You are on page 1of 11

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : BUDY HARTONO

NPR : C252070264

PROGRAM STUDY : PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN

JUDUL PENELITIAN : KAJIAN KESESUAIAN SUMBERDAYA TERUMBU


KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA
BAHARI DI KELURAHAN PULAU ABANG KOTA BATAM

KOMISI PEMBIMBING : Dr. Ir. FREDINAN YULIANDA. M.Sc


Dr. Ir. BUDY WIRYAWAN. M.Sc

BIDANG ILMU : ILMU HEWAN

HARI/TANGGAL :

WAKTU :

TEMPAT : RUANG DISKUSI FPIK LANTAI 3


Suitability Analysis of Coral Reef Resources for Development of Marine
Ecotourism at Kelurahan Pulau Abang Batam1

Budy Hartono2, Fredinan Yulianda3, Budy Wiryawan4

ABSTRACT

A coral reef ecosystem, as one of the main habitat on a coast, physically


serves to protect the beach from currents and waves. Ecologically, it serves as
habitat for marine life and as a protected, feeding, spawning, and nursing ground. In
addition to these qualities, the beauty of coral reef can be used as an attraction for
marine tourism. Coastal and marine tourism have become a big business that is a
significant part of the growing global tourist industry. For example, diving and
snorkeling are very popular. The main goals of this research are: 1) to explore the
condition and potential of the coral reef resources and fishes and the water quality of
the coast at Pulau Abang, Batam, 2) to analyze the environment and coral reef
ecosystem capacity for tourism development, 3) to create a development of
strategies. The survey from 18 stations, using the Line Intercept Transect (LIT)
method, shows that life cover coral from 38.8% to 84.9% of the stations. Generally,
the type of corals that is mostly found is Non-Acropora. The Acropora type is rarely
found. Approximately 6 to 14 species of coral life-forms and 6 to 19 fish families
which include 17 to 66 different species are found at each station.The result of
suitability analysis from 3 stations, snorkeling marine tourism is categorized very
suitable (S1). The rests of the stations are categorized suitable (S2). However the
other 3 station are categorized not suitable (S3). The results of suitability analysis of
marine tourism category diving from one station is considered very suitable to be
developed for diving interest. On the other hand the rest of the stations are
considered suitable category. The Carrying Capacity Area for snorkeling and diving
is anywhere from 25 to 493 persons per day. By using of Scenic Beauty Estimation
Method, in general 69.5 % has very high value. Residents and visitors alike have a
positive view for the marine tourism development. They would like to see the
conservation of the coral reef and economic benefits. The strategic plans for the
development of marine tourism at Kelurahan Pulau Abang, are as follow: 1) To
optimize the management and utilization of the coral reef, 2) To prevent coral reef
damage when using marine resources, 3) To control coral reef damage, 4) To
develop policies for the promotion of coral reef tourism in the Pulau Abang area, 5)
To follow rules and laws, 6)To improve community skills and build or provide
facilities to support marine tourism activities, 7) To develop an information system
and improve the infrastructure to manage marine tourism, 8) To develop and
strengthen structures that involves stakeholders.

Key words: coral reef, ecotourism, snorkeling, diving, carrying capacity,


management strategy.
PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan komunitas yang unik di antara komunitas laut
lainnya dan mereka terbentuk seluruhnya dari aktivitas biologi. Pada dasarnya
karang merupakan endapan padat kalsium karbonat (kapur) yang diproduksi oleh
binatang karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-
organisme lain penghasil kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah menunjukan bahwa
karang ini termasuk kelompok binatang dan bukan kelompok tumbuhan. Binatang
karang ini masuk ke dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Scleractinia
(Baker et al. 1991).
Ekosistem terumbu karang sebagai salah satu ekosistem utama di kawasan
pesisir secara fisik memiliki peran sebagai pelindung pantai dari hempasan arus
dan gelombang. Secara ekologis memiliki peran sebagai habitat bagi berbagai
biota laut untuk tempat berlindung, mencari makan, untuk spawning dan nurseriy
ground. Selain itu dengan keelokan dan keindahan terumbu karang, dapat
dijadikan salah satu objek daya tarik wisata bahari. Pemanfaatan terumbu karang
yang cukup berkembang saat ini dapat dijadikan sebagai salah satu pemanfaatan
jasa-jasa lingkungan dalam bentuk wisata bahari seperti diving (menyelam) dan
snorkelling. Diving (menyelam) dan snorkling merupakan bentuk wisata bahari
yang sangat digemari.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui potensi dan kondisi sumber daya
terumbu karang, ikan karang serta kualitas perairan di Perairan Kelurahan Pulau Abang.
(2) Mengkaji kesesuaian kawasan dan daya dukung ekosistem terumbu karang untuk
pengembangan ekowisata bahari (3) Membuat strategi pengembangan ekowisata
bahari.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan April – Juni 2009 di perairan Kelurahan
Pulau Abang Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi penelitian di plot
menjadi 18 stasiun pengamatan.

Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah peta dasar (basemap)
yang sudah didigitasi, perahu bermotor, pita roll meter, peralatan scuba diving,
camera under water, GPS, alat tulis bawah air dengan kertas tahan air ukuran A4.
Untuk data kualitas perairan digunakan peralatan seperti Seschi disk, thermometer
dan refractometer.

Metode
- Data Komunitas Karang
Identifikasi terumbu karang menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997). Teknis pelaksanaan di
lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 50
m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam.
Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-50 m. Semua biota dan substrat
yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.
Pengamatan biota pengisi habitat dasar penyusun ekosistem terumbu
karang didasarkan pada bentuk pertumbuhan (lifeform) yang memiliki kode-
kode tertentu (English et al. 1997).
- Data Ikan Karang
Untuk ikan karang metode yang digunakan yaitu Underwater Fish Visual
Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah
kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 50 m dicatat jenis dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 50 ) =
250 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada buku identifikasi ikan
karang dari Steene dan Allen (1994).

- Data Sosial Masyarakat


Untuk mengetahui persepsi masyarakat atau pengunjung dalam rangka
pengembangan kegiatan wisata bahari dan juga nilai visual suatu objek yang
ada dikawasan tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Analisis Data
Data Ekologis
a. Persentasi Penutupan Karang
Data persentase penutupan terumbu karang kemudian dikatrgorikan
berdasarkan Gomez dan Yap (1988)
b. Ikan Karang
Kelimpahan ikan karang, index keanekaragaman (H), dominansi (C), dan
keseragaman (E) berdasarkan Krebs, 1989.

Analisis Matriks Kesesuaian untuk Snorkling, Selam dan Analisis Indeks


Kesesuaian Wisata
Analisis kesesuaian pemanfaatan wisata bahari mencakup penyusunan
matriks kesesuaian setiap kategori ekowisata bahari yang ada pada setiap stasiun
pengamatan, pembobotan dan pengharkatan, serta analisis indeks kesesuaian
setiap kategori wisata bahari.
a. Matriks Kesesuaian untuk Snorkling
Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling mempertimbangkan
tujuh (7) parameter dengan empat (4) klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian
wisata snorkling antara lain kecerahan perairan, tutupan karang, jenis lifeform,
jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan
datar karang (Yulianda, 2007)
b. Matriks kesesuaian untuk selam
Kesesuaian wisata bahari dalam kategori wisata selam mempertimbangkan
enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata
bahari kategori wisata selam antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas
karang (karang keras, karang lunak dan biota lain), jenis lifefrom, jenis ikan
karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang (Yulianda, 2007).
Berdasarkan parameter – parameter tersebut disusun matriks kesesuaian.
Kelas-kelas kesesuaian pada matriks tersebut menggambarkan tingkat kecocokan
dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Dalam penelitian ini, kelas
kesesuaian dibagi dalam tiga kelas: (1) Kelas S1 : Sangat sesuai (highly suitable); (2)
Kelas S2 : Sesuai (Suitable); (3) Kelas S3 : Tidak sesuai (Not Suitable).
Analisis Nilai Daya Dukung Kawasan
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK).
DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung
dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan
pada alam dan manusia.

Analisis Nilai Visual Objek Wisata Bahari


Untuk menentukan nilai visual pengembangan wisata bahari yaitu menggunakan metode
Scenic Beauty Estimation (SBE).

Analisis Persepsi Masyarakat atau Pengunjung dalam Pengembangan


Ekowisata Bahari di Perairan Pulau Abang
Untuk menganalisis tanggapan pengunjung atau masyarakat terhadap
delapan pernyataan yang terdapat pada kuesioner digunakan metode Analisis
Komponen Utama (PCA). Responden diminta untuk menilai pernyataan penilaian
mereka tentang terumbu karang yang terkait dengan kegunaan dan manfaat
terumbu karang

Analisis SWOT Untuk Strategi Pengelolaan


Analisis strategi pengelolaan merupakan analisis untuk memperoleh strategi
yang akan dilakukan dalam mengelola kawasan konservasi dan kawasan wisata
bahari. Atas dasar hasil analisis yang didapat selanjutnya dilakukan analisis
rencana pengelolaan kawasan sumber daya terumbu karang di perairan Pulau
Abang Kota Batam untuk ekowisata bahari dengan menggunakan metode analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) mengikuti Rangkuti, 1997.
Analisis ini dilakukan dengan menerapkan kriteria kesesuaian dengan data
kuantitatif dan deskripsi keadaan.
HASIL

Kondisi Terumbu Karang


Distribusi persentase tutupan karang hidup pada setiap stasiun dapat dilihat pada
Gambar 1, dan persentase tutupan kategori biota dan substrat dapat dilihat ada Gambar
2.
.
Gambar 1. Distribusi persentase tutupan karang hidup per satasiun.
Gambar 2. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring
dengan metode LIT, di P.Abang dan sekitarnya.

Kelimpahan Ikan Karang


Hasil pengamatan ikan karang di 12 stasiun transek permanen (stasiun 01
– stasiun 12), dicatat sebanyak 149 jenis ikan karang yang termasuk dalam 27
famili, dengan nilai total kelimpahan ikan karang sebesar 7333 individu.
Sedangkan hasil pengamatan di transek bebas, 6 stasiun (stasiun 13 – stasiun 18)
dicatat sebanyak 52 jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 famili, dengan
nilai total kelimpahan ikan karang sebesar 5073 individu.

Kesesuaian untuk Snorkling, Selam dan Indeks Kesesuaian Wisata


Kesesuaian Kawasan Wisata Snorkelling
Data analisis kesesuaian kawasan wisata kategori wisata snorkeling dapat
dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Analisis kesesuaian kawasan wisata bahari kategori wisata snorkeling.

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa total nilai skor tertinggi berada pada stasiun
7 dengan nilai IKW 88 %, disusul stasiun 1 dan stasiun 15 dengan nilai IKW 86
% dengan kategori sangat sesuai (S1). Sedangkan stasiun 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12,
13, 16, 17 dan 18 masuk ke dalam kategori sesuai (S2), sedangkan stasiun 5,6 dan
14 masuk kedalam kategori tidak sesuai (S3) untuk dikembangkan sebagai
kawasan wisata bahari untuk kegiatan snorkeling karena memiliki nilai IKW
antara < 50 %.

Kesesuaian Kawasan Wisata Selam


Dari data analisis penilaian kesesuaian kawasan wisata bahari kategori
wisata selam tertera pada Gambar. 7 terlihat bahwa total nilai skor tertinggi
berada pada stasiun 15 dengan nilai IKW 89% dengan kategori sangat sesuai (S1).
Sedangkan stasiun lainnya masuk dalam kategori sesuai (S2) dijadikan sebagai
kawasan wisata bahari untuk kegiatan selam karena memiliki nilai IKW antara 50
- < 83%.

Gambar 4. Analisis kesesuaian kawasan wisata bahari kategori wisata selam

Daya Dukung Kawasan


Bila dilihat dari posisinya, ke-18 stasiun pengamatan pada transek
permanen dan transek bebas yang dilakukan di perairan Batam bisa
dikelompokkan ke dalam 3 area yang meliputi wilayah I yaitu wilayah yang
terletak di sekitar P. Petong (terdapat 3 stasiun), wilayah II yang terletak di sekitar
P. Abang Kecil dan P. Abang Besar (10 stasiun), dan wilayah III yang terletak di
sekitar P. Dedap dan Pengelap (5 stasiun).
DDK ditujukan untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung yang
secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu
tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Hasil penelitian
menunjukkan daya dukung kawasan untuk wisata snorkeling berkisar antara 25
orang (P. Petong bagian barat) sampai dengan 493 orang (P. Pengelap bagian
timur).
Bila kita lihat per area, maka untuk wilayah I atau perairan Pulau Petong
(stasiun 7 - 9) memiliki DDK untuk wisata snorkelling dan diving paling rendah
dibanding dua kawasan lainnya hanya sebesar 204 orang. Sedangkan wilayah II
(P. Abang Kecil dan P. Abang Besar atau stasiun 1 – 6 dan stasiun 15 – 18)
memiliki DDK yang paling tinggi yaitu sebesar 1825 untuk snorkeling dan 2135
orang/hari untuk diving. Untuk wilayah III yang berada di sekitar P. Pengelap
(stasiun 10 – 14) dengan nilai DDK sebesar 1192 untuk snorkelling dan 1473
orang/hari untuk diving.
Analisis Nilai Visual Objek Wisata Bahari
Hasil perhitungan SBE menunjukkan bahwa bilai tertinggi adalah 148,78
dan nilai terendah adalah 0,00. Ada kecendrungan ikan karang dan karang
mendominasi nilai SBE tertinggi. Untuk karang terutama karang yang kelihatan
polipnya dan karang lunak dengan berbagai warna yang menarik.

Persepsi Masyarakat atau Pengunjung dalam Pengembangan Wisata Bahari


Namun apabila jawaban responden tersebut dianalisa lebih lanjut
menggunakan Analisa Komponen Utama (PCA), memperlihatkan bahwa delapan
pernyataan tersebut mengungkapkan 3 faktor utama yaitu:
1. Faktor pertama, dapat dinamakan ‘konservasi dan manfaat ekonomi’.
2. Faktor kedua tersebut dinamakan ‘konservasi dan sumber pengetahuan’.
3. Faktor ketiga dinamakan sebagai ‘manfaat ekonomi’

Arahan Strategi Pengelolaan Kawasan Ekowisata Bahari


Dalam analisa SWOT, data-data mengenai aspek-aspek biofisik,
lingkungan, sosial dan ekonomi dilakukan identifikasi sebagai faktor-faktor
internal dan eksternal pengembangan ekosistem terumbu karang. Arahan strategi
pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata di perairan Kelurahan P. Abang
sebagai berikut:
- Pemanfaatan dan Pengelolaan Terumbu Karang Secara Optimal
- Pengelolaan kawasan wisata bahari dengan berbagai upaya
pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang.
- Pengendalian dampak kerusakan ekosistem terumbu karang.
- Kebijakan pengelolaan wisata terpadu dan mempromosikan
keberadaan lokasi ekowisata di perairan P. Abang.
- Menjalankan dan menegakkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku.
- Meningkatkan kemampuan masyarakat dan membangun atau
menyediakan fasilitas penunjang kegiatan ekowisata di perairan P.
Abang.
- Mengembangkan system informasi dan meningkatkan sarana dan
prasarana pengelolaan ekowisata bahari.
- Memperkuat dan mengembangkan sistem kelembagaan yang
melibatkan stakeholders.

PEMBAHASAN

Kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling dan diving


Berdasarkan klasifikasi yang dikemukaan Yap dan Gomez (1984), maka
kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian dari 18 lokasi transek, dicatat
bahwa 4 lokasi memiliki pertumbuhan karang dengan kategori ”sangat baik” (>
76 %), 8 lokasi dengan kategori ”baik”, (51 – 75 %) dan 6 lokasi dengan kategori
”sedang” atau cukup baik (26 – 50 %).
Secara umum jenis terumbu karang yang paling banyak dijumpai di daerah
penelitian adalah jenis karang Non-Acropora, jenis karang Acropora hanya sedikit
dijumpai bahkan ada empat (4) stasiun yang tidak ditemukan jenis karang
Acropora. Stasiun 12 yang berada di sekitar Pulau Pengelap memiliki persentase
tutupan karang hidup untuk jenis Acropora tertinggi dengan 16,5% disusul
dengan stasiun 13 yang berada di Pulau Pelintang (di sekitar Pulau Pengelap)
sebesar 10,2%.
Persentase tutupan karang hidup masing-masing lifeform penting diketahui
untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing lokasi penyelaman. Karena
daya tarik jenis / lifeform yang ada di masing-masing lokasi penyelaman berbeda-
beda dan data ini sangat diperlukan oleh wisatawan, apalagi bagi mereka yang
sudah mempunyai kemampuan dan pengalaman menyelam. Seperti misalnya
stasiun 18 yang berada di teluk Elong, stasiun ini mempunyai karakteristik yang
berbeda dibandingkan dengan stasiun lainnya karena memiliki persentase
penutupan sea anemone (SA) sebesar 8,66%, berdasarkan nilai SBE SA dan
clown fish (Amphiprion chrysopterus) tersebut memiliki nilai daya tarik visual
yang tinggi.
Dari tujuh parameter yang dinilai untuk kesesuaian wisata snorkelling
yaitu kecerahan perairan, tutupan komunitas karang hidup, jenis lifeform. jenis
ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar
karang, sementara untuk kesesuaian wisata selam hanya enam parameter yang
dinilai (kecuali lebar hamparan karang). Secara umum kawasaan perairan Pulau
Abang berdasarkan nilai IKW, ada yang sangat sesuai dan sesuai untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari kategori snorkeling dan diving.
Hanya ada tiga stasiun (stasiun 5, 6 dan 14) yang tidak sesuai dikembangkan
sebagai kawasan wisata snorkeling, namun stasiun-stasiun tersebut masih sesuai
untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata diving, bila dilihat dari parameter
kesesuaiannya ketiga stasiun ini memiliki persentase life cover coral yang rendah
dibandingkan dengan stasiun lainnya (< 41,03%), dan persentase kecerahan
dibawah 80%.
Dari hasil pengamatan lapangan, secara umum kondisi kecerahan perairan
pulau abang masih dalam kondisi baik, begitu juga dengan jumlah ikan karang
dan tutupan serta jenis lifeform terumbu karang masih punya potensi yang baik
untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata karena faktor-faktor tersebut
sangat penting untuk dapat memberikan kepuasan bagi wisatawan.
Berdasarkan analisis kesesuaian untuk wisata bahari perairan P. Abang
masih cukup baik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkeling dan
diving. Namun Enam stasiun yang memiliki kedalaman perairan 3 – 5 meter yaitu:
di sekitar P. Petong (stasiun 7, 8 dan 9); P. Abang Kecil bagian barat (stasiun 1);
P. Abang Besar (stasiun 3) dan P. Pelintang (stasiun 13), stasiun-stasiun ini
berdasarkan nilai IKW, satu stasiun sangat sesuai (S1) dan stasiun lainnya sesuai
(S2) dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkelling, sedangkan untuk
kategori wisata selam enam stasiun tersebut berdasarkan nilai IKW sesuai untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata selam. Karena kedalaman perairan yang
terbatas di enam stasiun ini maka perlu pembatasan kegiatan menyelam di daerah
ini dan mengoptimalkan kegiatan snorkelling.
Untuk meminimalisir dampak yang disebabkan oleh aktivitas snorkeling
maka kedalaman perairan area terumbu karang harus cukup memadai untuk dapat
membuat seseorang tetap mengapung, guna menghindari kontak fisik secara
langsung dengan terumbu karang.

Daya Dukung Kawasan untuk Pengembangan Wisata Bahari


Secara umum DDK untuk kategori wisata snorkelling dan diving hampir
sama, hanya untuk kategori wisata snorkelling terdapat tiga stasiun yang tidak
sesuai dikembangkan untuk lokasi kegiatan wisata snorkelling (P. Abang Beesar
bagian utara, P. Abang Besar bagian timur dan P. Dedap) dari ketiga area atau
tersebut diatas kawasan Pulau Petong memiliki nilai DDK paling rendah dari dua
area lainnya, hal ini dikarenakan jumlah transek yang diambil hanya tiga stasiun.
Dixon et al. (1993) menggunakan data tutupan karang, keanekaragaman
jenis, dan intensitas penyelaman di Taman Laut Bonaire Karibia, untuk
memperkirakan daya dukung ekologi terumbu karang disana hanya mampu
menampung 4000 – 6000 orang penyelam / lokasi / tahun, sedangkan Schleyer
and Tomalin. (2000) mengemukankan DDK maksimum 7000 penyelam/tahun di
Sodwana Bay Afrika Selatan.

Persepsi Masyarakat atau Pengunjung dalam Pengembangan Wisata Bahari


Berdasarkan hasil Analisa Komponen Utama (PCA) yang tersaji pada
Tabel 20, memperlihatkan bahwa hasil penggabungan pernyataan penilaian
responden ke dalam tiga faktor utama, hal ini didasarkan pada nilai eigenvalue >
1, ketiga faktor utama tersebut:
1. Konservasi dan manfaat ekonomi
Dari persepsi masyarakat atau pengunjung berdasarkan pernyataan responden
mengenai penilaian mereka tentang terumbu karang diketahui bahwa lebih
banyak yang menginginkan dilakukannya upaya konservasi ekosistem terumbu
karang. Disamping itu juga harus ada manfaat secara ekonomi yang didapat
dari salah satunya melalui kegiatan pariwisata.
2. Konservasi dan sumber pengetahuan
Faktor dominan yang kedua yang dinamakan konservasi dan sumber
pengetahuan ini sesuai dengan salah satu konsep pengembangan ekowisata
yaitu “Pendidikan konservasi lingkungan” yang mendidik pengunjung dan
masyarakat akan pentingnya konservasi (Yulianda 2007).
3. Manfaat ekonomi
Yang terakhir faktor yang berhubungan dengan ekonomi karena pariwisata
dapat memberikan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir,
sehingga secara ekonomi dapat memberikan insentif untuk konservasi, dan
membantu mengurangi ketergantungan pada kegiatan perikanan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka (Brandon 1996, Gilman 1997, Brown
2002).
SIMPULAN
Berdasarkan potensi terumbu karang dan ikan karang serta kualitas
perairan, secara umum perairan di Kelurahan Pulau Abang masih memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkelling dan diving, dari
18 stasiun yang dianalis kesesuaiannya, hanya 3 stasiun yang tidak sesuai (S3)
untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari kategori wisata snorkelling,
namun untuk kesesuaian kategori wisata selam tidak ada stasiun yang masuk
kategori tidak sesuai (S3).
SARAN
Karena potensi terumbu karang perairan P. Abang cukup luas perlu
kiranya dilakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan penilaian awal kawasan
penyelaman lainnya secara detail dan evaluasi terhadap kepekaan khusus di
kawasan tersebut yang berhubungan dengan kerusakan akibat penyelaman
(misalnya jenis, bentuk karang dan lain sebagainya).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Coralreef Rehabilitation and


Management Program Phase II (COREMAP II) Departemen Kelautan dan
Perikanan yang telah mendanai pendidikan dan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Allison, W. 1996. Snorkeler damage to reef corals in the Maldive islands. Coral
Reefs 15: 215-218.
Baker VJ, PJ Moran, CN Mundy, RE Reichelt, dan PJ Speare. 1991. A guide to
the reef ecology database. The Crown-of-Thorns Study. Australia
Institute of marine Science: Townsville. 48pp.
Brandon, K. 1996. Ecotourism and Conservation: A Review of Key Issues. The
World Bank. Washington, D.C., USA. pp.56
Brown, K. 2002. Innovations for conservation and development. The
Geographical Journal 168: 6-17.
Dixon, J., L. Scura, and T. Van'tHof. 1993. Meeting ecological and economic
goalsmarine parks in the Caribbean. Ambio 22: 1 17-125.
English, S, C. Wilkinson, V. Baker. 1997. Survey Manual for tropical Marine
Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources,
Australian Institut of Marine Science.
Gilman, E. 1997. Community Based and Multiple Purpose Protected Areas: A
Model to Select and Manage Protected Areas with Lessons from the
Pacific Islands. Coastal Management 25: 59-9 1.
Gomez, E.D, Alino P.M. Yap H.T. and Licuanan W.Y. 1994. A Review of The
Status of Philiphina Reef . Marine Pollution Bulletin 29 (1 – 3): 62 -68
PP.
Krebs C J. 1989. Ecological Methodology. Harper & Row Publishers. New York.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT : Teknik membedah kasus bisnis-reorientasi
konsep perencanaan strategi untuk menghadapi abad 21. Cet ke-10. Jakarta :
gramedia pustaka umum.
Rogers, C., L. McLain, and E. Zullo. 1988. Damage to coral reefs in Virgin
Islands National Park and Biosphere Reserve from recreational
activities. Pages 2:405- 41 0. Proceedings of the Sixth International
Coral Reef Symposium.
Steene R, Allen G. 1994. Indo- Pasific Coral Reef field Guide. Singapore:
Tropical Reef Research.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. Seminar Sains Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor.
Schleyer, M., and B. Tomalin. 2000. Damage on South Afi-ican coral reefs and
an assessment of their sustainable diving capacity using a fisheries
approach. Bulletin of Marine Science 67: 1025- 1042.

You might also like