Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Tanuwidjaja, Gunawan.1
1
MSc. Environmental Management (NUS), S.T. (ITB)
Urban Planner & Researcher
Green Impact Indonesia
Integrated Urban, Drainage and Environmental Planning and Design
Email: gunteitb@yahoo.com
Website: http://greenimpactindo.wordpress.com/
Pengantar
Menanggapi tentang pertanyaan beberapa Media Massa mengenai Isu Pembangunan
Apartemen Bersubsidi di Kota Jakarta dan Seminar Nasional UK Petra, Arsitektur [di] Kota
“Hidup dan Berkehidupan di Surabaya” 27 Mei 2010, kami mencoba mengumpulkan
pemikiran – pemikiran kami berkaitan dengan Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di
Indonesia / “More Sustainable Urban Revitalisation in Indonesia”.
Paper ini memang ditujukan untuk memberikan saran bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Kota – Kota Besar di Indonesia dalam menyikapi pertambahan sekitar 90 juta orang di Kota –
Kota Besar Indonesia dalam jangka waktu 20 tahun mendatang yang diungkapkan oleh Dr
1
Ing. Jo Santoso yang diungkapkan pada Seminar UK Petra tsb.
Populasi dunia yang meningkat dari 2.521 milyar pada tahun 1950 menjadi 6.782 milyar pada
2009, menunjukkan ancaman pertumbuhan populasi terhadap daya dukung perkotaan.
2
Selanjutnya peningkatan populasi urban dari 30% pada 1950 menjadi 50% pada 2007. Hal
ini telah juga menyebabkan tekanan berat pada kawasan perkotaan dan terjadinya “urban
sprawling”/ perkembangan kota secara horisontal yang tidak terkendali. Dan hal ini
selanjutnya diprediksi akan menghasilkan Kota – Kota Mega atau “Mega Cities” di negara
negara berkembang. Diperkirakan 60 Kota Mega akan muncul pada 2015, seperti Singapura,
Hong Kong, Jakarta, Mumbai, Bangkok and Manila (Schultz, 2006).3
1
Bagaimana dengan Kota – Kota Besar di Indonesia? dengan pertambahan sekitar 90 juta
total penduduk di dalam kota – kota ini menurut Dr. Jo Santoso di atas, maka perkembangan
kota akan semakin padat, semakin kumuh serta semakin sulit dikendalikan. Tentu saja hal ini
perlu diantisipasi dengan strategi yang menyeluruh, terintegrasi serta aplikatif dengan kondisi
di Indonesia. Solusi inilah yang ingin kami paparkan lebih lanjut.
Jika kita evaluasi permasalahan di atas maka terlihat begitu peliknya permasalahan Kota –
Kota di Indonesia. Mungkin pernyataaan ini malah menimbulkan keputusasaan dari
pengamat Perkotaan. Tetapi sebaliknya dengan keterbatasan di atas, maka kita dapat
menyusun sebuah Strategi Revitalisasi Kota yang Lebih Berkelanjutan di Indonesia.
Konsep baru yang berbeda dengan konsep Revitalisasi Kota di negara maju seperti
Singapura, Eropa, Amerika. Selain itu juga mempertimbangkan diversitas atau ke-Bhinneka-
an masyarakat Indonesia.
Secara teoritis memang tetap diperlukan sebuah upaya Perencanaan Tata Ruang
Komprehensif berbasis Ekologis yaitu: “Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi
keanekaragaman hayati (kondisi ekologi), kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi
fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam
prosesnya perencanaan infrastruktur lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan
2
limbah dan sampah, konservasi energi, dan lain-lain harus diintegrasikan. Serta melibatkan
5
peran serta para pemegang kepentingan (stakeholders) dlm penentuan tata ruang tsb.”
Konsep di atas tetap harus dilakukan walaupun membutuhkan waktu, sumber daya
profesional yang cakap serta ketersediaan data sekunder. Kami melihat Rencana Tata
Ruang Terintegrasi ini sangat diperlukan untuk menjaga pembangunan Kota menuju arah
yang berkelanjutan. Selain itu perlu dicatat bahwa kepentingan masyarakat perlu diwadahi
dalam perencanaan agar Rencana ini dapat dilaksanakan sebaik mungkin dan dengan konflik
sosial yang seminimal mungkin.
Untuk memperjelas penerapan ini kami mengambil kasus Jabodetabekjur. Perlu dilakukan
kajian ulang mengenai kelayakan lahan dan keadaan sosial-ekonomi sebelum dilakukan
penyusunan RTRW Jakarta 2030. Permasalahan yang ada ternyata waktu penyusunan ini
begitu singkat, sedangkan begitu banyak stakeholders yang ingin terlibat. Sementara itu
Bappeda Provinsi DKI Jakarta dapat diduga enggan melibatkan masyarakat umum untuk
memberikan masukan. Walau hal ini akhirnya memang dapat diatasi, absennya Kajian
3
Lingkungan Hidup Strategis dan data sosial-ekonomi maka nampaknya draft RTRW 2030
7
diduga tidak layak dan optimal.
Bahkan reklamasi lahan di Jakarta Utara, rencana penanganan banjir dengan polder dan
pengembangan jaringan transportasi masal akan menemui kegagalan karena kurangnya
perhatian terhadap detail permasalahan di Jakarta. Selain itu koordinasi penataan ruang
dengan pemerintah lain di Jabodetabekjur juga nampaknya belum efektif. Hal ini disebabkan
diduga karena begitu tingginya “ego” Gubernur dan Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
menunjukkan permasalahan klise di Kota – Kota Indonesia.
Selanjutnya, perlu dilakukan langkah – langkah untuk menerjemahkan Rencana Tata Ruang
(RTR) Terintegrasi tersebut. Hal ini diawali dengan perlunya pembicaraan terbuka dengan
Stakeholders terkait. Contoh nyata yang dapat diambil ialah di RW 11, Kelurahan Cibangkong
Bandung. Dengan fasilitasi Direktorat Jenderal Cipta Karya dan ASPEK Bandung,
pembangunan di RW tersebut dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan dengan tahapan
8
sbb:
• Penjajakan Awal kepada tokoh – tokoh Masyarakat;
• Sosialisasi kepada seluruh warga;
• Survey Kampung Sendiri & Lokakarya Mini untuk memperdalam kajian terhadap
permasalahan di kawasan tersebut;
• Perencanaan Partisipatif untuk Tata Ruang Kelurahan atau infrastruktur lokal;
• Lokakarya Antar Pelaku dengan Pemda, Swasta dan Perguruan Tinggi dll;
• Implementasi Penanganan Masalah berbasis Masyarakat;
• Pengelolaan Pembangunan berbasis Masyarakat.
Belajar dari kasus tersebut, berbagai Forum Kota dapat difasilitasi oleh Pemda untuk menarik
permasalahan serta aspirasi masyarakat. Menurut tata aturan saat ini telah ada Musyawarah
Rencana Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap di level Kelurahan, Kecamatan dan
Kota. Tentu saja hal ini cukup baik. Tetapi sayangnya saat ini Musrenbang ini masih bersifat
formalitas yang diduga tidak berdampak signifikan. Pihak – pihak yang terkait di dalam
Musrenbang selama ini diduga direkayasa untuk mendukung Rencana Tata Ruang yang ada
dan diduga mengabaikan “Common Sense” Masyarakat Umum.
Sebaliknya Forum Kota juga pernah diterapkan di Forum Gelar Kota Bandung untuk
memecahkan beberapa isu Perkotaan seperti : Isu Perumahan, Isu Sampah dan Isu
Pedangang Kaki Lima (PKL). Hal ini dilihat cukup efektif dan mewakili. Kami juga melihat
dikembangkannya model Seminar atau Workshop tetapi menggunakan dana dan metode
9
yang lebih “merakyat” alias “ bukan membuang – buang dana saja.”
4
Masukan atau aspirasi ini dapat dilanjutkan dengan menentukan/ merevisi Visi Perencanaan
Tata Ruang; survai dan pengumpulan data sekunder; analisa kelayakan lahan; analisa
perencanaan tata ruang dan infrastruktur yang ada; studi kelayakan ekonomi dan analisa
SWOT. Proses ini bisa ditangani oleh Konsultan yang berpengalaman dan berkapasitas
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) terintegrasi dan modern. Hal ini
diduga menjadi kelemahan Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. SIG yang terintegrasi
dapat mendukung pengambilan keputusan Pemda dan menjadi cara untuk menampilkan data
secara jelas untuk Stakeholders lain terutama masyarakat.
Sebagai contoh penerapan SIG, Sistem ini dapat menampilkan peta permasalahan seperti
banjir, peta daya dukung lahan seperti penurunan tanah dan peta kepadatan penduduk. Dari
3 peta tersebut maka kita dapat melihat daerah mana yang seharusnya menjadi prioritas
penanganan banjir yang segera harus dilakukan dan tidak dapat dibebani lagi dengan
populasi tambahan, Contoh kawasan ini terlihat pada Jakarta Utara (seperti Pluit, Kelapa
Gading dan Cakung). Sehingga seharusnya populasi kawasan seperti ini harus dibatasi
bahkan dikurangi. Hal ini yang rupanya tidak disadari oleh Pemda seperti Pemda Provinsi
10
DKI Jakarta.
Selanjutnya Rencana Tata Ruang (RTR) harus disiapkan dengan jasa profesional yang baik.
Dengan menggunakan software yang akurat seperti Autocad dan ArcGIS (SIG yang lain juga
dapat digunakan). Dengan tahap ini diharapkan maka RTR yang dihasilkan akan menjadi
baik dan akurat. Seluruh infrastruktur juga harus digambar dan dicantumkan agar RTR ini
dapat dievaluasi keterkaitannya dengan daya dukung infrastrukturnya.
Sebagai contohnya keterkaitan RTR dengan Software penyusunnya, dengan ArcView (versi
ArcGIS yang lebih lama) kami pernah mengevaluasi kelayakan lahan Kota Bandar Seri
Bintan (BSB). Dan menemukan bahwa kawasan Selatan BSB tidak layak untuk
dikembangkan karena daya dukung tanah yang rendah dan terdapatnya kawasan ekologi
yang penting. Sebaliknya terdapat kawasan Utara BSB dapat dikembangkan. Dan kami dapat
menghasilkan RTR dengan lebih akurat dan ramah lingkungan dengan menggunakan
software tersebut. Hal ini menekankan pentingnya software yang digunakan. 11
Setelah RTR dan Konsep Infrastruktur dihasilkan, maka pertemuan dengan Stakeholders
dapat dilakukan untuk melihat penerimaan Masyarakat, Swasta dan pihak – phak lain
terhadap hal ini. Bahkan RTR ini dapat dipamerkan serta ditampilkan di website untuk
mendapatkan masukan dari publik.
Setelah direvisi dengan integrasi aspirasi masyarakat, terakhir RTR ini harus juga dievaluasi
dampak sosial - ekonominya seperti:
• Mengurangi dampak sosial – ekonomi penggusuran kawasan masyarakat;
5
• Menerapkan integrasi Sistem Transportasi Masal dengan Perumahan Berkepadatan
Tinggi;
• Mengurangi besarnya investasi infrastruktur yang “mahal” dengan menerapkan
infrastruktur yang “Low Cost, Low Tech, Low Negative Impact Development” atau
“Murah, Teknologi Sederhana dan Berdampak Rendah dari Sisi Negatif terhadap
Lingkungan”
• Meningkatkan / mewadahi interaksi sosial masyarakat yang positif seperti ibadah,
olahraga dll.
• Mengurangi vandalisme atau perusakkan terhadap infrastruktur yang ada.
Terakhir karena banyak kawasan di Kota Kota besar di Indonesia merupakan kawasan
permukiman kumuh, maka penerapan RTR terintegrasi harus memperhatikan strategi
reviltalisasi kawasan permukiman kumuh dengan pendekatan partisipatif seperti kasus RW
11 Kelurahan Cibangkong. 12 Hal ini yang diduga sangat sulit diterapkan di Indonesia karena
pendeknya waktu pembangunan, tingginya “ego” investor dan Pemda, dan rendahnya
pemahaman pentingnya partisipasi masyarakat. Dengan strategi ini, maka konflik yang
membawa banyak korban seperti Kasus Priok baru – baru ini dapat dihindari.
Kesimpulan
Dan karena banyak kawasan di Kota Kota besar di Indonesia merupakan kawasan
permukiman kumuh, RTR terintegrasi harus memperhatikan strategi reviltalisasi kawasan
permukiman kumuh yang partisipatif. Dengan tahapan
• Penjajakan Awal kepada tokoh – tokoh Masyarakat;
• Sosialisasi kepada seluruh warga;
• Survey Kampung Sendiri & Lokakarya Mini untuk memperdalam kajian terhadap
permasalahan di kawasan tersebut;
• Perencanaan Partisipatif untuk Tata Ruang Kelurahan atau infrastruktur lokal;
• Lokakarya Antar Pelaku dengan Pemda, Swasta dan Perguruan Tinggi dll;
• Implementasi Penanganan Masalah berbasis Masyarakat;
• Pengelolaan Pembangunan berbasis Masyarakat.
Kami berharap agar tulisan ini dapat memberikan banyak masukkan bagi Pemda dan seluruh
pihak terkait dalam pengembangan Kota – Kota di Indonesia.
6
The Writer’s CV
I. Personal Information
Full name : Gunawan Tanuwidjaja
e-mail : gunteitb@yahoo.com
website : http://greenimpactindo.wordpress.com/
Mobile Phone : +62 812 212 208 42 (Indonesia)
Place of Birth : Bandung
Date of Birth : 08 of August 1978
Sex : Male
Nationality : Indonesian
Mother : Indonesian
Language
Language Skill : Indonesian, English
7
Study Time (Years) Name of Institution Course Name & Specialization
1999 Gradasi Bulletin Student Union of Journalistic Training
Architecture Gunadharma ( IMA-
Gunadharma)
1997 Architecture Department ITB AutoCad R14 Training
1993-1995 Saint Angela’s English Course English Course level C6 to C11
1990-1992 Saint Angela’s English Course English Course level J2 to J5
8
Name of Job Contract
City/ Countries Position
Institute/Companies Description Periods
Sarana Indonesia 2001
ASPEK Bandung/ Program Garbage Jan 2000 -
Indonesia Facilitator Management , Aug 2001
Community Mechanism
Recovery Making and
Program Controlling of
(CRP-HUI) in Cooperative
RW 11, Credit Unit
Cibangkong
District
9
Name of Project Position Year
Social Aspect and
Institution Capacity Building
(Proposal to JICA)
“9 Pearl” Elementary Team Leader and Architect 2003
School in Bandung
Proposal 99’ers Radio Team Leader and Architect 2003
School (Proposal)
Under Jurong
Consultants Pte Ltd.
Preliminary Study and Brief Planner 2007 to 2008
Development Concept of
QEZ3, Petrochemical
Complex, Qatar
Dera Bassi Detailed Master Planner 2007 to 2008
Plan, Greater Mohali Area,
Punjab, India
Libya Africa Economic City Planner 2007 to 2008
Wonogiri Industrial Park, Planner 2007 to 2008
Indonesia (Guanxi State
Farm - Biofuel Plant)
Master Plan An Tay Planner 2007
Industrial Service Centre
Master Plan Zhangzhou Assistant Planner 2006-2007
Waterfront City, China
Master Plan AMRL Assistant Planner 2007
International Tech City,
Tamil Nadu, India
10
Name of Project Position Year
Housing, Bandung
Indonesia
Design Development of Junior Architect, Design 2001
KARANG SETRA Hotel, Development
Spa and Cottages,
Bandung Indonesia under
Cipta Bina Sarana
Master Plan of Cipulir Junior Architect 2001
Housing Site Plan, Jakarta
under Prof Ir. Danisworo
11
2001.
Thesis of Design Studio, Case of Low Economy Flat for Cibangkong Village,
Bandung, Indonesia (Kelurahan Cibangkong), Theme Pattern Language
Architecture
Seminar Report of Housing Development Based on Low Economy People.
1
SANTOSO, Jo, Proses Urbanisasi dalam Konteks Globalisasi: Surabaya, dipresentasikan
dalam Seminar Nasional UK Petra, Arsitektur [di] Kota “Hidup dan Berkehidupan di
Surabaya” 27 Mei 2010
2
http://www.census.gov/ipc/www/popclockworld.html, estimated by United States Census
Bureau on 5th September 2009;
http://au.encarta.msn.com/encyclopedia_1461501471/Population_Explosion.html;
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Population-milestones.jpg
3
SCHULTZ, Bart (2006), Opportunities and Threats for Lowland Development, Concepts for
Water Management, Flood Protection and Multifunctional Land-Use. In Proceedings of the
9th Inter-Regional Conference on Environment-Water, 17 - 19 May, 2006.
4
CK-Net Indonesia (2007), Work Program of ToT IWRM & Climate Change; dengan
pengembangan oleh Tanuwidjaja,G.
5
TANUWIDJAJA, Gunawan and MALONE-LEE, Lai Choo (2009), Applying Integrated
Ecological Planning and Adaptive Landscape Evaluation Tool for Developing Countries in
the Framework of Sustainable Spatial Planning and Development, Study Case Bintan
Island, Indonesia, In Proceedings of International Seminar Positioning Planning in Global
Crises, Bandung November 2009, Department of Regional and City Planning, School of
Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung
6
Ibid.
7
www.thejakartapost.com/print/242740
www.thejakartapost.com/print/242437
8
Maman Hidayat. dkk, PPT Pemberdayaan Masyarat di Kelurahan Cibangkong, Kecamatan
Batununggal, Bandung, Jawa Barat.
9
Departemen Arsitektur ITB dan COMBINE, (2001), Laporan Forum Gelar Kota Bandung
tentang Masalah Permukiman di Bandung, (Architecture Department ITB and
COMBINE(2001), Report of Bandung City Forum on Housing Problem in Bandung)
ITB, PPLH dan COMBINE, (2002), Laporan Forum Gelar Kota Bandung tentang Masalah
Sampah di Bandung (ITB, PPLH and COMBINE (2002), Report of Bandung City Forum on
Solid Waste Problem in Bandung)
ITB, PPLH dan COMBINE, (2002), Laporan Forum Gelar Kota Bandung tentang Masalah
Pedagang Kaki Lima di Bandung (ITB and COMBINE (2002), Report of Bandung City
Forum on Informal Traders in Bandung)
10
Green Impact Indonesia (d/h Gunawan & Rekan) (2009), Laporan Upaya Penanganan Tata
Air SKG, untuk Summarecon Kelapa Gading (copyrights SKG).
Tanuwidjaja, G., Widjaya, J.M., (2010) Creative Collaboration in Urban Polder in Jakarta, in
the Framework of Integrated Water Management, In Proceedings of Arte-Polis 3
International Conference on Creative Collaboration and the Making of Place, School of
Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung.
http://www.fig.net/pub/vietnam/papers/ts06f/ts06f_abidin_etal_3491.pdf
11
Op.Cit. 5
12
Op.Cit. 7
12