You are on page 1of 13

1

KADAR PROTEIN, LEMAK, DAN MUTU ORGANOLEPTIK KERUPUK


SUSU DENGAN SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
PADA TEPUNG TAPIOKA

SEMINAR

Oleh

ADITYA BAGUS KURNIAWAN

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
2

Judul Seminar : KADAR PROTEIN, LEMAK, DAN MUTU


ORGANOLEPTIK KERUPUK SUSU DENGAN
SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea
batatas) PADA TEPUNG TAPIOKA

Nama Mahasiswa : ADITYA BAGUS KURNIAWAN

Nomor Induk Mahasiswa : H2E007003

Program Studi : S-1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Tanggal Seminar : 11 MEI 2010

Disetujui Oleh :

Dr. Ir. Sutopo, Msc Sri Mulyani, S. Pt., MP


Ketua Panitia Seminar Pembimbing Seminar
3

KADAR PROTEIN, LEMAK, DAN MUTU ORGANOLEPTIK KERUPUK


SUSU DENGAN SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
PADA TEPUNG TAPIOKA

A. B. Kurniawan
Fakultas Petenakan Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRAK

Kerupuk sebagian besar dibuat dari adonan tepung tapioka, sehingga


kandungan nutrisi kerupuk masih rendah yaitu hanya didominasi oleh karbohidrat
tanpa adanya nutrisi-nutrisi lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Kerupuk susu adalah
kerupuk yang dibuat dengan penambahan susu sebagai sumber protein yang
mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Meski kerupuk dengan
pencampuran susu yang encer sudah mempunyai banyak kandungan gizi, tetapi
perlu ditambahkan bahan lain untuk lebih meningkatkan kandungan gizinya.
Salah satu caranya yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar pada proses
pembuatannya sebagai bahan pengganti tepung tapioka. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi tepung ubi ungu (Ipomoea batatas)
pada tepung tapioka pada proses pembuatan kerupuk susu terhadap kadar protein,
lemak, dan mutu organoleptiknya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 unit perlakuan dan 4 kali ulangan.
Perlakuan yang dicobakan adalah T0 = kerupuk susu tanpa subtitusi tepung ubi
ungu, sedangkan subtitusi tepung ubi ungu pada tepung tapioka untuk T 1 = 15%,
T2=30%, T3 = 45%, T4 = 60%. Variabel yang diamati adalah kadar protein, lemak,
dan mutu organoleptik. Pengujian mutu organoleptik menggunakan uji hedonik.
Uji hedonik terhadap mutu organoleptik meliputi kerupuk susu meliputi uji warna,
dan kerenyahan. Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis ragam. Apabila
ada pengaruh nyata pada variabel protein dan lemak maka dilanjutkan dengan uji
wilayah ganda Duncan. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
pada mutu organoleptik dilakukan uji beda nyata jujur.

Kata kunci: kerupuk susu, tepung ubi ungu, kadar protein, lemak

PENDAHULUAN

Susu merupakan hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang
susunya dapat dimakan atau digunakan sebagai makanan yang sehat, serta tidak
dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain
(Hadiwoyoto, 1994). Susu banyak dikonsumsi dan telah memasyarakat, dalam
susunan menu sehari-hari susu dipakai sebagai bahan pangan penyempurnaan
4

yakni dalam makanan empat sehat lima sempurna (Eirry, 2006). Kandungan gizi
dalam susu yang bermanfaat secara biologis salah satunya protein. Protein dalam
susu kaya akan kandungan lisin, niacin, dan ferrum. Asam amino dalam susu
dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan substansi tubuh yaitu Enzim, hormon,
dan antibodi juga membantu dalam pembentukan sel-sel darah dan jaringan.
(Manik, 2006).
Permasalahan pada susu segar adalah sangat mudah rusak, Susu segar
biasanya terkontaminasi oleh bakteri yang mampu berkembang cepat sekali
sehingga susu menjadi rusak atau tidak layak dikonsumsi. Untuk memperpanjang
daya guna, daya tahan simpan, serta meningkatkan nilai ekonomi, diperlukan
teknik penanganan dan pengolahan. Salah satu alternatif upaya pemecahan
masalah tersebut adalah dengan melakukan pengolahan susu yang cukup
porspektif misalnya mengolahnya dalam berbagai bentuk, dengan olahan yang
beragam mulai dari susu pasteurisasi, yogurt, kefir, dadih, keju dan lain-lain.
Produk-produk susu tersebut diyakini masih mempunyai nilai gizi tinggi,
khususnya kadar protein. Selain itu dapat sebagai bahan campuran berbagai
olahan masakan, salah satunya adalah pada olahan kerupuk khususnya kerupuk
susu
Kerupuk merupakan makanan yang disukai setiap orang. Kerupuk sebagian
besar dibuat dari adonan tepung tapioka, sehingga kandungan nutrisi kerupuk
masih rendah yaitu hanya didominasi oleh karbohidrat tanpa adanya nutrisi-nutrisi
lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi dari tepung tapioka dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Tepung Tapioka (Legowo, 1989)


Komponen Persentase (%)
Air 1,1
Abu 0,5
Protein 88,2
Karbohidrat 84,0
Lemak 125,0
5

Kerupuk susu merupakan kerupuk yang dibuat dengan penambahan susu


sebagai sumber protein yang mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh seperti kalsium, fospor, dan zat gizi yang lain. Sehingga dengan
mengonsumsi kerupuk susu maka diharapkan akan didapatkan manfaat tidak
hanya karbohidrat, tetapi juga kandungan protein yang tinggi yang terkandung
didalamnya.
Meski kerupuk dengan pencampuran susu yang encer sudah menambah gizi,
tetapi perlu ditambahkan bahan lain untuk lebih meningkatkan kandungan
gizinya. Salah satu caranya yaitu dengan subtitusi tepung ubi jalar ungu pada
proses pembuatannya sebagai bahan pengganti tepung tapioka. Ubi jalar termasuk
umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang. Batangnya gundul, dan terkadang
saling membelit. Kandungan nutrisi ubi jalar ungu lebih tinggi bila dibandingkan
ubi jalar varietas lainnya. Ubi jalar ungu kaya akan kandungan vitamin A yang
mencapai 7.700 mg per 100 g. Setiap ubi jalar ungu mengandung energi 23 kkal;
protein 1,8 g; lemak 0,7 g; karbohidrat 27,9 g; jkalsium 30 mg; fosfor 49 mg; besi
0,7 mg; vitamin C 22 mg; dan vitamin B1 0,09 mg. Kandungan betakaroten,
vitamin E ,dan Vitamin C bermanfaat sebagai antoksidan untuk mencegah kanker
dan berbagai penyakit cardiovaskular (Sarwono, 2005).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ubi jalar ungu mengandung
antosianin dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu 110- 210 mg per 100 gram
(Suprapta, 2004). Antosianin adalah zat warna alami yang berfungsi sebagai
antioksidan. Zat warna inilah yang nantinya akan mempengaruhi warna dari
kerupuk susu yang akan dibuat dari tepung ubi jalar ungu. Di Indonesia ubi jalar
dimanfaatkan sebagai makanan penyelang atau hidangan ringan. Biasanya ubi
jalar dinikmati bersama secangkir kopi panas atau dikonsumsi setelah
direbus, dikukus, atau digoreng (Sarwono, 2005). Menurut Lies suprapti
(2003), tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan
sebagai kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung
dari ubi jalar yang di hancurkan dan kemudian dikeringkan. Tetapi dapat dibuat
dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dengan tingkat kehalusan ±80
mesh. Kandungan gizi dari tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
6

Tabel 2. Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar (Antarlina dan Utomo, 1997).
Komponen Persentase (%)
Air 7,00
Protein 2,11
Lemak 0,53
Karbohidrat 84,74
Abu 2,58

Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain lebih fleksibel
untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, lebih tahan disimpan
sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih
stabil, memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri
pedesaan serta meningkatkan mutu produk (Aini, 2002).
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang
sederhana. Caranya ubi jalar dikupas kemudian dicuci bersih selanjutnya
dipotong tipis-tipis atau disawut dengan pisau atau alat pemotong lainnya
kemudian dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering
dengan suhu maksimum 60o C selama 18 jam kemudian digiling. Tepung bisa
dimasukkan kantung plastik atau toples kaleng tertutup rapat yang tahan
disimpan dalam waktu enam bulan. Untuk menghasilkan tepung berkualitas
baik, irisan umbi sebelum dijemur atau dikeringkan direndam terlebih dahulu
dalam larutan natrium meta bisulfit (Heriyanto et al., 2001).
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pada waktu
mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk
semula (Winarno, 2002). Proses gelatinisasi dipengaruhi beberapa hal diantaranya
suhu gelatinisasi dan karakteristik granula pati. Suhu gelatinisasi yaitu kisaran
suhu saat pengembangan seluruh granula pati. Kandungan protein dan lemak yang
terkandung pada bahan juga berpengaruh pada proses gelatinisasi. Lemak
membentuk kompleks dengan amilosa sehingga gelatinisasi terhambat dan
mengganggu pengembangan granula pati sedangkan protein mempunyai
kemampuan mengikat air sehingga mengganggu pengembangan granula pati.
Kemampuan mengikat air oleh molekul protein tidak menyebabkan
pengembangan, karena komponen utama yang mengembang adalah pati
7

sedangkan protein kurang atau tidak mengembang(Ceeva, 2010). Dilihat dari


komposisi kimia antara tepung ubi jalar dan tepung tapioka hampir serupa
sehingga keduanya mempunyai sifat dapat saling mensubtitusi sebagai bahan
dalam pembuatan kerupuk susu kecuali dalam hal warna dan kerenyahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat subtitusi tepung
ubi jalar ungu sebagai pengganti tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk susu
terhadap kadar protein, lemak, dan mutu hedonik yang meliputi warna, dan
kerenyahan. Diharapkan juga pada penelitian ini dapat berguna sebagai informasi
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengolahan produk susu serta
sebagai alternatif bagi masyarakat umum maupun produsen dalam pembuatan
kerupuk susu.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: susu sapi segar; tepung
ubi ungu; tepung terigu; tepung tapioka; soda kue; garam dapur; bawang putih;
ketumbar; vetsin; air; minyak goreng; H2SO4 pekat; indikator MB+MR; HCl 0,1N;
H3BO4; NaOH 45 % dan larutan eter.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk susu adalah panci,
dandang, pengaduk, kain saring, plastik, thermometer, blender, timbangan,
cetakan kerupuk, lemari es, pisau, oven, penggorengan. Peralatan untuk uji kadar
protein dan kadar lemak yaitu timbangan elektrik, tabung reaksi, labu destruksi,
gelas ukur, gelas beker, seperangkat alat destilasi, erlenmeyer, buret, pipet, alat
ekstraksi soxhlet, desikator, kertas saring. Uji warna dan kerenyahan dibutuhkan
25 panelis dan peralatan yang digunakan terdiri dari form uji warna dan
kerenyahan, piring, sampel serta alat tulis.
8

Metode Penelitian

Prosedur Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret 2010 di Laboratorium


Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, dengan
tahapan sebagai berikut:

Pembuatan Kerupuk susu

Pembuatan kerupuk susu didahului dengan pemanasan susu pada suhu 80 oC.
susu kemudian didiamkan sampai kondisi dingin, kemudian diukur dalam gelas
ukur + 100 ml. Tiap unit percobaan menggunakan + 300 ml susu sehingga
dibutuhkan 6000 ml susu untuk 20 unit percobaan (5 perlakuan dan 4 kali
ulangan).
Bahan-bahan yaitu tepung terigu dan tepung tapioka dicampur dengan
perbandingan 1:4. Tepung tapioka disubtitusi tepung ubi ungu dengan 5 perlakuan
bertingkat dengan konsentrasi 0; 15; 30; 45; 60 (dapat dilihat pada Tabel 3).

Tabel 3. Perbandingan Subtitusi Tepung Ubi Ungu dengan Tepung Tapioka


Perlakuan
Komponen
T0 (0%) T1 (15%) T2 (30%) T3 (45%) T4 (60%)
...............................................g................................................
Tepung Tapioka 360 306 252 198 144
Tepung Ubi Ungu 54 108 162 216

Selain itu dicampur di dalam satu wadah dengan bumbu-bumbu yang telah
dihaluskan, antara lain garam dapur (4,89 g), bawang putih (1,8 g), ketumbar
(1,2g), vetsin (4,5 g), dan baking powder (4,5 g). Wadah yang telah berisi
campuran tadi dituangi susu sedikit demi sedikit yang kemudian dicampur sampai
homogen. Jumlah di atas didasarkan pada penelitian pendahuluan untuk
menghasilkan kerupuk susu yang baik. Komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.
9

Tabel 4. Komposisi Bahan-Bahan Kerupuk Susu (Setyawan, 2009)


Bahan-Bahan Jumlah per unit percobaan
Tepung tapioka 360,0 g
Tepung terigu 90,0 g
Garam 4,89 g
Bawang putih 1,8 g
Baking powder 1,2 g
Ketumbar 4,5 g
Vetsin 4,5 g
Susu 300 ml

Adonan (450 g/unit percobaan) yang telah kalis kemudian dimasukkan ke


dalam cetakan aluminium dan dikukus selama 1 jam sampai adonan menjadi
matang. Selesai pengukusan, kemudian ditiriskan dan didinginkan di dalam lemari
es semalam. Selesai pendinginan, kemudian diiris tipis-tipis dengan ketebalan
+2mm, setelah itu ditempatkan secara teratur di tempat pengering (oven) selama
+24 jam pada suhu 45o C. Kerupuk susu yang telah kering selanjutnya dapat
digoreng dengan suhu 180oC selama +40 detik.

Pengujian variabel penelitian

Variabel yang diamati adalah kadar protein, kadar lemak, dan mutu hedonik.
Prosedur penetapan variabel-variabel tersebut dijelaskan lebih lanjut seperti di
bawah ini.

Prosedur Pengujian Kadar Protein

Pengukuran kadar protein menggunakan metode “Micro Kjeldahl”. Cara


pengukuran ada tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, titrasi. Tahap destruksi
dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam
labu destruksi dan ditambah katalisator berupa selenium sebanyak 0,5 g,
kemudian ditambah asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 10 ml, lalu sampel
didestruksi dalam ruang asam selama 1-1,5 jam atau sampai warna cairan jernih.
Hasil destruksi didinginkan, kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi.
Sebagai penangkapnya asam borat (H3BO4) 4% sebanyak 20 ml, dan diberikan 2
10

tetes indikator MR + MB, kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi


dan ditambah 50 ml aquades dan 40 ml natrium hidrosida (NaOH) 45%. Destilasi
berakhir sampai penangkap berubah warna dari ungu menjadi hijau. Hasil destilasi
kemudian dititrasi dengan HCl 0,1N sampai terbentuk warna ungu (Hadiwiyoto,
1994). Kadar protein dihitung dengan rumus:

(sampel  blanko) x N x 0,014 x 6,25


Kadar Protein =
berat sampel
.........................................(1)

Prosedur Pengujian Kadar Lemak

Pengukuran kadar lemak dilakukan menurut Legowo et al. (2005), yaitu


dengan cara menimbang sampel sebanyak 1 gram (berat A), kemudian
membungkus sampel dengan kertas saring. Mengeringkan sampel yang telah
dibungkus dengan kertas saring dalam ovem yang bersuhu 100-105 oC sampai
beratnya konstan. Setelah dikeringkan sampel dimasukkan ke dalam eksikator
selama 15 menit kemudian menimbang sampel (berat B). Langkah selanjutnya
adalah memasukkan sampel ke dalam alat ekstraksi soxhlet, memasukkan cairan
pelarut lemak (eter) ke dalam alat ekstraksi selama minimal 6 jam. Sampel yang
diekstraksi diangkat dan diangin-anginkan, kemudian dilakukan pengeringan
sampel dalam oven dengan suhu 100-105o C selama 1 jam. Setelah pengeringan
kemudian memasukkan sampel ke dalam eksikator selama 15 menit kemudian
menimbang beratnya (berat C). Perhitungan kadar lemak (Legowo et al., 2005)
dilakukan dengan rumus:

berat B  berat C
Kadar Lemak Kasar = x100% ………………………………..
berat A
(2)
11

Prosedur Pengujian Mutu Organoleptik

Penelitian uji organoleptik kerupuk susu yang meliputi warna dan


kerenyahan dengan menggunakan panelis sebanyak 25 orang dengan metode
scoring, kisaran skor yang diberikan adalah 1 sampai 4 (Kartika et al.,1988).
Warna kerupuk susu goreng yang diuji dengan batasan melihat atau
mengamati kerupuk susu. Skor yang diberikan adalah 1 (ungu), 2 (ungu
kecoklatan), 3 (coklat) dan 4 (putih).
Kerenyahan kerupuk susu diuji dengan batasan mengunyah kerupuk susu
goreng. Kerupuk susu dinyatakan renyah jika kerupuk tersebut bila dikunyah
bersifat rapuh dan mudah hancur serta menimbulkan suara yang tidak terlalu keras
“krepyes”. Skor yang diberikan adalah 1 (tidak renyah), 2 (cukup renyah), 3
(renyah) dan 4 (sangat renyah). Hasil pengamatan panelis ditulis pada daftar
kuesioner yang telah disediakan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan untuk setiap
perlakuan. Perlakuan yang digunakan adalah berbagai konsentrasi tepung ubi
ungu pada proses pembuatan kerupuk susu, yaitu:

T0 = kerupuk susu tanpa tepung ubi ungu


T1 = kerupuk susu dengan subtitusi tepung ubi ungu pada tepung tapioka 15%
T2 = kerupuk susu dengan subtitusi tepung ubi ungu pada tepung tapioka 30%
T3 = kerupuk susu dengan subtitusi tepung ubi ungu pada tepung tapioka 45%
T4 = kerupuk susu dengan subtitusi tepung ubi ungu pada tepung tapioka 60%
Model matematis rancangan percobaan yang diterapkan adalah:
Yij = µ + αi + ∑ij……………………………......................................................(3)
Keterangan:
Yij = hasil pengamatan perlakuan ke i (0%, 5%, 15%, 20%) ulangan ke-j
(1,2,3,4)
µ = nilai tengah dari seluruh perlakuan
12

αi = pengaruh perlakuan ke-i, perbedaan konsentrasi


∑ij = pengaruh yang timbul secara acak pengamatan ulangan ke-j dan
perlakuan ke-i

Hipotesis pada penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:


H0 = Tidak ada pengaruh konsentrasi tepung ubi ungu terhadap kadar protein,
kadar lemak, dan sifat organoleptik kerupuk susu
H1 = Ada pengaruh konsentrasi tepung ubi ungu terhadap kadar protein, kadar
lemak, dan sifat organoleptik kerupuk susu
Kriteria pengujian analisis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
F hitung ≥ F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan sidik ragam untuk


mengetahui pengaruh perlakuan terhadap materi percobaan. Apabila ada pengaruh
nyata untuk penentuan kadar protein dan lemak, maka dilanjutkan dengan Uji
Wilayah Ganda Duncan (Gomez dan Gomez, 1995). Sedangkan untuk uji mutu
organoleptik menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (Kartika et al., 1988).

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. 2002. Penganekaragaman pengolahan ubi jalar untuk


pengembangan industri rumah tangga dan masyarakat pedesaan.
Jurnal Pembangunan Pedesaan. 2(3): 21-27.

Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997. Substitusi Tepung Ubijalar Pada
Pembuatan Mie Kering. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan.
PATPI. Denpasar.

Ceeva. 2010. Gelatinisasi. http://ceeva.wordpress.com/2010/01/18/gelatinisasi-


pati-puna-ceeva/. Diakses pada tanggal 10 April 2010.

Eirry, S. 2006. Macam – Macam Olahan Susu. Penebar Swadaya, Jakarta.


13

Gomez, K. A. Dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian


Pertanian, Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil
Olahannya. Liberty, Yogyakarta.

Heriyanto, N. Prasetiawati dan S.S. Antarlina. 2001. Kajian pemanfaatan tepung


ubi jalar sebagai bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian.
20(2): 45-53.

Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Pengujian Inderawi


Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Legowo, A. M., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.

Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P. C. Rahardja, J. J. Afriastini, R. Wudianto,


dan W. H. Apriadji. 1992. Bertanam Ubi-ubian. Swadaya. Jakarta.

Manik, E. 2006. Olahan Susu. Pusat Unit Pangan Dan Gizi, Jakarta.

Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setyawan, Y. A. 2009. Kadar Air, Tingkat Pengembangan, dan Sifat Organoleptik


Kerupuk Susu dengan Subtitusi Bekatul Sebagai Pengganti Tepung
Terigu. Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi Sarjana Peternakan)

Suprapti, L. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan Dan Pemanfaatannya. Djambatan,


Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.

You might also like