You are on page 1of 21
eee STUDI PENJAJAKAN KEBUTUHAN PROGRAM LANSIA PKBI DI DAERAH BALI OLEH : MITA NOVERIA, MA LIPI PERKUMPULAN KELUARGA BERENCANA INDONESIA. Jalan Hang Jebat 11/3, Kebayoran Baru, Jakarta 12120 P.O, Box 6017, Kebayoran Baru, Jakarta 12060 Telepon: 7207372, 7245905, 7294123, Fax, 62.21.739.4088 STUDI PENJAJAKAN KEBUTUHAN PROGRAM LANSIA-PKBI DI DAERAH BALI ' Mita Noveria® |, PENDAHULUAN 1, Latar belakang Dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya struklur penduduk Indonesia saat ini telah mengalami perubahan, yang antara lain ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (usia 60 tahun ke atas). Perubahan yarig terjadi menandakan bahwa Indonesia tengah mengalami ‘penuaan penduduk’ (aging of population). Data menunjukkan bahwa penduduk dalam kelompok umur 60 tahun ke atas telah meningkat dari 5.6 persen pada tahun 1980 menjadi 6,3 persen pada tahun 1990, Angka ini meningkat menjadi 6,8 persen pada tahun 1995 (BPS, 1983; 1992; 1997). Pada tahun 2008, 2010, 2015 dan 2020 penduduk lanjut usia diproyeksikan sebanyak 7,8 persen, 8.5 persen, 9,8 persen dan 11,3 persen dari jumiah seluruh penduduk Indonesia secara ‘erturuturut (Ananta & Anwar, 1995 dalam Anwar, 1997). Di beberapa propinsi, seperti Daerah Istimewe Yogyakarta (DIY), Jawa Timur dan Bali, angka ini bahkan sudah atau hampir menyamai negara-negara maju (8,9 persen untuk Propinsi Bali, 12,6 persen untuk DIY dan 9,5 persen untuk Jawa Timur), Semakin besarnya proporsi penduduk lanjut usia antara lain disebabkan oleh Peningkatan usia harapan hidup di Indonesia, Banyak faktor yang berperan dalam Peningkatan umur harapan hidup ini. Salah satunya adelah keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan yang memungkinkan peningkatan mutu dan kualitas pelayanan Kesehatan, Mutu dan pelayanan kesehatan yang semakin meningkat_ mempunyai pengaruh yang penting dalam menekan tingkat kematian. Selain itu, keberhasilan pembangunan di bidang lainnya, yang pada gilirannya dapat menciptakan peningkatan kualitas hidup juga mempunyai koniribusi terhadap peningkatan usia harapan hidup Jumiah penduduk lansia yang semakin banyak memaksa pemerintah dan berbagai pihak lainnya untuk memberikan perhatian yang lebih besar guna pemenuhan segala kebuluhan mereka. Pemenuhan kebutuhan ini mencakup berbagai aspek, tidak hanya untuk keperiuan maken dan minum, melainkan juga kebutuhan terhadap pelayanan Kesehatan, penyedizan kesempatan kerja karena masih banyak lansia yang ‘terpaksa’ bekerja serta pelayanan untuk pemanfaatan waktu lang. Hal ini dilakukan agar lansia dapat hidup secara produktif tanpa menjadi beban bagi penduduk usia muda. Karena ! Disampaikan pada Seminar & Lokakarya "Pengembangan Program Pelayanan Lanjut Usta- PKBI’, Jakarta, 2 Oktober 2001 * Penelii pada Pusat Penelitian Kependudukan-Lembaga tlmu Pengstanuan Indonesia (PPK- UPD. Terima kasih kepada Dra, Eniarti Djohan, MA (anggota tim peneliti) alas masukan dan diskusi selama penulisan makalah ini, koordinalor penelitian, Ir. Inne Silviane, MSc., anggola tim peneliti lainnya, Titik Isomuningrum dan | Kelut Sukanala, Sit, alas kerjasama yang baik setama studi dilaksanaken lansia mempunyai kebutuhan yang khas dan berbeda dengan penduduk pada kelompok umur yang lain, maka mereka membutuhken pelayanan dan perlakuan yang berbeda pula dati penduduk usia muda, Berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyaraket, telah melaksanakan kegiatan- kegiatan untuk membantu kelompok lansia memenuhi kebutuhan dan menangani masalah yang dihadapi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bervariasi, mulai_ dari pemberian banluan makanan, pelayanan kesehatan sampai pada pengembangan hobi dan rekreasi. Pemberian bantuan berupa makanan antara Iain dilakukan oleh lembaga seperti Pusaka (Pusat Santunan Keluarga) dengan menyediakan makanan bagi para lanjut usia yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makannya, Kegiatan pemanfaatan wak(u luang diantaranya dilaksanakan oleh organisasi pensiunan berbagai kantor (pemerintah dan swasta) dengan mengadakan pertemuan secara rutin, sehingga para pensiunan mempunyai kegiatan ke luar rumah. Namun sayangnya, mereka yang dapat menikmati berbagai kegiatan dan pelayanan bagi penduduk lanjut usia ini masih terbatas, terutama disebabkan masin terbatasnya lembaga, yang melaksanakan kegiatan ini . Mengingat pentingnya kegiatan bagi penduduk lanjut usia agar mereka dapat menjalani kehidupan di hari tua dengan produktif, PKBI akan melaksanakan program bagi kelompok penduduk ini. Program tersebut berisi kegiatan-kegiatan bermanfaat yang mungkin dilaksanakan oleh orang-orang lanjut usia, sehingga waktu yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara produklif. Sebelum program dilaksanakan, maka periu dikumputkan data dan informasi mengenai penduduk lansia yang’ akan menjadi kelompok target, Data dan informasi ini mencakup juga bentuk-bentuk kegiatan yang diharapkan oleh para lansia sesuai dengan kondisi dan kemampuan mereka. Untuk itulah kajian ini dilakukan, utamanya agar program/kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi serta keinginan dari para lanjut usia. 2. Tujuan Secara umum studi ini bertujuan untuk mendapatkan gamberan tentang kondisi lansia dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan kesehatan. Secara khusus tujuan studi ini yeitu: a. Mendapatkan gambaran mengenai keadaan sosial, ekonomi dan kegiatan sehari-hari (activity of daily living), b. Mendapatkan gambaran tentang status kesehatan secara umum dan kesehatan reproduksi secara khusus; ©. Mendapatkan informasi berkaitan dengan kebutuhan pare lansia terhadap kegiatan-kegialan produktif yang dapat difakukan untuk mengisi waktu luang; d. Mendapatkan gambaran/persepsi tokoh masyarakat tentang keberadaan program lansia di masyarakat. Data dan informasi yang diperoleh dari studi ini akan digunakan sebagai masukan untuk program pengembangan model pusat kegiatan lansia (day care center) yang akan dilakukan oleh PKBI Daerah Ball 3. Metodologi Studi ini dilakukan di wilayah pedesaan dan perkotaan Propinsi Bali. Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan merupakan lokasi studi untuk Kategori pedesaan, sedangkan unluk wilayah perkotaan studi clilakukan di Kota Denpasar. Pemilihan lokasi ini berdasarkan kesepakatan bersama dengan pengurus PKBI Daerah Bali dengan pertimbengan waktu, jarak, dan kemungkinan program akan dilaksanakan, Data dan informasi dikumpulkan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, Pengumpulan data melalui metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner berstruklur terhadap 100 orang penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) yang meneakup 35 orang di wilayah perkotaan dan 65 orang di pedesaan. Selanjutnya, dalam metode kualitatif digunakan tiga tekrik penelitian, yaitu wawancara secara mendalam, observasi serla FGD (Focus Group Discussion) untuk mengumpulkan data dan informasi Pemilinan narasumber atau informan dilakukan berdasarkan kriteria yang disepakati bersama, yaitu kelompok masyarakat yang diperkirakan dapat menjelaskan dan memahami persoalan lensia di Bali, khususnya di wilayah kasus kajian. Penentuan narasumber diperoleh dengan dua cara, yaitu diskusi dengan pengurus PKB! Daerah Bali dan teknik snowballing, yang menghasilkan beragamnya informan baik dari usia, ienis kelamin maupun status di masyarakat. Selama studi berlangsung diwawancaral sekitar 11 orang, terdiri dari masyarakat biasa, tokoh masyarakat, fokoh banjar, dokter, petugas Puskesmas, kepala desa, pengurus ibu-ibu banjar, pengurus lansia dan pengurus PKB! Daerah Bali, FGD dilakukan terhadap tiga kelompok, terdiri dari satu kelompok laki-aki (5 orang), satu kelompok ibu-iou (10 orang) dan satu kelompok campuran (4 orang) Il. LANSIA DI MASYARAKAT BALI Sepanjang kehidupannya manusia melalui empat tahapanitingkatan (catur asrama), yaity brahmaceri (tahap menuntut ilmu), grahasta (tahap perkawinan), wanaprasta (lahap punya anak dan cucu, pada usia 50-an tahun), dan biksuka (tahap pendalaman agama, setelah memasuki usia 60 tahun). Mengacu kepada tahap kehidupan manusia di atas, tahap biksuka merupakan fase dimana seseorang dapat digolongkan sebagai lansia, Pada tahap tersebut, seseorang seutuhnya ‘pensiun' dari kegiatan banjar dan dibarapkan hanya mendalami persoalan agama dan mendekatkan diri pada Tuhan, Namun demikian, peran mereka dalam kehidupan bermasyarakat masih diharapkan, ferutama dalam memberikan pertimbangan dan nasihat yang berkaitan dengan masatah adat, Para lanjut usia juga menjadi tempat untuk berkonsultasi dan mendapatkan nasihat mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan secara luas. Pada umumnya setelah ada anak laki-laki yang menikah, secara budaya seseorang (pasangan orang tua) studah memasuki usia tua karena telah bebas dari tanggung jawab dalam berbagai kegiatan banjar. Pada masa ini dikatakan bahwa orang tua (suami ister) sudah prei dari banjar karena kewajibannya digantikan oleh anak laki-laki yang stidah menikah. Akan tetapi, ka ada di antara anak laki-laki yang berhalangan dan tidak dapat Mmelaksanakan kegiatan di banjar, maka orang tua dapat menggantikan anak tersebut. 1. Konsep Lansia Dari segi usia, dalam adat Bali seseorang dikatakan tua saat mencapai umur 60 tahun Pada usia ini seseorang sudah keluar dari adat, arlinya tidak memiliki kewajiban dan Partisipasi dalam kegiatan adat dan banjar. Hal ini mengacu pada pengelompokan Manusia menurut umur (sejak lahir sampai meninggal), seperti yang dikemukakan oleh masyarakat di lokasi studi sebagai beriktit 1, 0-8 tahun anak-anak 2. 8-15 tahun orang muda 3. 15-20 tahun Temaja (bajang) 4. 20-30 tahun fenuna (laki-lak’) dan teruni (perempuan) 5. 30-45 tahun tuo 6 50-60 tahun kakek (peka’ska /wayan) 7, diatas 60 tahun kompyangibuyut Namun demikian, berdasarkan wawancara mendalam dan FGD dengan berbagai harasumber, studi ini menemukan bahwa seseorang dianggap tua (menjadi lansia) jika sudah mempunyai cucu (setelah menjadi kakek atau nenek). Menurut pengkategorian di atas. mereka yang dimasukkan dalam kelompok lansia adalah yang telah berusia selengah umur (di atas 50 tahun). Hal ini karena biasanya pada usia ini orang sudah mempunyai cucu dari anak-anak mereka yang sudah menikah. Selain itu, pengelompokan ini juga terkait clengan adanya aturan datam banjar, yaitu bila salah seorang anaknya (lak iaki) menkah maka orangtua akan terbebas dari kegiatan banjar karena sudah ada yang menggantikan, yang disebut ‘turun adat’, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Meskipun masyarakat mengenal batasan tertentu dalam mengkategorikan seseorang menjadi lansia, baik secara adat maupun dari sisi usia, dalam Kenyataannya sebagian narasumber yang diwawancarai dalam studi ini belum 'merasa’ bahwa mereka sudah tergolong lansia. Hal ini terutama ditemui di antara mereka yang masin aktif melakukan berbagai kegiatan, baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga tidak merasa sebagai Jansia. Sebagian mengatakan bahwa mereka baru ‘menjadi’ tua bila telah dipangail ‘ompyang/peka’ oleh cucu-cucunya atau ketika menyadari bahwa kekuaten fisik mereka sudah tidak seperti waktu-waktu sebelumnya 2. Status dan Fungsi Lansia Dalam Keluarga Pada masyarakat Bali orang tua termasuk dalam kelompok yang dihormati dan didahulukan dalam berbagai kepentingan, khususnya di keluarga. Pemikiran ini sangat terkait dengan kepercayaan masyarakat Bali terhadap fi? rene (liga hutang) yakni kepada Tuhan. leluhur dan orangtua yang masih hidup. Di samping itu, agama yang dominan di Bali, yakni Agama Hindu, turut mendukung pemikiran tersebut. Adanya pemahaman dalam Agama Hindu, yakni "karmapala’ tentang hubungan antara perbuatan(perilaku dengan pembalasan/akibal yang akan diterima di kemudian hari Pemahaman mengenai karma pala ini menyebabkan orang-orang muda menempatkan dan mempertakukan para orang tua mereka dengan sangat baik karena mengharapkan balasan yang sama pada saat mereka berusia lant. Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bali, orang tua atau orang yang sudah lanjut usia sangat dihormati dan merupakan tempat untuk bertanya dan meminta pertimbangan. Hal ini masih beriangsung sampai saat ini, walaupun berbagai perubahan telah terjadi di masyarakat. Pemahaman tersebut didukung pula adanya prinsip putra sesane di masyarakat Bali, dimana seorang anak mempunyai kewajiban kepada orang tua atau diartikan sebagai ‘hutang anak kepada orangtua’. Dengan demikian, anak berkewajiban memelihara orang tua mereka yang sudah lanjut usia dan merupakan dosa jika anak tidak mengurus orangtuanya. Mengacu kepada struktur keluarga di masyarakat Bali, secara adat orang tua tinggal dalam satu lingkungan dengan anak-anak yang sudah menikah, khusus anak laki-laki termuda. Pilihan terhadap anak laki-laki termuda yang tinggal bersama orangtuanya karena anak tersebut mendapat kasih sayang paling singkat diantara saudara- saudaranya yang lebih tua, Namun demikian attiran ini tidak diberlakukan secara kaku dengan berbagai pertibangan, Ada kalanya orang tua tinggal dengan keluarga anak laki-laki yang bukan anak terkecil, sesuai dengan kesepakatan bersama di antara semua anggota keluarga (semua anak dan orang tua) Peran yang sangat besar dijalankan oleh lansia dalam keluarga adalah mengasuh dan merawat cuct-cucu mereka yang masih kecil. Hal ini terutama jika kedua orang tua dari anak-anak tersebut bekerja di luar rumah dan saat dilinggalkan mereka diasuh serta diawasi oleh kakekinenek mereka. Kegiatan menjaga cucu bagi orang lanjut usia di Bali bukan merupakan beban namun sualu kegiatan yang dianggap membahagiakan. Selain itu, mengasuh cucu juga dapat menjadi hiburan dan pengisi waktu luang mereka sepanjang hari, Di samping itu, sebagian lansia, terutama yang perempuan juga masin dapat membantu keluarga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sesuai dengan kemampuan dan tenaga yang mereka miliki. Sama hainya dengan keglatan mengasuh cucu, pekerjaan ini bermanfaal bagi mereka sebagai pengisi waktu di rumah, Di samping menjalankan peran yang melibatkan aktivitas fisik, lanjut usia juga berperan sebagai tempat bertanya, meminta nasihat dan pertimbangan, terutama karena pengalaman yang mereka miki. Tidak jarang anak-anak yang sudah menikah datang kepada orang tuanya yang sudah lansia untuk minta bantuan jika mereka menghadapi masalah, lermasuk persoalan rumah tanga. Di antara anak-anak perempuan pun, yang setelah menikah keluar dari keluarganya, masih sering meminta bantuan, nasihat dan pertimbangan orang tua mereka dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dinadapi Dengan peran yang mereka lakukan di atas, maka orang tua di keluarga Bali tidak hanya sekedar sebagai figur yang harus dihormati, namun juga dapat berperan dalam Member! sumbangan dalam kehidupan keluarga. Nasihat-nasihat dan pertimbangan- pertimbangan yang bisa diperoleh serta ketenangan yang didapat karena anak-anak mereka dirawat oleh orang yang lepat (kakek dan neneknya). merupakan keuntungan yang tidak temilai yang bisa didapatkan dari para lansia yang tinggal dengan keluarga anak-anak mereka. 3. Status dan Fungsi Lansia Dalam Masyarakat Sebelumnya telah disebutkan bahwa setelah ada anak laki-laki yang menikeh, maka lansia sudah terbebas dari kewajiban banjar. Bahkan bagi yang berusia 60 tahun ke atas sudah keluar dari adat, yang berarti terlibat dalam kegiatan adat. Namun demikian, dalam kenyatzannya ketentuan ini tidak berlaku secara kaku. Sebagian lansia masih terlibat_ dalam kegiatan-kegiatan_banjar, meskipun tidak untuk kegialan yang membutuhkan kekuatan fisik, Lansia yang dipandang sebagai tokoh masyarakai dan sesepuh, umpamanya, masih diperlukan pemikirannya, terutama sekali untuk kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan adat. Demikian pula dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh banjar, mereka masih diminta saran, pendapat serta pertimbangannnya. Meskipun secara fisik kehadiran mereka dalam kegiatan banjar tidak dituntut, akan tetapi saran dan pertimbangan mereka masth sangat diperlukan. Lansia yang mempunyai keterampilan khusus juga masih berperan dalam kegiatan- kegiatan di banjar. Sebagai contoh, lansia perempuan yang ahli dalam membuat persigpan upacera adat (mejejaitan) sangat diperlukan keikutsertaan mereka dalam mempersiapkan upacara adal yang akan dilaksanakan di banjar. Hal ini terjadi karena masih jarang orang muda yang memiliki keterampilan tersebut, Selain itu, para lansia yang mempunyai kelerampilan mejejaitan juga mengajarkan mengajarkan keterampilan lersebut kepacia mereka yang lebih muda, Kenyataan ini memperlinatkan bahwa lansia perempuan memegang peranan yang penting dalam persiapan upacara-upacara adat yang dilaksanakan di banjar. hasyarel Relanjutnya, lansia yang mempunyai hobi di bidang kesenian juga berperan dalam kegiatan-kegiatan di banjar. Mereka yang senang mekidung (menyanyiken lagu-lagu rohan) masih ciperiukan parisipasinya dalam kegiatan keagamaan yang Giselenggarakan oleh banjar. Hal yang sama juga ditemui pada lansia yang hobi dan deena Keterampiian bermain gamelan (biasanya laki-laki). Mereka bergabung gelam sekaa gong di banjar dan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan kevenian Bahkan di beberapa tempat kegiatan sekaa gong dapat menghasikkan ang karora kelompok ini disewa oleh orang-orang yang melaksanakan kegiatan adat dan upacara Ml. KEADAAN SOSIAL DEMOGRAFI DAN KONDIS! EKONOMI RESPONDEN 1, Umur dan Jenis Kelamin Lbih dari separuh penduduk lanjut usia yang menjadi responden delam kajian ini (65 persen) adalah mereka yang tergolong ‘anjut usia muda’ (usia 60-69 tahun). Juriah tersebut terdiri dari 41 persen mereka yang berumur 60-64 tahin dan 24 persen lansia dengan usia 65-69 tahun, Selanjutnya, sebanyak 18 persen responden berusia 70-74 tahun, 8 persen berumur 74-79 tahun dan 11 persen mereka yang berusia 80 tahun dan lebin. Diantara 100 orang lansia yang menjadi responden dalam studi ini, 51 orang (51 persen) adalah lansia perempuan dan sisanya, 48 orang (49 persen), lansia laki-laki- Distrbug responden menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut Tabel 4: Disiribusi Responden Menurut Umur dan Jenis Kelamin ($¢) Umur (tahun) | Laki-laki | Perempuan | Laki-laki + Parempuan 60-64 a Yd 44 ct | 65-69" 27 at I 24 70-74 20 2 16 75-79 6 10 ae 8 eo+ Sr ee 10 | 4g Jumiah | 400 (N=49) |"700 (N=BA) 100 (N=700) Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2004 2. Status Perka ian Mayoritas responden dalam studi ini adalah mereka yang menikah (82 persen), ditkuti igh dudalianca (16 persen) dan mereka yang tidak pemah menikah (2 persen) Jka ilhat berdasarkan jenis kelamin, persentase lansia lak-laki dan perempuan yang berstatus belum menikah dan yang menikah hampir tidak ada perbedaen. Nemo demikian, studi ini menemukan perbedaan persentase antara lansia lakilaki den perempuan yang berstatus dudaljanda dan yang menikah. Perempuan yang berstatus Janda lebih beser porsentasenya dibandingkan dengan lansia laki-laki dengan status Guida (20 persen dan 12 persen secara berturutturut), Sebaliknya, lansia perempuan yang berstatuis menikah lebih kecil daripada iaki-laki (78 persen dan 86 persen) Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin (%) Status Perkawinan Lakiiaxi | Perempuan | Lakilaki + Perempuan “Tidak pemah menikah | ee 2 2 Menikah ate 82 Janda/duda I Seat 16 Jumiah og N=49) [400 (NET) 100 (N=100) Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Kenyataan di atas merupakan fenomena umum yang ditemukan di berbagai wilayah Hasil SUPAS 1995 memperlihatkan bahwa 52 persen lansia perempuan dalam kelompok umur 60-69 tahun berstatus janda, sedangkan di antara.fansia laki-laki hanya 10 persen yang berstatus duda. Demikian pula di antara lansia yang berusia 70 tahun atau lebin, 77 persen perempuan hidup menjanda, sementara hanya 20 persen laki yang berstatus duda, Beberapa faktor berperan dalam menciptakan keadaan ini, antara fain (1) perempuan rata-rata_mempunyai usia harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, (2) perempuan pada umumnya menikah dengan laki-laki yang lebih tua, sehingga suami mereka lebih dahulu meninggal dan (3) laki-laki lebih cenderung melakukan perkawinan ulang setelah kematian pasangannya dibandingkan dengan perempuan (O'Bryant & Hansson, 1995). Studi-studi yang telah dilakukan di berbagai negara memperkuat argumen ini melalui temuan yang memperlihatkan bahwa kecenderungan untuk menikah ulang jauh lebih besar di antara laki-laki daripada Perempuan (Huyck, 1995). Di Amerika Serikat, contohnya, tingkat perkawinan ulang di antara laki-laki yang ditinggal mati isterinya lebin dari delapan kali lebin besar dibandingkan dengan perempuan yang menikah kembali setelah kematian suaminya (Kinsella, 1995). Di kebanyakan negara, termasuk Indonesia, pada umumnya Perempuan lebih memilh hhidup sendiri setelah suaminya mereka meninggal (Wirosuhardjo, 1994 dalam Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN, 1998). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika lebih banyak perempuan lanjut usia yang berstatus janda daripada mereka yang masih menikah. 3. Living Arrangements Studi ini menemukan hampir dua per tiga responden tinggal bersama dengan anak/menantu (72 persen), 23 persen tinggal bersama suami/isteri dan sisanya tinggal sendiri dan bersama keiuarga lain (ihat Tabel 3). Mereka yang tinggal dengan suamilisteri bukan berarti tinggal terpisah dari anak-anak, akan tetapi tinggal di rumah sendiri yang terletak di lingkungan rumah anaknya. Jika diperhatikan berdasarkan jenis kelamin, tidak ditemukan perbedaan yang berarti antara lansia laki-laki dan perempuan, Data ini tidakiah mengherankan mengingat adanya ketentuan adat (awig-avig) yang mengatur bahwa orang tua yang sudah lansia tinggal bersama dengan anak mereka, terutama anak laki-laki terkecil. Kepatuhan terhadap ajaran karmapala menyebabkan anak-anak tidak akan membiarkan orang tuanya yang sudah lansia untuk hidup sendir. Selanjutnya, merawat orang tua juga dianggap sebagal kewajiban anak membayar hutang kepada orang tua, sebagaimana prinsip putra sesana yang dianut oleh masyarakat Bali Tabel 3. Responden Menurut Living Arrangements dan Jenis Kelamin (%) Living Arrangements Perempuan | Laki-laki + Perempuan ‘Sendi aI 2 Dengan suamilisteri 23 Dengan anakimenantu 72 Dengan keiuarga lain Hl 3 Jumiah 700 (N=49) | 700 (N=51 700 (N=100) ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Keadaan di atas tidak hanya khas di daerah Bali karena di banyak daerah Jainnya, terutama di lingkungan negara-negara berkembang, penduduk lansia juga tinggal bersama dengan anak-anak mereka. Sebagai contoh, studi yang dilakukan di beberapa negara Asia Pasifik dan Amerika Latin mendapatkan bahwa sebanyak 72 persen sampai 79 persen penduduk lenjut usia tinggal bersama dengan anak mereka (Andrews, et.al, 1986 dalam Kinsella, 1999). Anak merupakan anggota keluarga yang utama bagi penduduk lanjut usia untuk hidup bersama, apalagi setelah kematian pasangannya. Oleh karenanya, dapat dimaklumi jika pada sebagian masyarakat anak dikatakan sebagai social security di hari tua. Di beberapa daerah ada kecenderungan anak yang tinggal bersama dengan orang tua yang lanjut usia adalah anak perempuan bungsu, setelah anak-anak yang lebih tua menikah dan pindah ke rumah sendiri bersama dengan keluarga inti mereka. Bahkan tidak jarang anak tersebut terpaksa menunda perkawinan karena bertanggung jawab untuk memelinara dan menjaga orang tua yang berusia lanjut (Hareven, 1999). Meskipun hampir semua responden tinggal dengan anak/menantu, studi ini menemukan proporsi yang cukup siginifikan mereka yang berstatus sebagai kepaia rumah tangga dan sebagai isteri dari kepala rumah tangga (22 persen dan 10 persen secara berurutan). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mereka ikut tinggal bersama anak, mereka tetap mempunyai status sebagai pemimpin atau yang dituakan dalam rumah tangga. Berdasarkan fakta ini dapat dikatakan bahwa orang tua mempunyai status yang tinggi dalam keluarga, meskipun kehidupan mereka tergantung pada anak-anaknya. Besar kemungkinan hal ini terjadi karena penghargaan yang diberikan oleh anak-anak kepada generasi tua mereka, dengan menganggap para lanjut usia sebagai kepala rumah tanga. 4. Pendidikan Sebagaimana hainya di berbagai daerah lainnya di Indonesia, mayoritas responden dalam studi ini berpendidikan rendah. Sebanyak 41 persen di antara mereka adalah lansia yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah, 20 persen tidak berhasil menamatkan SD, 22 persen tamatan SD, masing-masing 7 persen berpendidikan SLTP dan SLTA serta hanya 3 persen yang menyelesaikan pendidikan di tingkat akademi (linat Tabel 4), Data ini menunjukkan rendahnya kualitas responden dari segi pendidikan formal, yang secara tidak langsung dapat berimplikasi terhadap rendahnya kualitas hidup pada Umumnya. Tabel 4, Responden Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin (%) Pendidikan terakhir | Laktlaki |’ Perempuian | Lakilaki + Perempuan Tidak sekoiah 24 87 ai | | Tidak tamat SD. 24 15. 7) } Tamat SD 32 44 22s Tamat SLTP 8 6 7 Tamat SLTA 8 6 7 Tamat AkademiPT 4 2 3 (durnlah 100 (N=48) |"700 (N=51) 100 (N=100) ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2004 Rendahnya tingkat pendidikan para lansia dapat dimakiumi mengingat mereka adalah generasi yang lahir pada sekitar tahun 1930-an dan sebelumnya. Pada saat mereka berada di usia sekolah sarana dan prasarana pendidikan sangat terbatas, sehingga yang dapat mengenyam pendidikan juga terbatas pada kelompok yang mampu dan mempunyai akses. terhadap pendidikan. Hal ini antara tain karena belum adanya Program pemerintah pada masa itu yang berfokus pada pemberian pendidikan bagi anak-anak usia sekolah, sebagaimana yang dilaksanakan pada saat ini. Berdasarkan jenis ketamin, studi ini juga menemukan fenomena yang umum di bidang Pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan pendidikan lansia perempuan yang jauh lebih rendah daripada mereka yang laki-laki. Lansia perempuan yang tidak pemah sekolah sebanyak 87 persen, sedangkan di kelompok laki-laki hanya 24 persen. Selanjutnya, untuk tingkat pendikan yang lebih tinggi, persentase lansia perempuan yang berhasil menamatkannya lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang laki-laki. Ketimpangan ini mudah dimengerti mengingat kuatnya pandangan yang dianut oleh hampir semua orang tua dulu bahwa anak perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan tinggi karena mereka setelah dewasa mereka akan tinggal di rumah mengurus keluarga dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. 5. Kondisi Ekonomi Studi ini menemukan lebih dari separuh responden (55 persen) masih melakukan aktivitas ekonomi melalui berbagai pekerjaan. Di antara mereka yang bekerja, pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah berjualan (36 persen), diikuti oleh bertani/berkebun dan betemak (35 persen), dan sisanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya seperti membuat kerajinan, membuat alat-alat keperiuan upacara adat, dan bekerja sebagai petugas keamanan (satpam), seperti terlinat pada Tabel 5. Jika dibandingkan menurut daerah tempat tinggal, mereka yang tinggal di pedesaan yang masin bekerja jauh lebih besar daripada lansia yang tinggal di kota. Presentase lansia di pedesaan yang bekerja bahkan hampir tiga kal lipat dari mereka yang tinggal di perkotaan Alasan utama yang mendasari para lansia untuk bekerja adalah faktor ekonomi, Hal ini terlihat dari 73 persen responden mengemukakan berbagai alasan yang pada dasarnya bersumber dari pemenuhan kebutuhan ekonomi, di samping sebagian kecil menyatakan bahwa mereka bekerja karena secara fisik masih mampu melakukannya. Temuan ini tidak berbeda dengan beberapa studi yang pemah dilakukan di daerah lain, bahwa alasan ekonomi merupakan faktor yang dominan menyebabkan lansia masin’ bekerja (Chen & Jones, 1989; Wirakartakusumah, 1994: Sukamdi, dkk., 2000). Hal ini karena Sampai seat ini presentase penduduk lanjut usta yang menerima jaminan sosial dan tunjangan hari tua masin sangat sedikit, terbatas pada mereka yang sewaktu muda bekerja sebagai pegawai pemerintah atau perusahaan swasta formal, Data Menunjukkan hanya 13 persen lanjut usia laki-laki dan 4 persen perempuan dalam kelompok usia yang sama di Indonesia yang menerima pensiun, sedangkan yang lainnya memperoleh biaya untuk hidup dari berbagai sumber, antara lain dari anak dan hasil kerja sendiri (Chen & Jones, 1989). Tabel 5. Responden Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin (%) Pekerjaan Lakilaki_| Perempuan || Lakitaki + Perempuan Bertanifberkebun dan betemak | 40 28 35 Berjualan 27 48 36. Bertukang 7 = 9 Penjahit = 16 7 Pekerjaan lain 16 8 13 Jumiah 4100 (N=30) | 700 (N=25) 700 (N=85) ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Catatan: Jumiah responden yang bekerja sebanyak 55 orang Meskipun para lansia hidup bersama dengan anak-anak mereka yang sudah menikah, Sebagian merasa bahwa mereka tetap periu bekerja untuk mendapatkan ang Penghasilan yang diperoieh digunakan untuk keperluan sendiri (di luar makan) karena adanya rasa sungkan untuk meminta kepada anak. Bahkan tidak jarang pula yang bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga anaknya karena anak tersebut hidup dalam keterbatasan ekonomi. Para lansia yang tidak bekerja pada umumnya adalah mereka yang sepenuhnya menggantungkan hidup pada anak-anak mereka; Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena ketidakmampuan fisik untuk bekerja dan telah terpenuhinya semua kebutunan oleh anak-anak mereka. Kemungkinan lain adalah anak-anak dapat mencukupi segala kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan-kebutuhan selain untuk maken sehari-hari. Selain itu, juga ditemukan tansia yang tidak bekerja karena memperoleh pensiun dan uang pensiun yang diterima dapat mencukupi kebutuhan mereka (40 persen dari lansia yang tidak bekerja). IV. KEHIDUPAN SEHARI-HARI DI RUMAH TANGGA DAN MASYARAKAT 1. Kegiatan Lansia Sehari-hari di Rumah Tangga Studi ini mendapatkan bahwa hampir semua lanjut usia masih aktif melakukan berbagal aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada kegiatan untuk kepentingan pribadi, seperti mandi, makan dan minum, metainkan juga kegiatan yang bermantaat bagi anggota rumah tangga lainnya, Sebagai Contoh, lanjut usia perempuan pada umumnya masih mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah dan membantu mengasuh cucu- cucu yang masih kecil pada saat orang tua mereka bekerja Dari wawancara mendaiam dan FGD dengan beberapa narasumber didapatkan bahwa mayoritas penduduk Janjut usia disibukkan dengan berbagai kegiatan, terutama di rumah tangga, setiap hari, Seorang narasumber mengatakan, “pokoknya di Ball ini ndak ada istilah_nganggur, bengong untuk lansia, ada saja yang bisa dikejakan, kerja ci rumah, nyapu, jaga cucu, bikin alat-alat untuk upacara, yang penting kerja untuk keluar 10 keringat, ndak ada itu orang tua bengong di sini. Orang tua harus cari kesibukan sendin, kalau tidak, kan tambah cepat tua”. Karena orang tua yang sudah lanjut usia tinggal bersama dengan keluarga salah seorang anaknya, maka tidak tertutup kemungkinan mereka untuk ikut membantu pekerjaan-pekerjaan di rumah anak tersebut, paling tidak Membantu menjaga cucu-cucu yang masih kecil. Dengan demikian, mereka selalu ‘mempunyai berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luang yang mereka miliki setiap hari Dalam konteks kegiatan pribadi, antara lain mandi, makan dan minum, hampir semua tanjut usia yang menjadi responden dalam studi ini masih sanggup mengerjakannya sendiri, Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mereka masih mandifi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat kebutuhan pribadi, Namun demikian, dari wawancara mendalam dengan beberapa narasumber diketahui bahwa terdapat satu sampai dua orang lanjut usia yang sudah tidak dapat melakukan aktivitas tersebut sendii karena gangguan kesehatan fisik. Mereka adalah lanjut usia yang sudah sangat tua dan mengidap penyakit karena usia lanjut. Untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari mereka dibantu oleh anak dan anggota keluarga lainnya, Dari wawancara pula diketahui bahwa sangat jarang ditemui lanjut usia yang tidak dipelihara oleh anggota keluarganya sendiri, Bahkan di antara mereka yang tidak punya anakpun, di usia tua mereka dilayani oleh keponakan atau keluarga dekat lainnya, Meskipun tanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga tidak berada di tangan mereka, tidak jarang lanjut usia perempuan ikut terlibat dalam kegiatan tersebut_ Memasak, umpamanya, adakalanya dilakukan ketika mereka ingin makan makanan yang disukai, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ibu yang sudah berusia 74 tahun. Ibu yang tinggal dengan keluarga anak laki-laki bungsunya ini sering memasak sendiri jika makanan yang tersedia di rumah tidak sesuai dengan seleranya Sebenamya ibu ini bisa saja_meminta menantunya untuk memasak masakan kesukaannya, akan tetapi hal ilu tidak dilakukannya karena dengan memasak sendiri berarti dia mempunyai kesibukan untuk mengisi waktu. Hal yang sama juga ditemul dalam pekerjaan mencuci pakaian, Banyak perempuan lanjut usia, terutama yang masih kuat secara fisik, yang masih melakukannya sendiri sebagai aktivitas pengisi waktu luang. Hal ini semakin dirasakan diantara mereka yang tidak mau menjadi beban bagi anak-anaknya. Dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut para lanjut usia merasa bahwa mereka dapat memenuhi kebuluhan sendiri tanpa tergantung pada pertolongan keluarga atau orang lain Kegiatan lain yang banyak dilakukan oleh para lanjut usia perempuan adalah membuat canang atau benten untuk keperluan ibadat dan upacara. Kegiatan ini dilakukan baik oleh lanjut usia yang tinggal di daerah perkotaan maupun oleh mereka yang tinggal di Pedesaan. Di lingkungan umat Hindu Bali kebuluhan terhadap canang atau benten ini ‘sangat tinggi karena diperlukan setiap hari untuk kegiatan ibadat dalam rumah tangga Pekerjaan membuat canang atau henten ini diterima masyarakat sebagai stereotipi pekerjaan perempuan yang tidak memerlukart aktivitas fisik yang berat karena dapat dilakukan sambil duduk. Oleh karena ilu, untuk mengisi waktu mereka banyak lanjut usia Perempuan yang membuat benda-benda ini, baik untuk digunakan di rumah sendiri maupun untuk memenuhi pesanan orang lain. Tidak jarang pula mereka membuatnya untuk dijual di pasar-pasar karena besarnya kebutuhan masyarakal. Selain itu, ada pula yang membuat canang untuk keperiuan anak-anak mereka yang tinggal di rumah terpisah, dengan istilah ‘diganti oleh anak’. Maksudnya, daripada anak-anak tersebut membeli canang di pasar atau ci tempat Iain, maka mereka 'membeli’ kepada orang fuanya sendiri, Melalui cara ini anak-anak secara tidak langsung dapat ‘membantu ekonomi orang tua dan di pihak orang tua juga menghilangkan kesan bahwa mereka hanya menerima pemberian anak, Dengan demikian, anggapan bahwa lanjut usia hanya menjadi beban bagi anak-anaknya juga dapat dihilangkan Seperti hainya lanjut usia perempuan, hampir semua penduduk lanjut usia laki-laki di lokasi kajian melakukan berbagai kegiatan delam kehidupan sehari-hari. Di daerah Pertanian, kegiatan yang berhubungan dengan pertanian merupakan aktivitas utama Para lanjut usia laki-laki, Mereka pada umumnya masih metakukan kegiatan bertani Sesuai dengan kemampuan fisik yang dimiliki, meskipun dilakukan tidak untuk tujuan mendapat penghasilan. Mereka yang beban hidupnya ditanggung anakpun pada umumnya masin pergi ke sawah atau ke ladang setiap hari. Kegiatan mengembaia ternak juga masih dilakukan, termasuk mencari rumput untuk ternak mereka. Dikatakan bahwa kegiatan itu dilakukan untuk hiburan dan setama tidak sakit terus dijalankan, sebagaimana dikatakan oleh seorang bapak yang berusia 65 tahun, “Saya mengembala ambing buat hiburan, kalau tidak mau apa. Kalau kita ndak sakit, ya kerja terus, masa harus bengong di rumah”. Lanjut usia taki-laki yang tinggal di daerah kerajinan (Gianyar) pada umumnya sehari hari terlibat dalam kegiatan membuat kerajinan. Mereka melakukan berbagai jenis Pekerjaan sesuai dengan kemampuan fisiknya dan pada umumnya bekerja membantu anak-anaknya yang mempunyai usaha kerajinan. Banyak pula yang membuat barang- barang kerajinan di rumah untuk kemudian menjuainya ke tempat-tempat penjualan hasil kerajinan 2. Kegiatan Lansia di Masyarakat Kegiatan lansia di masyarakat yang dimaksud dalam studi ini meliputi semua kegiatan sosial yang dilakukan mereka, baik dalam lingkup banjer, desa maupun untuk lingkup yang lebih besar, seperti di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota. Di antara semua lansia yang menjadi responden dalam studi ini, hampir sebagian (48 persen) melakukan kegiatan sosial di masyarakat. Terdapat perbedaan antara kelompok laki-laki dan Perempuan, dimana lansia jaki-laki lebih banyak yang mempunyai kegiatan sosial (26 Persen) dibandingkan dengan yang perempuan (22 persen). Jika dilinat berdasarkan tempat tinggal, lansia yang tinggal di daerah perkotaan lebih banyak yang mengikuti kegiatan sosial dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan (26 persen dan 22 persen berturut-turut). Beberapa faktor diduga menyebabkan timbulnya perbedaan ini. Pertama, lansia yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang tinggal di pedesaan. Ada kemungkinan lansia di daerah pedesaan lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bekerja, sehingga tidak punya waktu lagi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di luar rumah Kedua, kemungkinan secara fisik lansia yang tinggal di kota lebih kuat dibandingkan dengan mereka yang linggal di desa, sehingga masin sanggup mengikuti berbagai kegiatan di luar rumah, Kegiatan sosial yang paling banyak diikuti oleh responden adalah kegiatan adal, terutama ikut serta dalam berbagai upacara adat (lihat Tabel 6). Kegiatan sosial lainnya yang juga banyak diikuti lansia adalah kegiatan keagamaan, antara lain ikut sorta mempersiapkan upacara keagamaan, kegiatan sembahyang yang dilakukan secara berkelompok serta ikut dalam perkumpulan kidung (kekawin/mekidung). Selanjutnya, responden juga banyak yang mengikuti kegiatan sosial yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, seperti arisan keltiarga dan sebagai pendeta tempat sui milik keluarga, Olah aga lansia juga merupakan salah satu kegiatan yang dikuti oleh sebagian responden. Kegiatan olah raga mendapat respon positif dari para lansia karena disamping bermanfaat untuk menjaga kesehaten juga menimbulkan kegembiraan dalam melaksanakannya. Hal ini katena di samping berolah, mereka juga dapat bertemu, berkeluh kesah dan berbagi cerita serta pengalaman dengan orang-orang seusia. Di salah satu lokasi kajian (Kabupaten Gianyar) sambutan ini diperlihatkan dengan Permintaan untuk menambah frekwensi kegiatan yang pada awalnya satu kali dalam seminggu menjadi dua kali seminggu. Bahkan ada yang meminta agar senam giselenggarakan tiga kali dalam seminggu dan mereka tidak keberatan untuk membayar jike ada instruktur yang membimbing kegiatan tersebut. Kegiatan ini tidak hanya dilkuti oleh mereka yang sudah berusia 60 tahun ke atas, melainkan juga diikuti oleh mereka yang tergotong pra lansia (usia 50-an tahun) Kejadian sebaliknya ditemui di lokasi kajian lainnya (Kabupaten Tabanan) dimana kegiatan olah raga yang mendapat sambutan baik dari para lansia tidak bisa terlaksana lagi setelah bidan desa yang selama ini mengkoordinir dipindahtugaskan ke daerah lain. Sejak saat itu tidak ada lagi kegiatan senam lansia, padahal mereka sangat senang ‘mengikutinya. Sampai sekarang para lansia di wilayah ini tetap berharap agar kegiatan senam dan olah raga lansia dapat diselenggarakan kembali. Berhentinya kegiatan olah raga lansia juga ditemukan di salah satu lokasi kajian di wilayah perkotaan. Kegiatan senam yang dulu pernah diselenggarakan terpaksa berhenti karena para peserta giminta untuk membayar setiap keli kegiatan dilaksanakan (untuk membayar honor instruktur). Sejak saat itu tidak ada yang mengikuti olah raga lagi, meskipun kegiatan ini sangat diminati oleh para lansta. Mayoritas mereka yang mengikuti berbagai kegiatan melakukanny atas keinginan sendiri, tanpa paksaan dari anak-anak atau anggota keluarga lainnya. Sejalan dengan itu, anak-anak dan mereka yang berusia muda menyambut baik semua kegiatan yang dilakuken oleh lansia, Hal ini karena berbagai aktivitas di luar rumah dapat menghibur orang-orang lansia, sehingga mereka tidak jenuh dengan hanya tinggal di rumah Tabel 6. Responden Menurut Kegiatan Sosial yang Diikuti dan Jenis Kelamin (%) venis kegiatan | Laki-laki | Perempuan | Lakilaki+ Perempuan| Nn | Kegiatan keluarga 38 62 at 100 26. | Kegiatan adat 46 54 100 | 28 Kegiatan agam: 50 50 400 30_ Olah raga’ 50 50 100 8 Kegiatan jainnya 14 86 100, iz ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Catatan: Jumiah responden yang mengikuti kegiatan sosial sebanyak 48 orang: diantara responden ada yang mengikuti lebih dari satu kegiatan Berbagai alasan mendasari keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan sosial tersebut, Sebagai contoh, arisan keluarga diikuti agar mereka dapat bertemu dengan anggota keluarga besarnya Para lansia mengikuti kegiatan keagamaan karena alasan kewajiban kepada Tuhan, karena masih mampu melakukannya, untuk mengisi waktu luang dan kerena senang bisa berlemu dengan orang lain, termasuk mereka yang lebih muda Kewajiban sebagai anggota adat di banjar dan keinginan untuk saling menolong di antara warga banjar merupakan alasan yang mendorong sebagian responden untuk mengikuti kegialan-kegiatan adat. Selanjutnya, kegiatan olgh raga diikuti karena adanya rasa senang dapat berkumpul beramai-ramai dan bergembira dengan sesama lansia. Oj antara mereka yang tidak ikut dalam berbagai kegiatan masyarakat, keterbatasan fisik merupakan faktor utama yang menjadi penghambat untuk mengikuti kegiatan tersebut, Hal ini ditunjukkan oleh data dimana lebih dari separuh responden dalam kelompok ini mengemukakan alasan keadaan fisik yang sudah tidak kuat dan sakit- sakitan menyebabkan mereka tidak dapat mengikuti berbagai kegiatan sosial, Selain itu, aiasan bahwa sudah ada anak yang menerusken/menggantikan mereka dalam berbagai kegiatan sosial membust sebagian lansia tidak merasa perlu ikut serta dalam kegiatan- kegiatan tersebut V. KONDIS! KESEHATAN LANSIA Kondisi kesehatan dan fisik secara keseluruhan mengalami kemunduran sejak seseorang memasuki fase lansia dalam kehidupannya. Hal ini antara lain ditandai dengan muncuinya berbagai gejala penyakit yang belum pemah diderita pada usia muda. Oleh Karena itu, pelayanan kesehatan bagi penduduk lansia sangat menuntut perhatian, agar kondisi mereka tidak sakit-sakitan dalam menghabiskan sisa usia. Penyakit yang diderita oleh lansia bersifat khas dan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis penyakit yang diderita oleh mereka yang masih muda. Pada umumnya penyakit yang diderita bersifat menahun, semakin berat dan sering kambun. Penyakit-penyakit seperti jantung dan pembuluh darah, kanker dan penyakit degenaratif lainnya, seperti diabetes (kencing manis) merupakan penyakit yang banyak diderita oleh lansia sebagai akibat dari proses ketuaan dan menurunnya fungsi organ-organ tubuh {Syahbudin, 1994), Selain itu penyakit yang sering dikeluhkan oleh lansia adalah penyakit sendi seperti rematik dan peningkatan asam urat. Rematik sering menyerang bagian-bagian tubuh, antara lain lutut, pinggang dan telapak kaki bagian tumit, sedangkan pangkal ibu jari kaki dan mata kaki merupakan bagian-bagian tubuh yang sering diserang penyakit akibat asam urat yang tinggi (Sogjono, 2001) Studi ini juga menemukan keadaan yang tidak berbeda dengan fenomena yang dialami oleh lansia pada umumnya di berbagai wilayah lain. Dari seluruh responden yang diwawancarai menggunakan kuesioner berstruktur, proporsi terbesar mereka adalah yang menderita penyakit rematik tulang dan sendi, katarak, kurang pendengaran serta gangguan hipertensi (26 persen 24 persen, 22 persen dan 18 persen berturut-lurut). Di samping itu, ditemukan pula mereka yang menderita penyakit ISPA, bronchitis, kencing manis dan berbagai penyakit lainnya, termasuk gangguan lambung (maag). Selain penyakit-penyakit yang menyerang fisik tersebut, ditemukan persentase yang cukup signifikan mereka yang mengalami gangguan berupa sering lupa (45 persen) dan yang menderita pikun (18 persen), seperti yang diperiinatkan oleh data pada Tabel 7 Jika diperhatikan berdasarkan daerah tempat tinggal, ditemukan perbedaan dalam pola penyakit antara lansia yang tinggal di perkotaan dengan mereka yang tinggal di desa Penyakit-penyakit seperti SPA, bronchitis, penyakit gigi dan mulut serta rematik lebih banyak diderita oleh lansia yang tinggal di desa, sementara kencing manis merupakan Penyakit yang lebih banyak menyerang lansia perkotaan. Besar kemungkinan perbedaan pola hidup, yang antara lain dicerminkan dari pola makan, menyebabkan lansia perkotaan lebih banyak menderita kencing manis dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Datam konteks kesehatan reproduksi, beberapa responden mengalami gangguan yang berkaitan dengan fungsi alat-alat reproduksi. Gangguan-gangguan tersebut adalah tidak bisa menahan kencing (4 persen), prostat (5 persen), prolaps (2 persen), disfungsi ereksi (10 persen), keluhan-keluan yang dirasakan akibat proses menopause (20 persen) dan andropause (7 persen), kanker serviks (2 persen) serta penyakit menular seksual (2 orang), Jika diperhatikan data di atas terlihat bahwa gangguan kesehatan Teproduksi lebih banyak dihadapi oleh perempuan dibandingkan dengan kelompok lansia laki-taki Tabel 7. Responden Menurut Penyakit yang Diderita dan Jenis Keiamin (%) Jenis penyakit Laki-laki | Perempuan | Laki-laki + Perempuan Jantung 2 6 arco ee TBC. 2 - 4 Bronchitis 4 6 5 Asma : 4 4 4 ISPA. & 6 7 Gigi dan mulut 4 6 5 Rematk tulang dan sendi_| 20 31 26 Hipertensi 42 23 18 Diabetes (kencing manis) 6 4 5 Katarak 44 33 24 J Osteoporosis [6 10 8 i Kurang pendengaran 20 23 22 Sering iupa 43 47 45 Pikun 10 25 18 Stroke 2 2 Scrsear 2 Jatuh dan patah tulang 8 4 5 Tumor, = 2 1 Lainnya 4 20 7 ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2004 Berkaitan dengan pencarian pertolongan untuk mengobati penyakit, mayoritas fesponden (63 persen) mengatakan bahwa dokter dan bidan/mantri praktek merupakan tempat mereka mendapatkan pengobatan (masing-masing 51 persen dan 32 persen secara berturut-turut). Hanya sedikit lansia yang mencari pengobatan ke rumah sakit dan puskesmas. Wawancara mendalam dengan beberapa informan mengatakan bahwa kepuasan yang didapatkan jika dilayani oleh dokter dan bidan/mantri yang berpraktek swasta menyebabkan lebih banyak lansia yang mencari pengobatan ke tempat-tempat tersebut. Dengan berobat ke tempat-tempat praktek swasta para lansia dapat menceritakan gangguan/keluhan yang dialami tanpa terburu-buru, seperti yang terjadi jika berobat ke rumah sakit dan puskesmas. Selsin gengguan Kesehatan fisik, beberapa responden juga mengalami gangguan psikologis. Hal ini terlinat dari munculnya perasaan-perasaan yang dapat mengganggu kondisi psikologis mereka. Data pada Tabel 8 memperlihatkan gangguan psikologis yang dialami olen responden. ‘Tabel 8. Responden Menurut Perasaan yang Dialami dan Jenis Kelamin (2) Perasaan yang dialami __ Laki-laki | Perempuan | Lakilaki + Perempuan | Kesepian oa 70 j Depresi_ 4 6 6 Tidak berguna 6 | 16 41 ‘Tidak bergairah beraktivilas | 10__| 16. 13 Sulit tidur Here ee) eros: 35 31 ‘Sumber. Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 18 VI. ASPIRASI TERHADAP KEGIATAN UNTUK LANSIA Aspirasi untuk kegiatan lansia yang dimaksud dalam studi ini meliputi keinginar/harapan lansia terhadap kegiatan sosial yang dilakukan di luar rumah, terutama yang dilakukan bersama-sama dengan lansia lainnya, Studi ini menemukan sebanyak 48 orang (48 Persen) responden merasa perlu melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah. Meskipun tidak’ terlalu menyolok, persentase kelompok laki-laki yang merasa peru melakukan kegiatan-kegiatan tersebut lebih besar dibandingkan dengan lansia perempuan. Hal ini kemungkinan karena laki-laki mempunyai waktu iuang yang lebih panjang, sedangkan Perempuan disibukkan oleh pekerjaan-pekerjaan rumah tanga, sehingga waktu luang yang mereka miliki lebih singkat. Kegiatan-kegiatan di luar rumah yang paling banyak diharapkan oleh responden adalah kegiatan keagamaan, termasuk kekawirymekidung, diikuti oleh aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan kesenangan atau hobi serta kegiatan sosial ‘seperti bertemu dan bersilaturahmi, baik dengan sesama lansia maupun dengan anggota keluarga atau kerabat lainnya (ihat Tabel 9). Kenyataan ini sejalan dengan tahapan hidup mereka, dimana pada masa tua seseorang diharapkan untuk lebih memfokuskan hidup pada masalah agama serta mendekatkan diri pada Tuhan. Ditemukan cukup banyak pula responden (17 persen) yang tidak dapat mengatakan dengan pasti kegiatan apa yang mereka harapkan, meskipun mereka menginginkan adanya kegiatan yang dilakukan di luar rumah, Bagi kelompok ini, yang dipentingkan adalah bahwa mereka mempunyal kegiatan, terutama sekali kegiatan-kegiatan produktif yang tidak hanya diukur dari materi, tetapi juga dari manfaat lain yang diperoleh, misalnya kesehatan/kebugaran tubuh dan kegembiraan, “Tabel 9. Responden Menurut Bentuk Kegiatan di Luar Rumah yang Diharapkan (%) Bentuk Kegiatan Lakitaki | “Perempuan | Lakitat | Perempuan Berkaitan dengan hobi/kesenangan 30 20 25 Keagamaan [33 48 34 Keluarga 9 4 6 Sosial (bincang sesama teman) 17 16 7 [Ekonomi (dagang) 9 - 4 Tidak menjawab 22 12 7 Jumiah 4100 (N=23)_[ 700 (N=26)_| 100 (N=48) ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Mayoritas mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat dilakukan Bersama-sama dengan orang lain, baik dengan teman-teman seusia (37 persen) maupun dengan anggota kelompok banjar (42 persen). Sebagian lansia lainnya menginginkan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sendiri dan sebagian lainnya tidak dapat menentukan dengan siapa kegiatan-kegiatan tersebut sebaiknya dilakukan. Di samping kegiatan-kegiatan di atas yang bisa ditakukan dengan orang Jain dari berbagal kelompok umur, 58 orang responden (58 persen) juga mengatakan perlu dilakukan kegiatan secara berkelompok khusus dengan sesama lansia. Kegiatan- kegiatan yang dimaksud bervariasi, mulai dari kesenian, kegiatan sosial sampai olah raga. Data pada Tabel 10 memperlihatkan berbagai jenis kegiatan yang perlu dilakukan bersama-sama dengan orang-orang lanjut usia 18 ‘Tabel 10. Responden Menurut Bentuk Kegiatan Berkelompok Dengan Orang- orang Seusia (%) Bentuk Kegiatan | Lakilaki | Perémpuan | Laki-aki + Perempuan Sosial dan hobi 23 15 22 | Keagamaan 10. 44 26 Kesenian 29 15 22 Olah raga 16 15 15. Tidak tahu 10 4 7 Tidak menjawab 6 7 7 Jumiah 400 (N=31)_| 700 (N=27) 100 (NESE) ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Dari wawancara mendalam dengan beberapa narasumber serta FGD didapatkan bahwa lansia juga berharap adanya keglatan pemeriksaan kesehaian (sederhana seperti mengukur tekanan darah) dan pengobatan (untuk penyakit-penyakit ringan) bagi mereka. Kegiatan ini dirasa peru mengingat di usia lanjut mereka sangat rentan tethadap berbagai gangguan kesehatan. Dengan adanya pemeriksaan kesehatan Secara teratur yang mungkin sulit untuk dilakukan sendiri, maka gangguan kesehatan yeng timbul bisa dideteksi secara dini untuk ditindaklanjuti dengan upaya pengobatan Di samping itu, pembagian vitamin serta obat-obatan untuk penyakit ringan juga diharapkan oleh para lansia. Mayoritas responden (lebih dari 75 persen) mengharapkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan secara rutin, misalnya setiap seminggu sekali atau pada saat purnama, gi bawah koordinasi banjar. Selain itu, ada juga yang mengatakan pelaksanaan kegiatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan lansia. Hal ini karena kegiatan tersebut bersifat sukarela, sehingga tidak membebani mereka dalam pelaksanaannya, Beberepa narasumber yang diwawancarai dalam studi ini mengatakan bahwa kegiatan- kegiatan yang bersifat menambah pengetahuan dan keterampilan juga perlu dilakukan untuk jansia. Pengetahuan mengenai kesehatan, terutama untuk menjaga kesehatan dan mengenali gejala-gejala_penyakit secara sederhana, umpamanya, sangal Gibuturkan bagi lansia. Dengan pengetahuan ini lansia dapat mengetahui lebih awal gangguan penyakit yang diderita, sehingga tidak menunggu sampei kondisi menjadi lebih buruk. Kegiatan-kegiatan rekreasi juga diharapkan olen lansia, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang narasumber yang tinggal di kota. Hal ini diperlukan untuk mengalasi kejenuhan yang timbulakibat rutinitas hidup yang dijalani, Kegiatan rekreasi ini akan lebih bermanfaat jika dikaitkan dengan kegiatan keagamaan, seperti mengunjungi tempat-tempat ibadat/suci, baik di Bali maupun di luar Pulau Bali Meskipun Kebanyakan lansia mengharapkan adanya kegiatan berkelompok yang gilaksanakan khusus bagi mereka, pada umumnya menginginkan agar kegiatan tersebut elenggarakan atau dikoordinir oleh orang-orang muda. Keterlibatan pihak lain, seperti Pemerintah dan lembaga-lembaga yang menaruh perhatian pada lansia juga sangat Ginarapkan, ‘{erutama untuk mempertahankan kesinambungan_kegialan. Dengan kegiatan yang terkoordinir serta keterlibatan orang-orang muda lansia semakinmerasa bahwa mereka termasuk kelompok yang mendapat perhatian dari pihak lain. Data pada ‘Tabel 11 memperlihatkan pihak-pihak yang diharapkan dapat menyelenggarakan atau mengkoordinir berbagai kegiatan untuk lansia. "7 Table 14. Responden Menurut Penyelenggara Kegiatan yang Diharapkan Penyelenggara Kegiatan (%) | lasyarakaUbanjar/kelompok kawitan & 26. lasyarakat & pemerintah 22 13 ‘Semua orang tua 12 7 Badan tertentu 3 2 Siapa saja yang mau 14 8 Tidak tahu 3 2 Jumlah 400: 58 ‘Sumber: Studi Penjajakan Kebutuhan Lansia Propinsi Bali, 2001 Data di atas memperiihatkan bahwa mayoritas responden mengharapkan masyarakat, terutama sekali di tingkat banjar dan kelompok kawitan, sebagai penyelenggara dari kegiatan-kegiatan bagi kelompok lansia. Sebagian lainnya mengharapkan kelerlibatan Pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut. Selanjutnya, ada juga Tesponden yang mengharapkan agar kegiatan-kegiatan mereka diselenggarakan oleh para lansia aja, sementara sebagian tainnya tidak mementingkan pihak Penyelenggaranya. Bagi kelompok terakhir ini, yang paling penting adalah terselenggaranya kegiatan bagi lansia tanpa mempertimbangkan siapa pun atau pihak mana pun pelaksananya. Vil. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Masyarakat Bali yang dalam kehidupannya berpegang kuat pada ajaran agama Hindu menempatkan orang-orang lanjut usia pada tempat yang terhormat. Prinsip putra sesana yang berarti ‘hutang anak pada orang tua’ menyebabkan anak-anak dan orang muda pada umumnya memelinara orang tua yang sudah lanjut usia dan tidak membiarkan mereka terlantar di hari tuanya. Di samping itu, ajaran karmapala yang masin kuat dipercaya menyebabkan anak-anak tidak mau menelantarkan atau mengabaikan orang tuanya karena ketakutan akan pembalasan yang sama bagi mereka i Kemudian hari. Karena penghormatan kepada orang tua itulah maka disusun aturan adat (awig-awig) yang mengatur bahwa lansia tinggal bersama anaknya, terutama anak laki-laki terkecil, agar tidak terlantar. Pada umumnya lansia di Bali masih aktif melakukan berbagai kegiatan, baik di rumah maupun di luar rumah, sesuai dengan kemampuan fisik. Dapat dikatakan hampir tidak ada lansia yang hidup tanpa melakukan kegiatan apa pun, kecuali bagi mereka yang benar-benar mempunyai hambatan fisik seperti tidak mampu bergerak tanpa dibantu orang tain. Kegiatan yang dikuti oleh lansia beragam, mulai dari kegiatan ekonomi, kegiatan adat dan sosial, keagamaan dan sebagian mengikuti kegiatan olah raga Kegiatan-kegiatan selain bekerja umumnya dilakuken untuk mengisi waktu agar mereka {idek jenuh tinggal di rumah. Bekerja bagi sebagian lansia dilakukan untuk mémenuhi kebutuhan ekonomi, sementara sebagian yang lain melakukannya juga sebagai pengisi waktu karena bekerja dapat menjadi hiburan bagi mereka. Meskipun lansia biasa melakukan berbagai kegiatan bersama-sama dengan penduduk usia muda, namun banyak diantara mereka yang berharap dilaksanakannya kegiatan khusus untuk kelompok penduduk lanjut usia. Hal ini karena dengan orang-orang seusia mereka dapat bertukar pengalaman dan menceritakan hal-hal yang tidak bisa Siungkapkan kepada orang-orang muda. Kegiatan yang dimaksud tidak berbeda dengan yang sudah mereka laksanakan, hanya penyelenggaraanya yang terbatas bagi kelompok lansia. Pada umumnya lansia berharap agar kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di tingkat banjar dengan koordinasi dari berbagai pihak, baik pemerintah ‘maupun pihak-pihak yang menaruh perhatian bagi lansia, Selain kegiatan-kegiatan yang Sojak dulu sudah dilakukan, seperti kegiatan keagamaan dan adat, banyak juga lansia yang menginginkan dilaksanakannya kegialan olah raga dan rekreasi yang dapat menimbulkan kegembiraan dan menghilangkan kejenuhan. Kebanyakan berharap kegiatan olah raga diikuti dengan pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat-obatan atau vitamin yang diperlukan bagi lansia. Untuk kegiatan rekreasi, mereka berharap dapat dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan agama, seperti piknik mengunjungi tempat-tempat ibadah/pura, Kegiatan yang dapat menambah Pengetahuan dan keterampilan baru juga diharapkan oleh sebagian lansia, apalagi jika disampaikan dengan cara-cara yang tidak membesankan. Berdasarkan pada keadaan di atas dan mengingat ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh PKBI Daerah Bali, nampaknya kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan dapat dilaksanakan sebagai model bagi pusat kegiatan lansia Kegiatan olah raga dan senam lansia di beberapa lokasi yang saat ini tidak berjalan lagi Capat dihidupkan kembali, ditambah dengan pemeriksaan kesehaten (‘sederhana’) bagi mereka. Olah raga/senam bisa diadakan setiap seminggu sekali, sedangkan pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebulan sekali, bertepatan dengan kegiatan olah raga. Selain itu, dapat pula diselingi dengan pemberian informasijpengetahuan mengenai kesehatan, terutama tata cara dan pola hidup sehat bagi lansia seria Pengetahuan untuk mengenali gejala awal dari gangguan penyakit. Tenaga kesehatan yang bekerja di Klinik PKB! dapat berperan dalam pslaksanaan kegiatan ini, ci samping relawan dan staf lainnya. Selain kegiatan olah raga, kegiatan yang berhubungan dengan hobi, keterampilan dan kesenian juga dapat dilaksanakan bagi kelompok lansia. Hal ini terutama untuk keterampilan yang bersifat tradisional yang jarang dikuasai oleh orang-orang muda. Ada baiknya pula kegiatan ini juga melibatkan orang-orang muda, agar pengetahuan dan Keterampilan yang dimiliki dapat digjarkan untuk yang muda. Kegiatan ini dapat menjadi arena belajar bagi orang-orang muda, di samping bagi lansia dapat menjadi kegiatan untuk mengisi waktu luang. Sebagai contoh, membuat perlengkapan upacara lengkap yang selama ini jarang dikuasai oleh perempuan muda dapat dijadikan sebagai salah satu kegiatan dari program untuk lansia. Kegiatan rekreasi juga bisa dilaksanakan bagi kelompok lansia, meskipun dilakukan dalam rentang waktu yang cukup panjang, misalnya enam bulan atau satu tahun sekali, sesuai dengan kemauan dan kemampuan mereka, Pelaksanaan kegiatan ini sangat tergantung pada kondisi lansia, baik fisik maupun keuangan. Untuk rekreasi yang membutuhkan biaya besar, persiapan keuangan dapat dilakukan jauh sebelum waktu Pelaksanaannya, terutama bagi mereka yang mempunyai kemempuan ekonomi terbatas, Para lansia dianjurkan untuk menabung sesuai dengan kemampuan, misalnya seminggu atau dua minggu sekali di bawah koordinasi kelompok lansia. Hal ini dilakukan agar tidak memberatkan mereka dari segi keuangan, Berkaitan dengan pelaksanaannya, pada tahap awal kegiatan dapat dilakukan dengan mencakup jumiah yang tidak terlalu besar, misainya lansia dalam satu wilayah banjar. Kegiatan dalam cakupan witayah banjar nampaknya lebih efektif dilakukan karena ikatan yang kuat entar warga banjar sehingga rasa kebersamaan dalam menjalankan aktivitas dapat mendukung kelangsungan kegiatan Daftar Bacaan Anwar, Evi N. 1997. Demographic Characteristic of Aging in Indonesia. Jakarta: Ministry for Population/National Family Planning Coordination Board. Biro Pusat Statistik. 1983. Penduduk Indonesia. Hasil Sensus Penduduk 1980, Seri S No. 1. Jakarta:BPS, ---=-n-e, 1992. Penduduk Indonesi: No. 1. Jakarta:BPS, Hasil Sensus Penduduk 1990, Seri S .. 1997. Penduduk Indone: 1995. Jakarta: BPS Hasil Survei Penduduk Antar Sensus Chen AJ. & Gavin W, Jones. 1989 Ageing in ASEAN. Its Socio-Economis Consequences. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, Hareven, Tamara K. 1995. ‘Historical Perspective on the Family and Aging’ dalam Blleszner, Rosemary and Victoria H. Bedford (eds.). Handbook of Ageing and the Family. Westport: Greenwood Press. Huyck, Margaret H. 1995. "Marriage and Close Relationship of the Marital Kind” dalam Blieszner, Rosemary and Victoria H. Bedford (eds.). Handbook of Ageing and the Family. Westport: Greenwood Press. Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN. 1998, Data dan Informasi Penduduk Lansia di Indonesia. Jakarta: Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN. Kinsella, Kevin, 1995, “Aging and the Family: Present and Future Demographic Issues” dalam Blieszner, Rosemary and Victoria H. Bedford (eds.). Handbook of Ageing and the Family. Westport: Greenwood Press O'Bryant, Shirly ©. & Robert O. Hansson. 1995. ‘Widowhood" dalam Blieszner, Rosemary and Victoria H. Bedford (eds.). Handbook of Ageing and the Family Westport: Greenwood Press. Syahbudin, leke Irdjiati, 1994. "Upaya Peningkatan dan Pencegahan Gangguan Kesehatan Usia Lanjut” dalam Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional, Edisi 2, Tahun 1994 Soejono, HCH. 2001. Gejala dan Tanda Penyakit Pada Usia Lanjut. Makalah tidak diterbitkan, Sukamdi, Umi Listyaningsih dan Faturochman. 2000. "Kondisi Sosial Ekonomi dan Perawatan yang Diinginkan Penduduk Lanjut Usia" dalam Populasi, Volume 11, Nomor 1 Wirakartakusumah, Djuhari, 1994. “Konsekuensi Penduduk Lanjut Usia: Suatu Penelitian Kebijakan Pembangunan di Tingkat Lokal” dalam Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional, Edisi 2, Tahun 1994

You might also like