus yang tidak sama dengan
orang-orang lain.
29
keuntungan sehingga dalam pola ini lebih disukai adanya resiko. Bank akan selalu
mencari alternatif sumber dari luar daripada hanya mengandalkan kemampuan dari
dalam. Dalam pola ini profitabilitas mempunyai peranan. Pola konservatif lebih
menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan selalu terjaga (aman). Dalam
pola ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana intern daripada mengandalkan
pinjaman dari luar. Pola konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada
profitabilitasnya.
30
2. The asset-allocation
Pada pendekatan ini semua jenis sumber dana dikumpulkan menjadi satu tetapi
masing-masing sumber dana dipertimbangkan sifat-sifatnya, tidak menjadi satu
sumber dana tunggal. Alokasi dana ini berkaitan dengan sifat masing-masing
sumber dana, untuk sumber dana yang tingkat perputarannya tinggi maka
likuiditasnya juga tinggi.
Prioritas pertama alokasi dana adalah untuk kekayaan tetap yang digunakan untuk
kegiatan operasional seperti gedung, peralatan, dan sebagainya. Kedua, bank
sebaiknya memelihara cadangan primernya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Ketiga, bank sebaiknya mengalokasikan dana untuk cadangan sekunder (surat-surat
berharga jangka pendek). Cadangan sekunder ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan likuditas apabila terjadi penarikan dana dan permintaan kredit yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Prioritas keempat adalah kredit (pinjaman). Kredit
merupakan sumber pendapatan bank yang utama. Kelima, bank sebaiknya
meminimalkan resiko kekayaannya dengan melakukan diversifikasi. Investasi pada
saham, obligasi, dan surat berharga jangka panjang sebagai prioritas yang terakhir.
3. Commercial loan theory
Penekanan pada pendekatan ini adalah pada pinjaman jangka pendek dan yang
bersifat self-liquidating. Seorang pengusaha meminjam dana dari bank untuk
menghasilkan barang yang bisa dijual dan dari kelebihan penjualan tersebut
pengusaha mampu mengembalikan pinjaman bank. Pendekatan ini tidak banyak
dipakai karena perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa tetap bertahan.
Perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa melayani kebutuhan nasabah yang
tidak hanya membutuhkan pinjaman jangka pendek tetapi juga pinjaman jangka
panjang. Jika bank hanya mau memberi pinjaman jangka pendek maka bank akan
kehilangan banyak nasabah yang membutuhkan pinjaman jangka panjang.
4. Shiftability theory
Teori ini mempunyai asumsi bahwa likuiditas bank bisa dipelihara jika kekayaan yang
dipegang bisa digeser menjadi bentuk kekayaan yang lain. Konsep ini telah
menggeser fokus sumber likuiditas dari pinjaman ke surat berharga. Seperti
commercial loan theory, analisis ini hanya bisa diterapkan untuk bank secara
individual bukan untuk sistem perbankan secara keseluruhan. Jika suatu bank
membutuhkan lebih banyak cadangan primer dan bank-bank lain tidak, maka bank
tersebut mampu mengubah kekayaannya menjadi bentuk yang lebih likuid tanpa
31
kesulitan. Tetapi jika semua bank menginginkan likuiditas yang tinggi pada waktu
yang bersamaan maka akan timbul masalah karena tidak ada yang bersedia membeli
surat berharga tersebut.
5. Doctrine of anticipated income
The anticipated income theory menyatakan bahwa likuiditas bank dapat
direnacanakan jika skedul pembayaran pinjaman didasarkan pada future income
para peminjam. Teori ini mengakui bahwa pinjaman tidak selalu self-liquidating.
Teori ini mengemukakan fakta bahwa likuiditas bank dipengaruhi oleh batas waktu
pinjaman. Kelemahan teori ini adalah adanya ketidakpastian future income dari para
peminjamnya. Bank tidak bisa menjamin likuiditasnya apabila angsuran pinjaman ini
tidak bisa dibayarkan tepat pada waktunya sehingga kebutuhan likuiditas bank tidak
akan terpenuhi.
Korespondensi Perbankan
Dalam menjalankan usahanya, bank tidak bisa terlepas dari jasa-jasa bank yang lain.
Jasa-jasa bank lain tersebut bisa dalam bidang keuangan maupun bidang lain. Hubungan
sistem antar bank dimana terdapat suatu pengaturan informasi antar bank disebut
32
dengan correspondent banking. Dengan adanya correspondent banking ini jasa
pelayanan bank kepada nasabah bisa ditingkatkan efisiensinya.
Dalam perbankan korespondensi dikenal bank koresponden dan bank responden.
Bank koresponden adalah bank yang menerima simpanan atau menerima fee sebagai
imbalan atas jasa-jasa yang diberikan atau yang akan diberikan kepada suatu bank. Bank
koresponden bisa disebut sebagai pihak penjual atau penyedia jasa bagi bank
responden. Bank responden adalah bank yang mempunyai rekening atau simpanan pada
suatu bank tertentu dan atau membayar suatu jumlah biaya (fee) atas pelayanan yang
telah diterima atau yang diperkirakan akan diperoleh. Bank responden disebut juga
sebagai pihak pemakai jasa.
Dalam kegiatan sehari-hari sering terjadi bank koresponden juga berfungsi
sebagai bank responden. Bank koresponden akan menjadi bank responden bagi bank
yang lebih besar. Sedangkan bank responden bisa juga sebagai bank koresponden bagi
bank yang lebih kecil. Diadakannya perbankan korespondensi mempunyai tujuan yaitu:
1. memudahkan kliring
2. memudahkan melakukan pembayaran ke dalam dan ke luar negri
3. memudahkan melakukan transaksi-transaksi lain
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank koresponden kepada bank responden sangat
beragam, hal itu disebabkan banyaknya kebutuhan bank responden yang sangat
bervariasi. Dengan beragamnya jasa yang disediakan oleh bank koresponden maka kedua
bank yang akan menjalin kerjasama tersebut harus membicarakan dulu mengenai jenis
jasa yang disepakati serta fee yang akan diberikan. Jasa-jasa bank koresponden yang
beragam tersebut meliputi:
a. menangani penagihan cek
b. transfer dana
c. menawarkan dan membantu keikutsertaan dalam kredit sindikasi
d. menyediakan likuiditas
e. jual beli surat-surat berharga untuk dan atas nama bank responden
f. menyediakan fasilitas penyimpanan sekuritas
g. menawarkan kredit kepada direksi atau pejabat-pejabat bank responden
h. ikut serta dalam pemberian kredit jangka panjang yang disalurkan oleh bank
responden
i. membantu bank responden untuk memperbaiki prosedur dan sistem operasionalnya
33
k. melakukan analisis portfolio untuk bank responden
34
3. Bank swasta asing adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah
ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank
swasta nasional di Indonesia. Contoh bank swasta antar alain asing adalah Hongkong
Bank, Bank of Swiss, dan Bank of America
35
lintas pembayaran Dengan demikian ada dua pengertian BPR, yaitu BPR yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang tidak diperkenankan
melakukan kegiatan berdasarkan Pirnsip Syariah (selanjutnya disebut dan ditulis BPR)
dan BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah yang tidak
diperkenankan melakukan kegiatan secara konvensional (selanjutnya disebut dan ditulis
Bank Syariah).
Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank
Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit
Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembaga-
lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dengan memenuhi persyaratan tatacara
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan
mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang dari
lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka
keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun
1992 beserta perubahannya yang ditunjukkan dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan dan
tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Dalam melaksanakan usahanya, BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi
Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki delapan ciri
positif sebagai faktor pendukung dan tiga tiga ciri negatif yang harus dihindari --free
fight liberalism, etatisme, dan monopoli. BPR berperan sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Dengan menggunakan Diagram Alir Melingkar Perekonomian
dapat dijelaskan peranan BPR, yaitu menghimpun dana dari sektor rumah tangga
(kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan menyalurkannya kepada sektor
perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi lemah). Munculnya BPR tersebut
menunjukkan bahwa selama ini kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan
kelompok pengusaha ekonomi lemah belum mampu melakukan akses ke lembaga
keuangan yang sudah ada. Oleh karena itu, peranan lembaga keuangan BPR sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat diharapkan dapat meningkatkan
36
kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama kesejahteraan kelompok masyarakat
berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah.
Peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dapat
mewujudkan tujuan BPR, yaitu sebagai lembaga keuangan penunjang pelaksanaan
pembangunan nasional (sebagai salah satu sumberdana pembiayaan pembangunan
nasional) dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sesuai peranan BPR sebagai
penghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan
rendah) dan penyalur dana kepada sektor perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi
lemah), maka munculnya BPR mempunyai sasaran yaitu melayani kebutuhan petani,
peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran
ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan
layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, dan pemerataan pendapatan.
Kecuali itu, agar layanan saluran dan alokasi dana kelompok masyarakat tersebut tidak
dilakukan oleh para pelepas uang (rentenir).
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan
tujuan mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari spread effect dan pendapatan lain.
Adapun usaha-usaha BPR adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah
sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over
likuiditas.
Agar peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana khususnya untuk
kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah
yang belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada dapat
optimal, maka BPR dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan usaha perasuransian.
4. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
usaha BPR.
37
Dalam menyalurkan (mengalokasikan) dana dari kelompok masyarakat
berpendapatan rendah yang masih mempunyai kelebihan pendapatan kepada kelompok
pengusaha ekonomi lemah yang membutuhkan dana tetapi belum mampu melakukan
akses ke lembaga keuangan lain, BPR harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa,
yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang
terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama
dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari
modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai
batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa,
yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang
memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga),
anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan
yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak pemegang saham (dan keluarga)
yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan
keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum
tersebut adalah tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
Setiap pihak yang melakukan pendirian BPR wajib terlebih dahulu memperoleh
perijinan usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Untuk memperoleh ijin usaha BPR wajib
memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan
kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan
rencana kerja. Dalam memberikan ijin usaha BPR, Bank Indonesia juga wajib
memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antarBPR, tingkat kejenuhan jumlah BPR
dalam suatu wilayah tertentu, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Pokok-
pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
38
a. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang
perbankan dan konduite yang baik.
b. Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank
c. Modal disetor minimum untuk BPR.
d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan.
e. Kelayakan rencana kerja.
f. Batas waktu pemberian ijin pendirian bank.
Pembinaan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia. Pembinaan BPR
ditunjukkan secara lengkap dalam UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 32, Pasal
34, Pasal 35, dan Pasal 36 beserta perubahnnya dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 Pasal 29, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 37, Pasal 37A, dan Pasal 37B.
Pengawasan BI terhadap BPR meliputi:
1. pemberian bantuan dan pelayanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang
rendah yang tidak terjangkau bantuan dan pelayanan dari bank umum, yaitu dengan
memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar
tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana dari mayarakat.
2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola
nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Dalam melakukan pengawasan terhadap BPR akan terjadi beberapa kemungkinan berikut
ini:
1. Organisasi dan sistem manajemen BPR, termasuk di dalamnya perencanaan yang
ditetapkan.
2. BPR kekurangan tenaga terampil dan profesional.
3. BPR mengalami kesulitan likuiditas.
4. BPR belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya.
39
penabung akan mengalami beberapa kerugian. Dalam memilih bank yang sehat dapat
menggunakan dua kriteria, yaitu kriteria subyektif dan kriteria obyektif. Kriteria
subyektif adalah kriteria untuk memilih bank yang sehat yang tidak ada indikatornya,
misalnya bank yang memiliki gedung megah belum tentu lebih sehat daripada bank
yang gedungnya biasa-biasa saja. Kriteria obyektif adalah kriteria untuk memilih bank
yang sehat yang ada indikatornya, misalnya menggunakan indikator kesehatan bank.
Dewasa ini industri perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Banyak bank-bank baru bermunculan yang tentu saja membuat persaingan yang
semakin tajam di industri tersebut. Persaingan yang semakin tajam harus diikuti oleh
manajemen yang semakin baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu
faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa survive adalah kondisi kesehatan
bank.
Tingkat kesehatan bank bisa digunakan sebagai salah satu pengambilan
kebijaksanaan bank sentral terhadap bank umum. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya
persyaratan untuk bisa disebut sebagai bank yang sehat tidak hanya menyempitnya
keleluasaan yang dimiliki oleh bank. Tingkat kesehatan bank umum bisa dilihat dari dua
sisi yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dari sisi kualitatif dilihat dari pengelolanya,
sejarahnya, pemiliknya. Sisi kuantitatif dapat dilihat dari score-score tertentu seperti
rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan Deposit
Ratio (LDR), dan Non Performing Loan (NPL).
1. Rasio likuiditas
Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan (membayar) utang
jangka pendek.
Aktiva lancar
Rasio likuiditas =
Utang jangka pendek
Semakin tinggi nilai rasio likuiditas menunjukkan kondisi kesehatan bank yang
semakin baik.
2. Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan (membayar)
utang jangka panjang
40
Total aktiva
Rasio solvabilitas =
Total utang jangka panjang
Semakin tinggi nilai rasio solvabilitas maka semakin baik kondisi kesehatan bank.
3. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba.
Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran ini:
a. Return On Asset (ROA)
ROA mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan membagi laba
sebelum pajak dengan aktiva.
41
5. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana dengan membandingkan
besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank dengan besarnya simpanan
Pinjaman
LDR =
Simpanan
Semakin tinggi nilai LDR (maksimal 100% ) maka semakin baik kondisi kesehatan
bank.
6. Non Performing Loan (NPL)
NPL mengukur kemampuan bank dalam mengelola kredit yang dialokasikan kepada
nasabah peminjam yang dihitung dengan membandingkan besarnya kredit macet
yang dipinjamkan oleh bank dengan besarnya kredit keluruhan.
Kredit macet
LDR =
Kredit keluruhan yang dipinjamkan
Semakin rendah nilai NPL (maksimal 5%) maka semakin baik kondisi kesehatan bank.
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpullkan bahwa untuk memilih
bank yang sehat sebagai tempat menabung, penabung perlu memperhatikan beberapa
hal, yaitu:
1. Perhatikan jenis lembaga keuangan yang akan kita pilih, yaitu lembaga keuangan
bank atau lembaga keuangan bukan bank.
2. Perhatikan jenis lembaga keuangan bank yang akan kita pilih, yaitu lembaga
keuangan bank umum pemerintah, swasta, campuran/asing, BPR konvensional,
ataukah BPR Syariah.
3. Perhatikan dua kriteria indikator untuk memilih lembaga keuangan bank yang
sehat, yaitu kriteria subyektif dan obyektif.
4. Perhatikan ragam produk jasa yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank yang
ersangkutan, misalnya kita akan memilih jenis tabungan yang disebut dengan
rekening koran (demand deposit), tabungan biasa (saving deposit), ataukah
tabungan berjangka (time deposit).
42