You are on page 1of 30

A.

PENGERTIAN BELAJAR

Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Karena telah sangat dikenal sekali mengenai belajar, seakan-akan orang
telah mengetahui dengan sendirinya apakah yang dimaksud dengan belajar.namun
jika ditanyakan kepada diri kita sendiri, maka akan muncul sebuah pertanyaan apakah
yang dimaksud dengan belajar itu??

Belajar adalah suatu proses didalam kepribadian manusia, perubahan tersebut


ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai defenisi dari belajar, antara lain :
Definisi belajar menurut Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975).
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan
respon pembawaan kematangan.

Menurut Gagne dalam buku The Condition of Learning (1977) Belajar terjadi apabila
sesuatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

Morgan memberikan definisi belajar adalah Setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Wetherington berpendapat belajar yaitu suatu perubahan didalam kepribadian yang


mengatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.

Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses
perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam
Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya
terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan
perilaku.

Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian


belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam
competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills),
dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari
masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Bertitik tolak dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan belajar adalah suatu
proses dinamika kehidupan manusia untuk memperoleh perubahan kemampuan,
keterampilan dan sikap baik oleh karena stimulus yang berasal dari luar maupun dari
dalam diri sendiri yakni berupa pengalaman sampai akhir hayatnya.

1
B. TEORI BELAJAR

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar
yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-


hukum belajar, diantaranya:

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

 Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa


kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
 Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :

 Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika


dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
 Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

 Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan


stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2
 Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya
adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons
tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga
akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang
dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes
material into their mind from the environment, which may mean changing the
evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to
one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.

3
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-
kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif
yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Implikasi teori pemroresan bagi robert gagne :

1. Sebelum melakukan pembelajaran seorang guru diharapkan memberikan


motivasi atau dorongan bagi siswa agar antusias dalam belajar
2. Memberikan pemahaman kepada siswa baik gambaran umum sampai
aplikasinya di masyarakat
3. Lakukan pemerolehan informasi dari berbagai referensi
4. Lakukan penyimpanan dan tranfer materi yang diberikan kepada siswa
5. Lakukan ingatan kembali kepada siswa berupa tanya jawab
6. Generalisasi atau perlakuan secara terus – menerus
7. Berikan umpan balik dimana dapat mencakup seluruh materi yang telah
disampaikan

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut
Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu


menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila

4
figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran
antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku


“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi
otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku
dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah,
bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih
mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang
lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh
lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting


dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-
unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-
unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses

5
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-
prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

E. Teori Belajar Bermakna

Teori yang disampaikan oleh David Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru
harus dapat mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang
bermakna. Bermakna yaitu materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada
dalam struktur kognisi siswa.

Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa,
terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau
mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan
lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka,
lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.

Langkah-langkah atau implikasi yang biasanya dilakukan untuk menerapkan


belajar bermakna Ausebel sebagai berikut :

1. Advance Organizer (Handout)

Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara
mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa
yang akan disampaikan guru.

6
2. Progressive Differensial

Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal
atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai
dengan contoh-contoh.

3. Integrative Reconciliation

Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep
yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.

4. Consolidation

Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan
sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.

F. Teori belajar kognitif oleh Gagne

Strategi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang


fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan atau
kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses
belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne,
1974).

Implikasi teori belajar Kognitif oleh gagne bagi pembelajaran, antara lain :
1. memperhatikan dan melakukan pengamatan secara efektif

2. Meng-encode materi yang dihadapi untuk penyimpanan jangka panjang (image


forming, focusing, scanning dsb)

3. Mengingat kembali (retrival), (mnemonic system, visual images, rhyming)


4. Pemecahan masalah

G. Teori Kognitif: Pendekatan Konstruktivisme

Pada dasarnya pengetahuan yang kita miliki adalah konstruktivisme (bentukan) kita
sendiri (Von Glaseserfeld, 1996). Seseorang yang belajar akan membentuk
pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia
baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial
(Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut dibentuk melalui interaksi
dengan lingkungannya.

Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka pembelajar harus bisa
menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu
konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses

7
pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun
(Bettencourt, 1989).

Pandangan Konstruktivisme

Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu


kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya
(Bettencourt, 1989).Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban
yang benar (Von Glasersfeld, 1989).

Gagasan Konstruktivisme Tentang Pengetahuan

Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam


membangun pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori
dan struktur yang berbeda. Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat
berpengaruh dalam kontribusi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).

Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Pengetahuan

1. Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge)

2. Domain pengalaman (Domain Of Experience)

3. Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure)

Makna Belajar Dalam Konstruktivisme

a. Belajar berarti membentuk makna

b. Konstruksi merupakan proses yang terus menerus

c. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan


pemikiran dengan membuat pengertian

Peran Dalam Pembelajaran Konstruktivisme

a. Menyediakan pengalaman belajar

b. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa

c. Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif

d. Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa

Proses Pembelajaran Konstruktivisme

a. Orientasi (Apersepsi)

b. Elisitasi, Pengungkapan ide siswa

8
c. Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan
mengevaluasi ide baru)

Evaluasi Dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi


dan permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal

Strategi Pembelajaran Konstruktivisme

Antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar
mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative
learning.

Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar

Berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri


pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif
berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.

H. Teori belajar aktif Dave Meier

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave
Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002),
mengemukakan bahwa konsep guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid)
menentukan sekali terhadap kegiatan belajar yang direncanakan dan dikelolanya.
Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang memandang manusia
hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam
kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat
ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam
belajar seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi
yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual
(V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model
pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual.

Implikasi teori belajar aktif bagi pembelajaran :

1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran

2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.

3 – Kerjasama membantu proses belajar.

4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.

5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.

9
C. PRINSIP – PRINSIP BELAJAR

Mari kita sejenak mengkaji bersama-sama prinsip-prinsip belajar dan


pembelajaran. Sebenarnya, prinsip-prinsip yang dimaksud dapat kita jumpai dalam
berbagai sumber kepustakaan psikologi. Namun untuk mudahnya, dalam pembahasan
ini akan dikemukakan prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan oleh Rothwal (1961)
sebagai berikut:

1. Prinsip Kesiapan (Readiness)

Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau
readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan
dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas
khusus. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam
belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini
ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil
belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan
seseorang dapat belajar.

Berdasarkan dengan prinsip kesiapan ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai


berikut:

1. Seorang individu akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya bila tugas-tugas


yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat dan
latar belakangnya.

2. Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Hal ini mengandung arti
bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan muridnya untuk
mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.

3. Jika seseorang individu kurang memiliki kesiapan untuk sesuatu tugas,


kemudian tugas itu seyogianya ditunda sampai dapat dikembangkannya
kesiapan itu atau guru sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan siswa.

4. Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua
orang siswa yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat berbeda
dalam pola kemampuan mentalnya.

5. Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogianya divariasikan sesuai dengan faktor


kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.

10
2. Prinsip Motivasi (Motivation)

Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah
suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu
dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan
melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya
didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua
anak.

Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogianya kita
perhatikan.

1. Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan


biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan
untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini.
2. Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan
mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang
tidak merusak citra diri siswa dapat memperkuat kemampuan memelihara
kesungguhannya dalam belajar.
3. Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para siswa.
Contohnya seorang murid yang mengharapkan bantuan dari gurunya bisa
berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena
keinginan untuk mencapai seauatu.
4. Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri,
atau keyakinan diri. Seorang anak yang temasuk pandai atau kurang juga bisa
menghadapi masalah.
5. Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan
motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi
tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap siswa diberi dorongan yang
sama untuk melakukan sesuatu.
6. Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa
sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
7. Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap
motivasi dan perilaku.
8. Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas,
memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan
bukan karena ingin belajar.
9. Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila
kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi
dalam mencapai tujuan.
10. Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam
suasana belajar yang memuaskan.
11. Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat
mempertinggi motivasi.

11
3. Prinsip Persepsi

“ Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami


situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu
melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini
mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-
muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu
situasi tertentu.

Berkenaan dengan persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita
perhatikan:

1. Setiap pelajar melihat dunia berbeda satu dari yang lainnya karena setiap
pelajar memiliki lingkungan yang berbeda. Semua siswa tidak dapat melihat
lingkungan yang sama dengan cara yang sama.

2. Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan tujuan, sikap, alasan,


pengalaman, kesehatan, perasaan dan kemampuannya.

3. Cara bagaimana seseorang melihat dirinya berpengaruh terhadap perilakunya.


Dalam sesuatu situais seorang pelajar cenderung bertindak sesuai dengan cara
ia melihat dirinya sendiri..

4. Para pelajar dapat dibantu dengan cara memberi kesempatan menilai dirinya
sendiri. Guru dapat menjadi contoh hidup. Perilaku yang baik bergantung pada
persepsi yang cermat dan nyata mengenai suatu situasi. Guru dan pihak lain
dapat membantu pelajar menilai persepsinya.

5. Persepsi dapat berlanjut dengan memberi para pelajar pandangan bagaimana hal
itu dapat dilihat .

6. Kecermatan persepsi harus sering dicek. Diskusi kelompok dapat dijadikan


sarana untuk mengklasifikasi persepsi mereka.

7. Tingkat perkembangan dan pertumbuhan para pelajar akan mempengaruhi


pandangannya terhadap dirinya.

12
4. Prinsip Tujuan

“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada
saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus dicapai.

2. Dalam menetapkan tujuan seyogianya mempertimbangkan kebutuhan individu


dan masyarakat

3. Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi
kebutuhannya.

4. Tujuan guru dan murid seyogianya sesuai

5. Aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat dan


pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku.

6. Tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang


dicanangkannya dan yang dapat ia capai.

7. Perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi


perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau
prestasinya menurun.

8. Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk
para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan
dapat diterima para pelajar.

5. Prinsip Perbedaan Individual

“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”

Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas


sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-
tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal
memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan

13
latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi
pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.

Berkenaan dengan perbedaan individual ada beberapa hal yang perlu diingat:

1. Para pelajar harus dapat dibantu dalam memahami kekuatan dan kelemahan
dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan kegiatan, tugas
belajar dan pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda.
2. Para pelajar perlu mengenal potensinya dan seyogianya dibantu untuk
merenncanakan dan melaksanakan kegiatannya sendiri.
3. Para pelajar membutuhkan variasi tugas, bahan dan metode yang sesuai
dengan tujuan , minat dan latarbelakangnya.
4. Pelajar cenderung memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan
pengalamannya masa lampau yang ia rasakan bermakna untuknya. Setiap
pelajar biasanya memberi respon yang berbeda-beda karena memang setiap
orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai pengalamannya.
5. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar lebih diperkuat bila
individu tidak merasa terancam lingkungannya, sehingga ia merasa merdeka
untuk turut ambil bagian secara aktif dalam kegiatan belajar. Manakala para
pelajar memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berbuat sebagai individu,
upaya untuk memecahkan masalah motivasi dan kreativitas akan lebih
meningkat.
6. Pelajar yang didorong untuk mengembangkan kekuatannya akan mau belajar
lebih giat dan sungguh-sungguh. Tetapi sebaliknya bila kelemahannya yang
lebih ditekankan maka ia akan menunjukkan ketidakpuasannya terhadap
belajar.

6. Prinsip Transfer dan Retensi

“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan


hasil belajar dalam situasi baru”.

Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam
situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan
seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang
dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.

Berkenaan dengan proses transfer dan retensi ada beberapa prinsip yang harus kita
ingat.

1. Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif
untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latuhan untuk dipelajari dapat
meningkatkan retensi.
2. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.

14
3. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis dimana proses
belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogianya dilakukan dalam suasana
yang nyata.
4. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang baik. Suasana belajar
yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar
dengan retensi yang lebih baik daripada proses belajar yang berkepanjangan.
Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan
kebutuhan para pelajar.
5. Penelaahan bahan-bahan yang faktual, keterampilan dan konsep dapat
meningkatkan retensi dan nilai transfer.
6. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
7. Sikap pribadi, perasaan atau suasana emosi para pelajar dapat menghasilkan
proses pelupaan hal-hal tertentu. Karena itu bahan-bahan yang tidak disepakati
tidak akan dapat diserap sebaik bahan-bahan yang menyenangkan.
8. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang
sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Kemungkinan lupa terhadap bahan
yang lama dapat terjadi bila bahan baru yang sama yang dituntut.
9. Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan
baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan
penerapan prinsip yang dipelajari dan dengan memberikan illustrasi unsur-
unsur yang serupa.
10. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila
hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam
situasi yang agak sama dibuat.
11. Tahap akhir proses seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik
generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan
transfer.

7. Prinsip Belajar Kognitif

“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.

Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan


masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk
perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental
yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu dapat terjadi pada
berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif.

1. Perhatian harus dipusatkan kepada aspek-aspek lingkungan yang relevan


sebelum proses-proses belajar kognitif terjadi. Dalam hubungan ini pelajar
perlu mengarahkan perhatian yang penuh agar proses belajar kognitif benar-
benar terjadi.

15
2. Hasil belajar kognitif akan bercariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan
individual yang ada.
3. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata, kemampuan membaca,
kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar
kognitif.
4. Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satauan atau unit-
unit yang sesuai.
5. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dari konsep amatlah penting .
Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat
diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
6. Dalam pemecahan masalah para pelajar harus dibantu untuk mendefinisikan
dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai,
menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan berpikir menyebar
(divergent thinking).
7. Perhatian terhadap proses mental yang lebih daripada terhadap hasil kognitif
dan afektif akan lebih memungkinkan terjadimya proses pemecahan masalah,
analisis, sintesis dan penalaran.

8. Prinsip Belajar Afektif

“ Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan


dirinya dengan pengalaman baru”.

Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak
hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar
afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi
dorongan, minat dan sikap individu.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses belajar afektif.

1. Hampir semua aspek kehidupan mengandung aspek afektif.


2. Hal bagaimana para pelajar menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap
situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
3. Suatu waktu, nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak
akan melekat sepanjang hayat. Nilai, sikap dan perasaan yang tidak berubah
akan tetap melekat pada keseluruhan proses perkembangan.
4. Sikap dan nilai sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain dan
bukan hasil dari belajar langsung.
5. Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.

16
6. Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku
kelompok.
7. Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat.
Pelajar yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat belajar lebih
mudah daripada yang memiliki masalah.
8. Belajar afektif dapat dikembangkan atau diubah melalui interaksi guru dengan
kelas.

Pelajar dapat dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka mengenal
dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap, perasaan dan
frustasi sangat perlu untuk membantu pelajar memperoleh pengertian diri dan
kematangannya.

9. Proses Belajar Psikomotor

Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu


mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspek mental
dan fisik.

Berkenaan dengan hal itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan


dasar psikomotor.
2. Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
3. Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf
penampilan psikomotor.
4. Melalui bermain dan aktivitas nonformal para pelajar akan memperoleh
kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
5. Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan pelajar untuk memadukan
dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
6. Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cdakupan
penampilan psikomotor individu.
7. Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar dapat
menambah efisiensi belajar psikomotor.
8. Latihan yang cukup yang diberi dalam rentan waktu tertentu dapat membantu
proses belajar psikomotor. Latihan yang bermakna seyogianya mencakup
semua urutan lengkap aktivitas psikomotor dan tempo tidak bisa hanya
didasarkan pada faktor waktu semata-mata.

10. Prinsip Evaluasi

Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini
dan selanjutnya.

Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji


kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya
dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu
mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang
berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan

17
hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai
pengalamannya.

Berkenaan dengan evaluasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
2. Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi
pelajar.
3. Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam
evaluasi dan belajar.
4. Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru
dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
5. Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan
guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat
memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
6. Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan
siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
7. Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.

Skema Prinsip Belajar

Kesiapan

Motivasi

Persepsi

Tujuan

Prinsip

Perbedaan individual

Transfer / referensi

Kognitif, afektif, psikomotor

Evaluasi

D. GAYA BELAJAR

18
1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang
bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan
( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih
banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang
berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya
langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai
gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk
mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka
dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka
mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual :

² Bicara agak cepat

² Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi

² Tidak mudah terganggu oleh keributan

² Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar

² Lebih suka membaca dari pada dibacakan

² Pembaca cepat dan tekun

² Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata

² Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato

² Lebih suka musik dari pada seni

² Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali
minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.

2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.

3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.

4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).

5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

19
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang 2 saja.
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga
( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan
siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar
auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang
disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan
hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim
bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal
lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :

² Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri

² Penampilan rapi

² Mudah terganggu oleh keributan

² Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat

² Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

² Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

² Biasanya ia pembicara yang fasih

² Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

² Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

² Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual

² Berbicara dalam irama yang terpola

² Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :

1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.

2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.

3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.

5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.

20
3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang


mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan
melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan
mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar
ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :

² Berbicara perlahan

² Penampilan rapi

² Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan

² Belajar melalui memanipulasi dan praktek

² Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

² Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

² Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

² Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

² Menyukai permainan yang menyibukkan

² Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu

² Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang


mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:

1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.

2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak


dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).

3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.

4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.

5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

E. KETERAMPILAN BELAJAR SISWA

21
1. Ketrampilan Intelektual

Pada pembahasan terdahulu telah dikemukakan pencapaian huan/pemahaman dan


pengertian (aspek kognitif), serta sikap dan setaijutnya kita akan bicarakan tentang
pencapaian aspek keterampilan yang perlu mendapat perhatian guru dalam kegiatan
belajar-mengajar yang dikelolanya. Pencapaian aspek keterampilan ini lebih banyak
ditentukan siswa dalam aktivitas belajar secara langsung dan terprogram. Aspek ini
tidak mungkin tercapai hanya dengan membaca buku teks atau mendengarkan guru
semata-mata. Pencapaian aspek keterampilan ini hanya : dicapai dengan mengerahkan
seluruh potensi yang ada pada siswa itu sendiri

Keterampilan ini bertalian dengan kemampuan untuk mewujudkan pengetahuan


dan pengertiannya ke dalam perbuatan. Meliputi penggunaan dan aplikasi pendekatan
yang rasional, sehingga dapat diperkenalkan kepada masyarakat Kemampuan ini
memerlukan perkembangan pemikiran yang Kritis pada subjek didik. Keterampilan
ini antara lain meliputi:

a) Keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi melalui


pengumpulan fakta, bacaan, mendengarkan penjelasan dari nara sumber (guru
dan Iain-lain) melalui antisipasi aktif dalam diskusi, kunjungan ke lapangan
dan sebagainya.
b) Keterampilan berpikir, menafsirkan dan mengorganisasikan informasi yang
dipilih dari berbagai sumber, membentuk konsep, merangkumnya kembali dan
membentuk generalisasi sesuai dengan jenjang kemampuan berpikir siswa.
c) Kemampuan mengkritik informasi dan membedakan mana fakta yang opirii.
Dengan keterampilan ini siswa dapat berpikir kritis, dapat menunjukkan mana
informasi yang fakrual dan mana yang tidak.
d) Keterampilan membuat keputusan berdasarkan mereka mampu mengambil
keputusan dengan profesional, tidak asal menyamaratakan saja.
e) Keterampilan memecahkan masalah, menerapkan hasil temuan dalam sistem
baru. Termasuk di dalamnya kemampuan memprediksi, memperkirakan hal-
hal yang bisa/akan terjadi di masa depan.
f) Keterampilan menggunakan media: globe, peta, grafik, label, dan sebagainya
sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Keterampilan ini sangat diperlukan
dalam rangka penafsiran atas fakta-fakta dalam memperoleh pengetahuan
tentang sesuatu.
g) Keterampilan menyusun laporan, menggunakan peta, mengadakan observasi,
melakukan wawancara dan mengadakan penelitian sederhana.

Keterampilan ini mengantarkan. siswa kepada penyelesaian tugas-tugas kegiatan


belajar dan kesiapan dalam menghadapi masalah-masalah (termasuk masalah sosial)
yang ada dihadapannya.

Untuk memperoleh keterampilan intelektual tersebut di atas siswa perlu dilatih


dalam berbagai kegiatan belajar-mengajar. Disinilah pentingnya pendekatan CBSA
dilakukan guru dan diterapkan secara sungguh-sungguh dalam strategi dan metode
belajar yang dikembangkan. Guru perlu mengembangkan metode mengajar yang
dapat menunjang pengembangan potensi intelektual siswa (di samping potensi
lainnya).

22
Dengan mengembangkan belajar-mengajar yang fungsional seperti dikemukakan
di muka misalnya dengan metode memecahkan masalah (Prob-fm Solving) atau
melalui model-model program lainnya misalnya Program leipadu (multidiciplinary
model) yang mengacu kepada topik-topik yang ditentukan dalam kurikulum sasaran
pencapaian keterampilan itu dapat dicapai.

2. Keterampilan Personal

Keterampilan personal ini sebetulnya tidak dapat dipisahkan dari keterampilan


intelektual. Namun dalam pemahamannya ditekankan kepada keterampilan yang
sifatnya mandiri.

a) Keterampilan ini ada yang bersifat praktis disebut juga keterampilan


psikomotor, seperti keterampilan berbuat, berlatih serta mengkordinasi indera
dengan anggota badan. Keterampilan praktis ini nampak dalam hal
kemampuan siswa menggambar, membuat peta, membuat model dan
sebagainya.
b) Keterampilan studi dan kebiasaan kerja. Misalnya keterampilan menentukan
lokasi kerja, mengumpulkan data, menggunakan reference material, membuat
kesimpulan dan Iain-lain. Dengan- latihan yang benar siswa diberi peluang
untuk memiliki percakapan belajar mandiri dan bekerja mandiri
c) Keterampilan bekerja dalam kelompok. Keterampilan ini berkenaan dengan
kemampuan seseorang di dalam kelompok seperti: menyusun rencana,
memimpin diskusi, menilai pekerjaan secara bersama. Keterampilan ini sangat
penting dimiliki seseorang dalam mengembangkan pengalamannya. Qleh
sebab itu keterampilan ini hanya dapat diraih melalui serangkaian pengalaman
dan berkembang secara bertahap
d) Keterampilan akademik atau Keterampilan belajar (Continuing Learning
Skills), Keterampilan ini memungkinkan seseorang terampil belaja.-sepanjang
hayat. Keterampilan ini sangat esensial dimiliki oleh seha: orang dalam
konsep belajar seumur hidup. Sesungguhnya dalam Keterampilan belajar
inilah terletak sendi-sendi kemampuan belajar mandiri. Tentu saja untuk
tingkat pendidikan dasar sasarannya adalah baru dalam tahapan
mengembangkan segenap potensi diriny a di kemudian hari, siswa memiliki
semangat, kemampuan dan kepercayaan diri yang sehat.
Yang terpenting adalah bahwa dalam diri siswa tertanam semanga: untuk
belajar terus sepanjang hayatnya.
e) Keterampilan lainnya, antara lain: Keterampilan fisik
Keterampilan politik agar melek politik sesuai dengan perkembangar usia dan
kemampuan berpikirnya). Keterampilan pengembangan emosional (emotional
growth) sebaga. saran utama dalam rangka kemampuan untuk mengendalikan
diri

3. Keterampilan Sosial

23
Keterampilan ini meliputi kehidupan dan kerjasama, belajar memberi dan
menerima tanggung jawab, menghormati hak-hak orang lain, membina kesadaran
sosial. Dengan dimilikinya keterampilan ini maka siswa mampu berkomunikasi
dengan sesama manusia, lingkungannya di masayarakat secara baik, hal ini
merupakan realisasi dari penerapan IPS dalam kehidupan bermasyarakat.

Oleh karena materi studi sosial sangat luas bahan kupasannya, maka upaya
guru untuk membantu siswa-siswa mengembangkan keterampilan/ kemampuan
memahami masalah-masalah yang terkandung di dalamnya lurus diintegrasikan
sebagai bagian dari bahan pengajaran IPS.

Di samping dilatih kemampuannya dalam berbagai kemampuan tersebut, da


satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan guru adalah bagaimana guru mendorong
siswa untuk lebih gemar membaca, mencari dan mengolah informasi sesuai dengan
kemampuannya. Siswa agar memiliki kebiasaan untuk memahami latar belakang
informasi memahami struktur bahan prngajaran, mengerti peristilahan-peristilahan
yang sulit/baru, mengikuti porkembangan zaman dan sebagainya.
Diharapkan akan tumbuh kesadaran dari mereka tujuan mereka
inembaca/mempelajari materi kajian. Bersikap kritis terhadap bahan kajian dan
mampu mengevaluasi terhadap apa yang sudah dipelajarinya sehingga dia merasa
memiliki kemampuan untuk memberikan kesimpulan dan keputusan

F. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEGIATAN BELAJAR

24
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yakni:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan rohani
siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan motivasi idealis yang membantu seseorang dalam belajar.
Seseorang yang memiliki motif internal akan lebih kuat dalam proses belajarnya dan
tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya. Motif internal lahir dari
perenungan tentang konsep diri (filosofis) yang mempertanyakan manfaat belajar itu
sendiri. Seseorang belajar tentunya karena sadar akan ketidaktahuan dirinya
menguasai suatu pengetahuan atau keterampilan. Seseorang yang sadar akan
ketidaktahuan dirinya menguasai  suatu pengetahuan atau keterampilan, maka ia akan
berusaha sekuat tenaga untuk mempelajarinya. Inilah motif internal dalam diri
manusia untuk memulai proses belajar.

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yaitu:
• Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
• Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah)

a). Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas
siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika
disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta
(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk
mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan
memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara
tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab kesalahan pola makan-minum dan
istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental
siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan
indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan dalam menyerap informasi
dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam
penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register
dalam menyarap item-item informasi yang bersifat yang bersifat echoic dan iconic
(gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi
yang dilakukan oleh system memori tersebut.

b. Aspek Psikologis

25
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah
siswa yang pada imumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
1). Tingkat Kecerdasan/ Intelegensi Siswa,
2). Sikap Siswa,
3). Bakat Siswa,
4). Minat Siswa dan Motivasi Siswa

1. Intelegensi Siswa

Intelegensi pada umunya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk


mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat (Reber, 1988). Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,
melainkan juga kualiitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus
diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih
menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan
“menara pengontrol” hampir selruh otak manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi
kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya unuk meraih
sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka
semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses. Selanjutnya, di antara siswa-
siswa yang mayoritas berintelegensi normal itu mungkin terdapat satu atau dua orang
yang tergolong gifted child atau talented child, yaitu anak sangat cerdas dan anak
sangat berbakat.

2. Sikap Siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merspons (respons tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap
objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif dan negatif. Sikap (attitude)
siswa yang positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran yang anda sajikan
merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya,
sikap negatif siswa terhadap anda dan mata pelajaran anda, apalagi jika diiringi
kebencian kepada anda atau kepada mata pelajaran anda dapat menimbulakan
kesulitan belajar siswa tersebut.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa seperti tersebut di
atas, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan siap positif terhadap dirinya
sendiri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi vaknya. Dalam hal bersikap positif
terhadap mata pelajarannya, seorang guru sangat dianjurkan untuk senantiasa
menghargai dan mencintai profesinya. Guru yang demikian tidak hanya menguasai
bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga mampu meyakinkan
kepada para siswa akan manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka. Dengan
menyakini manfaat bidang studi tertentu , siswa akan merasa
membutuhkannya, dan dari persaan butuh itulah muncul sikap positif terhadap bidang
studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarkannya.

3. Bakat Siswa

26
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dilmilki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber,
1988). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti
berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas
masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah
sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar
biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yaitu anak berbakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro, misalnya,
akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang
berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah yang
kemudian disebut bakat khusus (specific aptitude) yang konon tak dapat dipelajari
karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir). Sehubungan dengan hal
di atas, bakat akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang-
bidang studi tertentu. Oleh karenanya adalah hal yang tidak bijaksana apabila orang
tua memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian
tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu. Pemaksaan
kehendak terhadap seorang siswa, dan juga ketidaksadaran siswa terhadap bakatnya
sendiri sehingga ia memilih jurusan keahlian tertentu yang sebenarnya bukan
bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadapkinerja akademik (academic performance)
atau prestasi belajarnya.

4.1. Minat Siswa

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak
termasuk istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada
faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi
dan kebutuhan.
Namun terlepas dari masalah popular atau tidak, minat seperti yang dipahami dan
dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar
siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh
minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak
daripada siswa lainnya. Kemudian,karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap
materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk balajar lebih giat, dan akhirnya
mencapai prestasi yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini sebaiknya berusaha
membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam
bidang studinya dengan cara yng kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap
positif seperti terurai di muka.

4.2. Motivasi Siswa

Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun
hewan yang mondorongnya utuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi
berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Gleitman,
1986; Reber, 1988).
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu: 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah haldan
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk

27
melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan
menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk
kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun motivasi ekstrinsik adalah
dan keadaan yang dating dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk
melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/ tata tertib sekolah, suri
teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi
ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan
motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan
menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran
materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
Dalam prespektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah
motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada
dorongan atau pengaruhorang lain. Selanjutnya, dorongan mencapai prestasi dan
dorongan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan juga member
pengaruh kuat dan relativ lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau
dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah seluruh faktor yang mendukung proses belajar di luar motif
idealis yang dibahas di atas. Faktor eksternal meliputi peran dari orang tua, pengajar,
dan lingkungan sekitar. Faktor ini sering terabaikan yang diakibatkan oleh sifatnya
hanya tekanan atau paksaan yang diterima oleh murid. Murid yang telah menganggap
belajar hanya sebagai paksaan atau perintah pengajar, maka belajar baginya hanya
sekedar tuntutan kewajiban, yang jika tidak dilakukan akan mendapatkan hukuman. 
Kondisi yang dapat mengurangi motivasi belajar murid adalah ketika guru
mendominasi proses belajar maka murid dijadikan sebagai objek pasif yang hanya
mendengarkan dan mentaati semua perintah guru.

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yaitu:

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan social sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi semanagt belajar seorang siswa. Para guru yang selalu
menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri telladan yang
baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan rajin
berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

Selanjutnya, yang termasuk lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga
juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi
masyarakat di lingkungan kumuh (slum area) yang serba kekurangan dan anak-anak
penganggur, misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling
tidak, siswa tersebut akan menelukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau
berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.
Lingkungan social yang lebih banyak yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik
pengolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),
semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan
hasil yang dicapai oleh siswa. Contoh: kebiasaan yang diterapkan orang tua siswa

28
dalam mengelola keluarga (family management practices) yang keliru, seperti
kelalaian orang tuadalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak lebih
buruk lagi. Dalam hal ini, bukan saja anka tidak mau belajar melainkan juga ia
cenderung berperilaku menyimpang yang berat seperti antisocial (Patterson & Loeber,
1984).

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya,
rumah temppat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca
dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di pandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Rumah yang sempit dan berantakan
serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan
remaja (seperti lapangan voli) misalnya, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke
tempat-tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan
perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar (studi time preference) seperti
pagi atau sore hari, seorang ahli bernama J. biggers (1980) berpendapat bahwa belajar
pada pagi hari lebih efektif daripada belajar pada waktu-waktu lainnya. Namun,
menurut penelitian beberapa ahli learning style (gaya belajar), hasil belajar itu tidak
bergantung pada waktu secara mutlak, tetapi bergantung pada pilihan waktu yang
cocok dengan kesiapsiagaan siswa (Dunn at al, 1986). Di antara siswa ada yang siap
belajar pagi hari, ada pula yang siap pada sore hari, bahkan tengah malam. Perbedaan
antara waktu dan kesiapan belajar inilah yang menimbulkan perbedaan study time
preference antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Namun demikian, menurut hasil penenlitian mengenai kinerja baca (reading
performance) sekelompok mahasiswa di sebuah universitas di Australia Selatan, tidak
ada perbedaan yang berarti antara hasil membaca pada pagi hari dan hasil membaca
pada sore hari. Selain itu, keeratan korelasi antara study time preference danegan hasil
membaca pun sulit dibuktikan. Bahkan merka yang lebuh senang belajar pada pagi
hari dan dites pada sore hari, ternyata hasilnya tetap baik. Sebaliknya, ada pula di
antara mereka yang lebih suka belajar pada sore hari dan dites pada saat yang sama,
namun hasilnya tidak memuaskan (Syah,1990).
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini sering
dipercaya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, tak perlu dihiraukan. Sebab,
bukan waktu yang penting dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item
informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.

3. Faktor Pendekatan Belajar


Pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan
siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa
sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau tujuan belajar tertentu
(Lawson,1991).
Di samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah
dipaparkan di muka, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf
keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa
mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk
meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan
belajar surface atau reproductive.

29
Kriteria pengajar yang diharapkan adalah:

 Pengajar mampu memahami perbedaan sifat dan karakteristik siswa yang satu
dengan yang lainnya, sehingga dapat menjamin proses belajar dapat berjalan
secara dinamis.
 Pengajar mampu berdialog secara rasional untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada.
 Pengajar yang mampu menciptakan, memperkaya, dan menyesuaikan metode
mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat siswanya.
 Pengajar  yang mampu melibatkan siswanya dalam proses pembelajaran
dengan keyakinan bahwa semua siswanya dapat belajar secara aktif
 Pengajar  memahami  bidang ilmu yang diajarkan dan mampu
menghubungkan dengan bidang ilmu lain serta menerapkannya dalam dunia
nyat

internal

Pendekatan belajar

eksternal

30

You might also like