You are on page 1of 20

Makalah Ortodonsia 4

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS 2 DIVISI 1 DENGAN


MENGGUNAKAN TWIN BLOCK

Oleh :

KELOMPOK 5

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2010
I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Maloklusi adalah suatu keadaan yang menyimpang dari oklusi normal (Maulani,
2005). Maloklusi dapat disebabkan karena tidak adanya keseimbangan dento-fasial, yang
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : keturunan,
lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, konstitusional, fungsional, dan keadaan
patologis. Cara paling sederhana untuk mengelompokkan maloklusi adalah dengan
klasifikasi Angle. Angle mengelompokkan maloklusi menjadi tiga kelompok yaitu
maloklusi kelas I, II, dan III.
Maloklusi kelas I atau disebut juga netroklusi, yaitu jika tonjol mesiobukal gigi
molar pertama rahang atas mempunyai relasi mesiodistal yang normal terhadap alur/groove
mesiobukal gigi molar pertama rahang bawah. Maloklusi kelas II atau disebut juga
distoklusi, yaitu ditandai dengan tonjol mesiobukal dari molar pertama permanen atas
beroklusi pada embrasure dari tonjol mesiobukal dari molar pertama permanen bawah dan
tepi distal dari tonjol bukal premolar kedua bawah. Pada kelas II ini juga dijumpai
subdivisi. Pada maloklusi kelas II Angle dibedakan menjadi dua divisi, yaitu : 1). Divisi I,
dimana gigi-gigi depan di rahang atas menjorok ke labial; 2). Divisi II, dimana gigi depan
di rahang atas menjorok ke lingual/palatal. Maloklusi kelas III atau disebut juga mesioklusi,
yaitu keadaan dimana tonjol mesiobukal dari molar satu permanen rahang atas beroklusi
pada ruang interdental, diantara bagian distal dari tonjol distal molar pertama permanen di
rahang bawah dengan tepi mesial dari tonjol mesial molar kedua permanen rahang bawah.
Ada 2 alternatif perawatan untuk maloklusi kelas II karena kelainan dental yaitu
menggerakkan gigi-gigi maksilla ke distal tanpa pencabutan dan dengan pencabutan,
sedangkan perawatan untuk maloklusi kelas II karena kelainan skeletal adalah modifikasi
pertumbuhan. Ada beberapa alternatif perawatan untuk kasus maloklusi kelas II yang
terjadi pada periode pertumbuhan. Beberapa alternatif perawatan yang digunakan seperti :
Herbst appliance, Jasper Jumper, Twin Block appliance, Bionator, dan Hamilton
expansion activator.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk koreksi maloklusi kelas II adalah Twin
Block. Tujuan pengembangan twin blok yaitu untuk menghasilkan sebuah teknik yang
dapat memaksimalkan respon pertumbuhan terhadap protrusi mandibula fungsional dengan
menggunakan sebuah sistem alat yang simple; nyaman, dan secara estetis dapat diterima
oleh pasien (Clark, 2002). Twin blok dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan sehingga
indikasinya lebih luas dibandingkan dengan bionator. Tidak seperti alat fungsional lainnya
yang hanya terdiri dari satu buah, twin block terdiri dari 2 perangkat terpisah yang bekerja
menjadi satu, yaitu komponen bite block atas dan bawah yang tidak menempel. Saat
berfungsi, kedua alat ini saling bersambung pada sudut 70 0 yang diatur pada bite block dan
untuk mengembalikan posisi mandibula menjadi kelas I yang disesuaikan dengan wax
registration (pencatatan malam). Keuntungan twin block yaitu mandibula dapat bergerak
normal ke anterior dan lateral, dibandingkan alat funsional yang hanya 1 buah yang
gerakannya kaku.

B. Perumusan Masalah

Gambar 1. Model studi pasien tampak samping


kiri, depan dan sampig kanan

Berdasarkan latar belakang di atas, timbul permasalahan yaitu bagaimanakah


mekanisme kerja twin block dalam merawat maloklusi Angle kelas II?
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Maloklusi Kelas II Angle


1. Definisi
Maloklusi kelas II atau disebut juga distoklusi, yaitu ditandai dengan tonjol
mesiobukal dari molar pertama permanen atas beroklusi pada embrasure dari tonjol
mesiobukal dari molar pertama permanen bawah dan tepi distal dari tonjol bukal premolar
kedua bawah. klas II Angle dibagi dalam 2 golongan, yaitu 1) Divisi 1, dijumpai inklinasi
gigi depan ke labial. Terdapat overjet yang besar dimana ruangan diantara gigi depan atas
dan gigi depan bawah terisi oleh jaringan lunak dari bibir bawah; 2) Divisi 2, lengkung gigi
bawah yang lebih ke distal dari lengkung gigi atas dan gigi depan atas menjadi tegak atau
inklinasi ke lingual (Mochtar, 1974).
Selain kedua kelas divisi di atas, klas II dapat juga dibagi menjadi sub-divisi. Suatu
kondisi rahang dikatakan sub-divisi jika keadaan yang distal ini hanya dijumpai pada satu
sisi. Untuk bagian kanan, dikatakan sub-divisi kanan, dan untuk bagian kiri dikatakan sub-
divisi kiri. Sub-divisi menunjukkan bahwa klas II yang dihadapi merupakan klas II yang
ringan sehingga dapat kita artikan klas II divisi 2 sub-divisi (dijumpai adanya pergerakan
ke distal dari lengkung gigi bawah yang ringan, pada satu sisi saja, gigi depan atas sedikit
crowded dan inklinasi gigi depan atas tegak atau ke lingual) (Mochtar, 1974).
Maloklusi yang biasa muncul pada kelas II angle pada divisi 1 antara lain adalah
relasi yang distal dari mandibula, maxilla yang maju ke depan disertain dengan lengkung
gigi yang sempit dan palatum yang tinggi, gigi depan yang protrusi, kadang-kadang ada
diastema, overjet yang berlebihan, supraversi dari gigi depan atas sehingga terdapat
overbite, bibir atas yang pendek dan bibir bawah mengenai bagian palatinal gigi depan
atas(Mochtar, 1974).
Pada kelas II Angel divisi 2, maloklusi yang kerap muncul antara lain adalah relasi
distal dan perkembangan yang kurang dari gigi-gigi mandibula, maxilla maju ke depan,
lengkung maxilla tidak sempit tetapi bagian depannya datar, gigi depan atas inklinasinya
tidak ke depan dan terdapat crowded yang ringan atau crowded berat dari incisivi lateralis
dan caninus, overjet tidak sebesar pada divisi 1, supraversi dari gigi depan bawah sehingga
terdapat deep overbite(Mochtar, 1974).

2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang merupakan etiologi dari maloklusi. Klas II yang
disebabkan faktor keturunan tergolong tipe skeletal atau dentoskeletal, dimana tidak hanya
gigi-giginya saja yang menyebabkan anomali klas II, tetapi gigi geligi dan kedudukan
rahang mendorong terjadinya maloklusi ini. Selain faktor keturunan, maloklusi klas II dapat
disebabkan karena kebiasaan buruk, misalnya menghisap ibu jari atau bibir bawah.
Kebiasaan ini menyebabkan gigi dan rahang atas terdorong maju(Mochtar, 1974).
Mendorong gigi atas dengan lidah pada waktu menelan juga dapat menyebabkan
terjadinya maloklusi klas II. Pada anak yang mempunyai kelainan pada jalan nafasnya
seperti adanya polyp hidung, tonsil yang membesar, sering mempunyai kebiasaan
membuka mulutnya terutama pada waktu tidur. Kebiasaan ini dapat menyebabkan gigi dan
rahang atas menjadi maju, rahang ayas menyempit, dan terjadi maloklusi klas II
Angle(Mochtar, 1974).
Kebiasaan jelek menyebabkan otot-otot di sekitar mulut berfungsi abnormal,
sehingga hasil perawatan yang diperoleh akan merupakan hasil yang stabil apabila
kebiasaan buruk itu sudah dihilangkan sama sekali dan kekuatan otot-otot sudah seimbang
kembali dengan keadaan yang baru diperoleh. Retainer yang dipakai dalam hal ini tidak
bersifat selama-lamanya, tetapi sampai dicapainya keadaan otot-otot yang
seimbang(Mochtar, 1974).

3. Perawatan
Perbaikan hubungan mesiodistal dari rahang atas terhadap rahang bawah itu banyak
tergantung atas faktor pertumbuhan dan perkembangan. Jika perawatan dilakukan pada
periode dimana masih terdapat pertambahan dari pertumbuhan, maka koreksi hubungan
mesiodistal ini jauh lebih mudah. Berhasilnya mandibula itu maju ke depan tergantung dari
aktivitas ujung condilus untuk mengadakan proliferasi dari jaringan pengikatnya, yang
kemudian dari jaringan pengikat itu diubah menjadi tulang. Selain itu, proses aposisi dan
resorpsi dari bagian anterior dan posterior ramus dan elongasi gigi posterior juga
bertanggung jawab terhadap majunya mandibula. Dengan memasangkan alat ortodontik,
kita merangsang agar mandibula itu bertambah maju kedudukannya sehingga mempunyai
relasi yang bagus terhadap maxilla. Sampai berapa jauh kita dapat memajukan mandibula
untuk tujuan perbaikan, kita dibatasi oleh pola yang telah ditentukan keturunan(Mochtar,
1974).
Perawatan klas II divisi 1 memerlukan pencabutan jika memang ditemukan adanya
lengkung basal yang lebih kecil dari lengkung coronal. Ruang bekas pencabutan gigi
haruslah diperlukan untuk mengatur gigi yang terdapat di luar lengkung. Alat yang dipakai
pada klas II divisi 1 antara lain adalah kekuatan ekstra oral, aktivator, bite plate, dan fixed
appliance. Gigi yang biasanya dikorbankan untuk perawatan klas II divisi 1 adalah
premolar kedua atas. Kadang-kadang jika didapati gigi depan bawah yang berinklinasi jauh
ke labial, pencabutan premolar satu rahang bawah juga diperlukan, sehingga dalam kasus
demikian dikorbankan keempat premolar satu atas dan bawah(Mochtar, 1974).
Seperti pada klas II divisi 1, perawatan klas II divisi 2 juga dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan. Gigi depan atas mempunyai posisi karakteristik klas II divisi 2, yaitu
inklinasi dari incisivi centralis yang tegak atau ke lingual dengan incisivi lateralis yang
mesiolabio torsiversi, sehingga menyebabkan crowded ringan atau disertai dengan
bukoversi gigi caninus yang mengakibatkan crowded yang berat. Selain itu, adanya gigitan
yang curam menandai adanya klas II divisi 2 ini(Mochtar, 1974).

B. Twin Block
1. Definisi
Twin blok merupakan alat yang terdiri dari plat atas dan bawah dengan
menggunakan bukal blok, bidang inklinasi untuk protusif mandibula (Heasman, 2003).
Tujuan utama terapi dengan Twin Blok yaitu untuk menambahkan panjang mandibula
dengan menstimulasi kenaikan pertumbuhan kartilago kondilus dan membatasi
pertumbuhan maksila (Baccetti dkk sit Sidlauskas, 2005).
Twin blok dibuat untuk gigitan protrusif dengan mengubah bidang inklinasi oklusal
menggunakan bidang inklinasi akrilik pada blok gigitan oklusal. Tujuannya yaitu
memajukan mandibula untuk mengoreksi maloklusi kelas II skeletal. Twin blok didesain
untuk digunakan selama 24 jam dalam sehari untuk mendapat manfaat yang maksimal dari
seluruh tekanan fungsional dengan menggunakan sistem alat sederhana yang diberikan
pada gigi geligi, termasuk tekanan mastikasi. (Clark, 2002).

2. Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi penggunaan Twin blok antara lain koreksi maloklusi kelas II,
pengembangan vertikal, koreksi vertikal—untuk menutup open bite anterior, ekspansi
lengkung dan menambahkan panjang lengkung(Clark dkk., 2004).
Kontraindikasi pada pasien dengan asimetris wajah yang sering terlihat pada pasien
dengan unilateral cross bite dan inklinasi gigi insisivus maksila tidak boleh terlalu verikal
atau ke lingual, maksila jika tidak dalam posisi yang benar karena menyebabkan twin
block tidak stabil (www.).
Walaupun sebagian besar maloklusi kelas II dapat dirawat dengan menggunakan
Twin Blok, namun ada beberapa pengecualian. Pemeriksaan profil merupakan petunjuk
klinis yang paling penting. Jika profil tidak membaik setelah mandibula dimajukan, hal ini
jelas merupakan kontraindikasi bagi pemajuan mandibula fungsional, dan harus dicari
perawatan alternatif lainnya (Clark, 2002).

3. Kelebihan dan kekurangan


Prinsip utama dari desain alat ini yaitu kesederhanaan. Penampilan pasien jadi
bertambah baik dengan menggunakan Twin blok yang pas. Twin blok didesain untuk
kenyamanan, estetis, dan efisien. Dengan memenuhi persyaratan tersebut, Twin Blok akan
memuaskan kedua belah pihak, baik pasien maupun operator (Clark, 2002).
Kelebihan Twin blok yaitu nyaman, dapat dipakai setiap saat, termasuk saat makan,
perawatan lebih cepat dan mudah, estetis, dapat digunakan oleh semua umur, lengkung
rahang atas dan bawah dapat dikontrol, penggabungan dengan alat ortodontik cekat lebih
mudah dibanding alat fungsional lainnya (Clark dkk., 2004).
Menurut Dyer dkk. (2002), Twin blok paling efektif dalam menghasilkan perubahan
vertikal dan sagital dibandingkan dengan alat fungsional lainnya. Perubahan tersebut
dicapai melalui perubahan skeletal mandibula dan dentoalveolar disamping pertumbuhan
normal.
Illing dkk. (1998) dalam jurnalnya menyebutkan salah satu kekurangan Twin blok
yaitu tidak dapat digunakan pada saat olahraga.

4. Perkembangan twin block


Teknik Twin blok menurut Clark dkk. (2004) adalah sebuah sistem yang
menggabungkan penggunaan blok rahang atas dan rahang bawah. Blok-blok tersebut
mereposisi mandibula dan mengalihkan arah tekanan oklusal untuk mencapai koreksi
maloklusi yang cepat. Alat ini merupakan alat lepasan yang paling terkemuka, karena dapat
mengoreksi maloklusi kelas II dengan cepat dan mudah.
Twin blok memiliki berbagai macam desain, di mana desain tersebut tergantung
indikasi ataupun kondisi rongga mulut pasien. Desain awal twin blok adalah desain yang
diciptakan oleh Dr. Clark. Banyak dokter yang menyukai desain Dr. Clark karena tidak
menggunakan labial arch, sehingga pasien tidak terganggu secara estetik. Bagian anterior
tidak banyak terdapat akrilik, sehingga pasien tidak terlalu terganggu saat berbicara.
Klamer pada desain Dr. Clark memberikan stabilitas yang baik serta retensi yang
maksimum (Clark dkk, 2004).

Blok di bagian belakang, untuk


Tidak ada akrilik di daerah
mengurangi gangguan di lingual sebelah posterior
anterior sehingga untuk menghilangkan ketidak
meningkatkan kenyamanan nyamanan pada rahang bawah

Tidak menggunakan molar


kedua sebagai retensi
Gambar 2. Desain asli twin blok oleh Dr. Clark.

Desain twin blok yang menjadi favorit orang dewasa adalah desain yang dibuat oleh
Dr. Broadbent dengan mengurangi akrilik yang berada di sekitar gigi anterior sehingga
pergerakan di daerah insisal menjadi lebih fleksibel dan pasien lebih nyaman dalam
berbicara (Clark dkk, 2004).
Dr. Mahony menciptakan desain twin blok yang memberi ruang bagi gigi yang
belum erupsi. Keuntungan dari desain ini adalah mengijinkan gigi premolar bawah tumbuh
sepanjang gigi molar bawah. Hal tersebut dapat mengurangi kebutuhan alat saat tahap
support. Adanya klamer di sepanjang rahang bawah memberikan kekuatan tambahan bagi
twin blok. Pada bagian oklusal diberi groove dan permukaan yang lebih kasar dengan
tujuan memudahkan pasien saat makan. Selain itu di daerah insisal diberi bitting surface
yang bertujuan membantu mastikasi. Labial arch pada rahang atas berperan sebagai
tambahan retensi, menjaga supaya insisal tetap pada lengkunganya serta menghentikan efek
headgear. Bukal groove pada akriliki bertujuan untuk mencegah distorsi pada klamer,
sehingga baik dokter ataupun pasien tidak perlu khawatir kehilangan retensi (Clark dkk,
2004).
Desain standar untuk maloklusi kelas II divisi 1 dengan deep bite. Desain ini
diindikasikan untuk gigi yang tidak berjejal dan rahang bawah yang masih dalam masa
perkembangan. Perkembangan rahang atas sekitar 2 mm untuk menyesuaikan rahang
bawah ketika oklusi kelas I sudah tercapai. Blok pada twin blok berfungsi untuk
mengkoreksi kelas II dan perkembangan vertikal. Pada rahang atas terdapat sekrup
ekspansi. Adanya jarak vertikal bertujuan agar molar bawah ekstrusi dengan mengurangi
blok pada molar atas sebanyak ½ mm setiap kontrol. Ekspansi rahang atas dengan memutar
skrup 1 putaran setiap minggu sampai rahang atas sesuai dengan rahang bawah.
Desain twin blok pada kasus kelas II divisi 1 dengan deep bite dan lengkung rahang
yang kecil maka baik pada rahang atas maupun plat rahang bawah diberi sekrup ekspansi.
Pada desain ini juga dilakukan pengurangan blok pada gigi molar atas agar molar bawah
erupsi. Pemutaran sekrup juga dilakukan 1 putaran setiap minggu, pada pasien anak-anak
dapat dilakukan 2 putaran setiap minggu hingga diperoleh lengkung rahang yang
diharapkan.
Untuk kasus kelas II divisi 2 dengan gigi anterior berjejal, maka pada pelat aktif
baik rahang atas dan bawah diberi sekrup ekspansi untuk perkembangan rahang ke arah
sagital. Penambahan panjang lengkung rahang dilakukan dengan pemutaran sekrup 1
putaran 4 hari sekali. Seperti halnya desain twin blok yang lain, dilakukan pengurangan
pada blok molar rahang atas sebanyak ½ mm agar molar rahang bawah erupsi
Twin blok dengan 3 sekrup digunakan pada kasus kelas II divisi 2 atau kondisi
anterior berjejal dan lengkung rahang yang sempit. Tiga buah sekrup tersebut bertujuan
untuk ekspansi rahang kea rah lateral dan antero-posterior. Beberapa kasus tertentu rahang
atas membutuhkan empat sekrup untuk memaksimumkan perkembangan rahang.
Pemutaran sekrup tergantung keinginan dokter. Semua sekrup dapat diputar sekaligus
dalam satu waktu satu putaran setiap minggu untuk mendapatkan perkembangan rahang
yang utuh. Bisa juga dilakukan pemutaran hanya pada sekrup di daerah midline satu
putaran setiap minggu, setelah dirasa cukup baru dilakukan pemutaran pada sekrup yang
lain.
Pada periode gigi bercampur dengan maloklusi kelas II maka dilakukan ekspansi
rahang. Pada plat atas dan bawah di beri sekrup di daerah midline. Retensi sangat
diharapkan pada periode gigi berjejal. Pada periode gigi bercampur tidak memerlukan
perkembangan rahang ke arah vertikal, sehingga blok pada gigi molar tidak perlu dikurangi.
Sekrup diputar satu putaran setiap minggu atau dua kali dalam seminggu jika perlu.
Twin blok juga dapat digunakan untuk mengkoreksi maloklusi kelas II dengan
open bite pada region anterior. Pada kasus ini, sudut 70º pada bagian interface sangat
penting dan harus diperhatikan. Ada kemungkinan molar bawah ekstrusi sehingga nantinya
menimbulkan open bite. Untuk mencegah hal tersebut, pada saat membuat gigitan pada
malam, kenyamanan pasien saat dokter melakukan reposisi mandibula sangat diperhatikan.
Twin blok diberi labial arch untuk menjaga gigi antertior tetap pada lengkung yang
diharapkan. Crib digunakan untuk menjaga lidah supaya tidak mendorong gigi anterior.
Pada plat rahang atas diberi sekrup di daerah midline untuk ekspansi rahang atas ke lateral.
Sama halnya dengan twin blok pada periode gigi bercampur, blok pada gigi molar tidak
perlu dikurangi, karena tidak membutuhkan perkembangan gigi ke arah vertikal. Sekrup di
aktifkan satu putaran setiap minggu.

5. Pembuatan gigitan pada twin block


Sebelum pemasukan desain twin blok ke lab, dokter perlu membuat bite
registration atau pencatatan gigitan yang sesuai dengan kondisi pasien. Dalam pembuatan
bite registration sebisa mungkin didapatkan gigitan yang baik, karena akan berpengaruh
pada keakuratan bentuk twin blok dan keefektifan dari perawatan twin block atau dengan
kata lain tidak perlu pengulangan tahapan pembuatan twin blck bila saat insersi tidak
sesuai dengan gigi pasien.
Cara untuk mendapatkan hasil pencatatan gigitan dapat dilakukan dengan
menggunakan malam yang dibentuk kotak yang cukup untuk menutup lengkung rahang
atas dari incisivus rahang atas hingga gigi molar satu permanen pada kedua sisi lengkung
rahang. Umumnya malam yang digunakan telah dibentuk dengan ketebalan malam sekitar
8-10 mm (Shah dan Sandler, 2009).
Setelah itu malam dihaluskan dengan memasukkan ke dalam air hangat sebentar
lalu dimasukkan ke dalam mulut pasien hingga malam berada di palatal gigi incisivus atas
dan ditekan pada gigi-geligi rahang atas sampai masuk sehingga di dapatkan tanda pada
malam dari gigi incisivus hingga region molar satu permanen. Hal ini akan membuat
operator secara akurat menaruh pada model studi (Shah dan Sandler, 2009).
Pada saat awal tahap penggigitan malam, pasien harus diinstruksikan bagaimana
cara untuk menggigit, karena untuk mengantisipasi terjadinya posisi mandibula yang maju.
Lalu mengecek agar pasien tetap nyaman menjaga kondisi tersebut (Shah dan Sandler,
2009).
Pada kasus klas II divisi 1 yang ringan dimana overjed kecil atau dengan kasus klas
2 divisi 2 aktivasi protrusi mungkin melebihi posisi edge to edge untuk mendapat aktivasi
otot yang cukup untuk mengoreksi relasi klas II pada segmen bukal. Jika terdapat
diskrepansi gigi anterior rahang atas dan bawah serta penyebab diskrepansi tersebut makan
harus dikoreksi. Jika diskrepansi gigi tersebut dikoreksi kemudian hari maka harus
membuat ulang pencatatan gigitan malam (Shah dan Sandler, 2009).
Pencatatan gigitan yang benar pada midline dapat dibantu dengan memberikan
pasien kaca, khususnya jika prosedur ini diulang-ulang sebelum memakai malam yang telah
dihaluskan. Kemudian pasien diminta untuk menggigit dengan posisi mandibula ke depan,
tetapi hal ini dilakukan dengan pelan-pelan sehingga beberapa intruksi penting untuk
merubah posisi mandibula dapat diberikan kepada pasien dan direspon dengan baik oleh
pasien dengan mereka menutup gigi mereka (Shah dan Sandler, 2009).
Setelah itu hasil penggigitan malam dikeluarkan dari mulut dan menggunakan
gunting atau alat pemotong malam untuk memotong setengah bagian permukaan oklusal
pada gigi posterior dan ujung incisal gigi anterior (Shah dan Sandler, 2009).
Hal yang penting dalam tahap ini adalah tepi dari gigitan malam berakhir pada
permukaan oklusal gigi. Setelah memotong hasil gigitan malam, gigitan tersebut perlu
dicek ulang di dalam mulut pasien untuk memastikan posisi antero-posterior, lateral dan
vertikal mandibula sudah didapatkan (Shah dan Sandler, 2009).
Gigitan malam yang ideal adalah dengan ketebalan sekitar 7-8 mm pada region
premolar. Dan alasan mengapa pasien diminta untuk menggigit dengan pelan-pelan adalah
agar operator dapat meminta untuk berhenti ketika posisi dengan ketebalan 8 mm telah di
dapat. Alasan membuat tinggi gigitan malam sekitar 7-8 mm pada region premolar adalah
pada ketebalan tersebut dapat mendorong pasien untuk menggigit pada posisi mandibula ke
depan yang cukup dan benar (Shah dan Sandler, 2009).
Gambar 3.1 Wax dilipat hingga keebalan 8 Gambar 3.2 Rahang atas dan palatum
– 10 mm dicetak

Gambar 3.3 Gigi rahang bawah diarahkan pada


Gambar 3.4 Hasil akhir gigitan
posisi edge to edge

Gambar 3.5 Tebal gigitan 7 – 8 mm

Pencatatan gigitan dapat juga dilakukan dengan menggunakan the exactobiter atau
projet bite gauge yang didesign untuk merekam catatan interoklusal yang protrusif atau
pencatatan gigitan pada wax untuk pembuatan alat twin block (Clark, 2002). Dilakukan
gigitan dengan hubungan incisal yang edge to edge dengan 2-3 mm gigitan terbuka antara
incisivus sentralis (Jena and Duggal., 2010). Hal ini akan menyediakan ruang pada
pemisahan anterior dari incisivus dengan variasi pada openbite posterior ( Lee dkk., 2007).

Gambar 3. Projet bite gauge


III.PEMBAHASAN

A. Lama Perawatan
Waktu yang digunakan pada fase-fase perawatan dari alat Twin Block dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Untuk fase aktif : penggunaan alat selama kurang lebih 6-9 bulan hingga tercapai
pengurangan overjet yang diinginkan dengan relasi gigi anterior yang baik, dan hubungan
oklusi distal
2. Untuk fase pendukung : penggunaan alat selama kurang lebih 3-6 bulan hingga gigi
molar rahang bawah memiliki oklusiyang baik dengan gigi molar rahang atas dan gigi
premolar rahang bawah erupsi untuk dapat berkontak dengan gigi premolar rahang atas.
3. Untuk fase retensi : penggunaan alat selama 9 bulan, dan lama waktu penggunaan dapat
dikurangi jika kontak antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas tercapai
(Clark, 2002)

B. Cara Kerja Alat


Pada penggunaan alat twin block, biasanya diperlukan ekspansi lengkung rahang
atas untuk dapat menyesuaikan rahang bawah sehingga posisi protusif dapat terkoreksi.
Alat twin block yang digunakan pada rahang atas memiliki skrew ekspansi untuk
melebarkan rahang atas. Klamer delta diletakkan pada molar atas, dan diberi tambahan
klammer ball-ended pada daerah distal dari kaninus, atau diletakkan di antara premolar atau
gigi molar. Alat yang digunakan pada rahang bawah merupakan twinblock yang simple
dengan klamer delta pada daerah premolar pertama dank lamer ball-ended pada daerah
mesial dari kaninus.

Gambar 4. Twin Block Rahang Atas Gambar 5.Twin Block Rahang bawah

Perawatan twin block bisa dikategorikan menjadi 2 tahapan perawatan. Pada


tahapan perawatan fase aktif, twin block digunakan untuk mengoreksi relasi anteroposterior
dan untuk mendapatkan vertikal dimensi yang tepat. Ketika fase ini telah tercapai, maka
twin block dilepas dan dilanjutkan fase pendukung dengan penggunaan alat Hawley yang
dilengkapi dengan peninggi gigitan anterior, yang kemudian digunakan untuk mendukung
posisi gigi posterior sampai gigi tersebut erupsi sempurna sehingga tercapai oklusi yang
baik.
Tahap 1 – Fase Aktif
Twin Block dapat digunakan sebagai alat untuk mengoreksi secara fungsional posisi
mandibula yang secara skeletal adalah maloklusi kelas 2 menjadi maloklusi kelas 1,
menggunakan peninggi gigitan posterior yang terdapat pada regio gigi posterior untuk
membimbing mandibula sehingga memiliki hubungan yang baik terhadap maksila. Pada
semua mekanisme terapi fungsional, koreksi sagital tercapai lebih dahulu sebelum koreksi
vertical dari gigi posterior. Dimensi vertical dapat dikoreksi dengan penggunaan bite blocks
oklusal pada gigi posterior
Gambar 6. Pengurangan bite blocks posterior alat Twin Block
Penggunaan bite blocks oklusal akan menambah dimensi vertical pada orang
dengan kasus maloklusi kelas II. Peningkatan dimensi vertical dapat tercapi dengan cara
pengurangan seidkit demi sedikit bagian bite block posterior rahang atas. Pengurangan ini
akan membuat gigi molar rahang bawah akan mengalami erupsi sebagai usaha
mendapatkan oklusi dengan gigi antagonisnya (Gambar.6). Pengurangan dilakukan sedikit
demi sedikit yaitu sekitar 1-2 mm, untuk mencegah erupsi gigi molar bergerak kea raah
lateral Pengurangan terus dilakukan bila gigi molar rahang bawah sudah mengenai bite
blocks posterior yang sudah dikurangi pertama kali. Fase aktif akan berakhir bila gigi molar
rahang bawah berkontak dengan baik dengan gigi molar rahang atas dan didapatkan koreksi
overjet, dan overbite. Tahapan perawatan akan dilanjutkan dengan fase pendukung.
Tahap 2- Fase Pendukung
Tujuan dari fase pendukung dari tahapan perawatan dengan alat Twin Block adalah
untuk mempertahankan hubungan yang benar antara inklinasi gigi-gigi anterior rahang atas
dan bawah, sampai hubungan oklusi segmen bukal tercapai. Pada fase ini, alat twin block
pada rahang bawah dilepas, sedangkan alat twin block pada rahang atas diganti dengan alat
lepasan Hawley dengan peninggi gigitan anterior (Gambar.7).

Gambar 7. Alat Hawley dengan peninggi gigitan anterior


Fungsi peninggi gigitan anterior selain untuk mempertahankan posisi gigi anterior rahang
bawah terhadap rahang atas, juga digunakan untuk mendapatkan oklusi tepat dari gigi-gigi
premolar : yang belum terkoreksi pada fase aktif ; terhadap gigi premolar rahang atas
(Gambar 8). Penggunaan busur labial sendiri untuk membantu menjaga gigi anterior rahang
bawah tidak tumbuh kea rah labial. Perawatan fase pendukung akan berakhir bila semua
gigi-gigi rahang bawah dapat berkontak dengan baik dengan gigi-gigi rahang atas (Gambar
9).

Gambar 8. Pergerakan erupsi gigi Gambar 9. Kontak akhir gigi


premolar bawah rahang bawah dengan atas

Perawatan dengan menggunakan alat twin block dilanjutkan ke tahap akhir yaitu
tahap retensi. Tahap retensi inii menggunakan alat yang sama denganfase pendukung yaitu
alat Hawley dengan peninggi gigitan anterior. Apabila hubungan antara gigi-gigi rahang
bawah dan rahang atas sudah cukup adekuat, penggunaan alat dapat dibatasi hanya
digunakan pada mala hari saja.

C. Efek Perawatan
Penggunaan alat twin block efektif untuk koreksi maloklusi kelas II. Perawatan
dengan alat twin block berdampak pada perubahan posisi gigi-geligi, perubahan sagital, dan
dapat mengurangi overjet maupun overbite.
Penggunaan twin block pada pasien dengan maloklusi kelas II memiliki efek
menahan pertumbuhan maksila dan meningkatkan petumbuhan mandibula. Menurut
Sidlauskas (2005) pemakaian alat twin block secara signifikan akan meningkatkan panjang
mandibula (melalui pengukuran dari titik diskus artikularis ke titik pogonion) sebesar 2,4
mm dalam jangka waktu penggunaan twin block selama 6 bulan dan adanya perubahan titik
pogonin yang lebih maju (1,7 mm). Panjang mandibula yang bertambah juga ditemui pada
penelitian yang dilakukan oleh Lund dan Sandler (1998) di mana setelah penggunaan twin
block selama 12 bulan, panjang mandibula dari titik artikularis ke pogonion sebesar 2,4
mm, sedangkan menurut Toth dan McNamara (1999), terjadi peningkatan panjang
Condylus-Gnathion sebesar 3 mm dari penggunaan twin block selama 16 bulan.
Penggunaan alat twin block secara signifikan akan mengurangi besar overjet
sebanyak 4,8 mm dan pengurangan overbite sebesar 3,3 mm (Sidlauskas, 2005). Penelitian
dari Sidlauskas (2005) tersebut mengindikasikan bahwa koreksi overjet terjadi dari
kombinasi 40 % koreksi skeletal dan 60 % koreksi dentoalveolar. Penelitian dari Lund dan
Sandler (1998) penggunaan twin block dapat mengkoreksi overjet melalui retroklinasi
incisivus maksila sebesar 10,80 dikombinasi dengan proklinasi incisivus mandibula sebesar
7,90. Studi dari Trenouth (2000) menunjukkan bahwa koreksi overjet terjadi dari kombinasi
retroklinasi gigi incisivus atas sebesar (-14,370) dan koreksi sudut ANB (-2,60) yang didapat
dari peningkatan sudut SNB sebesar 2,00 dan pengurangan sudut SNA sebesar 0,6 0, selain
itu twin block juga memberikan pengaruh dilihat dari perhitungan linear (Ar-B + 6,4 mm;
Co-B + 6,43 mm; Ar-Po + 6,57 mm; Co-Po + 7,17 mm)
DAFTAR PUSTAKA
Banks, P., and Carmichael, G., 1999. Stepwise Overjet Reduction with a Modified Twin-
Block Appliance, Journal of Clinical Ortodontics, 33(11):620-623

Bishara, S.E.,2004.,Textbook of Orthodontic,W.B Saunders Company,Philadelphia

Clark, W.J., 2002, Twin Block Functional Therapy, 2nd ed., Mosby, Sydney, hal:20-21.

Clark, W., Broadbent, J., Mahony, D., Gerber, J., 2004, Twin Block Designs Manual, Johns
Dental Laboratories Technical Bulletin, 800/457-0504, www.johnsdental.com.

Dewanto, Harkati. 1993. Aspek-aspek epidemiologi maloklusi.gadjah mada University


press: Yogyakarta

Dyer, F.M.V., Mckeown, H.F., Sandler, P.J., 2001, The Modified Twin Block Appliance in
the Treatment of Class II Division 2 Malocclusions, journal of Orthodontics,
Vol.28:271-280

Illing, H.M., Moris, D.O., Lee, R.T., 1998, A prospective evaluation of Bass, Bionator and
Twin Block appliances. Part I—the hard tissues, European Journal of Orthodontics,
20:501-516.

Jena, A.K and Duggal, R., 2010. Treatment Effects of Twin-Block and Mandibular
Protraction Appliance-IV in the Correction of Class II Maloclution, Angle
Ortodontist, 80(3):485- Kidner, G., Dibiase, A., Dibiase, D., 2003. Class III Twin
Block: A Case Series. Journal of Orthodontics. 30: 197 – 201.491.

Lee, R.T., Kyi, C.S., Mack, G.J., 2007. A Controled Trial of the Effects of the Twin Block
and Dynamax Appliance on the Hard and Soft Tissues, The European Journal of
Orthodontics, 2993):272-282

Mokhtar, Mundiyah., 1974, Penuntun Kuliah Orthodonti, Bagian Orthodonti Fakultas


Kedokteran Gigi USU, Medan.

Shah, A.A., Sandler, J., 2009, How to… Take a Wax Bite for a Twin Block Appliance,
Journal of Orthodontics, 36:10-12
Sidlauskas, A., 2005, The effects of the Twin-Block appliance treatment on the skeletal and
dentoalveolar changes in Class II Division 1 malocclusion, Medicina (Kaunas),
41(5).

www.johnsondental.com

You might also like