Professional Documents
Culture Documents
Fitrah Mulyana
WITH EM4
Fitrah Mulyana
ABSTRACT
Organic waste problem at city can be solved with compost making. New technique to
make composting faster is activator added like orgadec microorganism (organic decomposer)
and EM4 (effective microorganism). The aims of this research were to know difference
between physical quality, chemistry quality, and compost ripe time between composting using
orgadec and EM4. This is an quasi experimental research with 2 compost group, compost
using orgadec and compost using EM4. The result of measurement physical quality
(temperature, pH, decrease compost and colour) and chemistry quality (carbon, nitrogen,
phosphor, kalium, and C/N ratio) analyzed descriptively and compared with Perhutani
compost standard. Compost macro element containing using orgadec is carbon (7,10%),
nitrogen (0,042%), phosphor (0,191%), kalium (0,289%) and C/N ratio (169,04) while EM4
is carbon (46,26%), nitrogen (0,868%), phosphor (1,158%), kalium (1,006%) and C/N ratio
(53,29). The result of measurement chemistry quality at orgadec show this compost is better
to used at plant than compost using EM4.
PENDAHULUAN
Sampah organik yang ditimbun dengan sampah anorganik dan zat beracun lainnya
dapat menimbulkan cairan Lindi (Leachate water). Bila air lindi meresap kedalam tanah atau
mengalir kesungai maka dapat mencemari air tanah dan air sungai sehingga sangat
yang kurang dari setengahnya. Jika sampah organik tersebut tidak dikelola, maka akan
menimbulkan berbagai masalah. Menurut data nasional, jumlah sampah yang dihasilkan
Salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah adalah melakukan upaya daur ulang
dengan penekanan pengolahan kompos. Kompos adalah pupuk organik yang dibuat dengan
cara membusukkan sisa-sisa tanaman. Proses pengomposan menjadi penting karena di negara
berkembang sampah yang dihasilkan sebagian besar merupakan bahan organik yang dapat
dijadikan kompos.
Proses dekomposisi memerlukan secara alami waktu 3-6 bulan. Hal ini berarti sampah
organik yang dihasilkan memerlukan waktu yang sangat lama untuk menjadi kompos.
Penemuan teknik-teknik baru dalam proses pembuatan kompos membuat proses dekomposisi
sampah menjadi lebih cepat. Pemanfaatan mikroorganisme pengurai seperti orgadec (organic
decomposer) dan EM4 (effective microorganism) merupakan salah satu dari teknik tersebut
dengan penambahan nutrient sekam padi untuk meningkatkan kualitas kimia kompos.
METODA
Rancangan Penelitian
Experimental) dengan 2 kelompok perlakuan yaitu kompos dengan penambahan orgadec dan
kompos dengan penambahan EM4 yang dianalisis secara deskriptif dimana hanya beberapa
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah sampah organik, orgadec, larutan EM-4,
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer digital model MC-240
merek omron, timbangan digital model EB9003 merek camry, pH-indicator strips, kayu, bak
(panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi 0,5 m), parang, pacul, gergaji, terpal, gelas ukur, sarung
Variabel Penelitian
Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah kandungan zat hara dan kelembaban.
a. Kandungan hara
b. Kelembaban
Definisi Operasional
1. Sampah organik
Sampah organik yaitu sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan
terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).
Sampah organik pada penelitian ini berasal dari daun-daunan dan sisa sayuran sebanyak 20 kg
yang dicampur merata dan dibagikan dalam 2 bak. Komposisi sampah organik dan nutrien
serbuk gergaji kayu ulin dalam penelitian ini menggunakan perbandingan 10:1 pada setiap
bak.
2. Sekam Padi
Hasil penggilingan padi (16,3 – 28%) yang dapat digunakan sebagai campuran bahan
baku dalam dekomposisi sampah atau kompos. Sekam padi pada penelitian ini sebanyak 2 kg.
3. Orgadec (organic decomposer)
bahan kompos secara efektif dan cepat. Orgadec yang digunakan adalah cacing tanah.
Ketentuan penggunaan orgadec adalah 40 kg sampah organik memerlukan 5000 ekor cacing
tanah untuk proses dekomposisi. Sampah organik yang digunakan adalah 10 kg maka cacing
4. Larutan EM-4
mikroba dari tanah, memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, serta mempercepat proses
pengomposan. Ketentuan penggunaan EM4 adalah 1 liter EM4 untuk 1 ton campuran bahan
kompos. Sampah organik yang digunakan 10 kg maka EM4 yang digunakan dalam penelitian
5. Proses Pengomposan
Kualitas kimia kompos pada penelitian ini dilihat dari kandungan unsur makro
kompos (kadar nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O), dan rasio C/N) yang diperoleh
Kualitas fisik kompos pada penelitian ini terdiri dari warna, penyusutan, suhu, dan pH
8. Warna
Warna kompos adalah salah satu indikator kualitas fisik kematangan kompos yang
dapat diketahui dengan melakukan pengamatan sederhana terhadap warna. Warna kompos
Penyusutan pada penelitian ini diukur dari selisih antara bobot (kg) bahan-bahan yang akan
dikomposkan dengan bobot kompos (kg). Penyusutan yang diharapkan dalam penelitian ini
10. Suhu
Suhu kompos adalah temperatur dalam bahan-bahan kompos. Suhu kompos yang
matang mendekati suhu awal pengomposan. Suhu kompos matang berkisar antara 55-65ºC.
11. pH
berkisar antara 6-8. dalam penelitian ini diukur setiap 2 hari sekali.
Prosedur Penelittian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.
1. Persiapan
a. Membuat bak
Sebelum melakukan penelitian, maka terlebih dulu membuat bak sebanyak 2 buah
untuk tempat penampungan sampah yang terbuat dari kayu dan bambu. Ukuran bak
b. Mengumpulkan sampah
dedaunan dan sayur – sayuran. Sampah kemudian dicacah menggunakan parang dengan
a. Pembagian sampah
aktivator
bahan – bahan pengomposan dan aktivator yang berbeda. Bak I di campur dengan 2 kg
tanah, 2 kg ampas tahu dan 1 kg sekam padi. Kemudian baru di tambahkan orgadec
sebanyak 1250 ekor dan mengaduknya hingga rata. Sedangkan bak II di campur dengan
½ kg dedak, dan 1 kg sekam padi. Kemudian di tambahkan EM-4 yang telah di campur
dikomposkan
Berat sampah yang telah di campur dengan bahan – bahan pengomposan dan aktivator
Suhu dan pH di ukur setelah penimbangan, kemudian di ukur kembali setiap 2 hari
sekali.
e. Penutupan bak
f. Memanen kompos
Setelah kompos terbentuk, maka kompos di panen. Kemudian kompos yang sudah di
nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O) dan rasio C/N) di laboratorium Balittra
Banjarbaru, hasil pengamatan warna dan waktu matangnya kompos, pengukuran suhu, pH
dan penyusutan.
Data hasil pengukuran kualitas fisik (warna, waktu pematangan kompos, suhu, pH dan
penyusutan) dianalisa secara deskriptif. Kualitas kimia kompos sampah organik dengan
nutrien sekam padi yang menggunakan orgadec dan EM4 diukur di laboratorium Balittra
Banjarbaru (kadar nitrogen, karbon, fosfor (P2O5), kalium (K2O) dan rasio C/N) yang
Kualitas fisik kompos terdiri dari suhu, pH, penyusutan, dan warna. Pengukuran dan
pengamatan pengomposan dalam penelitian ini dilakukan setiap 2 hari sekali terhadap suhu
dan pH sedangkan penyusutan dan warna diamati sebelum dan sesudah pengomposan.
Hasil pengukuran suhu kompos dapat dilihat dari grafik di bawah ini :
45
40
35
30
suhu kompos
25
20 Orgadec
15
EM4
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengamatan ke
Suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh pengomposan dengan penambahan orgadec
adalah 36,1oC, sedangkan pada pengomposan dengan menggunakan EM4 adalah 41,5oC.
Suhu pada pengomposan menggunakan orgadec dan EM4 tidak mencapai suhu optimum yang
berkisar antara 45-65oC. rochaeni dkk (2003) menyatakan tidak tercapainya suhu yang tinggi
disebabkan karena tumpukan yang terlalu rendah sehingga tidak mampu menyimpan panas
dengan baik.
Perbedaan suhu pada proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitar. Crawford menyatakan kompos merupakan hasil dekomposisi oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat. Suhu proses pengomposan dengan
penambahan orgadec dan EM4 ini tidak mencapai suhu optimum yang berkisar antara 45-
65oC. Hal ini terjadi karena pembuatan kompos dilakukan pada pada saat curah hujan tinggi
dan di tempat terbuka hanya di tutupi dengan atap terpal dimana suhu lingkungan sekitar
rendah dan lembab. Jika suhu optimum tercapai, maka proses pengomposan akan semakin
cepat.
8
7
6
5
pH kompos
4
Orgadec
3
EM4
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8
pengamatan ke
Mikroorganisme kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit asam (6,0-7,0).
Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya perbedaan antara pengomposan menggunakan
mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan mengubah bahan organik menjadi
asam organik. Selanjutnya nilai pH bahan akan kembali naik setelah beberapa hari akibat
perombakan protein yang mengakibatkan kehilangan nitrogen sebagai amoniak yang bersifat
Berat bahan-bahan kompos (hari ke-0) yang menggunakan orgadec pada awal
pengomposan adalah 15 kg sedangkan pada akhir pengomposan (hari ke-14) adalah 12 kg.
Berat bahan-bahan kompos (hari ke-0) yang menggunakan EM4 pada awal pengomposan
adalah 11,5 kg sedangkan pada akhir pengomposan (hari ke-14) adalah 7 kg.
Penyusutan terjadi seiring dengan matangnya kompos. Penyusutan kompos yang baik
berkisar antara 20-40%. Penyusutan berat kompos pada orgadec adalah 3 kg atau 20%
sedangkan penyusutan berat kompos pada EM4 adalah 4,5 kg atau 39,1%.
Salah satu indikator kualitas fisik kompos yang lain adalah warna kompos. Kompos
disebut matang jika warnanya telah menjadi coklat kehitaman seperti tanah humus. Pada awal
pengomposan, warna bahan-bahan yang dikomposkan pada kedua bak adalah hijau. Setelah
selesai pengomposan semua bahan-bahan yang dikomposkan pada kedua bak berubah warna
menjadi coklat kehitaman. Hal ini terjadi karena mikroorganisme menguraikan bahan organik.
Kualitas kimia kompos terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro adalah
unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar sedangkan unsur mikro adalah unsur yang
diperlukan tanaman dalam jumlah kecil. Unsur makro terdiri dari karbon (C), nitrogen (N),
fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Unsur mikro terdiri
dari besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), dan
klor (Cl).
Unsur makro kompos yang diteliti dalam penelitian ini adalah karbon, nitrogen, fosfor,
kalium, dan rasio C/N. Kandungan unsur makro kompos yang menggunakan orgadec dan
EM4 diukur di laboratorium Balittra Banjarbaru (Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa) dan
Hasil uji laboratorium kandungan unsur makro kompos tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
adalah 7,10%, apabila di bandingkan dengan standar perhutani maka kompos ini aman di
gunakan. Sedangkan kandungan karbon dalam kompos yang menggunakan EM4 adalah
46,26%, lebih tinggi dari standar maksimal unsur karbon dalam kompos menurut Perhutani
maka apabila digunakan untuk tanaman akan menyebabkan kematian pada tanaman yang
masih muda.
Kandungan nitrogen dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah
adalah 0,042% dan kompos yang menggunakan EM4 0,868%, sedangkan kandungan
maksimal nitrogen menurut standar kompos Perhutani yaitu 1,1%. Rendahnya kandungan
nitrogen ini terjadi karena banyaknya kandungan nitrogen yang hilang selama proses
nitrogen akan menyebabkan warna daun menjadi kekuningan, pertumbuhan yang lambat, dan
kekerdilan sedangkan kelebihan nitrogen akan menyebabkan terhambatnya pembungaan dan
pembuahan.
Kandungan fosfor dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah
adalah 0,191% dan kompos yang menggunakan EM4 adalah 1,158%, sedangkan kandungan
maksimal fosfor menurut standar kompos Perhutani yaitu 0,9%. Hal ini berarti kompos yang
menggunakan orgadec baik untuk digunakan pada tanaman, sedangkan kompos yang
menggunakan EM4 tidak baik digunakan untuk kompos. Tanaman yang kekurangan unsur
fosfor akan menyebabkan kurang baiknya akar dan hasil tanaman yang berupa buah/biji.
Kandungan kalium dalam kompos yang menggunakan orgadec berupa cacing tanah
adalah 0,289% dan EM4 adalah 1,006%, sedangkan kandungan maksimal kalium menurut
standar kompos Perhutani yaitu 0,6%. Meskipun kandungan kalium pada kompos yang
menggunakan EM4 lebih tinggi dari standar, tetapi hal ini tidak berbahaya bagi tanaman.
Rasio C/N pada kompos yang menggunakan orgadec dan EM4 sangat tinggi dan
melebihi standar kompos Perhutani, yaitu 169,04 dan 53,29. Rasio C/N yang tinggi ini
disebabkan proses pengomposan menggunakan sisa sayuran yang mempunyai rasio C/N 11-
27 yang dicampur dengan nutrien sekam padi yang mempunyai rasio C/N 411,04. Rasio C/N
yang tinggi menunjukkan adanya defisiensi nitrogen dan kandungan karbon yang tinggi.
Proses pengomposan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu rasio C/N, ukuran bahan,
kelembaban, aerasi (pengaturan udara), suhu, pH, dan jenis mikroorganisme yang terlibat.
Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang mempengaruhi
PENUTUP
1. Ada perbedaan kualitas fisik kompos (suhu, pH, dan penyusutan) antara kompos yang
menggunakan orgadec dan EM4. Kompos yang menggunakan orgadec mempunyai rata-
rata suhu 33,7ºC, rata-rata pH 6,7 dan penyusutan sebesar 3 kg atau 23,7% sedangkan
kompos yang menggunakan EM4 mempunyai rata-rata suhu 36,9ºC, rata-rata pH 6,0 dan
2. Kualitas kimia kompos yang diteliti terdiri dari unsur makro karbon, nitrogen, fosfor,
kalium, dan rasio C/N. Kandungan unsur makro dalam kompos yang menggunakan
orgadec berupa cacing tanah mempunyai hasil yang lebih baik untuk di gunakan pada
tanaman sedangkan EM 4 hasilnya tidak baik karena dapat menyebabkan kematian pada
tanaman muda, kurang baiknya akar dan hasil tanaman berupa biji / buah, serta lambatnya
pertumbuhan tanaman, terjadinya kekerdilan, dan terjadinya bercak merah cokelat pada
3. Kompos yang menggunakan orgadec dan EM4 mempunyai lama pengomposan yang sama
yaitu 14 hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sofian. Sukses membuat kompos dari sampah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka, 2006.
2. Zaman Badrus dan Endro Sutrisno. Studi pengaruh pencampuran sampah domestik,
sekam padi, dan ampas tebu dengan metode Mac Donald terhadap kematangan kompos.
Jurnal Presipitasi 2007; 2 (1) : 1 – 7.
3. Balai Lingkungan Pemukiman. pengelolaan persampahan. Modul Persampahan C-O2-04.
2004. (http://www.modul.adrie.go.id, di akses tanggal 25 Oktober 2009)
4. Balai Pusat Statistik. Kota Banjarbaru dalam Angka 2008/2009. Katalog BPS:
1403.63.72. BPS Kota Banjarbaru. 2008 – 2009.
5. Dinas Tata Kota Banjarbaru. Rekapitulasi produksi sampah per kelurahan tahun 2005.
Banjarbaru, 2005.
6. Waldjinah A M. Vianey. Kimia. Klaten: PT Intan Pariwara, 2004.
7. Rikmasari Renny. Greenpsoskko Bulking Agent 2005. (online),
(htttp://www.kencanaonline.com, diakses tanggal 11 oktober 2009).
8. Unit Pelayanan Jasa dan Komersialisasi Laboratorium Tanah, Tanaman Air. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA). Hasil analisa C/N rasio sekam padi.
Banjarbaru, 2007.
9. Rahman, Syadzuli. Penggunaan serbuk arang bambu (Bambusa sp.) dan mikroorganisme
inokulan pada pembuatan kompos. Skripsi Manajemen Hasil Hutan. Banjarbaru. Fakultas
Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, 2006.
10. Asngad A, dan Suparti. Model pengembangan pembuatan pupuk organik dengan
inokulan (studi kasus sampah di TPA Mojosongo Surakarta). Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi 2006; 6 (2) : 101 – 113.
11. Rajab wahyudin. Buku ajar epidemiologi 4 mahasiswa kebidanan. 2008.
12. Supriyanto A. Aplikasi wastewater sludge untuk proses pengomposan serbuk gergaji.
Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia, 1-14 Februari 2001. Bogor: Siner Forum
PPI Tokyo Institute of Technology PT Novartis Biochemie, 2001.
13. Kobayakawa, Ichinose. Processing of industrial disposal processing of wood.
Bioscientiae 2000; 8 (13): 10-14.
14. Djuarnani, Nan, Kristian, Susilo Setiawan, Budi. Cara cepat membuat kompos. Jakarta:
PT Agro Media Pustaka, 2009.
15. C. Sri Budiyati, Hargono, Pengaruh waktu fermentasi dan penambahan aktivator BMF
BIOFAD terhadap kualitas pupuk organik. Jurnal teknik kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro 2007; 1 (8): 1-5.
16. Yoseph Mardani, Dian. Pengaruh Pupuk Kompos serta ZA terhadap pertumbuhan
tembakau rakyat (Nicotiana tabacum), Jurnal Fakultas Pertanian Institut Pertanian
(INTAN) Yogyakarta 2007; IV : 1-11.
17. Hanggari Sittadewi, Euthalia. Upaya pemanfaatan gambut dan limbah kotoran ayam
menjadi kompos. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Indonesia 2007; X : 1-140.