Professional Documents
Culture Documents
OLEH
i
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Daftar Isi
ii
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
BAB I.
1
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
A. Cerita Gumansalangi dari sebuah catatan lepas yang
Siau
Gumansalangi adalah kulano pertama di Pulau Sangihe
besar. Gumansalangi bersiteri Ondaasa yang disebut juga
Sangiangkonda atau Kondawulaeng. Gumansalangi adalah pangeran
kesultanan Cotabato,Mindanao Selatan akhir abad ke XII. Mereka
diperintahkan untuk pergi ketimur oleh ayah Gumansalangi
dengan maksud supaya mereka dapat mendirikan kerajaan
baru. Berangkatlah mereka dengan menunggangi ular terbang
sampai ke Pulau Marulung (pulau balut), kemudian keselatan
menuju pulau Mandolokang (pulau Taghulandang) dipulau ini
mereka tidak turun tetapi melanjutkan perjalanan ke pulau lain
melewati pulau Siau dan turun di pulau Sangihe besar.
Dalam perjalanan, ikut pula saudara laki-laki dari Kondaasa
bernama Pangeran Bawangunglare. Mereka lalu mendarat di
pantai Saluhe. Dikemudian hari nama Saluhe berubah menjadi
Saluhang dan kini menjadi Salurang.
Karena Gumansalangi adalah seorang bangsawan maka
tempat tersebut dinamakan Saluhang yang berararti ”dieluk-
elukan” dan dipelihara supaya dia bertumbuh dengan baik dan
subur. Sejak kedatangan Gumansalangi dan Kondaasa di saluhe,
selalu saja terdengar gemuruh dan terlihat kilat yang datang dari
gunung. Gumansalangi lalu diberikan gelar Medellu yg berarti
Guntur dan Kondaasa diberikan gelar Mengkila yang berarti cahaya
2
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
kilat. Gumansalangi dan Kondaasa memiliki dua orang putra
bernama Melintangnusa dan Melikunusa.
Gumansalangi lalu mendirikan kerajaan pada tahun 1300.
Wilayah kerajaannya sampai ke Malurung (Pulau Balut /
Philliphina).Saudara laki-laki Kondaasa melanjutkan perjalanan ke
kepulauan Talaud tepatnya di pulau Kabaruan. Sampai saat ini
tempat yang pertama kali diinjak oleh Pangeran Bawangunglare,
dinamakan Pangeran.
Gumansalangi menyerahkan waris raja kepada anaknya
yang sulung Melintangnusa pada tahun 1350. Anak bungsu
Melikunusa mengembara ke Mongondow dan memperisteri
Menongsangiang putri raja Mongondow.Melikunusa meninggal di
Mongondow sedangkan Melintangnusa meninggal di Philliphina
pada tahun 1400. Sesudah wafatnya Malintangnusa, kerajaan
terbagi dua yaitu kerajaan Utara bernama Sahabe atau Lumage
dan kerajaan Selatan bernama Manuwo atau Salurang. (dari
beberapa catatan lepas pemerhati sejarah sangihe).
3
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Gumansalangi, setelah mempersunting Ondaasa berlayar dari
Molibagu melalui pulau Ruang,Tagulandang,Biaro,Siau terus ke
Mindanao kemudian kepulau Sangihe, mereka tiba di Kauhis lalu
mendaki Gunung Sahendarumang dan berdiam disana sampai
terbentuknya kerajaan Sangihe pertama bernama Tampungang Lawo
pada tahun 1425.
di sangihe.
Gumansalangi adalah anak seorang raja dari sebuah kerajan
kecil diwilayah Philiphina bagian selatan. Ibunya meninggal
ketika Gumansalangi masih kecil. Raja kemudian menikah lagi
dengan perempuan lain dan melahirkan seorang puteri. Pada suatu
pesta sang puteri atas perintah ibunya mempengaruhi Raja dengan
sebuah permintaan dan berkata ”harta kekayaan tak penting bagiku
yang kuinginkan adalah agar Ayah dapat membunuh Gumansalangi.
Permintaan ini dilakukan agar tahta kerajaan tidak jatuh ketangan
Gumansalangi.
Keinginan itu diketahui oleh Batahalawo dan Batahasulu
atau Manderesulu orang sakti kerajaan pengikut Gumansalangi,
mereka lalu meberitahukan rencana itu pada Gumansalangi.
Batahalawo kemudian melemparkan ikat kepala ( poporong ) kelaut
yang kemudian menjelmah menjadi Dumalombang atau ular naga
besar. Dumalombang membawa terbang Gumansalangi dan tiba di
Rane dan tebing Mênanawo lalu mengitari bukit Bowong
Panamba,Dumêga dan Areng kambing. Setibanya ditempat yang
4
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
baru, setiap malam Gumansalangi hanya mendengarkan suara
burung pungguk atau Tanalawo, arti lain dari Tanalawo adalah
Pulau Besar.
Pada suatu senja digubuknya kedatangan seorang nenek yang
memerlukan tempat berteduh. Malam berikutnya dia didatangi lagi
seorang gadis cantik. Dua persitiwa membingungkan hati
Gumansalangi. Disaat tenang terdengar suara yang berkata ambilah
telur dipucuk pohon yang besar itu dan jangan sampai pecah.
Ditebangnyalah pohon tersebut sampai mendapatkan sebutir telur.
Telur itu kemudian pecah dalam perjalanan pulang, dari telur itu
keluar seorang puteri cantik yang kemudian dikenal dengan nama
Konda Wulaeng atau Sangiang Ondo Wasa (puteri perintang malam)
putri khayangan. Mereka menikah lalu dinobatkan menjadi Kasili
Mědělu dan Sangiang Měngkila yang berarti Putra Guntur dan
Putri Kilat. Dinamai demikian karena pakaian sang putri berkilau
seperti emas dan pertemuan mereka ditandai gemuruh dari langit.
Cerita ini juga menjadi bagian dari lahirnya nama sangihe, dan
menjadi inspirasi untuk pemotongan kue adat Tamo.
( Toponimi,Cerita rakyat, dan data sejarah dari kawasan
perbatasan Nusa Utara, Sub Dinas kebudayaan kab.Kepl. sangihe,
2006 )
5
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
menyadari kesalahannya sambil menangis-nangis dan tangisannya
terdengar sampai kekayangan. Dia lalu ditolong oleh raja dari
kayangan dengan mengirim putri bungsunya bernama konda kebumi
untuk menemui Gumansalangi dalam penyamaran sebagai seorang
perempuan yang berpenyakit kulit.
Tetapi intinya adalah terdapat dua orang tokoh dan dua tempat yaitu :
Gumansalangi dan Sangiang Konda Wulaeng. Kepulauan Philiphina dan
Kepl. Sangihe.
Jika kita melihat cerita ini sebagai bagian dari kehidupan nenek
moyang atau kehidupan mula-mula. Maka yang paling pokok adalah
7
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
manusia pertama yang menjadi cikal bakal kehidupan di tanah sangihe
adalah Konda wulaeng bukan Gumansalangi. Konda wulaeng adalah ibu
dari orang-orang sangihe.
8
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
BAB II.
KESUSASTRAAN SANGIHE
(Pemaparan tentang bermacam-macam sastra sangihe)
9
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Ritual me’sundeng yang juga disebut Menale. Bentuk pengakuan terhadap
kekuatan Gengghonalangi dinyatakan melalui pengorbanan seorang gadis
yang masih perawan.
11
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
E. Puisi lama sangihe
a. Lahopa (Mantera)
12
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
b. Měbawalasě sambo
c. Papantung (pantun)
13
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Tarai sarang siau Pergi ke siau
Mesenggoeng salipi Berlayarkan saripi
Abe kasusang marau Jangan sedih karena jauh
Hedo mesombang sui pi Nanti bertemu dimimpi
( Gideon Makamea,Mempelajari
ungkapan dan satra sangihe,2003)
14
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
d. Tatinggung / tinggung – tinggung (teka-teki)
e. Me’bowo
16
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Arab syu’ur, yang berarti perasaan. Dalam bahasa arab , syair
berarti penyair atau penggubahnya. Kata itu diturunkan dari
kata sya’ara yang berarti bertembang. Syair memiliki kesamaan
dengan pantun. Syair berisi nasehat,dongeng atau cerita.
Contoh bawowo :
Kawowo inang kawowo, apa nitendengi
lawo su hiwang takahalaweng
takaendengangu apa.
f. Me’bawalase kantari
I ro kasiang pekapuraneng
Sembeng kerene su tau mata
17
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Dunia ini tumba penumpaneng
Hedo su sorga takong sang apa
F. Sasalamate
20
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
Dari beberapa syair memoto tamo yang disampaikan di beberapa
hayatan perkawinan dan kegiatan lainnya, menunjukan eratnya hubungan
antara memoto tamo dengan kisah Gumansalangi.
Sasalamate tamo di
acara pernikahan di
Kampung Adakele
kec. Manganitu
Selatan
21
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009
DAFTAR PUSTAKA
Buku Anthropologi
22
SATRA LISAN SANGIHE SEJAK MASA GUMANSALANGI, Metty Meike Bawelle,2009