You are on page 1of 31

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENIGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK MELALUI MODEL


PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY – TWO STRAY

Untuk Memenuhi Tugas Mata Ujian Akhir Semester Mata Kuliah


Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Oleh :
MUHAMMAD ROSI PRAYUDI PUTRA
070210204101

S -1 PENDIDIKAN GURU DAN SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN LMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang
berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses
belajar yaitu melalui pendidikan. Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk
memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada
peserta didik. Pemahaman yang dimaksudkan bukanlah pemahaman dalam arti sempit
yaitu menghafal materi pelajaran, namun pemahaman dalam arti luas yaitu lebih
cenderung menekankan pada kegiatan proses pembelajaran yang meliputi
menemukan konsep, mencari dan lain sebagainya serta peserta didik dituntut untuk
dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari – harinya. Namun sayangnya,
prantek pembelajaran yang demikian masih belum di terapkan secara keseluruhan,
sehingga tujuan dan hasil pendidikan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

Dalam pencapaian tujuan belajar yang telah di uraikan di atas, tentu tidak
terlepas dari peranan cara pembelajaran yang digunakan oleh guru. Menurut
Supriyadi (1995:56), untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan penggunaan
metode pembelajaran yang optimal. Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kualitas
pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran khususnya Bahasa Indonesiai harus
diorganisasikan dengan metode pembelajaran yang tepat dan selanjutnya disampaikan
kepada siswa dengan metode yang tepat pula. Metode pembela-jaran yang membuat
siswa aktif bekerja sama dalam proses pembelajaran baik secara emosional maupun
sosial hendaknya terus dikembangkan dan diarahkan dengan sedemikian rupa
sehingga siswa lebih aktif dan mampu mencapai hasil belajar yang optimal.

Guru harus dapat melihat situasi kelas / siswa dan kemudian memilih strategi,
metode atau pendekatan seperti apa yang akan di gunakan dalam pembelajarannya.
Materi yang sama belum tentu dapat diterapkan pada kelas yang berbeda. Namun,
dalam pemilihan strategi, pendekatan, metode, ataupun model pembelajaran tetap
harus mengaju pada tujuan utama dalam pencapaian belajar yaitu penekanan pada
unsur pemahaman siswa, bukan sekedar menghafal dan akan lebih baik lagi jika
dilanjutkan pada praktek aplikasi dari materi yang telah di ajarkan.

Dalam pencapaian tujuan pembelajaran itu perlu di terapkan pembelajaran


yang aktif, dinamis, dan bersifat kerjasama atau kooperatif. Maka dari itu, penulis
memilih menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran secara kooperatif (gotong royong). Pembelajaran ini berbeda
dengan cara belajar kerja kelompok bukan kooperatif. Pada kerja kelompok
konvensional bisa saja hanya ada beberapa siswa yang aktif sedangkan siswa lain
tidak aktif artinya hanya ikut-ikutan saja. Prinsip ketergantungan positif dan tanggung
jawab individu adalah dua hal yang tidak dimiliki oleh konsep kerja kelompok biasa,
susunan anggota dalam kelompok biasa tidak memperhatikan keheterogenan.
Ketergantungan positif memberikan makna bahwa anggota kelompok dari kelompok
itu mempunyai ketergantungan satu sama lain. Artinya pekerjaan itu tidak akan
selesai tanpa dikerjakan oleh masing-masing individu/anggota kelompok. Konsep ini
memberikan makna bahwa dalam kehidupan kita, manusia tidak bisa hidup sendiri
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka dapat dipastikan membutuhkan hadirnya
orang lain (Yunus, 2008).

Metode kooperatif ini digunakan dengan alasan utama dapat mengaktifkan


siswa, baik dalam bekerja sama dan menemukan konsep hingga mencapai
pemahaman yang diinginkan. Model pembelajaran kooperatif yang dipilih penulis
dalam upaya peningkatan kemampuan menyimak yaitu dengan model pembelajaran
kooperatif two stay – two stray.

Pembelajaran kooperatif kenyataannya masih belum banyak terapkan dalam


pembelajaran di SDN Kademangan 01 Bondowoso. Padahal dengan penggunaan
pembelajaran kooperatif akan banyak manfaat yang dapaat di ambil yang salah
satunya yaitu dapat menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama
dengan sesamanya. Seperti juga yang di utarakan oleh Ludgren 1994, dalam Dasna
dan Sutrisno (2006:46) yang menyatakan bahwa “salah satu keuntungan
pembelajaran kooperatif adalah mengurangi konflik antar individu”.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang


memungkinkan terjadinya interaksi dan transaksi di antara para siswa dalam proses
pembelajaran yang memenuhi kaidah-kaidah dalam pandangan konstuktivis.
Pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan aktivitas siswa. Menurut Lie (2004),
pembelajaran dengan strategi kooperatif terbukti sangat efektif dalam meningkatkan
hubungan antar siswa. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat banyak macam model
pembelajaran seperti model pembelajaran jigsaw, Twos stay two stray, Student
Teaching Achievment Devition(STAD), TGT, dan lain – lainnya. Diantara model
pembelajaran yang telah disebutkan di atas, ada TSTS atau Two stay two stray yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992, yaitu suatu teknik yang
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan
kelompok lain. Struktur Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu dalam satu kelompok
terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi
bagi tamunya dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah.
Pembelajaran dengan menggunakan model TSTS ini belum pernah diterapkan pada
SDN Kademangan 01 Bondowoso baik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
ataupun pada matapelajaran lainnya.

Model pembelajaran Two stay two stray menekankan pada pemberian dan
pencarian informasi kepada kelompok lain. Dengan begitu, tentunya siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang di utarakan oleh temannya ketika
sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa
yang di utarakan oleh anggota kelompok yang manjadi tuan rumah tersebut. Dalam
proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.

Dengan latar belakang itulah, dalam PTK ini penulis mengunakan judul:
Meningkatkan keterampilan menyimak melalui model pembelajaran kooperatif
kooperatif two stay –two stray pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas
VI SDN Kademanagn 01 Bondowoso.
1.2 Rumusan Masalah

Berpijak pada latar belakang di atas, yang menjadi masalah utama adalah
kesalahan dalam penggunaan model pembelajaran ketika membelajarkan
keterampilan menyimak yang tidak menekankan pada aspek praktek secara langsung.
Oleh sebab itu, masalah yang dirumuskan dalam Penelitian ini yaitu “ Apakah
penggunaan model pembelajaran kooperatif two stay – two stray pada peserta didik
dapat meningkatkan kemampuan keterampilan menyimak pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SDN Kademangan 01 Bondowoso?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan


menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui metode pembelajaran
kooperatif two stay – two stray pada siswa SDN Kademangan 01 Bondowoso.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Bagi peneliti, dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam memahami


model pembelajaran kooperatif two stay – two stray (TSTS) sehingga dapat
berguna bagi peneliti nantinya ketiga menjadi guru.

b. Bagi siswa:

• Siswa dapat belajar untuk bekerja sama dalam belajar melalui


pembelajaran kooperatif TSTS ini.

• Siswa akan lebih mudah dalam memahami materi karena dilakukan secara
langsung

• Siswa akan bersemangat dalam kegiatan proses belajar karena siswa di


arahkan untuk aktif.
c. Bagi guru, yaitu sebagai perbaikan mutu dalam cara pembelajaran kepada
siswa, yang mengutamakan pemahaman melalui praktek kegiatan menyimak.

d. Bagi sekolah dapat meningkatkan prestasi sekolah tersebut.

1.5 Batasan Ruang Lingkup

Batasan – batasan pada PTK ini adalah:

• Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI SDN Kademangan 01


Bondowoso.

• Materi yang dipelajari adalah mengenai cerita rakyat

• Unsur pembelajaran yang di utamakan adalah keterampilan menyimak


siswa baik dalam menyimak cerita rakyat maupun menyiman materi tentang cerita
rakyat yang di berikan oleh tuan rumah pada kelompok lain ketika sedang
bertamu pada kelompok tersebut.

• Hasil belajar dilakukan melalui uji tes sejauh mana kemampuannya


dalam menyimak apa yang di utarakan dan juga melalui diskusi bersama.

1.5 Definisi Operasional Variabel

• Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang


memberikan kesempatan kepada para siswa melaksanakan kegiatan belajar
bersama dengan kelompok kecil secara heterogen (antara 3-5 siswa), menekankan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan belajar.

• Pembelajaran kooperatif model two stay - two stray adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu
kelompok terdiri dari empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai
pemberi informasi dari tamunya, dan dua siswa lagi bertamu ke kelompok yang
lain secara terpisah.
• Menyimak merupakan kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh
pengertian, pemahaman, dan apresiasi serta informasi, menangkap isi dan
memahami makna komunikasi yang disampiakan oleh pembicara melalui ujaran
atau bahasa lisan (Tarigan, 1990:28).

• Peningkatan keterampilan menyimak adalah hasil cukup yang diperoleh siswa


setelah dilakukan tes secara lisan setelah siswa menyimak suatu materi atau
bacaan yang diutarakan temannya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad
Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki
pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu
masalah. Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut
juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.

Menurut Thomson, et al (1995) dalam Karuru (2007), pembelajaran


kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelom-pok kecil
saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4
atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen
adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan
teman yang berbeda latar bela kangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan
keterampilan-keterampilan khu-sus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya,
seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman
sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 dalam Karuru, 2007).

Lie (2004:31) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam pembelajaran


kooperatif meliputi.
1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).
Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung positif dan saling
terikat sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa
lain juga tidak sukses, dengan demikian materi tugas haruslah mencerminkan
aspek saling ketergantungan, seperti tujuan belajar, sumber belajar, peran
kelompok dan penghargaan. Selain itu, guru perlu menciptakan kelompok
kerja yang efektif serta menyusun tugas yang diharapkan dapat mempermudah
siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru.

2. Tatap Muka (face-to-face interaction).


Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang
lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan
saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan memberikan sum-
bangan pikiran dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mengembangkan
keterampilan komunikasi secara efektif

3. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability).


Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan
bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang menuntut
tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan baik.

4. Komunikasi antar anggota


Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus
diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keteram-
pilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses
belajar. Keterampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti tenggang
rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik
teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain,
mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan
antar pribadi.

5. Evaluasi proses kelompok (group processing).


Guru perlu mengalokasikan waktu khusus untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama agar selanjutnya anggota kelompok dapat
bekerja sama dengan lebih efektif. Siswa memproses keefektifan kelompok
mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang dan
mana yang tidak, dan mambuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilan-
jutkan atau yang perlu diubah. Fase-fase dalam proses kelompok meliputi
umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas kerja.

Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa


pem-belajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.

a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk


menuntaskan materi belajarnya

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki


kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku,


budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari


pada individu

Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif adalah


strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk:

a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok


b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang
etnik dan kemampuannya
c. Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah
melalui kelompok
d. Mendorong proses demokrasi di kelas

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa


pembela-jaran kooperatif merupakan metode pembalajaran yang di dasarkan
atas kerjasama kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Pada
pelaksanaan pem-belajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya mempelajari
materi saja, tetapi harus mempelajari keterampilan kooperatif.
Metode pembelajaran kooperatif ini mempunya kelebihan-kelebihan yaitu:

a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa


b. Siswa dapat berkomunikasi dengan temannya
c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar

Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan
jumlah siswanya sedikit.

Lie dalam bukunya Cooperative Learning (2004:54)


mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari
Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-
Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor,
Kepala Bernomor Terstruk-tur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling
Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran
Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.

Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:

1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi


akademis.
2. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa
yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
3. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok
kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
4. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada
individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan
norma.
2. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang
dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan
tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-
bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang
lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari
materi yang diberikan.
4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan
untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran,
konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan
mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Muslim


Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) yaitu:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan


materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,


sedang dan rendah.

3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.Penghargaan lebih berorientasi pada individu.
Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi
hasil dan informasi dengan kelompok lain, hal ini menunjukkan bahwa lima
unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan
evaluasi proses kelompok dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok
bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang
bersifat saling meleng-kapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan
terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik
dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai
tanggung jawab perseorangan.
B. Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray
(TSTS)

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. Model


pembelajaran TSTS ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992 dan
biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads).
Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan
informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar
mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan
tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan
hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama
lainnya.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran TSTS (Lie, 2004:60-61) adalah


sebagai berikut.

a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan


kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.

c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.


Berikut disajikan gambar skema diskusi Model TSTS yang dilakukan.

I VI

3a
1a 4a
2a
3f
1f 4f
2f

II V

3b
1b 4b
2b
3e
1e 4e
2e

III IV
3c 2c4c
1c
3d
1d 4d
2d

Gambar 1.1 Skema diskusi model Two stay two stray

Keterangan:

: Siswa yang bertamu ke kelompok lain


Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.

1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus
dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi
siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan
setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa
dan suku.

2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan
menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi
tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelom-pok.
Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalah-an yang
berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam
kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama
anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau
memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2
dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan
bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam
kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu.
Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta
mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang
diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian
guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang
berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang
selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang
mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.


Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.

a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan


b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar

Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:


a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka


sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus
ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis
maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis
tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan
kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan
pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model TSTS
adalah siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan pembelajaran menjadi
lebih bermakna. Kekurangan model pembelajaran TSTS adalah teknik ini
membutuhkan persiapan yang matang karena proses belajar mengajar dengan
model TSTSmembutuhkan waktu yang lama dan pengelolaan kelas yang optimal.

Prestasi Belajar
Belajar pada hakekatnya merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan
individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar akan menghasil-kan
perubahan-perubahan pada diri sendiri yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.

Prestasi menurut Winkel (1987) diartikan sebagai bukti keberhasilan yang


dicapai dari kegiatan yang telah dikerjakan. Lebih lanjut Winkel (1987) menjelas-kan
bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai siswa yang dilakukan melalui tes prestasi
belajar, yang bertujuan untuk megetahui gambaran tentang daya serap siswa, untuk
menentukan tingkat prestasi belajar siswa terhadap suatu bahasan. Berdasarkan
taksonomi, tujuan pendidikan yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom dalam
Arikunto (2007:117) meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada penelitian ini
ranah yang diamati adalah ranah kognitif. Kemampuan kognitif adalah kemampuan
yang berkaitan dengan penalaran yang meliputi enam aspek, yaitu pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

1. Pengetahuan atau knowledge


Pengetahuan mencakup kemampuan mengenali, mengetahui dan meng-ingat hal-
hal yang telah dipelajari dan tesimpan dalam ingatan. Pengetahuan berkenaan
dengan fakta atau istilah-istilah, peristiwa, pengertian, kaidah, teori dan metode

2. Pemahaman atau comprehensioan


Pemahaman mencakup kemampuan untuk menyerap pengertian dari hal-hal yang
telah dipelajari. Pada jenjang ini siswa dituntut untuk mengerti dan memahami
konsep yang dipelajari.
Kemampuan memahami terdiri dari 3 tingkatan, yaitu:
a. Menterjemahkan adalah kemampuan merubah
konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah orang
memahaminya.
b. Menginterpretasikan adalah kemampuan mengenal
dan memahami ide utama suatu komunikasi, seperti gambar, diagram, tabel,
dan grafik
c. Mengeksplorasi adalah kemampuan menafsirkan,
menarik kesimpulan berdasarkan hasil terjemahan dan interpretasi.

3. Penerapan atau aplication


Penerapan merupakan kemampuan menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
dalam kegiatan pembelajaran untuk menghadapi situasi baru yang ada dalam
kehidupan sehari-hari

4. Analisis atau analysis


Analisis merupakan upaya memisahkan suatu kesatuan menjadi unsur-unsur
bagian, sehingga jelas hierarkinya/eksplisit unsur unsurnya, meliputi unsur-unsur,
analisis hubungan dan analisis prinsip yang terorganisi.

5. Sintesis atau syntesis


Sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang
menyeluruh. Sintesis selalu menyatukan unsur baru, sehingga menyatukan unsur
unsur dari hasil analisis tidak dapat disebut sintesis

6. Evaluasi atau evaluation


Evaluasi merupakan kemampuan memberi keputusan tentang skor sesuatu yang
ditetapkan dengan sudut pandang tertentu, misalnya sudut pandang tujuan,
metode dan materi.

Berdasarkan uraian diatas, prestasi belajar bahasa Indonesia adalah hasil yang
telah dicapai siswa setelah melakukan usaha, atau dapat diartikan sebagai hasil
belajar bahasa Indonesia yang dinyatakan dalam skor setelah siswa mengikuti
pelajaran bahasa Indonesia. Skor tersebut merupakan hasil pencapaian dari
keenam aspek ranah kognitif yang dilihat dari hasil tes siswa pada mata pelajaran
bahasa Indonesia dengan pokok bahasan tertentu.
C. Keterampilan menyimak

Keterampilan menyimak pada hakikatnya tidak dapat di pisahkan dengan


keterampilan dalam berbahasa lainnya seperti membaca, berbicara dan juga
menulis.Karena kemampuan menyimak seseorang / siswa baru dapat kita ketahui
dengan ketika seseorang penyimak tersebut dapat mengungkapkan apa yag
disimaknya melalui lisan (berbicara), tulisan (menulis) baik dalam bentuk tes soal
ataupun dalam bentuk mereview ulang apa yang telah disimaknya.

Menyimak memiliki tingkatan sebelum sampai pada tingkatan menyimak.


Tingkatan tersebut yaitu mendengar, mendengarkan dan kemudian barulah sampai
pada tahap menyimak. Mendengar merupakan tahap awal dari menyimak. Pada tahap
ini seseorang sebatas mendengar secara tidak sengaja dari apa yang dia dengar
melalui indera pendengarannya, tanpa tahu maksud bahkan terkadang susah
mengingat apa yang di dengarnya. Mendengarkan merupakan kegiatan yang sengaja
dilakukan untuk merekan suara melalui indera pendengaran. Menyimak merupakan
mendengarkan dengan seksama dan teliti. Menurut Tarigan menyimak merupakan
kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh pengertian, pemahaman,
dan apresiasi serta informasi, menangkap isi dan memahami makna komunikasi yang
disampiakan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

Ciri – ciri penyimak yang baik antara lain:

• Bersikap objektif terhadap bahan simakan.


Penyimak tidak boleh terpengaruh oleh hal – hal di luar kegiatan menyimak,
seperti pembicara, ruang, sarana dan prasaran.

• Bersikap kooperatif.
Pembecara harus dapat berkerja sama dengan pembicara untuk keberhasilan
komunikasi.

• Bahan simakan harus komunikatif, berupa konsep, infromasi, dan gagasan yang
jelas.
Jenis – jenis menyimak menurut Tarigan:

1. Menyimak ekstensif.
Kegiatan menyimak yang dilakukan sehari – hari sebagai rutinitas, seperti
menyimak radio, televisi, dan lain – lain.

2. Menyimak intensif

Menyimak intensif merupakan kegiatan menyimak secara sungguh – sungguh


dengan penuh konsentrasi untuk dapat menangkap makna yang dikehendaki.

Menyimak intensif terbagi dalam beberapa bagian sebagai berikut:

 Menyimak kritis
 Menyimak konsentratif
 Menyimak eksploratif
 Menyimak interogatif
 Menyimak selektif
 Menyimak kreatif
Tahapan dalam menyimak:

1. Tahap mendengarkan

2. Tahap memahami

3. Tahap interpretasi

4. Tahap evaluasi
D. Keterkaitan Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif One Stay Two Stray dengan Usaha Peningkatan Keterampilan
Menyimak

Pembelajaran kooperatif disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong


yang merupakan merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-
tugas yang terstruktur. Dengan model pembelajaran seperti ini diharapkan muncul
interaksi antara siswa baik dalam diskusi maupun tanya jawab, dan kemudian siswa
dapat saling sharing membahas materi. Dengan cara seperti ini, siswa dituntut untuk
aktif dan bersemangat dalam belajar, mencari informasi, tanya jawab, diskusi, bahkan
berdebat untuk menemukan suatu konsep. Dengan adanya prinsip gotong royong,
siswa juga di arahkan bukan hanya untuk menerima materi namun juga di ajarkan
untuk bagaimana menyampaikan materi kepada teman - temannya sehingga
memahami materi.

Ada banyak terdapat model pembelajaan dalam pendekatan CTL (cooperative


teaching learning), salah satunya yaitu model pembelajaran one stay two stray.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak
untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Dalam TSTS siswa akan
membentuk kelompok yang masing – masing kelompok terdiri dari 4 siswa yang
dikelompokan secara acak / heterogen. Kemudian masing masingkelompok diberi
sub–bahasan yang berbeda – beda namun masih dalam satu topik / tema. Setelah itu
masing – masing kelompok berdiskusi membahas sub–bahasan yang diberikan
kepada kelompoknya untuk di bahas bersama kelompok masing – masing. Setelah
semua kelompok selesai membahas sub topiknya, masing – masing keompok
mengirimkan 2 utusannya untuk mendapatkan materi dari kelompok lainnya, dan
sisanya tetap di kelompoknya untuk menjelaskan materi yang telash didiskusikan
bersama kepada utusan dari kelompok lain yang berkunjung ke kelompoknya. Dalam
jangka waktu yang telah ditentukan, siswa yang berkunjung kembali lagi ke
kelompoknya masing – masing untuk menjelaskan kepada anggotanya yang menjadi
tuan rumah. Setelah itu, bergantian tugas untuk mencari informasi dari kelompok
lainnya.

Dari uraian di atas, penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan


mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari
jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang
menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, mnulis dan menyimak. Ketika siswa
menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang
berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh
temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke
kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang
dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari
kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan
oleh temannya.

Dalam prosespembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar
ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang
menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih
banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu
dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh.
Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif,
sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).

Keintensifan siswa dalam melakukan kegiatan menyimak pada model


pembelajaran TSTS ini di harapkan dapat meningkatkan kemampuan keterampilan
menyimak siswa. Dalam menentukan tingkat keberhasilan siswa dalammeningkatkan
keterampilan menyimak yaitu dengan melakukan evaluasi secara lisan, tulisan, serta
tanya jawab. Evaluasi lisan dilakukan oleh guru dengan memberikan pertanyaan
kepada siswa terkait materi yang di dapat dari kelompok lain (bukan materi yang
dibahas kelompoknya). Evaluasi tertulis dilakukan kepada semua siswa secara
menyeluruh, dengan memberikan soal – soal dari semua materi yang telah dibahas
siswa secara merata, dan hasilnya menjadi evaluasi. Sedangkan tanya jawab dapat
dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan
materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat
mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan
pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi
berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay
two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SDN Kademangan 01

Kelas / Semester: V/ 2

Mata pelajaran : Bahasa Indonesia

Alokasi waktu : 3 x 35 menit

1. Standart kompetensi: Memahami bunyi cerita yang dilisankan

2. Kompetensi dasar :

a. Menyebutkan tokoh dan peran yang ada dalam cerita lisan

b. Menyebutkan amanat dalam cerita

3. Indikator :

a. Menyebutkan tokoh yang terdapat dalam cerita yang di utarakan secara


lisan

b. Menyebutkan peran dari masing – masing tokoh yang ada pada cerita yang
diutarakan secara lisan

c. Menjelaskan amanat dalam cerita lisan

4. Tujuan :

a. Siswa dapat menyebutkan tokoh tokoh yang terdapat dalam cerita yang di
utarakan secara lisan

b. Siswa mampu menyebutkan peran dari masing – masing tokoh yang ada
pada cerita yang di utarakan secara lisan.

c. Siswa mampu menjelaskan amanat dalam cerita yang di utarakan secara


lisan.
5. Materi pokok :
Cerita rakyat:
a. Malin kundang
b. Legenda candi prambanan
c. Kisah telaga warna
d. Kisah asal mula Banyuwangi
e. Bawang merah - bawang putih

6. Model dan metode pembelajaran


a. Model pembelajaran
• Two stay two stray

b. Metode pembelajaran
• Diskusi
• Tanya jawab
• Ceramah
• Penugasan

7. Langkah – langkah pembelajaran

Waktu
No Langkah – langkah pembelajaran
(menit)
5
A. Kegiatan inti
1 Apersepsi: guru mengaitkan materi cerita ini dengan cerita sehari -
hari yang sering di dengar

2 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

3 Guru memberi motivasi kepada siswa untuk giat belajar


B. Kegiatan inti
95
Siswa membentuk kelompok menjadi 5 kelompok secara heterogen
1.
Masing – masing kelompok mendapat tugas yang berbeda – beda
2.
untuk mendiskusikan cerita rakyat berikut:
a. Kelompok singa : Malin kundang
b. Kelompok harimau: Legenda candi prambanan
c. Kelompok elang : Kisah telaga warna
d. Kelompok cendrawasih : Kisah asal mula
Banyuwangi
e. Kelompok hiu : Bawang merah - bawang putih

3 Salah satu siswa membaca cerita dan yang lainnya menyimak cerita
yang dibacakan.Dari cerita tersebut, siswa mendiskusikan mengenai:
a. Tokoh – tokoh dalam cerita
b. Peran tokoh – tokoh tersebut
c. Amanat yang terkandung
4 dalam cerita itu
Beberapa dari masing – masing anggota kelompok berkunjung ke
kelompok lain untuk menyimak cerita yang di utarakan di kelompok
itu.
5
Siswa yang berkunjung dan yang dikunjungi saling bertanya jawab
tentang tokoh, peran, dan amanat dalam cerita tersebut.
6
Siswa yang berkunjung kembali ke kelompoknya dan membaca
cerita dari kelompok yang dikunjungi kepada temannya yang tidak
berkunjung, dan kemudian di bahas bersama siswa mengenai tokoh,
peran, dan amanat dalam cerita itu. Demikian seterusnya berkunjung
ke kelompok lainya, dan kembali ke kelompoknya lagi.
C. Kegiatan akhir
5
1. Masing – masing kelompok menceritakan secara singkat cerita yang
yang dibahas kelompok lainnya.
2. Siswa saling bertanya jawab untuk menyimpulkan tokoh, amanat
dan peran yang ada dalam masing masing cerita.

3 Guru memberikan tugas kepada individu

8. Sumber dan media:

• Buku paket Bahasa indonesia kelas V

• LKS terkait

• Cerita rakyat (yang terdapat di atas)

• Buku lain yang relevan

9. Evaluasi / penilaian

a. Penilaian kelompok

Penilaian proses

Keaktifan Kerja sama Kebenaran


No Nama Kelompok
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
b. Penilaian Individu

• Penilaian proses

Keberania Keaktifan Kerja sama Kebenaran


No Nama kelompok
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

• Penilaian tes

Soal – soal

1. Sebutkan tokoh – tokoh yang


ada dalam cerita Malin kundang!

2. Sebutkan peran pada cerita


kisah telaga warna!

3. Sebutkan Sebutkan amanat


yang terkandung pada cerita rakyat Kisah asal mula Banyuwangi

4. Sebutkan peran yang


dimainkan beserta tokohnya dalam cerita Bawang merah - bawang putih!

5. Jelaskan amanat apa saja


yang dapat diambil dari cerita Legenda candi prambanan!

Skor= Benar x 100


5

Mengetahui

,Bondowoso, 5 Juni 2010

Guru Kelas Kepala sekolah


_______________ __________________

Nip. Nip

You might also like